Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pertumbuhan penduduk dunia meningkat dengan pesat lebih dari 90
juta jiwa setiap tahunnya. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan
jumlah estimasi penduduk terbanyak di antara negara ASEAN, dengan Angka
Fertilitas atau Total Fertility Rate (TFR) 2,6% masih berada di atas rata-rata
negara ASEAN, yaitu 2,4%. Angka Fertilitas atau total fertility rate tinggi
maka akan memberikan pengaruh terhadap tingginya angka kelahiran,
cakupan angka kelahiran di Indonesia yaitu sebesar 48% (Cicih, 2019).
Tingginya angka kelahiran Indonesia saat ini merupakan salah satu
masalah besar dan memerlukan perhatian khusus dalam penanganan
pengendalian angka kelahiran. Salah satu bentuk perhatian khusus pemerintah
dalam menanggulangi angka kelahiran yang tinggi tersebut yaitu dengan
melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) secara komprehensif.
Program ini diperkenalkan kepada masyarakat dengan berbagai jenis alat
kontrasepsi yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan yang
tidak diinginkan sehingga diharapkan nantinya jumlah kelahiran dari tahun ke
tahun dapat dikendalikan (Depkes RI, 2014).
Peningkatan serta perluasan pelayanan Keluarga Berencana (KB)
merupakan salah satu usaha Pemerintah untuk menurunkan angka kesakitan
dan kematian ibu yang tinggi karena kehamilan yang dialami oleh wanita.
Pemerintah mencanangkan suatu gerakan KB yang merupakan bagian
Gerakan pembangunan Nasional Indonesia bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak dalam mewujudkan keluarga Bahagia dan
sejahtera (Fahmi, dkk 2018).
Indonesia merupakan sebuah negara berkembang dengan jumlah
penduduk sebanyak 252.124.458 jiwa dengan luas wilayah 1.913.378,68 km2
dan kepadatan penduduk sebesar 131,76 jiwa/km2. Cakupan peserta KB di
Indonesia menurut BKKBN pada Tahun 2017 jumlahnya sebanyak
23.606.218 atau sebesar (63,22%) peserta KB aktif, kemudian pada tahun
2018 jumlahnya sebanyak 24.258.532 atau sebesar (63,27%) peserta KB aktif
(BKKBN, 2017).
Menurut World Health Organization (WHO, 2013) penggunaan alat
kontrasepsi di Indonesia lebih tinggi dari beberapa negara ASEAN lainnya
seperti Timur Leste yang memiliki persentase pengguna kontrasepsi sebesar
22%, Laos sebesar 38% kemudian Filipina sebesar 49%. Akan tetapi masih
rendah dari Vietnam sebesar 78%, Kamboja 79% dan Thailand sebesar 80%.
Alat Kontrasepsi adalah suatu obat atau alat untuk mencegah terjadinya
kehamilan. Saat ini terdapat metode-metode kontrasepsi dengan efektivitas
bervariasi. Banyak wanita mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan
jenis kontrasepsi. Berbagai faktor harus dipertimbangkan, antara lain usia,
paritas, pasangan, usia anak terkecil, biaya, budaya dan tingkat pendidikan
(Jurisman, dkk 2012).
Dari data yang disajikan oleh BKKBN tahun 2017 dan tahun 2018
terdapat peningkatan peserta KB aktif sebanyak 652.314 peserta atau selisih
sebesar (5%). Jumlah peserta KB aktif tersebut sudah melebihi rata-rata
pengguna kontrasepsi sebesar 58,1% (BKKBN, 2018).
Namun ternyata jumlah KB aktif yang telah lebih diatas rata-rata
tersebut belum bisa menjamin ketepatan pemilihan alat kontrasepsi. Hal ini
diperkuat dengan penelitian oleh Septalia dkk, (2016) yang mendapatkan hasil
bahwa penggunaan KB di Indonesia didominasi oleh metode kontrasepsi non
MJKP dari pada MJKP, hal ini dikarenakan metode non-MJKP harganya
lebih murah sedangkan biaya untuk pemasangan pemakaian MKJP cenderung
lebih mahal. Pemilihan penggunaan alat kontrasepsi masih berdasarkan harga
bukan berdasarkan pada ketepatan penggunaan alat kontrasepsi (Septialia dkk,
2016).
Menurut Notoadmojo, umur merupakan hal yang sangat berperan
dalam penentuan untuk menggunakan alat kontrasepsi karena pada fase-fase
tertentu dari umur menentukan tingkat reproduksi seseorang. Umur yang
terbaik bagi seorang wanita adalah antara 20-30 tahun karena pada masa
inilah alat-alat reproduksi wanita sudah siap dan cukup matang untuk
mengandung dan melahirkan anak. Bila ditinjau pola dasar penggunaan
kontrasepsi yang rasional maka masa mencegah kehamilan (<20 tahun)
dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi dengan urutan yang disarankan
kondom, pil KB, dan AKDR/IUD sedangkan pada masa menjarangkan
kehamilan (20-30 tahun) dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi dengan
urutan AKDR/IUD, implant/susuk, pil KB, suntik dan kondo. Pada masa
mengakhiri kehamilan (>30 tahun) dianjurkan untuk menggunakan
kontrasepsi dengan urutan AKDR/IUD, implant, suntik, pil KB, dan kondom.
Dengan demikian umur akan menentukan dalam pemilihan jenis kontrasepsi
yang digunakan (Rizali dkk, 2013).
