Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“KUALITAS PERANGKAT TES”

DI BUAT OLEH KELOMPOK VI :

1. Kajal 2018-41-068
2. Ria Resti Sahania 2018-41-029
3. Fitria 2018-41-078
4. Darmiyanti Kaunar 2018-41-081

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kemudahan untuk kami agar dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
yang berjudul tentang “KUALITAS PERANGKAT TES” mengenai penjelasan lebih lanjut kami
memaparkannya dalam bagian pembahasan makalah ini. Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui ciri-ciri tes hasil belajar yang baik, teknik penyusunan perangkat tes, dan
teknik pelaksanaan tes hasil belajar.

Kami menyadari makalah ini masih jauh sempurna oleh karena itu, kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan untuk meningkatkan kualitas
makalah ini.

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………... ....................................i

DAFTAR ISI …………………………………………………………….....................................ii

BAB. I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………………......... ............................1


B. Rumusan Masalah ………………………………………………........... ............................1
C. Tujuan Penulisan …………………………………………………......... ............................1

BAB. II PEMBAHASAN

A. Tes dan Hasil Belajar........................................................……...........................................2


B. Ciri-Ciri Tes Hasil Belajar Yang Baik …………………………………………………...2
C. Teknik Penyusunan Perangkat Tes ......…………………………………………………...7
D. Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar …….…………………………………………….12

BAB. III PENUTUP

A. Kesimpulan ...…………………………………………………………………………...15
B. Saran……………………..………………………………….............................................15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan kualitas pendidikan dapat didukung dengan perbaikan sistem penilaian.


Perbaikan sistem penilaian di sekolah perlu dipertimbangkan dengan segala komponen yang
mendukung pelaksanaan penilaian tersebut. Salah satu komponen penting berkaitan dengan
sistem penilaian adalah pengukuran. Kegiatan pengukuran yang dilakukan biasanya dituangkan
dalam berbagai bentuk tes dan hal ini yang paling banyak digunakan. Makalah ini dimaksudkan
untuk membahas ciri-ciri tes hasil belajar yang baik, agar nantinya jika melakukan tes hasil
belajar sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Adapun ciri-ciri tes hasil
belajar yang baik yaitu valid, reliable, obyektif, praktis. Tes hasil belajar dapat dinyatakan valid
apabila tes hasil belajar tersebut tepat, benar, shahih atau absah telah dapat mengukur atau
mengungkap hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik.

Tes dinyatakan reliabel (reliable) apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan
menggunakan tes tersebut secara berulang kali terhadap subjek yang sama, senantiasa
menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg dan stabil. Sebuah tes dikatakan memiliki
objektivitas apabila dalam melaksanakan tes tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi,
terutama sistem skoringnya. Tes bersifat praktis (practicability) dan ekonomis apabila
dilaksanakan dengan mudah, sederhana, dan lengkap.. Dengan kualitas tes hasil belajar yang
baik maka akan mendukung terlaksananya penilaian yang sesuai dengan tujuan dan fungsinya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan tes dan hasil belajar?


2. Bagaimana ciri-ciri tes hasil belajar yang baik?
3. Bagaimana teknik penyusunan perangkat tes?
4. Bagaimana teknik pelaksanaan tes hasil belajar?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari tes dan hasil belajar.


2. Untuk mengetahui ciri-ciri tes hasil belajar yang baik.
3. Untuk mengetahui teknik penyusunan perangkat tes.
4. Untuk mengetahui teknik pelaksanaan tes hasil belajar.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tes dan Hasil Belajar

Kata tes berasal dari bahasa Prancis kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam
logam mulia yang dimaksud disini adalah dengan menggunakan alat berupa piring akan dapat
diperoleh jenis-jenis logam mulia yang bernilai tinggi. Dalam perkembangannya dan seiring
kemajuan zaman tes berarti ujian atau percobaan. Ada beberapa istilah yang memerlukan
penjelasan sehubungan dengan uraian diatas yaitu test, testing, tester dan testee, yang masing-
masing mempunyai pengertian berbeda namun erat kaitannya dengan tes.

1. Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan
penilaian.

2. Testing berarti saat dilaksanakannya pengukuran dan penilaian atau saat pengambilan tes.

3. Tester artinya orang yang melaksanakan tes atau orang yang diserahi untuk
melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden.

