Pengelolaan DAS
Pengelolaan DAS
Dalam mengelola sumberdaya lahan suatu DAS perlu diketahui apa yang menjadi masalah utama
DAS. Masalah DAS pada dasarnya dapat dibagi menjadi:
o Banjir dan kekeringan
o Menurunnya tinggi muka air tanah
o Tingginya fluktuasi debit puncak dengan debit dasar.
b. Kualitas air
o Tingginya erosi dan sedimentasi di sungai
o Tercemarnya air sungai dan air tanah oleh bahan beracun dan berbahaya
o Tercemarnya air sungai dan air danau oleh hara seperti N dan P (eutrofikasi)
Masalah ini perlu dipahami sebelum dilakukan tindakan pengelolaan DAS. Sebagai contoh, apabila
masalah utama DAS adalah kurangnya debit air sungai untuk menggerakkan turbin pembangkit
listrik tenaga air (PLTA), maka penanaman pohon secara intensif tidak akan mampu meningkatkan
hasil air. Seperti telah diterangkan terdahulu, pohon-pohonan mengkonsumsi air lebih tinggi
dibandingkan dengan tanaman pertanian semusim dan tajuk pohon-pohonan mengintersepsi
sebagian air hujan dan menguapkannya kembali ke udara sebelum mencapai permukaan tanah.
Apabila masalah utama suatu DAS adalah kerawanan terhadap banjir maka teknik yang dapat
ditempuh adalah dengan mengusahakan agar air lebih banyak meresap ke dalam tanah di hulu
dan di bagian tengah DAS. Usaha ini dapat ditempuh dengan menanam pohon dan/atau dengan
tindakan konservasi sipil teknis seperti pembuatan sumur resapan, rorak dan sebagainya.
Apabila yang menjadi masalah DAS adalah tingginya sedimentasi di sungai maka pilihan teknik
konservasi yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki fungsi filter dari DAS.
Peningkatan fungsi filter dapat ditempuh dengan penanaman rumput, belukar, dan pohon pohonan
atau dengan membuat bangunan jebakan sedimen (sediment trap). Apabila menggunakan metode
vegetatif, maka penempatan tanaman di dalam suatu DAS menjadi penting. Penanaman tanaman
permanen pada luasan sekitar 10% saja dari luas DAS, mungkin sudah sangat efektif dalam
mengurangi sedimentasi ke sungai asalkan tanaman tersebut ditanam pada tempat yang benar-
benar menjadi masalah, misalnya pada zone riparian (zone penyangga di kiri kanan sungai).
Apabila suatu DAS dihutankan kembali maka pengaruhnya terhadap tata air DAS akan memakan
waktu puluhan tahun. Pencegahan penebangan hutan jauh lebih penting dari pada membiarkan
penebangan hutan dan menanami kembali lahan gundul dengan pohonpohonan.
Lagipula apabila penanaman pohon dipilih sebagai metode pengatur tata air DAS, penanamannya
harus mencakup sebagian besar wilayah DAS tersebut. Jika hanya 20- 30% dari wilayah DAS
ditanami, pengaruhnya terhadap tata air mungkin tidak nyata.
Penyebaran tanaman kayu-kayuan secara merata dalam suatu DAS tidak terlalu memberikan arti
dalam menurunkan sedimentasi. Tabel 4.1 memberikan ringkasan masalah DAS dan alternatif
teknologi yang dapat dipilih untuk mengatasinya.
Sumber: Fahmudin Agus dan Widianto (2004). “Petunjuk Praktik Konservasi Tanah
Pertanian Lahan Kering “. Bogor: World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal
26-28
Pertimbangan pemilihan teknologi itu adalah tercapainya sasaran konservasi lahan dan
meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ada di dalamnya. Berikut ini disampaikan prinsip-
prinsip tindakan yang harus dilaksanakan dalam pengelolaan DAS sehingga masyarakat dapat
memilih teknologi yang sesuai:
Penggunaan lahan harus disesuaikan dengan sifat dan kemampuan lahan bersangkutan.
Tanah yang berlereng curam, misalnya lebih curam dari 40%, tidak aman bila digunakan
secara intensif untuk tanaman semusim. Penuntun praktis kriteria kesesuaian
lahan diberikan di dalam buku Djaenuddin et al. (2003). Di dalam buku tersebut diuraikan
tanaman apa yang cocok ditanam pada lahan tertentu.
Memaksimalkan penutupan tanah dengan menggunakan tanaman penutup, karena dengan
banyaknya tajuk dan seresah tanaman, akan semakin terlindung permukaan tanah dari
terpaan air hujan dan makin terbentuk jaringan penyaring erosi.
Mempertahankan sebanyak mungkin air hujan pada tempat di mana air tersebut jatuh,
sehingga mengurangi aliran permukaan.
Mengalirkan kelebihan air permukaan dengan kecepatan yang aman ke kolam-kolam
penampung untuk digunakan kemudian.
Menghindari terbentuknya parit (gully) dan menghambatnya (menyumbat) dengan sumbat
parit (gully plug) pada interval yang sesuai untuk mengendalikan erosi dan pengisian
kembali air tanah
Memaksimalkan produktivitas lahan per satuan luas, per satuan waktu, dan per satuan
volume air.
Meningkatkan intensitas pertanaman dengan tanaman sela dan menata pola pergiliran
tanaman.
Menstabilkan sumber penghasilan dan mengurangi resiko kegagalan selama terjadinya
penyimpangan iklim (terlalu sedikit atau terlalu banyak hujan).
Meningkatkan/memperbaiki infrastruktur yang dapat membantu kelancaran distribusi,
pemasaran, dan penyimpanan hasil pertanian.
Untuk daerah beriklim kering, kegiatan terutama ditujukan untuk meningkatkan
penyimpanan air tanah melalui peningkatan kapasitas infiltrasi dan simpanan air di
permukaan tanah melalui pembuatan sumur, rorak atau embung penampung air.
Sisa tanaman perlu dikembalikan ke permukaan tanah baik secara langsung misalnya
dalam bentuk mulsa atau dalam bentuk kompos.
Tindakan konservasi tanah harus disesuaikan dengan keadaan sosial ekonomi setempat
(misalnya status pemilikan tanah, tenaga kerja, penghasilan rumah tangga). Tindakan
konservasi yang mudah diterima petani adalah tindakan yang memberi keuntungan jangka
pendek dalam bentuk peningkatan hasil panen dan peningkatan pendapatan, terutama
untuk petani yang status penguasaan lahannya tidak tetap.
Kegiatan konservasi yang akan diterapkan seharusnya dipilih oleh petani dengan fasilitasi
penyuluh. Petani paling berhak mengambil keputusan untuk kegiatan yang akan dilakukan
pada lahan mereka.
Jangan melakukan tindakan konservasi kalau belum dimengerti apa masalah yang akan
dipecahkan dan apa manfaat tindakan tersebut.
Sumber: Fahmudin Agus dan Widianto (2004). “Petunjuk Praktik Konservasi Tanah
Pertanian Lahan Kering “. Bogor: World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia. Hal 6
-7
BAB I PENDAHULUAN
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya
terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia sebagai pelaku
pemanfaat sumberdaya alam tersebut. DAS di beberapa tempat di Indonesia memikul beban amat
berat sehubungan dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan
sumberdaya alamnya yang intensif sehingga terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi DAS
semakin menurun dengan indikasi meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi dan sedimentasi,
banjir, dan kekeringan. Disisi lain tuntutan terhadap kemampuannya dalam menunjang system
kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun hilir demikian besarnya.
Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi bagian hulu khususnya kondisi biofisik
daerah tangkapan dan daerah resapan air yang di banyak tempat rawan terhadap ancaman
gangguan manusia. Hal ini mencerminkan bahwa kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku,
keadaan sosial-ekonomi dan tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan
kelembagaan (institutional arrangement).
Tidak optimalnya kondisi DAS antara lain disebabkan tidak adanya adanya ketidakterpaduan antar
sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut.
Dengan kata lain, masing-masing berjalan sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak
belakang. Sulitnya koordinasi dan sinkronisasi tersebut lebih terasa dengan adanya otonomi
daerah dalam pemerintahan dan pembangunan dimana daerah berlomba memacu meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada.
Permasalahan ego-sektoral dan ego-kedaerahan ini akan menjadi sangat komplek pada DAS yang
lintas kabupaten/kota dan lintas propinsi. Oleh karena itu, dalam rangka memperbaiki kinerja
pembangunan dalam DAS maka perlu dilakukan pengelolaan DAS secara terpadu.
Pengelolaan DAS terpadu dilakukan secara menyeluruh mulai keterpaduan kebijakan, penentuan
sasaran dan tujuan, rencana kegiatan, implementasi program yang telah direncanakan serta
monitoring dan evaluasi hasil kegiatan secara terpadu. Pengelolaan DAS terpadu selain
mempertimbangkan faktor biofisik dari hulu sampai hilir juga perlu mempertimbangkan faktor
sosial-ekonomi, kelembagaan, dan hukum. Dengan kata lain, pengelolaan DAS terpadu diharapkan
dapat melakukan kajian integratif dan menyeluruh terhadap permasalahan yang ada, upaya
pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam skala DAS secara efektif dan efisien.
