Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

BPH merupakan neoplasma jinak yang sering terjadi pada pria dan merupakan

factor utama yang mengganggu kesehatan. Keadaan ini merupakan akibat dari

pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang

menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai

Bladder Outlet Obstruction (BOO).1 Obstruksi ini lama-kelamaan dapat menimbulkan

perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada

saluran kemih atas maupun bawah. Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH

seringkali berupa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala

obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi:

frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering

terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap

selanjutnya terjadi retensi urine.2 Hubungan antara BPH dengan LUTS sangat

kompleks. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya

tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH. Banyak sekali faktor yang diduga

berperan dalam proliferasi/ pertumbuhan jinak kelenjar prostat, tetapi pada dasarnya

BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan masih mempunyai testis yang

masih berfungsi normal menghasilkan testosteron.3 Di samping itu pengaruh hormon

lain (estrogen, prolaktin), diet tertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor lingkungan

diduga berperan dalam proliferasi sel-sel kelenjar prostat secara tidak langsung.

Faktor-faktor tersebut mampu mempengaruhi sel-sel prostat untuk mensintesis protein

growth factor, yang selanjutnya protein inilah yang berperan dalam memacu

terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat. Fakor-faktor yang mampu meningkatkan

1
sintesis protein growth factor dikenal sebagai faktor ekstrinsik sedangkan protein

growth factor dikenal sebagai faktor intrinsik yang menyebabkan hiperplasia kelenjar

prostat. Sehingga, istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya

merupakan istilah histopatologis, yaitu karena terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan

sel-sel epitel kelenjar prostat.2

Di Indonesia BPH merupakan kelainan urologi kedua setelah batu saluran kemih

dan diperkirakan ditemukan pada 50% pria berusia diatas 50 tahun. Angka harapan

hidup di Indonesia, rata-rata mencapai 2,5 juta laki-laki di Indonesia menderita BPH. 4

Prevalensi BPH dalam studi otopsi meningkat dari sekitar 20% pada pria berusia 41-

50, 50% pada pria berusia 51-60, dan> 90% pada pria yang lebih tua dari 80.

Meskipun bukti klinis penyakit terjadi kurang umum, gejala obstruksi prostat juga

terkait usia. Pada usia 55, sekitar 25% dari laki-laki melaporkan gejala berkemih

obstruktif. Pada usia 75, 50% dari pria mengeluhkan penurunan kekuatan pancaran

kencing. Beberapa studi telah menyarankan kecenderungan genetik, dan beberapa

telah mencatat perbedaan ras.5 Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung

pada tingkat keluhan pasien, komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan

pilihan pasien. Di berbagai daerah di Indonesia kemampuan melakukan diagnosis dan

modalitas terapi pasien BPH tidak sama karena perbedaan fasilitas dan sumber daya

manusia di tiap-tiap daerah. Walaupun demikian, para tenaga medis di daerah

terpencil pun diharapkan dapat menangani pasien BPH dengan sebaik-baiknya.6

BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Prostat

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah

inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengenai pembesaran,

organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran

urine keluar dari buli-buli.7 Kelenjar ini berbentuk seperti buah kenari. Normal

beratnya kelenjar prostat kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata: panjang 3.4

cm, lebar 4.4 cm, tebal 2.6 cm. Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum

pubroprostatikum dan sebelah inferior oleh diafragma urogenital. Pada prostat

bagian posterior berumuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir

pada verumontarum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dan sfingter

uretra eksterna.8

Secara embriologis terdiri dari 5 lobus: lobus medius 1 buah, lobus anterior 1

buah, lobus posterior 1 buah, dan lobus lateral 2 buah. Sedangkan menurut

klassifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior, posterior, medial,

lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal, prostat dibagi atas :

zona perifer, zona sentral, zona transisional, segmen anterior dan zona spingter

preprostat. Prostat normal terdiri dari 50 lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-

kelenjar prostat ini lebih kurang 20 buah, secara terpisah bermuara pada uretra

prostatika, dibagian lateral verumontanum, kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh

