Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

SEORANG LAKI-LAKI USIA 42 TAHUN


DENGAN ABSES PARU KANAN e/c NON SPESIFIK
DENGAN BEKAS TB

Disusun oleh :
Vania Puspitasari
G0005202

Pembimbing :
DR. dr. Noer Rachma, Sp.RM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD DR. MOEWARDI
2010
BAB I
STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Brangkal 09/05 Wedi, Klaten
Pekerjaan : Pedagang
Tanggal Masuk : 10 Februari 2010
Tanggal Periksa : 17 Februari 2010
No RM : 99 46 28

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama : Batuk

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh batuk kurang lebih 4 hari SMRS. Batuk hebat
sehingga mengganggu tidur pasien. Dahak (+) terutama pagi hari,
berwarna hijau, kental dan berbau busuk, kadang bercampur sedikit
darah. Demam (+). Sesak dirasakan kadang kadang, tidak
mengganggu aktivitas. Berat badan menurun 5 kg. Satu minggu yang
lalu, pasien berobat ke BP4 Klaten kemudian dilakukan foto thorax
dan dirujuk ke RSDM.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat OAT : (+) pada tahun 2001
Riwayat gigi berlubang : (+) gigi PM dan M1 kanan atas

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal

E. Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Penderita makan 3 kali sehari yaitu makan nasi, dengan lauk
pauk berupa daging, telur, tempe, tahu dan sayur bervariasi. Pasien
mengaku berolahraga secara teratur, tenis meja dan sepak bola.
Riwayat merokok (-)
Riwayat minum alkohol (-)

F. Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita adalah laki-laki yang sudah menikah dan memiliki
satu orang anak. Penderita bekerja sebagai pedagang. Pasien dirawat
dengan fasilitas Jamkesmas.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum : sedang, compos mentis, gizi kesan kurang
B. Tanda Vital
Tensi : 120/80 RR : 28 x/menit
Nadi : 76 x/menit Suhu : 36,20 C

C. Kepala : mesochepal, simetris.


D. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Pupil isokor (3 mm/3mm), Reflek cahaya (+/+).
E. Hidung : Nafas cuping hidung (-), darah (-), secret (-).
F. Telinga : darah (-), secret (-).
G. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-).
H. leher : JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar.
I. Thorax : retraksi (-).
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II int normal, reguler, bising (-)
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan < kiri
Perkusi : sonor menurun mulai SIC IV ke bawah / sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), RBK (+/-)
J. Abdomen
Inspeksi : dinding perut = dinding dada.
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Perkusi : timpani.
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
K. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), scoliosis (-), kifosis dan lordosis
dalam batas normal.
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-) daerah punggung bawah.
Perkusi : nyeri ketok (-).
L. Ekstremitas
Oedem (-/-) Akral dingin (-/-)
M. Range Of Motion (ROM)
ROM Aktif
Regio Ekstremitas Superior
Dextra Sinistra
Flexi 0-900 0-900
Extensi 0-450 0-450
0
Abduksi 0-180 0-1800
Shoulder
Adduksi 0-450 0-450
External rotasi 0-900 0-900
0
Internal rotasi 0-90 0-900
Flexi 0-1350 0-1350
Extensi 135-00 135-00
Elbow 0
Pronasi 0-90 0-900
Supinasi 0-900 0-900
Flexi 0-700 0-700
0
Extensi 0-70 0-700
Wrist
Ulnar deviasi 0-300 0-200
0
Radial deviasi 0-20 0-200
MCP I Flexi 0-900 0-900
MCP II-V Flexi 0-900 0-900
0
Finger DIP II-V Flexi 0-90 0-900
PIP II-V Flexi 0-900 0-900
MCP Flexi 0-900 0-900

ROM Aktif
Regio Ekstremitas Inferior
Dextra Sinistra
Flexi 0-1350 0-1350
Extensi 0-300 0-300
Hip
Abduksi 0-450 0-450
Adduksi 45-00 45-00
Flexi 0-1300 0-1300
Knee
Extensi 0-50 0-50
Dorsoflexi 0-300 0-300
Ankle
Plantarflexi 0-300 0-300