4. Testee adalah pihak yang sedang dikenai tes.


Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran
yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi
pelajaran pada satu pokok bahasan.

B. Ciri-Ciri Tes Hasil Belajar Yang Baik

Dalam melakukan tes hasil belajar kepada testee, kita harus memperhatikan ciri-ciri tes yang
baik agar nantinya dapat tercapai apa yang kita inginkan dari pelaksanaan tes tersebut. Ada
empat ciri atau karakteristik yang harus dimiliki oleh tes hasil belajar, sehingga tes tersebut dapat
dinyatakan sebagai tes yang baik, yaitu valid, reliable, obyektif, praktis.

1. Valid

Ciri pertama dari tes hasil belajar yang baik adalah bahwa tes hasil belajar tersebut bersifat
valid atau memiliki validitas. Kata ” valid “ sering diartikan dengan tepat, benar shahih, absah,
jadi kata valid dapat diartikan dengan ketepatan, kebenaran, keshahihan atau keabsahan. Apabila
kata valid tersebut dikaitkan dengan fungsi tes sebagai alat pengukur, maka sebuah tes dikatakan
valid apabila tes tersebut dengan secara tepat, secara benar, secara absah, atau secara shahih,
dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi tes hasil belajar dapat dinyatakan valid apabila
tes hasil belajar tersebut (sebagai alat pengukur keberhasilan belajar peserta didik) dengan secara
tepat, benar, shahih atau absah telah dapat mengukur atau mengungkap hasil-hasil belajar yang
5
telah dicapai oleh peserta didik, setelah menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu
tertentu.

Secara empiris, suatu instrumen dapat dikatakan valid apabila memenuhi dua kriteria, yaitu:
a) instrumen tersebut harus mengukur konsep atau variable yang diharapkan hendak diukur dan
harus tidak mengukur konsep atau variable lain yang tidak diharapkan untuk diukur, dan b)
instrumen tersebut dapat memprediksi perilaku yang lain yang berhubugan dengan variabel yang
diukur. Analisis validitas dapat dilakukan pada dua kawasan yaitu analisis untuk keseluruhan isi
instrumen dan analisis untuk masing-masing butir soal atau tes.

Macam-Macam Validitas

Kajian validitas dapat dilakukan melalui telaah mendalam tentang teori atau konsep dan
melalui hasil pengalaman empiris di lapangan. Fokus analisis validitas yang dilakukan melalui
kajian mendalam tentang suatu teori atau konsep adalah berkaitan dengan validitas logis (logical
validity). Fokus analisis validitas yang dilakukan melalui hasil pengalaman empiris adalah
berkaitan dengan validitas empiris (empirical validity). Secara umum, validitas dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: validitas isi, validitas berdasarkan criteria, dan validitas
konstrak. Ada juga yang mengelompokkan validitas kedalam kelompok seperti berikut, validitas
logis dikelompokkan menjadi validitas isi (content validity) dan validitas konstrak (construct
validity), sedangkan validitas empiris dapat dikelompokkan menjadi: validitas yang ada sekarang
(concurrent validity) dan validitas prediksi (predictive validity). Tipe validitas dapat
dikelompokkan berdasarkan estimasi yang disesuaikan dengan sifat dan fungsi tes, yaitu validitas
isi, validitas konstrak, dan validitas kriteria.

a) Validitas Isi

Validitas isi menunjuk seberapa jauh instrumen mengukur keseluruhan kawasan pokok
bahasan dan perilaku yang hendak diukur. Batasan keseluruhan kawasan pokok bahasan tidak
saja mengindikasikan bahwa instrumen tersebut harus komprehensif, melainkan juga isinya
harus tetap relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran. Analisis validitas isi banyak
dilakukan terhadap perangkat instrumen untuk pengukuran prestasi belajar (achievement test).
Analisis validitas isi juga dapat digunakan untuk menganalisis efektifitas pelaksanaan program
yaitu dengan jalan membandingkan antara isi instrument dengan isi rancangan.

