Anda di halaman 1dari 7

PEMBUANGAN MERKURI DARI PENAMBANGAN EMAS DI

KOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN


SELATAN MENGAKIBATKAN PENCEMARAN
LINGKUNGAN

DisusunOleh :

INTAN JUITA
17137009

Dosen Pengampu :

Dr. FADHILAH, S.Pd, M.Si

PROGRAM STUDI STRATA-1 TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan penambangan emas secara tradisional yang dilakukan oleh


masyarakat Indonesia menggunakan metode amalgamasi yaitu pengikatan
(Hg) (Widodo, 2008). Merkuri (Hg) merupakan salah satu unsure logam berat
yang mendapat perhatian utama dalam segi kesehatan karena dapat
menyebabkan pencemaran linkungan dan bersifat toksik terhadap manusia.

Merkuri (Hg) atau air raksa sering diasosiasikan polutan bagi


lingkungan, setiap tahun berton-ton merkuri dilepaskan ke atmosfir karena
pemakaiannya yang luas baik industry, pertanian, pertambangan, kedokteran
gigi, rumah sakit, laboratorium penelitian (Yanuar, 2000). Menurut Christian
et al (1970) dalam Alfian (2006) sebagian besar merkuri yang terdapat dialam
ini dihasilkan oleh sisa-sisa industri dalam jumlah lebih kurang 3000 jenis
kegunaan dalam industri pengolahan bahan-bahan kimia, proses pembuatan
obat-obatan yang digunakan oleh manusia serta sebagai bahan dasar
pembuatan insektisida untuk pertanian.

Di Kota Palangka Raya penambangan emas dilakukan di Sungai


Takaras yang dimulai sejak tahun 2002 merupakan penambangan emas
berskala kecil yang dilakukan tanpa seijin Pemerintah Kota Palangka Raya.
Hal ini yang perlu ditangani secara terpadu karena Penambangan emas ini
dilakukan oleh masyarakat dengan teknologi yang tidak ramah dengan
lingkungan yaitu menggunakan mesin sedot atau mesin semprot dan
menggunakan air raksa (merkuri) yang limbahnya langsung dibuang ke
sungai sehingga dapat menimbulkan bencana bagi kita sekarang maupun bagi
anak cucu kita dimasa yang akan datang.
B. Indentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat kita ketahui


indentifikasi masalahnya, antara lain :

1. Penambangan emas dilakukan di kota palangka raya tanpa seijin


pemerintah.

2. Penambangan emas yang dilakukan di kota palangka raya masih dengan


teknologi yang tidak ramah linkungan.

3. Limbah merkuri dibuang ke daerah aliran sungai yang berada didekat


pertambangan.

C. Batasan Masalah

1. Pengaruh penambngan emas yang dilakukan di kota palangka raya


terhadap lingkungan.

2. Jumlah merkuri yang telah mencemari aliran sungan diprovinsi


kaliamantan tengah.

3. Kualitas air yang sudah tercemari oleh merkuri dan pengaruhnya terhadap
kesehatan masyarakat sekitar.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara yang dilakukan masyarakat di kota palngka raya


melakukan penambangan emas ?

2. Berapa jumlah merkuri dari penambangan emas yang telah mencemari


sungai ?

3. Apa dampak yang terjadi dari penambangan eams yang dilakukan di kota
palangka raya provinsi Kalimantan selatan ?

4. Bagaimana kualitas air pada aliran sungai yang tercemari oleh merkuri ?
E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui metoda apa yang digunakan masyarakat dalam melakukan


penambngan emas di kota palangka raya.

2. Menentukan banyaknya merkuri yang telah dibuang secara sembrawutan


di aliran sungai takaras di kota palangka raya.

3. Mengetahui keadaan kesehatan masyarakat akibat pencemaran lingkungan


dari merkuri dalam penambngan emas di kota palngka raya.

F. Manfaat Penelitian

1. Menambah pengetahuan tentang pencamaran merkuri dari penambangan


emas terutama bagi peneliti.

2. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan dapat menjadi pertimbngan


untuk pemerintah dalam menangani masalah pertambngan emas untuk
kedepannya.
BAB II

PEMBAHASAN

Emas merupakan logam mulia yang bernilai tinggi, sehingga tidak heran
apabila masyarakat mencarinya walaupun untuk memperolehnya memerlukan
pengorbanan yang tidak sedikit seperti dengan melakukan penggalian atau
eksplorasi alam. Sayangnya banyak usaha penambangan emas tidak
memperhatiakan permasalahan lingkungan hidup yang akan muncul akibat
kegiatan tersebut perlu dipertanyakan apakah pertambangan rakyat ini merupakan
hal yang baik atau tidak karena kegiatan tersebut dapat mendatangkan bencana
dibalik pahala saat ini dan generasi kita dimasa datang apabila tidak ditangani
dengan serius.

Di Kota Palangka Raya penambangan emas dilakukan di Sungai Takaras


yang dimulai sejak tahun 2002 merupakan penambangan emas berskala kecil yang
dilakukan tanpa seijin Pemerintah Kota Palangka Raya. Hal ini yang perlu
ditangani secara terpadu karena Penambangan emas ini dilakukan oleh masyarakat
dengan teknologi yang tidak ramah dengan lingkungan yaitu menggunakan mesin
sedot atau mesin semprot dan menggunakan air raksa (merkuri) yang limbahnya
langsung dibuang ke sungai sehingga dapat menimbulkan bencana bagi kita
sekarang maupun bagi anak cucu kita dimasa yang akan datang.