N. Manual Muscle Testing (MMT)


Ekstremitas Superior
MMT Dex Sin
Shoulder Fleksor M. Deltoideus anterior 5 5
M. Biceps 5 5
Ekstensor M. deltoideus anterior 5 5
M. Teres mayor 5 5
Abduktor M. deltoideus 5 5
M. Biceps 5 5
Adduktor M. Latissimus dorsi 5 5
M. Pectoralis mayor 5 5
Int.rotator M. Latissimus dorsi 5 5
M. Pectoralis mayor 5 5
Ext.rotator M. Teres mayor 5 5
M. Infra supinatus 5 5
Fleksor M. Biceps 5 5
M. Brachialis 5 5
Elbow Ekstensor M. Triceps 5 5
Supinator M. Supinator 5 5
Pronator M. Pronator teres 5 5
Fleksor M. Fleksor carpi radialis 5 5
Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5
Abduktor M. Ekstensor carpi 5 5
Wrist
radialis
Adduktor M. ekstensor carpi 5 5
ulnaris
Finger Fleksor M. Fleksor digitorum 5 5
Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5

Ekstremitas Inferior
Dex Sin
Fleksor M. Psoas mayor 5 5
Ekstensor M. Gluteus maximus 5 5
Hip
Abduktor M. Gluteus medius 5 5
Adduktor M. Adduktor longus 5 5
Fleksor Hamstring muscle 5 5
Knee
Ekstensor Quadriceps femoris 5 5
Dorso fleksi M. Tibialis 5 5
Ankle
Plantar fleksi M. Soleus 5 5

Keterangan : Penderita dalam batas normal

P. Status Ambulansi : independent


Q. Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi vegetatif : dalam batas normal
Fungsi sensorik : dalam batas normal
Fungsi motorik : dalam batas normal
Nervi cranialis : dalam batas normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium darah tanggal 11 Februari 2010
Hb : 9,1 g/dl
Hct : 28 %
AE : 3,46.106 /UL
AL : 12. 103 /UL
AT : 711. 103 /UL
Laboratorium tanggal 17 Februari 2010
Hb : 12,8 g/dl
Hct : 36 %
AE : 4.23.106 /UL
AL : 13,2. 103 /UL
AT : 390. 103 /UL
Rontgen thorax tanggal 10 Februari 2010

Cor : CTR < 50%


Pulmo : tampak opasitas inhomogen di paru kanan batas tegas, air
bronchogram (+), shilouette sign (+) dengan tampak cavitas (+) dengan
air fluid level (+).
Sudut costophrenicus kanan-kiri lancip.
Kesan : menyokong pneumonia lobus medius paru kanan dengan abses.

V. ASSESSMENT
Abses paru kanan e/c non spesifik dengan bekas TB.

VI. DAFTAR MASALAH


1. Problem Medis
- batuk berdahak tetapi sputum tidak bisa keluar
- sesak nafas
2. Problem rehabilitasi Medik
- Jumlah dan kekentalan sekret bronchial cenderung bertambah.
- Posisi tidur pasien yang cenderung miring ke arah yang sakit,
karena bila tidak akan terasa bertambah sesak.
- Terganggunya aktivitas sehari-hari karena pasien merasa lemas
- Gangguan psikis karena stres akibat penyakitnya.

VII. PENATALAKSANAAN
A. Terapi Paru
1. Infus RL 20 tpm
2. Cefotaxim 1 g/12 jam
3. Gentamisin 2 amp/24 jam
4. Metronidazol 500 mg/8 jam
5. Ambroxol 30 mg 3 X 1
6. Vit B plex 3 X 1
7. Chest fisioterapi

B. Terapi Rehabilitasi Medik


1. Fisioterapi
Chest physichal therapy :-breathing exercise
-breathing control
-teknik relaksasi
-Postural drainase
-Manual (clapping, shaking, vibrasi)
Clapping dengan cara kedua tangan perawat menepuk
punggung pasien secara bergantian sampai ada rangsangan batuk
pasien dianjurkan membatukkan lendir dan mengeluarkannya
dan ditampung dalam sputum pot.
Vibrasi dengan cara menganjurkan pasien menarik nafas
dalam pada waktu mengeluarkan nafas, kedua tangan perawat
diletakkan diatas bagian samping depan dari cekungan iga
kemudian membuat getaran-getaran lembut.
2. Speech therapy : tidak dilakukan
3. Occupational therapy : melatih aktifitas sehari hari yang
sifatnya rekreatif untuk mengisi waktu luang agar penderita tidak
stres akan penyakitnya.
4. Sosio medik : dukungan keluarga untuk merawat
dan melatih penderita
5. Orthesa protesa : tidak dilakukan
6. Psikologi : psikoterapi suportif
Motivasi bagi penderita berkenaan dengan keadaan penyakitnya
yang membutuhkan terapi lama. Memberikan dorongan pada
pasien agar mau berobat dan terapi secara teratur. Keluarga
diharapkan senantiasa memberi perhatian dan dukungan untuk
mengembalikan kepercayaan diri penderita.