Pedoman ini disusun dengan maksud memberikan arahan umum atau acuan dalam
menyelenggarakan pengelolaan DAS dan disesuaikan dengan perkembangan dan pergeseran
paradigma dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. Pedoman ini sifatnya umum
yang dapat digunakan baik untuk pengelolaan DAS lintas propinsi, lintas kabupaten/Kota maupun
DAS dalam satu kabupaten/Kota. Karena itu Pedoman ini diharapkan dapat disesuaikan dengan
kondisi dan tuntutan spesifik pada masing-masing wilayah dan disesuaikan dengan kewenangan
yang dimiliki masing- masing daerah.
Tujuan penyusunan pedoman ini adalah terbentuknya persamaan persepsi dan langkah dalam
melaksanakan pengelolaan DAS sesuai dengan karakteristik ekosistemnya, sehingga pemanfaatan
sumberdaya alam dan upaya konservasinya dapat dilakukan secara optimal, berkeadilan, dan
berkelanjutan. Muara dari keseluruhan upaya pengelolaan DAS yang optimal ini adalah terjaganya
integritas fungsi DAS dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalamnya.
Sasaran wilayah pengelolaan DAS adalah wilayah DAS yang utuh sebagai satu kesatuan ekosistem
yang membentang dari hulu hingga hilir. Penentuan sasaran wilayah DAS secara utuh ini
dimaksudkan agar upaya pengelolaan sumberdaya alam dapat dilakukan secara menyeluruh dan
terpadu berdasarkan satu kesatuan perencanaan yang telah mempertimbangkan keterkaitan antar
komponen-komponen penyusun ekosistem DAS (biogeofisik dan sosekbud) termasuk pengaturan
kelembagaan dan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan yang disebutkan terakhir berfungsi
sebagai instrumen pengelolaan yang akan menentukan apakah kegiatan yang dilakukan
telah/tidak mencapai sasaran.
Ruang lingkup pengelolaan DAS secara umum meliputi perencanaan, pengorganisasian,
implementasi/pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap upaya – upaya pokok berikut:
a) Pengelolaan ruang melalui usaha pengaturan penggunaan lahan (landuse) dan konservasi tanah
dalam arti yang luas.
b) Pengelolaan sumberdaya air melalui konservasi, pengembangan, penggunaan dan pengendalian
daya rusak air.
c) Pengelolaan vegetasi yang meliputi pengelolaan hutan dan jenis vegetasi terestria l lainnya
yang memiliki fungsi produksi dan perlindungan terhadap tanah dan air.
d) Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia termasuk pengembangan kapasitas
kelembagaan dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga ikut berperan
dalam upaya pengelolaan DAS.
Beberapa istilah yang perlu dipahami dan disepakati bersama dalam pengelolaan DAS adalah
sebagai berikut:
a) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan dengan
sungai dan anak-anak sungainya yang dibatasi oleh pemisah topografis yang berfungsi
menampung air yang berasal dari curah hujan, menyimpan dan mengalirkannya melalui ke danau
atau ke laut secara alami.
b) Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai
ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS – Sub DAS.
c) Satuan Wilayah Sungai (SWS) adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu
atau lebih DAS dan atau satu atau lebih pulau-pulau kecil , termasuk cekungan air bawah tanah
yang berada dibawahnya.
d) Cekungan air bawah tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologis,
temapat sema kejadian hidrologis seperti proses pengibuhann, pengaliran, pelepasan air bawah
tanah berlangsung.
e) Pengelolaan DAS adalah upaya manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara
sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina
kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan manfaat sumberdaya alam bagi manusia
secara berkelanjutan.
f) Pengelolaan DAS Secara Terpadu adalah suatu proses formulasi dan implementasi kebijakan dan
kegiatan yang menyangkut pengelolaan sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan manusia
dalam suatu DAS secara utuh dengan mempertimbangkan aspek-aspek fisik, sosial, ekonomi dan
kelembagaan di dalam dan sekitar DAS untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
g) Rencana Pengelolaan DAS merupakan konsep pembangunan yang mengakomodasikan berbagai
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dijabarkan secara menyeluruh dan terpadu
dalam suatu rencana berjangka pendek, menengah maupun panjang yang memuat perumusan
masalah spesifik di dalam DAS, sasaran dan tujuan pengelolaan, arahan kegiatan dalam
pemanfaatan, peningkatan dan pelestarian sumberdaya alam air, tanah dan vegetasi,
pengembangan sumberdaya manusia, arahan model pengelolaan DAS, serta sistem monitoring
dan evaluasi kegiatan pengelolaan DAS.
h) Tata air DAS adalah hubungan kesatuan individual unsur-unsur hidrologis yang meliputi hujan,
aliran permukaan dan aliran sungai, peresapan, aliran air tanah, evapotranspirasi dan unsur
lainnya yang mempengaruhi neraca air suatu DAS.
i) Lahan kritis adalah lahan yang keadaan biofisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut
tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun
sebagai media tata air.
j) Konservasi tanah adalah upaya mempertahankan, merehabilitasi dan meningkatkan daya guna
lahan sesuai dengan peruntukannya.
k) Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) adalah upaya manusia untuk memulihkan,
mempertahankan, dan meningkatkan daya dukung lahan agar berfungsi optimal sesuai dengan
peruntukannya.
Pentingnya asas keterpaduan dalam pengelolaan DAS erat kaitannya dengan pendekatan yang
digunakan dalam pengelolaan DAS, yaitu pendekatan ekosistem. Ekosistem DAS merupakan
sistem yang kompleks karena melibatkan berbagai komponen biogeofisik dan sosial ekonomi dan
budaya yang saling berinteraksi satu dengan lainnya. Kompleksitas ekosistem DAS
mempersyaratkan suatu pendekatan pengelolaan yang bersifat multi-sektor, lintas daerah,
termasuk kelembagaan dengan kepentingan masing-masing serta mempertim- bangkan
prinsipprinsip saling ketergantunga n. Hal-hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan
DAS :
a) Terdapat keterkaitan antara berbagai kegiatan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan
pembinaan aktivitas manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam.
b) Melibatkan berbagai disiplin ilmu dan mencakup berbagai kegiatan yang tidak selalu saling
mendukung.
c) Meliputi daerah hulu, tengah, dan hilir yang mempunyai keterkaitan biofisik dalam bentuk daur
hidrologi.
Dalam melaksanakan pengelolaan DAS, tujuan dan sasaran yang diinginkan harus dinyatakan
dengan jelas. Tujuan umum pengelolaan DAS terpadu adalah :
2. Terkendalinya hubungan timbal balik sumberdaya alam dan lingkungan DAS dengan
kegiatan manusia guna kelestarian fungsi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Mengkaji Daerah Aliran Sungai dewasa ini tidak mungk in hanya didasarkan kepada satu atau
beberapa undang-undang yang sejenis atau sebidang. Daerah aliran sungai harus dipandang
sebagai satu kesatuan wilayah yang utuh-menyeluruh yang terdiri dari daerah tangkapan air,
sumber-sumber air, sungai, danau, dan waduk, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahpisahkan.
a) Ketetapan MPR No. IX/ MPR/ 1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR No. II/ MPR/
1998 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara.
b) Ketetapan MPR No. X/ MPR/ 1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam
rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.
2.1.3 Undang-Undang
a) Keputusan Presiden No. 123 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air.
b) Keputusan Presiden No. 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.
c) Keputusan Presiden No. 163 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara.
d) Keputusan Presiden No. 183 Tahun 2000 tentang Susunan dan Personalia Kabinet.
Kebijakan Dasar:
Penentuan sasaran DAS secara utuh ini dimaksudkan agar upaya penanganan kegiatan yang
direncanakan dapat dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu berdasarkan satu kesatuan
perencanaan yang utuh, sekaligus berkaitan dengan kegiatan monitoring dan evaluasi DAS yang
ditinjau dari aspek tata air, penggunaan lahan, sosial ekonomi dan kelembagaan.
Penyelenggaraan pengelolaan DAS dalam kaitannya dengan penataan ruang (wilayah) dan
penatagunaan tanah dalam rangka otonomi daerah haruslah disesuaikan dengan Undang-
undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai berikut:
a) Kebijakan penatagunaan tanah di tingkat pusat masih diperlukan jika terdapat kewenangan
yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang meliputi perencanaan nasional, pengendalian
pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara, lembaga
perekonomian negara, pendayagunaan sumberdaya alam, pembinaan dan pemberdayaan
sumberdaya manusia, kebijakan teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan kebijakan
standarisasi nasional.
b) Kebijakan penatagunaan tanah di tingkat propinsi sebagai daerah otonom masih diperlukan jika
ada kewenangan yang berkaitan dengan : (i ) kebijakan di bidang pemerintahan yang bersifat
lintas kabupaten dan kota, serta (ii) kewenangan bidang-bidang tertentu lainnya, yaitu:
perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro; pelatihan bidang tertentu,
alokasi sumberdaya manusia, dan penelitian yang mencakup wilayah propinsi; pengendalian
lingkunga n hidup; promosi dagang dan budaya/pariwisata; dan perencanaan tata ruang propinsi.