Validitas isi ditentukan melalui analisis teoritik dan empirik, yang meliputi: (1) kejelasan
pokok kompetensi dan sub kompetensi, (2) penetapan pokok kompetensi dan sub kompetensi
yang diukur oleh setiap butir tes, (3) kecocokan butir-butir tes dengan kompetensi dan sub
kompetensi yang terukur. Validitas isi dapat dianalisis dari validitas tampak (face validity) dan
validitas logik (logical validity). Analisis validitas tampak berkaitan dengan analisis terhadap
format tampilan perangkat tes. Analisis validitas logik berkaitan dengan analisis yang menunjuk
pada sejauhmana isi tes merupakan representasi dari ciri-ciri atribut yang hendak diukur.
6
b) Validitas Konstrak

Validitas konstrak merujuk pada seberapa jauh suatu instrumen mengukur konstrak teori
yang hendak diukurnya. Analisis validitas konstrak memiliki asumsi bahwa instrumen yang
digunakan mengandung definisi operasional yang tepat. Dengan demikian, analisis validitas
konstrak pada dasarnya sama dengan merumuskan suatu konsep yang bersifat abstraksi dan
generalisasi yang perlu dirunuskan definisinya sedemikian rupa sehingga dapat diukur. Langkah
untuk menganalisis validitas konstrak dimulai dari menganalisis unsur-unsur suatu konstrak,
kemudian menilai apakah unsur-unsur tersebut logis mengukur suatu konstrak. Langkah terakhir
adalah menghubungkan konstrak yang sedang diukur dengan konstrak lainnya dan menelaah
kaitan antara konstrak pertama dengan unsur-unsur tertentu pada konstrak yang tadi.

c) Validitas Kriteria

Validitas kriteria merupakan validitas yang selalu dikaitkan dengan kriteria eksternal yang
dijadikan dasar pegujian skor tes. Dengan kata lain, validitas berdasar kriteria dapat dilakukan
dengan komputasi korelasi skor tes dengan skor kriteria. Berdasarkan analisis ini maka validitas
kriteria dapat dilihat dari validitas prediktif dan validitas kongkuren.

Validitas prediktif merujuk pada daya prediksi suatu instrumen. Prediksi menunjukkan
bahwa kriteria penilaian diperoleh pada masa yang akan datang. Sebagai contoh, misalnya: tes
psikologis bagi calon-calon siswa SMK. Tes ini dikatakan memiliki validitas prediktif yang
tinggi apabila calon siswa yang mendapat nilai tinggi ternyata juga memiliki prestasi akademik
yang tinggi selama belajar di SMK. Dengan kata lain, instrumen yang memiliki validitas prediksi
dapat digunakan untuk memprediksi keberhasilan akademik siswa. Koefisien korelasi antara skor
tes dan skor kriteria merupakan indikator yang menunjuk pada saling hubung antara skor tes
dengan skor kriteria. Dengan demikian, jika tes telah teruji validitasnya maka tes tersebut akan
memiliki fungsi prediktif yang sangat berguna bagi peserta tes.

Validitas kongkuren atau validitas yang ada sekarang (concurrent validity) merupakan
validitas yang selalu dikaitkan dengan kritreria yang ada dan dapat diperoleh dalam waktu yang
bersamaan. Validitas kongkuren menjadi sangat penting artinya untuk keperluan diagnostik.
Koefisien korelasi antara skor tes dan skor kriteria menunjukkan sejauhmana kesesuaian antara
hasil ukur tes dengan hasil ukur tes lain yang sudah teruji kualitasnya. Perbedaannya dengan
validitas prediktif adalah tersedianya kriteria, dimana pada validitas prediktif kriteria eksternal
diperoleh setelah tes sedangkan pada validitas kongkuren kriteria eksternal diperoleh dalam
waktu yang bersamaan.

2. Reliabel

Ciri kedua dari tes hasil belajar yang baik adalah bahwa tes hasil belajar tersebut telah
memiliki reabilitas atau bersifat reabel. Kata “Reliabilitas” serin diterjemahkan dengan keajegan
7
(stability) atau kemantapan (consistency). Apabila istilah tersebut dikaitkan dengan fungsi tes
sebagai alat pengukur mengenai keberhasilan belajar peseera didik, maka sebuah tes hasil belajar
dapat dinyatakan reliabel (reliable) apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan
menggunakan tes tersebut secara berulang kali terhadap subjek yang sama, senantiasa
menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg dan stabil. Dengan demikian suatu ujian
dikatakan telah memiliki reliabilitas (daya keajegan mengukur).