VIII. PLANNING
Planning Diagnostik
Tes BTA 3 kali (-)
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

X. IMPAIRMENT, DISABILITAS DAN HANDICAP


Impairment :
Badan lemas, batuk berdahak.
Disabilitas :
Abses paru dekstra, bekas TB.
Handicap :
Keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari
Keterbatasan melakukan sosialisasi

XI. GOAL
A. Memperbaiki keadaan umum sehingga mempersingkat perawatan
B. Meminimalkan impairment, disabilitas dan handicap yang dialami.
C. Semaksimal mungkin memperbaiki faal paru
D. Mencegah agar pasien tidak jatuh ke dalam keadaan atau
komplikasi yang lebih buruk.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ABSES PARU

DEFINISI
Abses Paru diartikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan
pembentukan rongga yang berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi
bakteri. Lesi pada paru ini bersifat supuratif disertai nekrotisasi jaringan
didalamnya.

ETIOLOGI
Abses paru dapat terjadi,sebagai akibat lanjut dari : Aspirasi
Pneumonia, obstruksi bronkus oleh benda asing, tumor dan sekret atau
mukus, pneumonia bakterial, emboli paru, infark paru, trauma toraks.
Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi dari pneumonia aspirasi
akibat bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya memiliki
masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi).
Sejumlah bakteri yang berasal dari celah gusi sampai ke saluran
pernafasan bawah dan menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki sistem
pertahanan terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika
sistem pertahanan tubuh sedang menurun, seperti yang ditemukan pada:
- seseorang yang berada dalam keadaan tidak sadar atau sangat mengantuk
karena pengaruh obat penenang, obat bius atau penyalahgunaan alkohol
- penderita penyakit sistem saraf.
Jika bakteri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme
pertahanan tubuh, maka akan terjadi pneumonia aspirasi dan dalam waktu 7-
14 hari kemudian berkembang menjadi nekrosis (kematian jaringan), yang
berakhir dengan pembentukan abses. Mekanisme pembentukan abses paru
lainnya adalah bakteremia atau endokarditis katup trikuspidalis, akibat
emboli septik pada paru-paru.
Pada 89% kasus, penyebabnya adalah bakteri anaerob. Yang paling
sering adalah Peptostreptococcus, Bacteroides, Fusobacterium dan
Microaerophilic streptococcus. Organisme lainnya yang tidak terlalu sering
menyebabkan abses paru adalah:
- Staphylococcus aureus
- Streptococcus pyogenes
- Streptococcus pneumoniae
- Klebsiella pneumoniae
- Haemophilus influenzae
- spesies Actinomyces dan Nocardia
- Basil gram negatif.
Penyebab non-bakteri juga bisa menyebabkan abses paru, diantaranya:
- Parasit (Paragonimus, Entamoeba)
- Jamur (Aspergillus, Cryptococcus, Histoplasma, Blastomyces,
Coccidioides
- Mycobacteria.

INSIDENS
Angka kejadian Abses Paru berdasarkan penelitian Asher et al tahun
1982 adalah 0,7 dari 100.000 penderita yang masuk rumah sakit hampir
sama dengan angka yang dimiliki oleh The Children’s Hospital of eastern
ontario Kanada sebesar 0,67 tiap 100.000 penderita anak-anak yang MRS.
Dengan rasio jenis kelamin laki-laki banding wanita adalah 1,6 : 1. Angka
kematian yang disebabkan oleh Abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 %
pada era preantibiotika sampai 15 – 20 % pada era sekarang.

PATOFISIOLOGI
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi
kemudian proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama
dimulai dari suppurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang
menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi
terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik.
Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang
terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya
biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi
empyema.
Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan
sebagai berikut :
a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita
dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak
parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus,
maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru
selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau
dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum)
misal abses hepar.
b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis
dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan
supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang
mengalami infeksi sekunder.
c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses
abses paru.
Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang
sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-
kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe
peribronkial.
d. Pembentukan kavitas pada kanker paru.
Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi
peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis
sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.
MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala klinis
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala
pneumonia pada umumnya yaitu:
a. Panas badan
Dijumpai berkisar 70% – 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai
dengan temperatur > 400C.
b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga
abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang
khas (40-75%).
c. Produksi sputum yang meningkat dijumpai berkisar 40 – 75% penderita
abses paru.
d. 50% kasus Nyeri dada
e. 25% kasus Batuk darah
f. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat
badan.
Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup,
suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta
takikardi.