Di samping itu juga diperlukan keberadaan kebijakan penatagunaan tanah di tingkat propinsi
dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, dimana kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan
kepada Gubernur.
c) Kebijakan penatagunaan tanah pada tingkat kabupaten dan kota yang mencakup semua
kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam kedua-dua butir di atas.
Dengan kata lain, pemerintah pusat mempunyai wewenang pengaturan, pengarahan melalui
penerbitan berbagai pedoman, serta pengawasan dan pengendalian berskala makro. Pemerintah
propinsi mempunyai wewenang bersifat lintas kabupaten/kota, pemberian perijinan tertentu,
penyusunan rencana tertentu serta pengawasan dan pengendalian berskala meso. Pemerintah
kabupaten mempunyai wewenang yang bersifat pemberian perijinan tertentu, perencanaan,
pelaksanaan, serta pengawasan dan pengendalian berskala mikro.
Batas DAS atau Wilayah Sungai tidak selalu bertepatan (coincided) dengan batas-batas wilayah
administrasi. Oleh karena itu, perlu adanya klasifikasi DAS menurut hamparan wilayahnya dan
fungsi strategisnya sebagai berikut:
2. DAS Lintas Kabupaten/Kota : letaknya secara geografis melewati lebih dari satu daerah
Kabupaten/Kota, dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu
Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau DAS lokal yang atas usulan Pemerintah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan
(dikembangkan dan dikelola oleh Pemerintah Propinsi), dan/atau DAS yang secara
potensial bersifat strategis bagi pembangunan regional.
3. DAS Lintas Propinsi: letaknya secara geografis melewati lebih dari satu Daerah Propinsi,
dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu Daerah Propinsi,
dan/atau; DAS Regional yang atas usulan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan, dan
hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan (dikembangkan dan dikelola) oleh
Pemerintah Pusat, dan/atau DAS yang secara potensial bersifat startegis bagi
pembangunan nasional.
4. DAS Lintas Negara: letaknya secara geografis melewati lebih dari satu negara, dan/atau
DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu negara, dan/atau DAS yang
secara potensial bersifat startegis bagi pembangunan lintas negara.
BAB III PERENCANAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN
SUNGAI
1. Sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan pengelolaan DAS dan dapat memberikan
komitmen kepada para pihak untuk melaksanakan kegiatan masa depan.
2. Sebagai alat untuk meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar pihak yang terlibat
dalam pengelolaan DAS
3. Sebagai alat untuk pemantauan dan evaluasi keberhasilan kegiatan pengelolaan DAS.
4. Sebagai salah satu unsur atau masukan dalam penyusunan, penijauan kembali dan atau
penyempurnaan rencana tat ruang wilayah.
5. Sebagai bukti akuntabilitas publik bagi instansi yang berwenang dalam penyusunan
rencana
pengelolaan DAS.
Dengan adanya rencana pengelolaan DAS, pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengelolaan
DAS diharapkan dapat mengelola berbagai sumberdaya yang ada secara efisien, efektif dan
berkelanjutan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan.
Prinsip yang berlaku umum mempersyaratkan bahwa perencanaan yang disiapkan secara
sistematis, logis, dan rasional seharusnya mengarah pada bentuk pengelolaan yang bijaksana dan
implementasi yang efektif. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa proses perencanaan dan
implementasi program akan berlangsung dengan efektif apabila disertai pedoman kerja yang berisi
prinsip-prinsip perencanaan yang, antara lain, terdiri atas:
1. Tujuan atau sasaran utama pengelolaan DAS secara menyeluruh harus dirumuskan secara
jelas dengan disertai mekanisme sistem monitoring dan evalusi yang dilakukan secara
periodik. Dengan demikian, apabila ditemukan adanya dampak lingkungan yang cukup
serius dapat segera ditangani. Seluruh usulan kegiatan dan hasil yang diperoleh harus
berorientasi pada kepentingan jangka panjang dan capaian kesejahteraan yang
berkelanjutan.
2. Perlu disiapkan mekanisme administrasi yang efisien dengan fokus perhatian pada
aspekaspek sosial-ekonomi-politik dan kerjasama yang harmonis di antara lembaga-
lembaga (pemerintah dan non-pemerintah) yang terlibat dalam pengelolaan DAS. Proses
perencanaan DAS harus dilakukan secara terkoordinasi oleh instansi yang berwenang
dengan metoda partisipatif diantara para pihak yang terkait.
3. Pengelolaan menyeluruh DAS diarahkan pada penyelesaian konflik yang muncul di antara
pihak – pihak yang berkepentingan dalam melaksanakan pembangunan. Pada kasus ketika
terjadi konflik, kompromi yang telah dicapai di antara kelompok yang mengalami konflik
harus dihormati dan dilaksanakan dengan konsisten. Selain masalah penyelesaian konflik
(conflict resolution), pendekatan menyeluruh pengelolaan DAS juga harus
mempertimbangkan prinsip-prinsip upaya pengendalian dan proses umpan balik yang
mengarah pada proses pengambilan keputusan yang optimal.
4. Rencana yang telah tersusun harus merupakan dokumen publik yang diumumkan (bisa
diakses) secara terbuka oleh masyarakat dan masyarakat berhak menyatakan keberatan
atas rencana yang disusun dalam waktu tertentu. Dengan demikian instansi berwenang
harus melakukan peninjauan kembali terhadap rencana pengelolaan DAS sebelum
ditetapkan oelh pejabat yang berwenang.
Meskipun disadari bahwa proses perencanaan pengelolaan DAS bervariasi tergantung pada
karakteristik sosial, budaya, ekonomi, dan politik lokal, pembahasan tentang proses
perencanaan untuk pengelolaan DAS mengacu pada Gambar 3.3. Dalam proses perencanaan
tersebut dalam Gambar 3.3, kedudukan Pusat Perencanaan sangat penting karena akan
memberikan arah pengelolaan yang akan dituju serta menunjukkan bentuk koordinasi yang
dianggap efektif.
Dalam konteks perencanaan pengelolaan DAS, proses perencanaan pengelolaan DAS tersebut
dalam Gambar 3.3 mempunyai dasar pertimbangan sebagai berikut: pertama, dengan
diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, proses perencanaan
tersebut dalam Gambar 3.3 menjadi relevan karena fokus UU No. 22 adalah memberikan peranan
yang lebih besar terhadap pemerintah daerah dan mitranya di daerah. Salah satu kewenangan
yang dilimpahkan ke daerah dan bersifat strategis adalah penetapan kriteria penataan
perwilayahan ekosistem daerah tangkapan air pada daerah aliran sungai (Bab II Pasal 2 butir ke
13, PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai
Daerah Otonom).
Dengan aturan seperti diamanatkan oleh PP No. 25, maka pembentukan Pusat Perencanaan
seperti tersebut dalam Gambar 3.3 menjadi sangat relevan. Pertimbangan kedua adalah dengan
semakin meluasnya kehendak masyarakat untuk membuat Undang-Undang tentang Pengelolaan
Sumberdaya Alam yang akan menaungi dan mengendalikan Undang-Undang pengelolaan
sumberdaya alam sektoral yang telah berlaku, misalnya UU No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan; UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, dan UU No. 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, maka pola perencanaan menyeluruh
pengelolaan DAS tersebut di atas juga menjadi relevan, terutama peran yang akan dimainkan oleh
Komisi DAS Nasional.
Hal yang penting diperhatikan dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS adalah bahwa
perencanaan adalah suatu proses berulang (iterative process). Perencanaan tersebut mengatur
langkah-langkah atau aktivitas-aktivitas pengelolaan DAS yang harus dilaksanakan termasuk
rencana monitoring dan evaluasi (monev) terhadap tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Dengan
demikian, dapat tercipta suatu mekanisme umpan balik (feedback) terhadap keseluruhan rencana
pengelolaan DAS sehingga dapat dilakukan perbaikan terhadap rencana yang telah disusun
(Gambar 3.1).
Gambar 3.1 Proses berulang (iterative process) perencanaan Pengelolaan DAS
3. Perumusan tujuan dan sasaran secara jelas, spesifik dan terukur dengan memperhatikan
permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa dari ekosistem DAS, peraturan dan
kebijakan pemerintah, adat istiadat masyarakat dan kendala-kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan pengelolaan DAS.
7. Legitimasi dan sosiallisasi rencana yang telah disusun kepada pihak-pihak yang terkait.
Dalam Gambar 3.1, mekanisme pelaksanaan pengelolaan DAS mempersyaratkan bahwa
tahap perencanaan dan implementasi tidak boleh dipisahkan karena informasi yang
diperoleh dari implementasi kegiatan dapat dimanfaatkan kembali sebagai umpan balik
(feedback) untuk penyempurnaan rencana yang telah dibuat. Demikian pula, untuk setiap
langkah pengelolaan dari mulai alternatif kegiatan hingga implementasi kegiatan perlu
dilakukan monitoring dan evaluasi (review). Hal ini diperlukan sebagai umpan balik
bertahap.