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa perinsip reliabilitas akan menyangkut pertanyaan :
“seberapa jauhkah pengukuran yang dilakukan secara berulangkali terhadap subjek atau
kelompok subjek yang sama, memberikan hasil-hasil yang relatif tidak mengalami perubahan”.
Bila hasil-hasil yang diperoleh selalu sma (setidaknya mendekati sama), maka dapat dikatakan
bahwa alat pengukur berupa tes tersebut telah memiliki reliabilitas yang tinggi jadi prinsip
reliabilitas menghendaki adanya keajegan dari hasil pengukuran yang berulang-ulang terhadap
seorang subjek atau sekelompok subjek yang sama, dengan catatan bahwa subjek yang diukur itu
tidak mengalami perubahan.

Validitas dan reliabilitas merupakan persyaratan utama dalam kualitas instrumen. Instrumen
yang teruji validitasnya biasanya memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi. Namun, instrumen
yang reliabel belum menjamin bahwa instrument tersebut valid. Oleh karena itu, meskipun suatu
instrumen berdasarkan analisis dikatakan valid, tapi perlu dilakukan analisis tingkat
reliabilitasnya.

Pengujian Reliabilitas

Analisis interpretasi reliabilitas suatu instrumen dapat dilakukan melalui berbagai cara.
Sebagai contoh, suatu instrumen dikatakan reliabel jika skor amatan memiliki korelasi tinggi
dengan skor sebenarnya. Kuadrat koefisien korelasi antara skor amatan dan skor sebenarnya
dinyatakan sebagai koefisien reliabilitas. Reliabilitas dapat juga dinyatakan sebagai koefisien
korelasi antaraskor amatan dua instrumen yang parallel. Jika dua buah instrumen yang parallel
diberikan kepada kelompok yang sama, kemudian skor amatan kedua instrument tersebut
dikorelasikan, koefisien korelasi tersebut dinamakan sebagai koefisien reliabilitas. Dalam banyak
kasus adalah sangat sulit mendapatkan skor amatan yang sebenarnya dan juga sangat sulit
membuat dua instrumen yang betul-betul parallel. Oleh karena itu, reliabilitas perlu ditaksir
dengan metode-metode tertentu.

Pengujian reliabilitas suatu instrumen dapat dikerjakan secara internal dan eksternal.
Pengujian reliabilitas secara internal (internal consistency) berkaitan dengan analisis konsistensi
butir-butir yang ada dalam instrumen. Pengujian reliabilitas secara eksternal dapat dilakukan
melalui analisis tes ulang (test retest) berkaitan dengan stabilitas tes (stability), tes paralel
(parallel test). Dengan ketiga metode tersebut, yaitu metode tes ulang, tes parallel dan
konsistensi internal, akan menghasilkan taksiran koefisien reliabilitas yang berbeda. Koefisien
8
reliabilitas yang sebenarnya adalah sulit untuk dapat diamati sehingga yang diperoleh hanyalah
koefisien reliabilitas taksiran.

a) Metode Tes Ulang (Test-Retest)

Pengujian reliabilitas dengan metode tes ulang adalah menganalisis tingkat reliabilitas
sebuah intrumen yang digunakan berulang (2 kali) dalam waktu yang berbeda untuk responden
yang sama dan dalam kondisi yang relative sama. Perhitungan koefisien reliabilitas dilakukan
dengan cara mengkorelasikan sekor hasil tes yang pertama dengan sekor hasil tes yang kedua.
Jika hasilnya positif dan signifikan maka dikatakan instrumen tersebut reliabel. Metode ini
tampaknya sederhana, namun memiliki beberapa kelemahan di antaranya:

1. Sangat besar kemungkinannya para responden masih ingat dengan materi soal tes
yang pertama (carry-over effect) sehingga akan mengulang kembali jawaban yang
pernah diberikan pada tes kedua. Untuk itu selang waktu tes pertama dan kedua perlu
diperhatikan.