selapis epitel torak dan bagian basal terdapat sel-sel kuboid.7,8

B. Fungsi Kelenjar Prostat9

Kelenjar prostat dikelilingi oleh otot polos yang berkontraksi selama ejakulasi,

3
mengeluarkan lebih kurang 0,5 ml cairan prostat tetapi fungsi pasti cairan ini

belum diketahui, paling tidak sebagai medium pembawa sperma. Prostat adalah

organ yang bergantung kepada pengaruh endokrin, dapat dianggap imbangannya

(counterpart) dengan payudara pada wanita. Kelenjar prostat dibawah pengaruh

Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. Jadi prostat

dipengaruhi oleh hormon androgen, ternyata bagian yang sensitive terhadap

androgen adalah bagian perifer, sedangkan yang sensitive terhadap estrogen

adalah bagian tengah. Karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang

mengalami hiperplasia, oleh karena sekresi androgen yang berkurang sedangkan

estrogen bertambah secara relatif ataupun absolut. Fungsi Prostat adalah

menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang berguna untuk menlindungi

spermatozoa terhadap sifat asam yang terapat pada uretra dan vagina. Di bawah

kelenjar ini terdapat Kelenjar Bulbo Uretralis yang memilki panjang 2-5 cm yang

fungsinya hampir sama dengan kelenjar prostat. Kelenjar ini menghasilkan sekresi

yang penyalurannya dari testis secara kimiawi dan fisiologis sesuai kebutuhan

spermatozoa. Sewaktu perangsangan seksual, prostat mengeluarkan cairan encer

seperti susu yang mengandung berbagai enzim dan ion ke dalam duktus

ejakulatorius. Cairan ini menambah volume cairan vesikula seminalis dan sperma.

Cairan prostat bersifal basa (alkalis). Sewaktu mengendap di cairan vagina wanita,

bersama dengan ejakulat yang lain, cairan ini dibutuhkan karena motilitas sperma

akan berkurang dalam lingkungan dengan pH rendah.

C. Etiologi BPH

Pada umumnya ada beberapa teori BPH akan ditemukan pada umur kira-kira

>50 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai dengan bertambahnya umur.

berbagai faktor telah diteliti seperti faktor makanan, alkohol, dan sirosis hati, yang

4
semuanya dapat mempengaruhi keseimbangan androgen-estrogen, tetapi tidak ada

bukti substansial untuk mendukung salah satu dari perselisihan ini.10 Penyebab

pasti BPH ini masih belum diketahui, penelitian sampai tingkat biologi molekuler

belum dapat mengungkapkan dengan jelas etiologi terjadinya BPH. Karena

etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga

timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain : 7,11

1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat

penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari

testosterone di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan

koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor

androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan

selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi

pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar

DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal,

hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor

androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat

pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih

banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

2. Ketidak seimabangan antara estrogen – testosterone

Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar

estrogen relative tetap sehingga perbandingan antara estrogen :

testosterone relative meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam

prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat

5
dengan cara meningkatkan sensifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan

hormone androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan

menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari

semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru

akibat rangsangan testosterone menrun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada

mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih

besar.

3. Interaksi stroma-epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel

prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu

mediator tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT

dan estradiol, sel-sel stroma mensisntesis suatu growth factor yang

selanjutnya mempengaruhi sel-sel itu sendiri secara intrakin dan atuokrin,

serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakin. Stimulasi itu

menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.

4. Berkurangnya kematian sel prostat

Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme

fisiologik untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada

apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi yang selanjutnya sel-sel yang

mengalami apoptosis akan difagosintesis oleh sel-sel di sekitarnya

kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.

Pada jaringan normal, terdapat keseimabangan antara laju proliferasi

dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat samoai pada

prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati
6
dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang

mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara

keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan

massa prostat. Sampai sekarang belum dapat dierangkan secara pasti

factor-faktor yang menghambat proses apoptosis. Diduga hormone

androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah

dilakukan kastrasi, terhadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar

prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat,

sedangkan factor pertumbuhan TGFβ berperan dalam proses apoptosis.

5. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk

sel-sel baru. Didalam kelenjar prostat dikenal suatu stem sel, yaitu sel yang

mempunyai kemampuan berpoloferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini

sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika kadar

hormone ini menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan

terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH

dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi

produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

7
Gambar 5. Penampang hyperplasia prostat yang menghalangi uretra9
A, terisolasi pembesaran lobus tengah. B, terisolasi pembesaran lobus lateral. C,
lateral dan menengah pembesaran lobus. D, hiperplasia commissural posterior

D. Patofisiologi BPH7

BPH terjadi pada usia >50 tahun ketika fungsi testis sudah menurun. Akibat

penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormon testosterone

dan dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan dan pembesaran prostat.

Makroskopik dapat mencapai 60-100 gram dan kadang-kadang lebih besar lagi

200 gram atau lebih. Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan

seiring dengan bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan

hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi Dehidrotestosteron dalam sel

prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel.

Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya

sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat). Pada tahap

awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan lumen

uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan

peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli

harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan

terjadi resistensi pada buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor

menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan

8
detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor

menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk

berkontraksi sehingga terjadi retensi urine. Tekanan intravesikel yang tinggi akan

diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter.

Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari

buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung

terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi

gagal ginjal.

Hiperplasia prostat

Tekanan intravesikuler meningkat

Penyempitan lumen uretra posterior

Buli-buli Ginjal dan ureter


Hipertropfi otot detrusor Refluks vesiko-ureter
Trabekulasi Hidroureter
Selula hidronefrosis
Divertikel buli-buli pionefrosis pilonefritis
gagal ginjal

Gambar 6. Bagan pengaruh hiperplasia prostat pada saluran kemih6

E. Gambaran klinis LUTS2

Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract

Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif. Gejala

obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretra pars prostatika karena

didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk

berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.

9
Gejala obstruktif antara lain :

1) Harus menunggu pada permulaan miksi (hesistancy)

2) Pancaran miksi yang lemah (weak stream)

3) Miksi terputus (intermittency)

4) Menetes pada akhir miksi (terminal dribbling)

5) Rasa belum puas sehabis miksi (sensation of incomplete bladder emptying).

Gejala iritatif antara lain :

1) Bertambahnya frekuensi miksi (frequency)

2) Nokturia

3) Miksi sulit ditahan (urgency)

4) Disuria (nyeri pada waktu miksi)

F. Gambaran Laboratorium6

Pemeriksaan urin dapat memberi keterangan adanya kelainan lain yang

penting yang harus diperhatikan dalam penanggulangan penderita selanjutnya,

seperti adanya diabetes mellitus, proteinuria yang dapat memberi petunjuk adanya

gangguan pada ginjal, leukosituria yang harus dipikirkan adanya infeksi,

hematuria mikroskopik yang harus dipikirkan adanya batu atau keganasan. Kadar

ureum atau blood urea nitrogen (BU), kreatinin dan elektrolit pada darah dapat

memberikan gambaran mengenai fungsi ginjal. Selain itu biakan kuman urin dan

tes sensitivitas dapat memberikan keterangan adanya infeksi dan sekaligus

identifikasi kuman dan pemilihan antibiotika yang tepat. Jika dicurigai adanya

keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor PSA.

G. Pencitraan9

Pada saat sekarang pencitraan prostat dapat dilakukan dengan berbagai cara,

misalnya dengan pemeriksaan radiologic seperti:

- Foto polos perut

- Pyelografi Intra Vena


10
Pemeriksaan ini dapat memberikan keterangan adanya penyakit ikutan sepertii

batu saluran kemih, sumbatan ginjal (hidronefrosis), adanya divertikel pada buli,

dan jika dilakukan foto miksi adan dapat dilihat adanya sisa urin, sedangkan

adanya pembesaran prostat dapat dilihat sebagai “filling defect”. Pada dasar

vesika yang sering juga disebut adanya identasi prostat. Secara tidak langsung

pembesaran prostat dapat pula diperkirakan apabila dasar buli-buli pada gambaran

sistogram tampak terangkat atau ujung distal ureter membelok ke atas sehingga

berbentuk seperti mata kail (fish hook appearance).