Gambar 3.2 Diagram Alir Garis Besar Identifikasi Permasalahan DAS
Kegiatan yang diusulkan dalam rencana disamping mendukung pencapaian tujuan kegiatan
pengelolaan DAS, juga harus memberikan gambaran yang jelas tentang:
Dalam penyusunan rencana kegiatan pengelolaan DAS perlu mengintegrasikan dengan rencana
tata ruang dan penatagunaan tanah, mempertimbangkan hubungan daerah hulu dan daerah hilir,
serta aspek penanggungan biaya bersama (cost sharing). Seperti telah dikemukakan di muka
bahwa batas ekosistem DAS tidak selalu sama (coincided) dengan batas administratif. Satu
wilayah administratif secara geografis dapat terletak pada satu wilayah DAS atau sebaliknya.
Apabila hal ini terjadi, diperlukan identifikasi tentang wilayah administratif yang termasuk/tidak
termasuk dalam DAS yang menjadi kajian. Disamping itu, adanya keterkaitan biofisik antara hulu
dan hilir DAS perlu juga dilakukan identifikasi, penentuan lokasi, kategori dan bentuk aktifitas
pihak – pihak yang berkepentingan dalam suatu DAS. Selanjutnya, dirumuskan kebijakan
pengelolaan DAS yang telah mempertimbangkan mekanisme, regulasi dan pengaturan
kelembagaan yang akan menerapkan prinsip-prinsip insentif dan disinsentif terhadap pihak – pihak
yang berkepentingan sesuai dengan kategori dan kedudukannya dalam perspektif prinsip
pembiayaan bersama (cost sharing principle). Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan konservasi
tanah dan air di bagian hulu DAS dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dengan adanya biaya
dari pihak – pihak yang berkepentingan yang mendapat manfaat sebagai akibat adanya kegiatan
tersebut. Dengan mekanisme ini terjadi interaksi di antara pihak – pihak yang berkepentingan di
daerah hulu, tengah dan hilir DAS.
Perencanaan pengelolaan DAS dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu dan tujuannya ke
dalam Rencana Jangka Panjang (15 tahun), Rencana Jangka Menengah (5 tahun) dan Rencana
Jangka Pendek (tahunan).
Rencana jangka panjang bersifat umum dan strategis yang harus menggambarkan rencana makro
pengelolaan DAS terpadu dan memuat karakteristik DAS, permasalahan yang dihadapi, tujuan,
sasaran umum, kebijakan, strategi penanganan pemecahan masalah secara terpadu.
Rencana jangka panjang ini sebaiknya mengandung arahan umum semua sektor yang terlibat
dalam pengelolaan DAS seperti arahan umum penggunaan lahan (tata ruang) berdasarkan
kemampuan dan kesesuaian lahan, arahan umum rehabilitasi dan konservasi tanah, arahan umum
pengelolaan sumberdaya air, urutan prioritas penanganan Sub-DAS dalam DAS yang bersangkutan
serta arahan umum pengembangan sosial ekonomi dan kelembagaan. Rencana pengelolaan DAS
terpadu ini merupakan “payung atau pengikat” bagi rencana-rencana sektoral dalam DAS yang
bersangkutan.
Rencana Jangka Menengah lebih bersifat teknis pelaksanaan dari setiap sektor, misalnya Rencana
Induk Pengembangan sumberdaya Air atau Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi hutan dan lahan
(RHL). Rencana Teknik Lapangan RHL ini memiliki output yang meliputi rekomendasi teknis
kegiatan RHL, proyeksi kegiatan tahunan RHL, analisis manfaat (finansial dan ekonomi), serta
rencana monitoring dan evaluasi. Satuan wilayah perencanaan pada rencana jangka menengah ini
bisa berupa DAS yang tidak terlalu luas atau suatu Sub DAS yang cukup luas dan dipilih sebagai
Sub DAS prioritas pada DAS yang sangat luas.
Rencana Jangka Pendek (tahunan) dibuat sangat rinci dan dilengkapi dengan deskripsi jenis,
lokasi, volume, waktu dan biaya kegiatan secara rinci. Jenis rencana jangka pendek misalnya
Rencana Teknik Reboisasi, Rencana Teknik Penghijauan yang biasanya ditindaklanjuti dengan
rancangan kegiatan pembuatan tanaman, pembuatan bangunan-bangunan fisik (check dam, drop
structure, terrace).
Agar rencana yang dibuat dapat mengikat semua pihak yang berkepentingan untuk
mengimplementasikannya, maka penyusunan rencana harus melibatkan semua pihak yang
berkepentingan dan rencana yang dihasilkan harus berkekuatan hukum. Misalnya, rencana dibuat
dalam bentuk Keputusan Presiden atau Peraturan Daerah (Perda). Jika rencana tersebut tidak
dijadikan sebagai Keputusan Presiden atau Peraturan Daerah yang utuh (tersendiri), maka dalam
salah satu pasalnya Rencana tersebut harus tercantum sebagai rujukan dalam pembangunan
wilayah atau pengelolaan sumberdaya alam DAS.
Karena Rencana merupakan salah satu dasar tahap pelaksanaan pengembangan dan pemanfaatan
sumberdaya alam DAS, maka rencana yang telah ditetapkan tersebut harus didistribusikan dan
disosialisasikan kepada semua pihak yang berkepentingan agar dapat diketahui, dipahami dan
kemungkinan adanya penyesuaian sebelum diimplementasikan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
Memprakirakan kondisi yang akan datang berdasarkan data dan informasi yang telah dikumpulkan
telah menjadi kendala bagi para perencana pengelolaan DAS. Data atau informasi yang akan
digunakan untuk menyusun rencana mungkin tidak tersedia sama sekali, atau kalau tersedia, bisa
jadi telah kadaluwarsa, tidak lengkap, atau tidak relevan dengan materi perencanaan.
Sejumlah ketidakpastian yang berkaitan dengan data dan informasi tampaknya harus dihadapi
dalam proses penyusunan rencana pengelolaan DAS. Ketidakpastian umumnya meliputi data iklim,
masalah teknis, dan ketidakpastian masalah sosial-ekonomi.
Ketidakteraturan pola iklim telah mengakibatkan ketidakpastian prakiraan iklim untuk masa yang
akan datang. Pola curah hujan sangat bervariasi dari tahun ke tahun sehingga seringkali sulit
untuk melakukan prakiraan curah hujan secara tepat. Meskipun sulit untuk melakukan prakiraan
komponen iklim dengan akurasi yang tinggi, tetapi prakiraan pola iklim yang akan terjadi perlu
diantisipasi dan dijadikan pertimbangan dalam menyusun rencana pengelolaan DAS. Hal yang
perlu diperhatikan dalam hal ini bahwa penyusunan rencana pengelolaan DAS sebaiknya tidak
didasarkan pada keadaan rata-rata karena adanya variabilitas untuk masing- masing lokasi.
Ketidakpastian yang bersifat teknis umumnya dijumpai dalam bentuk tidak memadainya
pengetahuan tentang hubungan keterkaitan teknis dalam hal aktivitas pengelolaan DAS. Informasi
yang akurat tentang dampak jenis vegetasi tertentu terhadap erosi di suatu daerah dengan
karakteristik iklim dan tanah tertentu seringkali belum tersedia. Dengan latar belakang tersebut,
dalam banyak hal, tim perencana pengelolaan DAS hanya dapat menduga keluaran apa yang akan
diperoleh dari pengelolaan yang direncanakan, dan dengan demikian, mereka akan berhadapan
dengan ketidakpastian.
Apabila dalam masalah teknis saja dijumpai adanya ketidakpastian, maka kadar ketidakpastian
dalam masalah sosial-ekonomi tentunya menjadi lebih besar. Data dan informasi yang sering
dimanfaatkan untuk perencanaan sosial seperti kekayaan, kesejahteraan, pendapatan, tingkat
pendidikan dan lain sebagainya, untuk tempat-tempat tertentu, boleh jadi sulit untuk
memperolehnya. Dalam keadaan demikian, prakiraan variabel-variabel sosial untuk waktu yang
akan datang akan menghadapi tingkat ketidakpastian yang lebih besar.
Kekacauan sosial dapat menciptakan ketidakstabilan sosial dan ekonomi dari suatu masyarakat.
Keadaan ini, pada gilirannya, dapat juga mengacaukan arah kebijakan dan pengelolaan
sumberdaya untuk masa-masa yang akan datang. Ia juga dapat menciptakan ketidakpastian
tentang peraturan-peraturan yang berkaitan dengan sistem pemilikan tanah dan beberapa hak lain
yang dimiliki oleh masyarakat.