2. Kemungkinan terjadinya perbedaan kesiapan responden pada saat pengukuran


pertama dibandingkan dengan pengukuran kedua.

b) Tes Paralel (Parallel Test)

Pengujian reliabilitas dengan cara tes paralel adalah menganalisis reliabilitas dua buah
instrumen yang secara teoritis diasumsikan paralel diujikan pada respoden yang sama dengan
waktu yang sama pula. Perhitungan koefisien reliabilitasnya adalah dengan cara
mengkorelasikan sekor hasil tes kedua instrumen tersebut. Jika hasilnya positif dan signifikan
maka dikatakan bahwa instrumen tersebut reliabel. Namun demikian, untuk membuat dua buah
instrumen yang betul-betul parallel memang tidak mungkin.

c) Metode Konsistensi Internal

Selain dengan cara-cara di atas, pengujian reliabilitas dapat dilakukan dengan cara yang
lebih efisien yaitu dengan cara: instrumen diujikan sekali saja untuk kemudian dilakukan analisis
reliabilitas dengan menggunakan teknik-teknik tertentu. Cara seperti ini bisaa disebut dengan
istilah internal consistency. Metode ini tidak cocok jika tes tidak dapat dibagi dua menjadi butir-
butir yang parallel atau jika tes tidak memiliki butir-butir independent yang dapat dipisahkan.

Ada tiga cara yang bisaa digunakan untuk membagi suatu tes menjadi dua bagian, yaitu:
metode ganjil genap, maksudnya, mengelompokkan butir-butir bernomor ganjil menjadi satu
kelompok pertama dan butir-butir bernomor genap menjadi kelompok yang kedua; metode belah
dua dengan nomor urut, maksudnya semua butir dibagi menjadi dua kelompok, misalnya ada 40

9
butir, kelompok pertama terdiri dari butir nomor 1 sampai dengan 20 dan kelompok kedua butir
nomor 21 sampai dengan 40; dan metode matched random subset.

3. Obyektif

Ciri ketiga dari tes hasil belajar yang baik adalah bahwa tes hasil belajar tersebut bersifat
obyektif. Dalam hubungan ini sebuah tes hasil belajar dikatakan sebagai tes hasil belajar yang
obyektif, apabila tes tersebut disusun dan dilaksanakan “menurut apa adanya”, ditinjau dari segi
isi atau materi tesnya, maka istilah “apa adanya” itu mengandung pengertian bahwa materi tes
tersebut diambilkan atau bersumber dari materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan sesuai
atau sejalan dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditentukan. Dilihat dari segi
pemberian skor dan penetuan nilai hasil tesnya, maka dengan istilah “apa adanya” terkandung
pengertian bahwa pekerjaan koreksi, pemberian skor dam penentuan nilai terhindar dari unsure-
unsur subyektifitas yang melekat pada diri penyusun tes. Sebagai tester kita harus bisa
menghindari sejauh mungkin kemungkinan – kemungkinan munculnya “hallo effect”. Misalnya
kita memberikan nilai tinggi pada jawaban yang tulisannnya baik, dan nilai rendah pada jawaban
soal yang tulisannya jelek, padahal jawaban tesebut sama, hal tersebut harus disingkirkan jauh-
jauh sehingga tes hasil belajar tersebut menghasilkan nila-nilai yang obyektif.

4. Praktis

Tes hasil belajar yang baik adalah, bahwa tes hasil belajar tersebut bersifat praktis
(practicability) dan ekonomis. Bersifat praktis mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar
tersebut dapat dilaksanakan dengan mudah, karena tes itu: (a). Bersifat sederhana, dalam arti
tidak memerlukan alat yang banyak atau peralatan yang sulit pengadaanya; (b). Lengkap, dalam
arti bahwa tes tersebut telah dilengkapi dengan petunjuk mengenai cara mengerjakanya, kunci
jawabanya dan pedoman scoring serta penentuan nilainya. Bersifat ekonomis mengandung
pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut tidak memakan waktu yang panjang dan tidak
memerlukan tenaga serta biaya yang banyak.

C. Teknik Penyusunan Perangkat Tes

Tes adalah cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur yang (yang perlu di tempuh)
dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan. Menurut BSNP ada hal yang perlu
diperhatikan dalam penilaian hasil belajar peserta didik antara lain:

1. Penilaian ditujukan untuk mengukur pencapaian kompetensi

2. Penilaian menggunakan acuan kriteria yakni berdasarkan pencapaian kompetensi peserta


didik setelah mengikuti proses pembelajaran

10
3. Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi.

4. Penilaian dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan.

5. Hasil penilaian ditindaklanjuti dengan program remedial bagi peserta didik yang
pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan dan program pengayaan bagi
peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.