Pencitraan lain adalah USG. Cara pemeriksaan ini memiliki ketepatan dalam

mendeteksi pembesaran prostat, tidak ada bahaya radiasi, dan juga relative murah.

Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal atau transrektal

(TRUS). TRUS dianggap baikuntuk pemeriksaan kelenjar prostat apalagi jika

menggunakan transducer yang “biplane”. USG juga dapat memberikan keterangan

mengenai volume buli-buli, mengukur sisa urin, dan patologi lain seperti

divertikel, tumor buli-buli yang besar, batu buli-buli. TRUS juga dapat digunakan

untuk mengukur besarnya prostat yang diperlukan untuk menentukan terapi yang

tepat.

Pencitraan lain adalah CT-Scanning dan Magnetic Resonance Imaging (MRI),

tetapi oleh karena pemeriksaan ini mahal dan keterangan yang diperoleh tidak

terlalu banyak dibandingkan dengan cara lain, maka cara ini jarang digunakan

dalam praktek.

Pemeriksaan tambahan lain adalah sistoskopi. Pemeriksaan ini sebaiknya

dilakukan jika pada anamnesa ditemukan adanya hematuria, hal ini dilakukan

untuk mengetahui adanya kemungkinan tumor dalam vesika atau sumber

perdarahan. Selain itu sistoskopi dapat juga memberikan gambaran mengenai

11
besarnya prostat dengan mengukur panjangnya uretra pars prostatika untuk

melihat adanya penonjolan prostat kedalam uretra.

H. Pengobatan

Penatalaksanaan BPH terdiri dari medikamentosa dan tindakan operatif.

Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah memperbaiki keluhan miksi.

meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi infravesika, mengembalikan

fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu urine setelah

miksi, dan mencegah progresifitas penyakit.

1. Medikamentosa7

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi resistensi

otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika

dengan obat-obatan penghambat adrenergik alfa (adrenergik alfa blocker), dan

mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan

kadar hormon testosteron/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-

reduktase.

Pengobatan pada BPH digunakan obat-obat sebagai berikut:

 α blocker
 5-α reduktase inhibitor

2. Pembedahan

Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yang paling

baik saat ini adalah pembedahan.

a. Pembedahan Terbuka7,12

Beberapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalahmetode dari

Millin yaitu melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan

retropubik infravesika, Freyer melalui pendekatan suprapubik

ransvesika, atau transperineal. Prostatektomi terbuka adalah tindakanyang

12
paling tua yang masih banyak dikerjakan saat ini, paling invasif, danpaling

efisien sebagai terapi BPH. Prostatektomi terbuka dapat dilakukanmelalui

pendekatan suprapubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal

(Millin). Prostatektomi terbuka dianjurkan untuk prostat yangsangat besar

(>100 gram).

b. Pembedahan Endourologi7,12

Saat ini tindakan TURP merupakan operasi paling banyak dikerjakan di

seluruh dunia. Operasi ini lebih disenangi karena tidak diperlukan insisi pada

kulit perut, masa perawatan lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak banyak

berbeda dengan tindakan operasi terbuka. Pembedahan endourologi transuretra

dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik TURP (Transurethral

Resection of the Prostate). Pada TURP, kelenjar prostat dipotong menjadi

bagian-bagian kecil jaringan prostat yang dinamakan cip prostat. Selanjutnya

cip prostat dikeluarkan dari buli-buli melalui evakuator Ellik.