TANDA TANDA FISIK


Ditemukan penderita yang sakit berat, anemis,toksik,demam, sputum
purulent dan busuk berwarna kecoklatan. Bila sputum diendapkan tampak 3
lapis, busa, cairan dan bagian padat paling bawah. Pemeriksaan jasmani
paling sering dijumpai redup dengan suara napasbronkial, krepitasi dan
pleural friction di daerah abses.
DIAGNOSA
Diagnosa abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan
kumpulan gejala seperti pneumonia dan pemeriksaan phisik saja.
Diagnosa harus ditegakkan berdasarkan :
1. Riwayat penyakit sebelumnya.
Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, penurunan berat badan,
panas badan yang ringan, dan batuk yang produktif.
Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma atau
serangan epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi
asam lambung waktu tidak sadar atau adanya emboli kuman diparu akibat
suntikan obat.
2. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit
dasar yang mendorong terjadinya abses paru.
3. Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah yang dapat
mengarah pada organisme penyebab infeksi.
4. Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses
konsolidasi disekitarnya, adanya air fluid level yang berubah posisi sesuai
dengan gravitasi.
5. Bronkoskopi
Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi
drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
Diagnosis abses paru tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan
gejalanya maupun hasil pemeriksaan fisik saja tapi juga dengan hasil
laboratoriun dan gambaran radiologik.
1. Laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat
lebih dari 12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan
peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah
ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.
Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the
left
b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan
KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan
antibiotik secara tepat.
c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan
merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan
etiologis.
2. Gambaran radiologik
Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-
tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau 2 –
20 cm.tunggal dengan ukuran
Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri.
Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas
terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya
dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).
Rontgen dada seringkali bisa menunjukkan adanya abses paru. Abses
paru tampak sebagai rongga dengan bentuk yang tidak beraturan dan
di dalamnya tampak perbatasan udara dan cairan. Pada stadium
permulaan hanya terlihat konsolidasi seperti pneumonia. Kemudian
berkembang dengan reaksi pneumonitis sekitarnya. Bila telah
terbentuk bronkopleural fistel akan tampak air fluid level dalam
parenkim paru. Tetapi bila memecah ke kavum pleura air fluid
tampak dalam rongga pleura.
Abses paru akibat aspirasi paling sering menyerang segmen posterior
paru lobus atas atau segmen superior paru lobus bawah.
Ketebalan dinding abses paru bervariasi, bisa tipis ataupun tebal,
batasnya bisa jelas maupun samar-samar. Dindingnya mungkin licin
atau kasar.
Gambaran yang lebih jelas bisa terlihat pada CT scan.
DIAGNOSA DIFERENSIAL
1. Karsimoma bronkogenik yang mengalami kavitasi, biasanya dinding
kavitas tebal dan tidak rata. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan
sitologi/patologi.
2. Tuberkulosis paru atau infeksi jamur
3. Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses
paru. Pada tuberkulosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur
ditemukan jamur.
4. Bula yang terinfeksi, tampak air fluid level. Di sekitar bula tidak ada
atau hanya sedikit konsolidasi.
5. Kista paru yang terinfeksi. Dindingnya tipis dan tidak ada reaksi di
sekitarnya.
6. Hematom paru. Ada riwayat trauma. Batuk hanya sedikit.
7. Pneumokoniosis yang mengalami kavitasi. Pekerjaan penderita jelas
di daerah berdebu dan didapatkan simple pneumoconiosis pada
penderita.
8. Hiatus hernia. Tidak ada gejala paru. Nyeri restrosternal dan heart
burn bertambah berat pada waktu membungkuk. Diagnosis pasti
dengan pemeriksaan barium foto.
9. Sekuester paru. Letak di basal kiri belakang. Diagnosis pasti dengan
bronkografi atau arteriografi retrograd.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan
mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang
mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi
yang diberikan pada abses paru :
1. Medika Mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada
era antibiotika maka tingkat kkematian dan prognosa abses paru
menjadi lebih baik.
Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini
dijumpai peningkatan Abses paru yang disebabkan oleh kuman
anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa
dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan
penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau
kombinasi clindamycin dan Cefoxitin.
Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase
inhibitase, pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang
berkembang menjadi Abses paru.
Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon
radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah
bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika
minimal 2-3 minggu.
2. Drainage
Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15
menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses paru.
Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus
maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
3. Bedah
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:
a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.
b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
c. Infeksi paru yang berulang
d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.
Untuk penyembuhan sempurna diperlukan antibiotik, baik intravena
(melalui pembuluh darah) maupun per-oral (melalui mulut).
Pengobatan ini dilanjutkan sampai gejalanya hilang dan rontgen
dada menunjukkan bahwa abses telah sembuh. Untuk mencapai
perbaikan seperti ini, biasanya antibiotik diberikan selama 4-6
minggu. Pada rongga yang berukuran besar (diameter lebih dari 6
cm), biasanya perlu dilakukan terapi jangka panjang.
Perbaikan klinis, yaitu penurunan suhu tubuh, biasanya terjadi dalam
waktu 3-4 hari setelah pemberian antibiotik. Jika dalam waktu 7-10
hari setelah pemberian antibiotik demam tidak juga turun, berarti
telah terjadi kegagalan terapi dan sebaiknya dilakukan pemeriksaan
diagnostik lebih lanjut untuk menentukan penyebab dari kegagalan
tersebut.
Hal -hal yang perlu dipertimbangkan pada penderita yang
memberikan respon yang buruk terhadap pemberian antibiotik
adalah penyumbatan bronkial oleh benda asing atau tumor; atau
infeksi oleh bakteri, mikobakteri maupun jamur yang resisten.