Persentase peserta KB rasional yang digunakan pada tahun 2018 di
Indonesia terhadap jumlah PUS dengan total 38.343.931 jiwa, yang memilih
untuk menggunakan IUD sebanyak 1.759.862 (7,35%) peserta, Implan
sebanyak 1.724.796 (7,20%) peserta, Suntik sebanyak 15.261.014 (63,71%)
peserta, Kondom sebanyak 298.218 (1,24%), pil sebanyak 4.130.495
(17,24%) peserta dan MKJP sebanyak (17,80%) peserta (BKKBN, 2019).
Jumlah peserta KB aktif di Provinsi Bengkulu menurut BKKBN pada
bulan Januari tahun 2019 sebanyak 280.087 peserta, yang terdiri dari Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) sebanyak 85.640 peserta atau sebesar
30.58%, IUD sebanyak 16.441 peserta atau sebesar 5,9%, Implant sebanyak
61.579 peserta atau sebanyak 22%, sedangkan untuk Non MKJP sebanyak
194.447 peserta atau sebanyak 69,4% yang terdiri dari kondom 8.916 peserta
atau 4,6%, pil 139.848 peserta atau sebanyak 72% dan suntik sebanyak
44.873 peserta atau sebanyak 23,1% (BKKBN, 2019).
Gerakan KB Nasional di Kota Bengkulu dilakukan melalui unit-unit
pelayanan di fasilitas kesehatan, baik pemerintah maupun swasta.
Keberhasilan program KB dapat diketahui dari berbagai indikator antara lain
pencapaian target KB baru dan cakupan peserta KB aktif terhadap PUS.
Pasangan usia subur (PUS) di Kota Bengkulu tahun 2018 pada bulan
Desember sebanyak 287.397 dimana jumlah tersebut terbagi kedalam PUS
ikut KB dan PUS tidak ikut KB. Untuk PUS yang mengikuti KB sebanyak
247.642 atau sebesar 86,2% dan PUS yang tidak mengikuti KB sebanyak
39755 atau sebanyak 13,9% (BKKBN, 2019).
Berdasarkan laporan hasil pelayanan kontrasepsi Januari-Juli pada
tahun 2019, cakupan pengguna KB semakin menurun. Dalam pencapaian KB
tersebut terdapat data yang menggunakan alat kontrasepsi pada bulan Juli,
yaitu didominasi oleh suntikan sebanyak 1635 peserta (52,6%) dan pil
sebanyak 641 peserta (20,6%), sementara implan sebanyak 318 peserta
(10,2%), kondom sebanyak 304 peserta (9,8%), dan yang paling terendah
adalah IUD sebanyak 212 peserta (6,8%). Beberapa permasalahan yang dapat
diidentifikasi antara lain belum tersosialisasinya pelayanan KB Pasca
persalinan dengan baik, belum samanya persepsi tentang metode KB pasca
persalinan dan kecilnya angka pengguna alat kontrasepsi ini (BKKBN, 2019).
Kemudian, dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti sendiri
terhadap ibu pasca persalinan dengan total 10 sampel yang diambil, yang
menggunakan KB hanya 3 pasien (30%) saja sedangkan 7 pasien (70%) tidak
menggunakan KB.
Adapun penatalaksanaan yang perlu diperhatikan lebih lanjut oleh
petugas kesehatan mengenai pelayanan KB adalah memberikan informasi
langsung pada pasien untuk melakukan pemilihan alat kontrasepsi secara
tepat. Pemilihan alat kontrasepsi secara tepat tersebut dapat di informasikan
kepada pasien pasca persalinan dan keluarga pada saat ibu hamil trimester III
serta dapat di ingatkan kembali ketika pasca persalinan. Berdasarkan data dan
uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Pengaruh Informasi Keluarga Berencana Pasca Persalinan
terhadap Ketepatan Pemilihan Alat Kontrasepsi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan
masalah pada penelitian ini yaitu “Apakah ada Pengaruh Informasi Keluarga
Berencana Pasca Persalinan terhadap Ketepatan Pemilihan Alat
Kontrasepsi?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Pengaruh Informasi
Keluarga Berencana Pasca Persalinan terhadap Ketepatan Pemilihan Alat
Kontrasepsi.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan agar peneliti mampu:
a) Mengertahui karakteristik ketepatan pemilihan alat kontrasepsi pasca
salin pada ibu primipara setelah dilakukan intervensi pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol.
b) Mengetahui tingkat ketepatan waktu pemilihan alat kontrasepsi pasca
salin pada ibu primipara setelah dilakukan intervensi pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol.
c) Mengetahui perbedaan proporsi tingkat ketepatan pemilihan alat
kontrasepsi pasca salin pada ibu primipara setelah dilakukan intervensi
pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
B. Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa
Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman
belajar dibidang ilmu keperawatan maternitas khususnya tentang
pemberian informasi keluarga berencana pasca persalinan terhadap
ketepatan pemilihan alat kontrasepsi.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan/Rumah Sakit
Hasil penelitian ini di harapkan pihak Rumah Sakit/Layanan
Kesehatan dapat lebih aktif memberikan informasi tentang keluarga
berencana pasca persalinan terhadap ketepatan pemilihan alat
kontrasepsi.
3. Bagi Peneliti selanjutanya
Bagi peneliti lain, diharapkan bahwa penelitian ini dapat menjadi
sumber referensi dan informasi dalam melakukan penelitian selanjutnya
dengan metode lain.

Anda mungkin juga menyukai