BAB III

Laporan Kasus

I. Identitas Pasien

 Nama : Tn. EB

 Umur : 64 tahun

 Alamat : Batusenggo

 Agama : Kristen Protestan

 Masuk RS tgl/jam : 24 Agustus 2018

 Suku/bangsa : Indonesia

13
 Pekerjaan : Pensiunan

II. Anamnesa

Keluhan utama : nyeri perut bagian bawah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Nyeri perut bagian bawah sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Sulit BAK

dialami penderita 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan sulit BAK ini

dialami penderita sudah lama ± 1 tahun yang lalu. Penderita mengeluh BAK tidak

lampias dan terasa tersendat dan saat kencing pasien sering mengedan. BAK juga

sering terputus-putus dan merasa tidak puas. Riwayat BAK malam hari ± 3x, dan

BAK siang hari ±6x.

MADSEN IVERSEN Score

Stream 1. Bagaimana pancaran air kencing bapak?


0  lancar dan besar
1  tidak tentu
3  lemah, kecil
4  menetes
Voiding 2. Apakah disertai mengejan waktu kencing?
0  tidak
2  ya, mengejan
Hesitancy 3. Jika terasa akan kencing, apakah segera ataukan harus menunggu lama dulu
baru air kencing keluar?
0  sesudah di WC. Kencing dapat langsung keluar
3  harus menunggu dulu baru air kencing dapat keluar
Intermitency 4. Apakah aliran kencing keluar sekaligus atau terputus-putus?

14
0 sekaligus

3 terputus-putus
Bladder Emptying 5. Sesudah selesai kencing apakah merasa lampias/tuntas?
0  Tampias
1  kadang-kadang kurang lampias
2  selalu tidak lampias
3  pernah sekali dipasang catheter baru dapat kencing kembali
4  sudah lebih dari satu kali dipasang catheter baru dapat kencing biasa lagi

Incontinency 6. Pernah mengalami kecing tidak terasa, seperti ngompol?


0  tidak pernah sama sekali
2  ya, pernah seperti ngompol
2  sesudah selesai kencing, tak terasa air kencing keluar lagi
Urgency 7. Untuk pergi ke tempat kecing, saat sudah ingin kencing, apakah?
0  tidak pernah sangat terburu-buru, yakin dapat ditahan
1  harus buru-buru, rasanya sukar ditahan lagi
2  kadang air kencing keburu keluar sebelum sampai di WC
3  selalu air kencing keluar dulu sebelum siap di WC
Nocturia 8. Berapa kali bapak terbangun malam hari untuk pergi kencing?
0  tak pernah atau kadang-kadang saja sekali semalam
1  sampi dua kali semalam terbangun
2  tiga atau bahkan empat kali semalam
3  lebih dari empat kali terbangun malam untuk kencing di WC

Disuria 9. Pada siang hari seberapa sering Bapak buang air kecil?
0  > 3 jam sekali baru kencing, atau 3-4 kali selama siang hari
1  setelah antara 2-3 jam sekali baru kencing, atau 5-6 kali sehari
2  tiap 1-2 jam sekali sudah kencing, 7-8 kali selama siang hari
3  sebentar-sebentar, tak ada satu jam sudah harus kencing lagi

Total score: 18 (LUTS sedang)

Riwayat penyakit dahulu:

Hipertensi (+), Jantung, hati, paru, ginjal, disangkal penderita dan penderita

belum pernah menjalani prosedur operasi apapun sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga:

Hanya penderita yang menderita sakit seperti ini dalam keluarga

15
Riwayat sosial:

Penderita tinggal di rumah kayu dengan lingkungan perumahan yang cukup

bersih dan tidak ada tetangga yang menderita penyakit seperti yang dialami

penderita.

Kebiasaan penderita:

Merokok +, Alkohol +

III. Pemeriksaan fisik

Keadaan Umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital:

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu axilla : 36,6 oc

Kepala:

Konj. Anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Pupil bulat isokor diameter 3mm/3mm

RC +/+

Leher:

Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thoraks:

Jantung : inspeksi : ictus kordis tidak tampak

Palpasi : ictus kordis teraba

Perkusi : batas kiri : linea midclavicularis sin

batas kanan : linea midclavicularis dex

batas atas : ICS III-IV

Auskultasi :bunyi jantung apex : M1>M2

16
bunyi jantung aorta : A1>A2

bunyi jantung pulmonal : P1<P2

bising :-

Abdomen: inspeksi : datar

Auskultasi : Bu (+) normal

Perkusi : timpani di seluruh lapangan abdomen

Palpasi : lemas, hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

St. urologis: CVA : NK -/-, bulging -/-, ballottement -/-

SP : massa (-), full blast (+)