KOMPLIKASI DAN PROGNOSA

1. Beberapa komplikasi yang timbul adalah


a. Empyema
b. Abses otak
c. Atelektasis
d. Sepsis

2. Prognosa

Abses paru masih merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas


yang signifikan. Angka kematian Abses paru berkisar antara 15-20%
merupakan penurunan bila dibandingkan dengan era pre antibiotika yang
berkisar antara 30-40%. Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi
mempunyai prognosa yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita
dengan satu fakktor predisposisi. Perlman et al menemukan bahwa 2%
angka kematian pada penderita dengan satu faktor predisposisi dibandingkan
75% pada penderita dengan multi predisposisi. Muri et al melaporkan 2,4%
angka kematian Abses paru karena CAP dibanding 66% Abses paru karena
HAP. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru
sebagai berikut :

a. Anemia dan Hipo Albuminemia


b. Abses yang besar ( > 5-6 cm)
c. Lesi obstruksi
d. Bakteri aerob
e. Immune Compromised
f. Usia tua
g. Gangguan intelegensia
h. Perawatan yang terlambat

RINGKASAN
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material
purulent dan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses
infeksi. Abses paru timbul karena faktor predisposisi seperti gangguan
fungsi imun karena obat-obatan, gangguan kesadaran (anestesi, epilepsi),
oral higine yang kurang serta obstruksi dan aspirasi benda asing.
Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum purulen dan
berbau, disertai malaise, naspu makan dan berat badan yang turun. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan takikardia, tanda-tanda konsolidasi. Pada
pemeriksaan foto polos dada didapatkan gambaran kavitas dengan air fluid
level atau proses konsolidasi saja bila kavitas tidak berhubungan dengan
bronkus.
Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga dapat
dilakukan terapi etiologis.
Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping terapi bedah dan
terapi suportif fisioterapi.
DAFTAR PUSTAKA

Asher MI, Beadry PH ; Lung Abscess in infections of Respicatory tract ;


Canada ; 1990 : 429 – 34.

Assegaff H. dkk ; Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru ;


AUP ; Surabaya ; 136 – 41.

Barlett JG ; Lung Abscess in : Cecil text book of Medicine 19th ed ;


Phildelphia ; 1992 ; 413 – 15.

Finegold SM, Fishman JA ; Empyema and Lung Abscess ; in Fishman’s


pulmonary Diseases and disorders 3rd ed ; Philadelphia ; 1998 ; 2021 – 32.

Garry et al ; Lung Abscess in a Lange Clinical Manual : Internal Medicina :


Diagnosis and Therapy 3rd ; Oklahoma ; 1993 ; 119 – 120.

Hammond JMJ et al ; The Ethiology and Anti Microbial Susceptibility


Patterns of Microorganism in acute Commuity – Acquired Lung Abscess ;
Chest ; 108 ; 4 ; 1995 ; 937 – 41.

Hirshberg B et al ; Factors predicting mortality of patients with lung


Abscsess ; Chest ; 115 ; 3 ; 1999 ; 746 – 52.

Johnson KM, Huseby JS ; Lung Abscess Caused by Legionella micdadei ;


Chest 111 ; 1 ; 1997 ; 109 – 13.

Klein JS et al ; Interventional Radiology of The Chest : Image Guided


Percutaneons Drainage of Pleural Effusions, Lung Abscess, and
Pneumothorax ; AJR ; 1995 ; 164 ; 581 – 88.

Ricaurte KK et al ; Allergic broucho pulumonary aspergillosis with multiple


Streptococceus pneumonie Lung Abscess : an unussual insitial case
presentation ; joutnal of allergy and clinical imonoligy ; 104 ; 1 1999 ; 238 –
40.

Anda mungkin juga menyukai