6. Penilaian harus sesuai dengan kegiatan pembelajaran

Tes dibuat dengan langkah-langkah berikut, yaitu: menentukan tujuan tes/soal, penentuan
jenis dan bentuk soal, menyusun kisi-kisi, penulisan butir soal, pemantapan butir atau validasi
soal dan kunci jawaban dan merakit soal menjadi perangkat tes.

Bentuk-Bentuk Tes Hasil Belajar dan Teknik Penyusunannya, yaitu:

a. Tes hasil belajar bentuk uraian

Tes uraian adalah butiran soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau
pengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes secara
naratif. Ciri khas tes uraian ialah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh orang
yang mengkontruksi butir soal, tetapi disusun oleh peserta tes. Karakteristiknya sebagai berikut:

1) tes tersebut berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban berupa uraian
atau paparan kalimat yang pada umumnya cukup panjang.

2) bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada peserta tes untuk
memberikan penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan dan
sebagainya.

3) jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima sampai dengan
sepuluh butir.

4) pada umumnya butir-butir soal tes uraian itu diawali dengankata-kata: "Jelaskan......",
"Terangkan...", "Uraikan...", "Mengapa...", "Bagaimana..."atau kata-kata lain yang serupa
dengan itu.

Kelebihan tes berbentuk uraian:

1) tes uraian dapat dengan baik mengukur hasil belajar yang kompleks,

11
2) tes bentuk uraian terutama menekankan kepada pengukuran kemampuan
mengintegrasikan berbagi buah pikiran dan sumber informasi kedalam suatu pola berpikir
tertentu, yang disertai dengan keterampilan pemecahan masalah,

3) bentuk tes uraian lebih meningkatkan motivasi peserta didik untuk melahirkan
kepribadiannya dan watak sendiri,

4) kelebihan lain tes uraian ialah memudahkan guru untuk menyusun butir soal,

5) tes uraian sangat menekankan kemampuan menulis.

Kelemahan tes uraian:

1) tes uraian pada umumnya kurang dapat menampung atau mencakup dan mewakili isi dan
luasnya materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan kepada testee, yang seharusnya
diujikan dalam tes hasil belajar,

2) cara mengoreksi jawaban soal tes uraian cukup sulit,

3) dalam pemberian skor hasil tes uraian, terdapat kecenderungan bahwa pemberi tes (guru)
lebih banyak bersifat subyektif,

4) pekerjaan koreksi terhadap lembar-lembar jawaban hasil tes uraian sulit untuk diserahkan
kepada orang lain,

5) daya ketepatan mengukur (validitas) dan daya keajegan mengukur (reliabilitas) yang
dimiliki oleh tes uraian pada umumnya rendah sehingga kurang dapat diandalkan sebagai
alat pengukur hasil belajar yang baik.

Kriteria penskoran tes esai secara analitik:

1) relevansi isi dan jawaban peserta tes dengan jawaban yang diharapkan,

2) kecukupan isi jawaban peserta tes tentang masalah yang ditanyakan,

3) kerapian dan kejelasan penyusunan isi jawaban peserta tes,

4) lain-lain yang perlu dan relevan dengan bidang kajian dan titik berat sasaran tes (dengan
uraian dan rinciannya), misalnya penggunaan bahasa yang lugas dan mudah dimengerti.

12
b. Tes hasil belajar bentuk objektif

Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal ini
memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari tes bentuk esai (uraian).

Kelebihan tes objektif yaitu mengandung lebih banyak segi-segi yang positif, misalnya lebih
representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat dihindari campur tangannya
unsur-unsur subjektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksa, lebih mudah dan
cepat cara memeriksa, pemeriksaan dapat diserahkan kepada orang lain, dan dalam pemeriksaan
tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi.

Kelemahan tes objektif persiapan untuk menyusun jauh lebih sulit daripada tes esai, soal
cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan kembali saja, banyak
kesempatan untuk menebak jawaban, kesempatan “kerja sama” antarsiswa pada waktu
mengerjakan lebih terbuka.

Macam-macam tes objektif sebagai berikut ini.