Oue : darah (-)

RT : TSA cekat, ampula kosong, mukosa licin,

pool atas tidak teraba, sulcus mediana

mendatar, kesan prostat membesar, teraba

kenyal dan tidak ada nodul, nyeri (-)

ST : feses -, darah -, lendir –

Ekstremitas:

Edema : superior (-/-), inferior (-/-)

Sensorik : superior (+/+), inferior (+/+)

Motorik : superior (5/5), inferior (5/5)

IV. Pemeriksaan penunjang

Leukosit : 8.200 Eritrosit : 4.13


Hemoglobin : 11.6 Hematokrit : 33.8
Trombosit : 320 GDS : 111
Asam urat : 4.5 Ureum : 18
Creatinin : 0.7
Urine: Leu 1+, Bld 1+, Ket -, Nit -, Prot -
V. Diagnosis

17
Suspek Benign Prostate Hyperplasia

VI. Sikap

Pasang kateter urine

Edukasi keluarga untuk rujuk ke Manado untuk pemeriksaan dan penanganan

lanjutan

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis Benign Prostat Hyperplasia (BPH) ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesis, didapatkan penderita berjenis kelamin laki-laki dan berumur

64 tahun, hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa BPH terjadi

pada umur yang semakin tua (>50 tahun) di mana fungsi testis sudah menurun. Akibat

penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormon testosterone dan

dehidrotestosteron.7

Pada anamnesis, didapatkan bahwa penderita memiliki keluhan nyeri perut

bagian bawah, sulit BAK, menetes-netes, teputus-putus, dan memiliki pancaran yang

lemah sehingga penderita merasa tidak puas ketika selesai BAK. Sering BAK pada

siang dan malam hari. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa

keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms

(LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif. Gejala obstruktif disebabkan
18
oleh karena penyempitan uretra pars prostatika karena didesak oleh prostat yang

membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup

lama sehingga kontraksi terputus-putus. skor Madsen-Iversen: 18. 2,11

Gejala obstruktif antara lain :

1) Harus menunggu pada permulaan miksi (hesistancy)

2) Pancaran miksi yang lemah (weak stream)

3) Miksi terputus (intermittency)

4) Menetes pada akhir miksi (terminal dribbling)

5) Rasa belum puas sehabis miksi (sensation of incomplete bladder emptying).

Gejala iritatif antara lain :

1) Bertambahnya frekuensi miksi (frequency)

2) Nokturia

3) Miksi sulit ditahan (urgency)

4) Disuria (nyeri pada waktu miksi)

Gejala-gejala tersebut dapat terjadi dikarenakan pembesaran kelenjar prostat

dapat terjadi asimtomatik baru terjadi jika neoplasma telah menekan lumen urethra

prostatika, urethra menjadi panjang (elongasil), sedangkan kelenjar prostat makin

bertambah besar. Ukuran pembesaran noduler ini tidaklah berhubungan dengan

derajat obstruksi yang hebat, sedangkan yang lain dengan kelenjar prostat yang lebih

besar obstruksi yang terjadi hanya sedikit, karena dapat ditoleransi dengan baik.11

BPH terjadi pada umur yang semakin tua (>50 tahun) di mana fungsi testis

sudah menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan

hormon testosterone dan dehidrotestosteron, dalam hal ini terjadi reduksi testosteron

menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor

terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada

19
RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi

hiperplasia kelenjar prostat. Makroskopik dapat mencapai 60-100 gram dan kadang-

kadang lebih besar lagi 200 gram atau lebih. Pada tahap awal setelah terjadi

pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan

menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intra

vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna

melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan daerah

prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi

atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan

berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan

tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine. Tekanan

intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali

pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan

aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan

ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan

akhirnya dapat terjadi gagal ginjal.7

Gambar 7. Tampilan prostat normal dan BPH

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita ini adalah darah lengkap,