Perencanaan pengelolaan DAS, karena umumnya berkaitan dengan antisipasi kejadian jangka
panjang, maka ia akan lebih banyak menghadapi ketidakpastian. Untuk mengatasi hal tersebut,
berikut ini adalah beberapa strategi untuk menghadapi dan menangani berbagai bentuk
ketidakpastian yang muncul dalam perencanaan seperti disarankan oleh Lundgren (1983):
1. Salah satu pendekatan yang relevan digunakan untuk mengatasi keadaan ketidakpastian
adalah dengan cara meningkatkan pemahaman terhadap situasi dunia atau lingkungan di
sekeliling kita. Strategi yang harus dilaksanakan:
2. Cara lain untuk mengatasi ketidakpastian adalah dengan cara meningkatkan kelenturan
(flexibility) pengelolaan dan organisasi sehingga tanggap terhadap adanya perubahan
yang tidak terduga sebelumnya dan melakukan penyesuaian-penyesuaian. Strategi yang
dapat dilakukan adalah sebaga i berikut:
o Monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara sistematis
dan berlanjut. Dengan demikian, implementasi program pengelolaan DAS tidak
terlalu terikat kaku pada rencana yang telah dibuat, melainkan tanggap terhadap
variasi yang dijumpai di lapangan dan melakukan perubahan-perubahan yang
diperlukan.
3. Strategi lain yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ketidakpastian dalam
perencanaan pengelolaan DAS adalah dengan mendorong berkembangnya inovasi
terhadap pembangunan. Cara yang dapat ditempuh adalah menempatkan personil yang
inovatif terhadap program pembangunan sebagai pelaksana program sehingga mereka
diharapkan mampu memotivisir masyarakat yang terkait dengan program pengelolaan
tersebut untuk berpartisipasi aktif dalam melaksanakan program pengelolaan DAS. Selain
masalah tenaga pelaksana, rencana program itu sendiri harus sedemikian lentur sehingga
memungkinkan berkembangnya kreativitas dan diversitas dalam pelaksanaan program di
lapangan.
Beberapa strategi yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah ketidakpastian dalam
merencanakan proyek pengelolaan DAS tersebut di atas hanyalah beberapa cara yang dapat
dikemukakan. Masih ada cara lain yang dapat dimanfaatkan. Namun demikian, strategi apapun
yang akan digunakan untuk mengatasi masalah ketidakpastian, ada satu tantangan yang harus
dicarikan jalan keluarnya, yaitu bagaimana caranya untuk memasukkan atau menggabungkan
strategi-strategi tersebut dalam kerangka perencanaan pengelolaan DAS.
Selama ini sejumlah kegiatan dan proyek yang berkaitan dengan pengelolaan DAS telah
dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kehutanan dan Perkebunan,
Departemen Pertanian, Departemen Dalam Negeri, Badan Pertanahan Nasional, Departemen
Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, Departemen Pertambangan dan Energi dan
pihakpihak lainnya. Masing-masing instansi mempunyai pendekatan yang berbeda dalam kegiatan
pengelolaan DAS baik dalam unit perencanaan maupun implementasinya sehingga dapat
dikatakan bahwa pengelolaan DAS merupakan hal yang sangat kompleks baik ditinjau dari
banyaknya pihak yang terlibat maupun aspek-aspek yang ada di dalam suatu DAS. Dengan kondisi
yang demikian maka dibutuhkan suatu sistem yang dapat menciptakan percepatan dalam
pengelolaan DAS secara ideal.
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya, masing-
masing lembaga tersebut cenderung bersifat sektoral, dan oleh karenanya, seringkali terjadi
tabrakan kepentingan (conflict of interest) antar lembaga yang terlibat dalam pengelolaan DAS.
Untuk menghindari terjadinya tabrakan kepentingan, diperlukan klarifikasi dan identifikasi secara
jelas tugas dan wewenang masing-masing lembaga dalam menjalankan fungsinya. Selain masalah
tabrakan kepentingan, masalah lain yang umum terjadi dalam pengelolaan sumberdaya yang
melibatkan banyak lembaga adalah masalah kerjasama dan koordinasi antar lembaga. Oleh
karena itu, pengaturan kelembagaan dan regulasi yang mengatur mekanisme kerja antar lembaga
tersebut harus disiapkan dengan matang sehingga dapat menghasilkan pola kerjasama dan
koordinasi yang optimal.
Menyadari adanya keterbatasan dalam hal kapasitas kelembagaan dan besarnya tingkat kesulitan
dalam melaksanakan pengaturan kelembagaan dalam pengelolaan DAS, terutama dalam sistem
pengelolaan yang mengandalkan pada pola kerjasama dan koordinasi antar lembaga, maka hal
pertama yang perlu dilakukan adalah:
a) Melakukan identifikasi dan membuat daftar seluruh lembaga dan pihak yang berkepentingan
dalam pelaksanaan pengelolaan DAS termasuk mereka yang diprakirakan akan terkena dampak
atas pelaksanaan program pengelolaan DAS.
b) Melakukan identifikasi tugas dan wewenang masing-masing lembaga dan pihak – pihak yang
berkepentingan tersebut.
c) Merumuskan bentuk lembaga atau badan pengelola DAS yang sesuai dengan karakteristik
biogeofisik dan sosekbud serta letak geografis DAS.
Pelaksanaan pengelolaan DAS lazimnya melibatkan lebih dari satu lembaga (pemerintah dan non-
pemerintah) pelaksana. Untuk masing-masing lembaga (pemerintah) di dalamnya terbagi lagi
menjadi direktorat-direktorat yang mempunyai kewenangannya masing-masing. Oleh karena itu,
dalam perencanaan pengelolaan DAS harus secara jelas disebutkan fungsi pokok termasuk
kewenangan dan tanggung jawab masing-masing organisasi pelaksana pengelolaan DAS. Secara
spesifik, peran masing-masing organisasi/lembaga tersebut dalam implementasi program
pengelolaan DAS termasuk kegiatan monitoring dan evaluasi harus secara jelas disebutkan.
Dalam pengelolaan DAS, ada lembaga tertentu memiliki tanggung jawab khusus untuk suatu
wilayah pengelolaan, misalnya pengurusan konservasi tanah dan air di areal hutan menjadi
tanggung jawab Departemen Kehutanan dan Perkebunan (c.q. Balai Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah). Konservasi tanah dan air di lahan-lahan milik di lokasi yang berdekatan
dengan hutan menjadi tanggung jawab Departemen Dalam Negeri (Dinas Perhutanan dan
Konservasi Tanah). Demikian pula, pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam satu atau
lebih departemen dapat berbeda-beda, misalnya ada bagian yang menangani irigasi, pengendalian
banjir, pembangkit listrik tenaga air (hydropower), perikanan, pariwisata, dan seterusnya.
Misalnya, dalam program pengelolaan DAS akan dilaksanakan kegiatan-kegiatan pembuatan jalan,
dam pengendali sedimen, pembuatan reservoir untuk perikanan atau pariwisata, saluran irigasi,
penghijauan, dan seterusnya. Tampak bahwa kegiatan-kegiatan pengelolaan DAS tersebut di atas
akan melibatkan lebih dari satu lembaga/ departemen, dan dengan demikian, juga kewenangan
dan tanggung jawabnya. Oleh karenanya, penetapan kewenangan yang didasarkan pada fungsi
dari masing-masing lembaga/departemen dan/atau masing-masing direktorat dalam satu
departemen menjadi penting. Tidak kalah pentingnya adalah mengupayakan bentuk dan
mekanisme koordinasi dan kooperasi yang dapat disepakati oleh seluruh pihak – pihak yang
berkepentingan, baik pada tingkat lokal, regional, dan nasional. Meskipun disadari bahwa masalah
koordinasi dan kooperasi antar lembaga tidak mudah untuk dilaksanakan, butir-butir tersebut di
bawah ini diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan aspek
koordinasi dan kooperasi antar lembaga:
a) Identifikasi seluruh lembaga/organisasi yang akan dipengaruhi dan sekaligus memainkan peran
dalam program pengelolaan DAS.
b) Identifikasi wilayah kewenangan masing- masing lembaga/ organisasi tersebut pada butir a).
c) Tentukan suatu mekanisme koordinasi dan kooperasi antar lembaga pengelola DAS yang
bersifat menyeluruh dari hulu hingga hilir DAS serta mencakup keseluruhan lembaga/organisasi
yang terlibat dalam pengelolaan DAS termasuk kewenangan masingmasing lembaga/organisasi
berdasarkan fungsinya.
Bentuk lembaga pengelola DAS dalam arti mempunyai tugas operasional dapat dipilih dari tiga
bentuk lembaga sebagai berikut:
1. Badan Koordinasi
Sebagai koordinator adalah instansi yang berwenang mengkoordinasikan penyelenggaraan
pengelolaan DAS. Pelaksana operasional dan pemeliharaan dilaksanakan oleh instansi
fungsional terkait.
2. Badan Otorita
Badan ini dibentuk oleh pemerintah sebagai pelaksana dengan tugas mengurus dan
mengusahakan pemberdayaan Daerah Aliran Sungai dengan kebijakan-kebijakan yang
ditetapkan oleh Dewan Air (Komisi DAS).