Dampak dari penambangan liar tersebut menyebabkan erosi seluas 4.320


m2/hr, jumlah sedimentasi sedalam 12.960 m3/hr. Musnahnya pepohonan/hutan
dipinggir sungai Takaras dalam radius 100 m. Dalam waktu 2 tahun kemungkinan
sungai tersebut tidak bisa dilewati sarana transportasi air. Begitu juga dampak
merkuri yang sudah mencemari sungai-sungai di Palangkara Raya dapat meracuni
manusia lewat air minum, bahan makanan, pernafasan dan lewat pori-pori tubuh.

Dewasa ini Pencemaran Lingkungan di wilayah Kalimantan Tengah sangat


memprihatinkan, hal ini dapat dilihat dari semua fakta yang ada.
Sepuluh tahun ke depan, suku dayak akan terancam punah jika masalah
pencemaran lingkungan tidak segera diantisipasi sejak dini, kekhawatiran ini
bukan tanpa alasan mendasar. Kekhawatiran ini berdasarkan fakta setiap tahun
paling sedikit 10 ton air raksa dibuang secara semrawut, baik di sungai maupun di
daratan sebagai akibat dari tak terkendalinya penggunaan air raksa dalam
penambangan emas oleh rakyat. Penambang itu beroperasi di alur 11 sungai besar
di Kalimantan Tengah, dan mereka membuang limbah air raksa ke sungai-sungai
itu. Selama ini Bappeda dan pemerhati lingkungan di Kalteng selalu
mengingatkan bahwa tingkat pencemaran air raksa sudah pada titik ambang batas
toleransi kesehatan. Artinya, sudah pada titik yang dapat mengancam jiwa
manusia dan makhluk hidup lainnya.

Sepintas, air raksa hanya mengancam para penambang, tetapi


sesungguhnya pencemaran air raksa sudah mengancam kehidupan 1,8 juta jiwa
penduduk Kalimantan Tengah. Air dari kawasan Ampalit mengalir ke Daerah Alur
Sungai (DAS) Mentaya dan Katingan. Sejak dulu air 11 sungai yang membelah
provinsi seluas 153.560 km2 itu masih merupakan sumber air utama penduduk
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi kegiatan penambang tidak hanya
di daratan. Ratusan ribu penambang lainnya kini masih beroperasi di alur 11
sungai besar di Kalimantan Tengah. Lebih parah lagi, penambang di sungai
umumnya membuang air raksa bekas peleburan langsung ke sungai.

Lebih mengkhawatirkan lagi, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)


mengambil bahan baku dari air sungai yang ada. Meski pihak PDAM Palangka
Raya menjamin kualitas air yang disuplai ke konsumen bebas dari pencemaran
,tetapi jaminan itu tetap tidak melegakan masyarakat. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menginformasikan, enam orang setiap menit mengalami keracunan.
Bahkan, menurut Badan Litbang Departemen Kesehatan RI, sejak tahun 1973
diketahui 632 kasus keracunan akut dengan angka kematian 0-100 persen. Sulit
membayangkan dalam kehidupan sehari-hari saja, sudah dikelilingi racun.
Sekarang muncul ancaman baru bahaya dari pencemaran air raksa.
Sekali lagi, kekhawatiran bahwa Suku Dayak akan punah akibat
pencemaran lingkungan oleh air raksa lebih meyakinkan. Tetapi, sesungguhnya,
persoalan pencemaran air raksa tidak hanya mengancam etnis yang menghuni
Pulau Kalimantan itu. Melainkan akan melibatkan seluruh makhluk hidup dipulau
tersebut. Meski tanpa melalui penelitian secara medis, namun beberapa kasus
penyakit sudah menimpa masyarakat yang bermukim di tepian Sungai Kahayan.
Seperti kasus meninggalnya secara mendadak seorang penambang ketika sedang
tidur. Mayat korban tampak membiru dan kehitaman. Padahal menurut
keluarganya, korban sebelumnya terlihat sehat dan tanpa ada keluhan kesehatan.
Ciri-ciri peristiwa pencemaran air raksa di Jepang yang terkenal dengan kasus
Minamata, sepertinya sudah ada tanda-tandanya akan terjadi di Kalimantan
Tengah. Karena itu, pemasaran dan penggunaan air raksa secara semrawut harus
segera dihentikan. Jika tidak, Kalimantan Tengah daerah yang paling rentan
mengulang peristiwa besar Minamata. (Alfridel Jinu).

Sejak mulai digunakan di pertambangan emas, air raksa yang sejak dulu
kala dinamai merkuri terus mengancam kehidupan di muka Bumi ini. Ancaman
kematian akibat bahan beracun itu bahkan kian meluas karena penggunaannya
yang kini beragam.

Merkuri yang telah dikenal zaman Mesir Kuno dan Romawi sejak awal
memang digunakan sebagai bahan pemisah emas dari batuan lain dalam proses
pengolahan tambang. Dalam perkembangannya kemudian, merkuri digunakan
untuk termometer, bahan penambal gigi, juga baterai. Demikian juga cat dan obat
gangguan ginjal. Semua ada merkurinya.

Berbagai produk dan aplikasi itu tidak tertutup kemungkinan mencemari


lingkungan, baik dalam proses pembuatan, pemakaian maupun pembuangannya.
Di antara berbagai kemungkinan itu, yang paling mengancam kesehatan dan
kehidupan masyarakat memang limbah dari pertambangan emas. Pencemaran
merkuri akibat praktik pertambangan emas yang tidak terkontrol terjadi di
berbagai wilayah di Tanah Air.

Anda mungkin juga menyukai