fungsi ginjal, asam urat, GDS dan urinalisa. Pemeriksaan darah seperti ureum dan
20
kreatinin, elektrolit, dan gula darah dimaksudkan untuk dapat menentukan ada

tidaknya komplikasi. Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah

dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang

dapat menimbulkan kelainan persarafan pada vesica urinaria.9

Pada penderita ini dilakukan tindakan pemasangan kateter urine segera karena

dari keluhan ada nyeri perut bagian bawah dan pemeriksaan abdomen teraba

suprapubik fullblast dimana kemungkinan terjadi retensi urin. Pada pasien ini

dianjurkan untuk dirujuk ke Manado untuk pemeriksaan dan penanganan lanjutan.

Pemeriksaan seperti biopsi, PSA, dan radiologi dapat menunjang diagnosis.

Penanganan BPH saat ini sangat non invasif. Metode TUR-Prostat ini cukup aman,

efektif dan berhasil guna. Adapun keuntungan, kerugian, dan kemungkinan

komplikasi dari metode ini adalah:

Keuntungan :

1. Luka incisi tidak ada

2. Lama perawatan lebih pendek

3. Morbiditas dan mortalitas rendah

4. Prostat fibrous mudah diangkat

5. Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol

Kerugian :

1. Teknik sulit

2. Resiko merusak uretra

3. Intoksikasi cairan

4. Trauma sphingter eksterna dan trigonum

5. Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar

6. Alat mahal

7. Ketrampilan khusus
21
Komplikasi:

1. Selama operasi : perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi

2. Pasca bedah dini : perdarahan, infeksi lokal atau sistemik

3. Pasca bedah lanjut : inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan

striktura uretra.

Sesuai dengan kepustakaan, metode TURP ini merupakan tindakan operasi

paling banyak dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-

uretra dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan

direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah

berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada

saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril

(aquades). 9

22
DAFTAR PUSTAKA

1. McVary KT. Management of Benign Prostatic Hypertrophy. Notrhwestern

University Feinberg School of Medicine, Chicago. New Jersey. 2004.


2. Wei J, Calhoun E, Jacobsen S. Benign Prostatic Hyperplasia. Urologic Diseases

in America. RAND Health. America, 2007.


3. Nunzio CD, Ahyai S, Autorino R, et all. Benign Prostatic Hyperplasia and Lower

Urinary Tract Symptoms. Association of Urology. Spain, 2011. h.2005-2006.


4. Pakasi. RDN. Total Prostate Specific Antigen, Prostate Specific Antigen Density

and Histopathologic Analysis on Benign Enlargment Prostate. Department of

Clinical Pathology, Medical Faculty, Hasanuddin University, Makassar. The

Indonesian Journal of Medical Science Volume 1 No.5 July 2009 p. 263-274.


5. Presty J, Kane C, Shinohara K, Carrol P. Neoplasms of the Prostate Gland on

Smith’s General Urology 17th edition. San Francisco California, 2008.


6. Briganti A, Capitanio U. Benign Prostatic Hyperplasia and Its Aetiologies.

European Urology Supplements 8. European Association of Urology. Italy, 2009.

h.865-71.
7. Purnomo B. Anatomi Sistem Urogenitalia. Dasar-Dasar Urologi. Sagung Seto.

Jakarta, 2011.
8. Sherwood L. Fundamental of Human Physiology 4 th. Chapter 13: The Urinary

System. Department of Physiology and Pharmacology School of Medicine West

Virginia University. 2012.


9. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran Indonesia. Staf Pengajar

Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Binarupa Aksara.

2008.
10. Emberton M, Mundy AR. The Prostate and Benign prostatic Hyperplasia on The

Second Basic of Urology. London, 2000. p 367-383.

23
11. Roehrborn C, McConnell J. Etiology, pathophysiology, epidemiology, and natural

history of benign prostatic hyperplasia. Campbell’s Urology Ninth Edition.

Saunders. United States of America, 2007

24

Anda mungkin juga menyukai