3. Badan Usaha
Badan Usaha (dalam bentuk BUMN atau BUMD) dibentuk oleh pemerintah atau Pemerintah
Daerah yang ditugasi mengusahakan DAS sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh
Dewan Air (Komisi DAS).
Kebijakan pengelolaan DAS yang meliputi aspek planning – programming – controling – budgeting
dilaksanakan oleh suatu kelompok kerja yang berbentuk Komisi DAS di dalam struktur Dewan
Sumberdaya Air (RUU Sumberdaya Air).
Keanggotaan Komisi DAS tersebut terdiri atas wakil seluruh pihak – pihak yang berkepentingan,
yaitu:
Telah disebutkan di muka bahwa argumentasi perlunya pengelolaan terpadu DAS adalah karena
pengelolaan DAS mempersyaratkan pendekatan ekosistem. Pendekatan ekosistem adalah
kompleks karena melibatkan multi-sumberdaya (alam dan buatan), multi-kelembagaan,
multipihak yang berkepentingan, dan bersifat lintas batas (administratif dan ekosistem). Dalam
konteks Indonesia, pola pengelolaan DAS yang akan diterapkan masih bertumpu pada mekanisme
koordinasi dan kooperasi. Oleh karenanya, koordinasi dalam pengelolaan DAS menjadi elemen
penting untuk terlaksananya pengelolaan DAS secara optimal. Pada bagian ini secara ringkas akan
dikemukakan prinsip-prinsip pengembangan sistem koordinasi pengelolaan terpadu DAS.
Sistem koordinasi pengelolaan DAS sebelum taun 2001 diatur dalam Keppres no 9 tahun 1999
tentang Pembentukan Tim Koordinasi Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai dan Pemeliharaan
Kelestarian Daerah aliran Sungai. Akan tetapi Keppres tersebut diganti dengan
Kepres No.123 Tahun 2001 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengelolaan Sunmber Daya Air.
Dalam Keppres 123 tersebut ditentukan bahwa Ketua Tim Koordinasi adalah Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian, Wakil Ketua adalah Menteri Negara Perncnaan Pembangunan Nasional dan
Ketua Harian adalah Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Sedangkan anggotanya adalah
Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Bapedal, Menteri Pertanian,
Menteri Kehutanan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Kesehatan,
Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, dan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral.
Tim Koordinasi Sumber Daya Air bertugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan
nasional sumberdya air dan berbagai perangkat kebijakan lain yang diperlukan dalam bidang
sumberdaya air. Untuk melaksanakan tugas tersebut Tim Koordinasi mempunyai fungsi :
b. Melakukan konsultasi internal dan eksternal dengan semua pihak baik pemerintah maupun non-
pemerintah dalam rangka keterpaduan kebijakan dan pencegahan konflik antar sektor dan antar
wilayah dalam pengelolaan sumberdaya air;
c. Memberikan pertimbangan kepada presiden mengenai pengelolaan sumberdaya air;
Penyelenggaraan tugas dan fungsi Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air sehari-hari
dilaksanakan oleh Ketua Harian dibantu oleh Sekretariat Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya
Air yang diketuai oleh Sekretaris I Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air yaitu Deputi
Bidang Produksi, Perdagangan dan Prasarana, Bappenas. Sekretariat Tim koordinasi ini terdiri dari
Tim Pengarah, Tim Pelaksana dan Tim Kerja yang keanggotaannya terdiri dari unsur-unsur
pemerintah dan non-pemerintah.
Fungsi koordina si adalah proses pengendalian berbagai kegiatan, kebijakan, atau keputusan
berbagai organisasi/lembaga sehingga tercapai keselarasan dalam pencapaian tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran umum yang telah disepakati bersama. Dengan kata lain, pengertian koordinasi
mencakup dua aspek penting, yaitu: (a) koordinasi kebijakan dan (b) koordinasi kegiatan atau
program.
Koordinasi kebijakan secara umum menyerupai koordinasi dalam perumusan kebijakan dan
pengambilan keputusan. Telah disinggung di muka bahwa pengelolaan DAS melibatkan beberapa
departemen sektoral yang masing-masing departemen membuat kebijakan pengelolaan
sumberdaya sesuai dengan kepentingan sektornya masing-masing. Keadaan ini mengakibatkan
terjadinya tumpang-tindih kebijakan dan bahkan tabrakan kepent ingan antar departemen
sektoral.
b) Koordinasi strategis, lebih diarahkan kepada upaya penyelarasan antara suatu kebijakan
tertentu dengan kepentingan strategis pencapaian tujuan umum yang telah disepakati bersama.
Koordinasi program secara umum lebih berkaitan dengan koordinasi kegiatan administrasi. Secara
khusus koordinasi program dibedakan menjadi:
Mengacu pada Kepres No. 123 Tahun 2001 dan Rancangan Undang-Undang Sumberdaya Air
(sedang disiapkan), maka koordinasi pengelolaan DAS untuk tingkat nasional adalah bagian dari
fungsi dan tugas pokok Tim Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air karena DAS dikategorikan
sebagai bagian sumber air selain Waduk, Rawa, dan badan sungai itu sendiri.
Dengan fungsi dan tugas serta struktur tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa Tim
Koordinasi beserta pelaksananya di lapangan dapat klasifikasikan sebagai pelaksana dalam
pelaksanaan pengelolaan terpadu DAS. Sedangkan menurut Rancangan Undang-Undang
Sumberdaya Air, Komisi DAS Nasional secara struktural berada di bawah koordinasi Dewan
Nasional Sumberdaya Air. Komisi DAS yang terdiri atas para pihak – pihak yang berkepentingan
merupakan gabungan dari wakil masyarakat, pakar (universitas), masyarakat industri/bisnis,
anggota parlemen bersifat sebagai pengguna/pemanfaat sumberdaya air.
Dengan anggota dan kedudukan tersebut di atas, maka Komisi DAS dapat dikategorikan sebagai
pengawas ?.
Mekanisme kerja antara Tim Koordinasi dan Komisi DAS bersifat kemitraan dimana dalam proses
penyusunan kebijakan, kriteria/standar, pedoman, Tim Koordinasi akan mendiskusikannya dengan
Komisi DAS Nasional. Dengan demikian, hasil penyusunan kebijakan, pedoman, kriteria/standar
dapat diterima semua pihak yang berkaitan dengan pengelolaan DAS.
Hubungan kerja Tim Koordiansi Pengelolaan Sumberdaya Air Nasinal dengan Tim Koordiansi
tingkat Daerah bersifat konsultatif dan koordinatif.
Partisipasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses dimana pihak yang akan memperoleh
dampak (positif dan/atau negatif) ikut mempengaruhi arah dan pelaksanaan kegiatan, tidak hanya
menerima hasilnya.
a) Bentuk Partisipasi
Bentuk partisipasi masyarakat dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu partisipasi dalam:
1. Tahap pembuatan keputusan. Dalam hal ini, sejak awal masyarakat telah dilibatkan dalam
proses perencanaan dan perancangan kegiatan serta dalam pengambilan keputusan atas
rencana yang akan dilaksanakan.
3. Tahap evaluasi. Evaluasi secara periodik umumnya dilaksanakan pada tahap pelaksanaan
dan pada akhir pelaksanaan kegiatan.
Ditinjau dari tingkatannya, partisipasi masyarakat dapat dibedakan sebagai berikut: Tingkatan
Partisipasi Lingkup Keterlibatan Derajat Pembagian Wewenang
5. Delegasi wewenang Masyarakat diberi wewenang mengelola sebagian atau seluruh bagian
program Wewenang ada pada masyarakat
Untuk mencapai tingkat partisipasi yang tinggi, berikut ini adalah beberapa elemen kunci yang
perlu dipertimbangkan:
3. Wewenang dan keterwakilan yang sederajat. Tingkat partisipasi akan melemah apabila ada
sebagian pihak yang terlalu mendominasi, sementara sebagian lainnya tidak mempunyai
wewenang sama sekali.
4. Mekanisme komunikasi yang baik harus dibangun secara internal di antara partisipan dan
dengan pihak luar yang relevan.
c) Metode Partisipasi
Pengelolaan DAS dengan pendekatan partisipatif akan melibatkan beberapa pihak yang
berkepentingan dalam perencanaan maupun implementasinya, diantaranya adalah masyarakat.
Salah satu metode pendekatan partisipatif adalah Participatory Rural Appraisal (PRA), metoda
yang dirancang untuk memungkinkan masyarakat/ responden melakukan penelitian atas
persoalan yang dihadapinya untuk kemudian memecahkan masalah menurut persepsi dan cara
mereka sendiri dengan atau tanpa bantuan pihak lain.
Pengelolaan Terpadu DAS pada dasarnya merupakan pengelolaan partisipasi berbagai sektor/sub
sektor yang berkepentigan dalam pemanfaatan sumberdaya alam pada suatu DAS, sehingga di
antara mereka saling mempercayai, ada keterbukaan, mempunyai rasa tanggung jawab dan saling
mempunyai ketergantungan (inter-dependency). Demikian pula dengan biaya kegiatan
pengelolaan DAS, selayaknya tidak lagi seluruhnya dibebankan kepada pemerintah tetapi harus
ditanggung oleh semua pihak yang memanfaatkan dan semua yang berkepentingan dengan
kelestariannya.
Untuk dapat menjamin kelestarian DAS, pelaksanaan pengelolaan DAS harus mengikuti prinsip-
prinsip dasar hidrologi. Dalam sistem ekologi DAS, komponen masukan utama terdiri atas
curah hujan sedang komponen keluaran terdiri atas debit aliran dan muatan sedimen, termasuk
unsur hara dan bahan pencemar di dalamnya. DAS yang terdiri atas komponen-komponen
vegetasi, tanah, topografi, air/sungai, dan manusia berfungsi sebagai prosesor.
Berikut ini adalah kegiatan yang relevan dengan pengelolaan DAS untuk menjamin kelestarian
serta adanya peran para pengelola yang terlibat.
Sesuai dengan rencana makro, rencana kerja jangka menengah dan tahunan konservasi Daerah
Tangkapan Air (DTA/catchment area), Dinas/instansi terkait dan masyarakat, sebagai pelaksana
pengelolaan sumberdaya alam di DAS melaksanakan kegiatan pemanfaatan dan konservasi DTA.
Bentuk kegiatan pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam di DTA diutamakan untuk
meningkatkan produktivitas lahan dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa bagi masyarakat
dan sekaligus memelihara kelestarian ekosistem DAS. Kegiatan tersebut dilakukan melalui
tataguna lahan (pengaturan tataruang), penggunaan lahansesui dengan peruntukannya
(kesesuaian lahan, rehabilitasi hutan dan lahan yang telah rusak, penerapan teknik-teknik
konservasi tanah, pembangunan struktur untuk pengendalian daya rusak air, erosi dan longsor.
Dilakukan pula kegiatan monitoring kondisi daerah tangkapan air dan evaluasi terhadap
pelaksanaan rencana pengelolaan DAS.
Menyiapkan rencana induk pengembangan sumberdaya air termasuk di dalamnya neraca air, yang
melibatkan berbagai instansi terkait serta melaksanakan pembangunan prasarana pengairan
(sesuai dengan penugasan yang diberikan) dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya air.
b. Prediksi Kekeringan
c. Penanggulangan Kekeringan
Memberikan rekomendasi teknis atas penerbitan ijin penggunaan air dengan memperhatikan
optimasi manfaat sumber daya yang tersedia.
e. Alokasi Air
Menyusun konsep pola operasi waduk/alokasi air untuk mendapatkan optimasi pengalokasian air.
f. Distribusi Air
Melakukan pengendalian distribusi air bersama Dinas/Instansi terkait dengan bantuan telemetri
untuk melaksanakan ketetapan alokasi air.
Bersama Dinas/Instansi terkait menyiapkan rencana induk dan program kerja jangka menengah
dan tahunan pengendalian pencemaran air dan peningkatan kualitas air.
Berdasarkan rencana induk, melakukan pemantauan dan pengendalian kualitas air yang
melibatkan berbagai instansi terkait. Pemantauan dilakukan secara periodik (baik kualitas air
sungai maupun buangan limbah cair yang dominan) dan melaksanakan pengujian laboratorium
serta evaluasi terhadap hasil uji tersebut. Rekomendasi diberikan kepada Pemerintah Daerah
(Gubernur maupun Bapedalda) dalam upaya pengendalian pencemaran air, penegakan aturan dan
peningkatan kualitas air sungai.
Berdasarkan pola operasi waduk dan/atau kondisi lapangan, dapat disediakan sejumlah debit
pemeliharaan sungai setelah mendapatkan pengesahan alokasi dari Dewan DAS Propinsi.
a. Pemeliharaan Preventif
Melakukan pemeliharaan rutin, berkala dan perbaikan kecil untuk mencegah terjadinya kerusakan
prasarana pengairan yang lebih parah.
b. Pemeliharaan Korektif
Melakukan perbaikan besar, rehabilitasi dan reaktifikasi dalam rangka mengembalikan atau
meningkatkan fungsi prasarana pengairan.
c. Pemeliharaan Darurat
Melakukan pengamatan instrumen keamanan bendungan (phreatic line, pore pressure dan
lainlain) serta menganalisis hasil pengamatan tersebut untuk mengetahui adanya penurunan
(settlement), rembesan (seepage) atau perubahan ragawi lainnya terhadap bendungan.
Melakukan pemantauan dan pengolahan data hidrologis, membuat prediksi iklim, cuaca dan
banjir dengan menggunakan fasilitas telemetri dan bantuan simulasi komputer yang dihubungkan
dengan basis data nasional dan internasional.
Menyiapkan pedoman siaga banjir yang berlaku sebagai SOP (Standard Operation Procedure)
pengendalian banjir yang dipergunakan oleh seluruh instansi terkait. Pengendalian banjir
dilakukan melalui pengaturan operasi waduk untuk menampung debit banjir, dan pengaturan
bukaan pintu air guna mendistribusikan banjir sehingga dapat dikurangi/dihindari dari bencana
akibat banjir.
c. Penanggulangan Banjir
Bersama instansi terkait melakukan perbaikan atas kerusakan akibat terjadinya bencana banjir
yang tidak terelakkan.
Bersama dinas/instansi terkait menyusun penetapan garis sempadan dan rencana peruntukan
lahan daerah sempadan sungai sesuai dengan Rencana detail Tata Ruang Daerah dalam
rangka pengamatan fungsi sungai.
Mengupayakan peningkatan kondisi sungai yang kondusif untuk pertumbuhan biota air.
Mengembangkan pemanfaatan sungai dan waduk untuk keperluan wisata, olah raga, dan
transportasi air bekerja sama dengan pihak-pihak terkait.
c. Penyuluhan dan transfer teknologi untuk menunjang program pertanian konservasi dan
peningkatan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya pengelolaan DAS.
d. Pengembangan berbagai bentuk insentif (rangsangan) baik insentif langsung maupun tidak
langsung, dalam bentuk bantuan teknis, pinjaman, yang dapat memacu peningkatan produksi
pertanian dan usaha konservasi tanah dan air.
f. Memonitor dan evaluasi terhadap perkembangan sosial ekonomi masyarakat, serta tingkat
kesadaran masyarakat dalam ikut berperan serta dalam pengelolaan DAS.
Selain sebagai sistem ekologi yang bersifat kompleks, DAS juga dapat dianggap sebagai sistem
hidrologi. Sebagai suatu sistem hidrologi, maka setiap ada masukan (input) ke dalam sistem
tersebut dapat dievaluasi proses yang telah dan sedang berlangsung dengan melihat keluaran
(output) dari sistem. Dalam sistem hidrologi DAS, komponen masukan terdiri atas curah hujan
sedang komponen keluaran terdiri atas debit aliran dan muatan sedimen, termasuk unsur hara
dan bahan pencemar di dalamnya. DAS yang terdiri atas komponen-komponen vegetasi, tanah,
topografi, air/sungai, dan manusia dalam hal ini berlaku sebagai prosesor.
Ekosistem DAS, terutama DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai
fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS. Perlindungan ini, antara lain, dari segi
fungsi tata air. Aktivitas perubahan tataguna lahan dan/atau cara bercocok tanam yang
dilaksanakan di daerah hulu dapat memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan
fluktuasi debit air dan transpor sedimen serta material terlarut lainnya. Oleh adanya bentuk
keterkaitan daerah hulu- hilir seperti tersebut di atas, maka kondisi biofisik dan sosek suatu DAS
dapat dimanfaatkan sebagai variabel monitoring dan evaluasi pengelolaan sumberdaya air. Lebih
spesifik, hubungan antara indikator masukan (a.l., curah hujan) dan indikator keluaran (a.l., debit
aliran, muatan sedimen, bahan pencemar) dari suatu DAS dapat dimanfaatkan untuk analisis
dampak suatu aktivitas pembangunan terhadap lingkungan (hidrologi) di lokasi berlangsungnya
aktivitas pembangunan (on-site) dan, terutama pengaruhnya di daerah hilir (off-site).
Monitoring didefinisikan sebagai aktivitas pengamatan yang dilakukan secara terus-menerus atau
secara periodik terhadap pelaksanaan salah satu atau beberapa program pengelolaan DAS untuk
menjamin bahwa rencana-rencana kegiatan yang diusulkan, jadwal kegiatan, hasil-hasil yang
diinginkan dan kegiatan-kegiatan lain yang diperlukan dapat berjalan sesuai dengan rencana.
Karena maksud dilakukannya monitoring adalah untuk memperoleh kinerja pelaksanaan kegiatan
secara efektif dan efisien, dalam hal ini merupakan bagian dari keseluruhan sistem manajemen
informasi. Sedangkan evaluasi didefinisikan sebagai suatu proses yang berusaha untuk
menentukan relevansi, efektivitas dan dampak dari aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan untuk
mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dengan demikian, evaluasi kegiatan/proyek pengelolaan
DAS merupakan suatu proses pengorganisasian dan alat manajemen yang berorientasi pada
aktivitas-aktivitas proyek yang perlu dilaksanakan untuk memperbaiki kinerja kegiatan-kegiatan
proyek yang sedang berjalan serta memperbaiki perencanaan dan proses pengambilan keputusan
pada masa-masa yang akan datang.
Tujuan utama monitoring dan evaluasi adalah memperoleh data dan informasi kondisi sumberdaya
DAS yang dapat dimanfaatkan dalam penetuan kebijakan, perencanaan dan pelaksanaan program
pengelolaan DAS, terutama pola pengelolaan yang bersifat holistik/integratif mencakup wilayah
hulu-hilir DAS. Program monitoring dan evaluasi juga dianggap penting mengingat bahwa masih
banyak pengambil keputusan dalam pengelolaan DAS yang belum menyadari bahwa solusi bagi
kebanyakan permasalahan DAS adalah dengan memanfaatkan hasil monitoring dan evaluasi
dalam sistem perencanaan pengelolaan DAS.
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa pada banyak kasus, kebijakan pengelolaan DAS
termasuk penyusunan prioritas penanganan masalah yang timbul sebagai akibat aktivitas
pengelolaan belum banyak memanfaatkan data yang berasal dari program monitoring dan
evaluasi. Apabila dalam rencana program pengelolaan DAS telah disertai dengan program
monitoring dan evaluasi, seringkali data/informasi yang dikumpulkan tidak secara langsung
berkaitan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan kebijakan pengelolaan
yang telah dan akan dirumuskan. Oleh karena itu, diperlukan sistem monitoring dan evaluasi
termasuk sistem manajemen data.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai perubahan penggunaan lahan
pada suatu DAS/Sub-DAS. Data yang dikumpulkan dalam monitoring penggunaan lahan adalah
luas masing-masing jenis penggunaan dan penutupan lahan. Tujuan monitoring penggunaan lahan
adalah untuk mengetahui perubahan pemanfaatan lahan dan perubahan luas masing-masing jenis
penggunaan dan penutupan lahan. Evaluasi penggunaaan lahan terutama untuk melihat
hubungannya dengan dampak terhadap erosi, sedimentasi, produktivitas lahan dan sosial ekonomi
masyarakat.
Monitoring tata air salah satunya dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kuantitas,
kualitas dan kontinuitas aliran air dari DAS/Sub-DAS bersangkutan setelah dilaksanakan kegiatan
atau program-program pengelolaan DAS.
a) Data curah hujan; diperoleh dari stasiun pencatat hujan yang ada di wilayah kerja.
b) Data besarnya aliran air sungai (debit sungai) diperoleh dari outlet DAS/Sub DAS.
c) Data kualitas air terutama kandungan lumpur terlarut (suspended sediment).
Evaluasi tata air didasarkan pada hasil analisis terhadap debit sungai maksimum dan minimum
hingga dapat diketahui nilai koefisien rejim sungai (KRS)-nya, hasil perhitungan muatan sedimen
sungai sehingga dapat dipakai untuk memperkirakan erosi yang terjadi, membandingkan antara
debit sungai dengan curah hujan, sehingga dapat diketahui perubahan koefisien run-off dari tahun
ke tahun.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh dan hubungan timbal
balik antara faktor-faktor sosial ekonomi dengan kondisi sumberdaya alam (tanah dan air) di
dalam DAS. Data yang dikumpulkan dalam monitoring sosial ekonomi mencakup kependudukan
dan aspek sosial ekonomi seperti pendapatan, perilaku, pendidikan, persepsi, dan mata
pencaharian. Sasaran yang ingin dicapai adalah mengetahui perubahan kondisi sosial ekonomi
sebelum ada program pengelolaan DAS dan setelah adanya kegiatan- kegiatan pengelolaan
sumberdaya alam seperti rehabilitasi hutan dan lahan baik secara vegetativ maupun secara sipil
teknis.
Kegiatan evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan ataupun kegagalan dan aktivitas
pengelolaan DAS baik dari aspek fisik, sosial ekonomi, maupun kelembagaan. Tujuan evaluasi DAS
untuk menilai tingkat kinerja dan keragaan (performance) pengelolaan DAS. Tolok ukur yang
dipakai untuk penilaian adalah perubahan yang terjadi pada aspek-aspek tersebut, sejak saat
perencanaan dan setelah implementasi, yang antara lain meliputi :
a) Perubahan karakteristik hidrologi DAS, seperti debit rata-rata, debit puncak, maksimum dan
minimum, koefisien limpasan, produksi dan kualitas air, sedimen terangkut yang keluar dari DAS.
b) Perubahan tataguna lahan yang mencakup perubahan pemanfaatan lahan, dari segi
produksinya dan juga tingkat konservasinya.
Kriteria pengelolaan terpadu Daerah Aliran Sungai adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian
tingkat keberhasilan dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian dalam
optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dalam DAS yang berkelanjutan. Indikator pengelolaan DAS
yang berkelanjutan adalah alat pemantau yang dapat memberikan petunjuk untuk mengukur
tingkat keberhasilan pelaksanaan pengelolaannya.
7.1 Kriteria dan Indikator Kinerja DAS
Dalam pedoman pengelolaan DAS, kriteria dan indikator kinerja DAS perlu ditentukan karena
keberhasilan maupun kegagalan hasil program pengelolaan DAS dapat dimonitoring dan dievaluasi
melalui kriteria dan indikator yang ditentukan khusus untuk maksud tersebut. Perlu ditekankan
bahwa kriteria dan indikator yang diusulkan seharusnya bersifat sederhana dan cukup praktis
untuk dilaksanakan, terukur, dan mudah difahami terutama oleh para pengelola DAS dan pihak
lain yang mempunyai kepentingan terhadap program pengelolaan DAS. Tabel 7.1 menunjukkan
kriteria dan indikator untuk menentukan kinerja DAS.
Penetapan kriteria dan indikator kinerja DAS diupayakan agar relevan dengan tujuan penetapan
kriteria dan indikator dan diharapkan mampu menentukan bahwa program pengelolaan DAS
dianggap berhasil atau kurang/tidak berhasil. Dengan kata lain, status atau “kesehatan” suatu
DAS dapat ditentukan dengan menggunakan kriteria-kriteria kondisi tata penggunaan lahan,
sosialekonomi, dan kriteria kelembagaan. Tabel 7.1. menunjukkan kriteria dan indikator yang
digunakan untuk menentukan status “kesehatan” DAS termasuk parameter yang digunakan.
Pada Tabel 7.1. untuk menentukan kinerja suatu DAS dari aspek tata air, maka diperlukan
indikator- indikator: debit aliran, kandungan sedimen dan bahan pencemar lainnya, dan nisbah
hantar sedimen (Sediment Delivery Ratio). Untuk masing- masing indikator tersebut di atas,
ditentukan parameternya, misalnya parameter untuk debit aliran sungai adalah data serial debit
aliran sungai. Dengan cara yang sama, kinerja suatu DAS ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria
penggunaan lahan, kriteria sosial-ekonomi, dan kriteria kelembagaan.
Pengelolaa DAS yang berkelanjutan mempersyaratkan dipenuhinya criteria dan indicator untuk
setiap komponen/aktivitas pengelolaan DAS yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian,
implementasi, da monitoring dan evaluasi (monev). Untuk masing-masing komponen pengelolaa
DAS tersebut diatas, criteria yang digunakan dan dianggap relevan untuk menentukan tercapainya
pengelolaan DAS yang berkelanjutan adalah :
a Ekosistem
b Kelembagaan
c Teknologi
d Pendanaan
Kriteria untuk perencanaan yang disusun dalam rangka pengelolaan terpadu DAS terdiri dari :
c) Perencanaan didasarkan pada optimalisasi teknologi, organisasi dan sumberdaya yang potensial
termasuk pendanaannya.
d) Telah mempertimbangkan daya dukung kelembagaan dan kebijakan baik nasional, regional
maupun daerah/lokal.
Pengorganisasian dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS lebih efektif dan
efisien, dalam arti masing-masing pihak yang terlibat dapat menjalankan tugasnya dengan baik
dan bertanggungjawab. Untuk itu diperlukan kriteria manajemennya, yaitu :
Uraian di atas menunjukkan bahwa kriteria dan indikator memainkan peran penting bagi
tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Uraian kriteria dan indikator yang lebih lengkap
dan menyeluruh ditunjukkan oleh Tabel 7.2.
Tabel 7.2 menunjukkan bahwa pengelolaan DAS yang berkelanjutan mempersyaratkan
dipenuhinya kriteria dan indikator untuk setiap komponen/aktivitas pengelolaan DAS yang terdiri
atas perencanaan, pengorganisasian, implementasi, dan monitoring dan evaluasi (monev). Untuk
masing-masing komponen pengelolaan DAS tersebut di atas, kriteria yang digunakan dan
dianggap relevan untuk menentukan tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan adalah:
ekosistem, kelembagaan, teknologi, dan pendanaan.
REPORT THIS AD
REPORT THIS AD