1. Tes Benar salah (true-false)

Petunjuk penyusunan:

a) tulislah huruf b-s pada permulaan masing-masing item dengan maksud untuk
mempermudah mengerjakan dan menilai (scoring),

b) usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab b sama dengan butir soal yang harus
dijawab s. dalam hal ini hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur misalnya: b-s-b. s-
b-s atau ss-bb-ss-bb-ss.

c) hindari item yang masih bisa diperdebatkan: contoh: b-s. kekayaan lebih penting daripada
kepandaian,

d) hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku.

e) hindarilah kata-kata yang menunjukkan kecenderungan memberi saran seperti yang


dikehendaki oleh item yang bersangkutan, misalnya: semuanya, tidak selalu, tidak
pernah, dan sebagainya.

2. Tes pilihan ganda (multiple choice test)

Multiple choice test terdiri atas bagian keterangan (stem) dan bagian kemungkinan jawaban
atau alternatif (options). Kemungkinan jawaban (option) terdiri atas satu jawaban yang benar
yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distractor). Pada dasarnya, soal bentuk pilihan
13
ganda ini adalah soal bentuk benar-salah juga, tetapi dalam bentuk jamak. Peserta tes diminta
membenarkan atau menyalahkan setiap stem dengan tiap pilihan jawaban. Kemungkinan
jawaban itu biasanya sebanyak tiga atau empat buah.

3. Menjodohkan (matching test)

Matching test dapat kita ganti dengan istilah mempertandingkan, mencocokkan,


memasangkan, atau menjodohkan. Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri
jawaban.

Petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes bentuk matching ialah:

a) seri pertanyaan-pertanyaan dalam matching test hendaknya tidak lebih dari sepuluh
soal(item),

b) jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak daripada jumlah soalnya (lebih
kurang 1 1/2 kali),

c) antara item-item yang tergabung dalam satu seri matching test harus merupakan
pengertian-pengertian yang benar-benar homogen.

4. Tes isian (completion test)

Completion test terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan.
Petunjuk penyusunan:

a) perlu selalu diingat bahwa kita tidak dapat merencanakan lebih dari satu jawaban yang
kelihatan logis,

b) jangan mengutip kalimat/pernyataan yang tertera pada buku/ catatan,

c) diusahakan semua tempat kosong hendaknya sama panjang,

d) diusahakan hendaknya setiap pernyataan jangan mempunyai lebih dari satu tempat
kosong,

e) jangan mulai dengan tempat kosong.

Matondang (2009) menyatakan kelemahan tes esai adalah memerlukan banyak waktu dalam
penilaian dan sampling yang diukur terbatas.

Pada umumnya, guru seyogianya menggunakan dua macam bentuk tes, yaitu 3 bagian untuk
tes objektif, dan 1 bagian untuk tes uraian.

14
Pembuatan tabel spesifikasi soal sebagai salah satu upaya dalam mengatasi kelemahan tes
obyektif. Tabel spesifikasi yang juga dikenal dengan istilah kisi-kisi soal adalah sebuah tabel
analisis yang di dalamnya dimuat rincian materi tes dan tingkah laku beserta proporsi yang
dikehendaki oleh pemberi tes (guru), di mana pada tiap petak (sel) dari tabel tersebut diisi
dengan angka-angka yang menunjukkan banyaknya butir soal yang akan dikeluarkan dalam tes
hasil belajar bentuk obyektif. Tabel spesifikasi diantaranya terdiri dari: bagian-bagian dari materi
pelajaran yang akan diukur (diteskan), taraf kompetensi yang akan diungkap, banyaknya butir
soal untuk masing-masing bagian dan keseluruhan tes, dan taraf kesukaran masing-masing soal
dan sebagainya.

D. Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar

Dalam praktek, pelaksanaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes
tertulis), dengan secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan.

1. Teknik Pelaksanaan Tes Tertulis

Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu :

a) tempat berlangsungnya tes dipilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara hiruk
pikuk dan lalu lalangnya orang,

b) ruangan tes harus cukup longgar, tidak berdesak-desakan, tempat duduk diatur dengan
jarak tertentu,

c) ruangan tes sebaiknya memiliki system pencahayaan dan pertukaran udara yang baik.

d) tersedia meja tulis atau kursi yang memiliki alas tempat penulis,

e) agar peserta tes dapat memulai mengerjakan soal tes secara bersamaan, hendaknya
lembar soal-soal tes diletakkan secara terbalik.

f) dalam mengawasi jalannya tes, pengawas hendaknya berlaku wajar.

g) sudah ditentukan lebih dahulu sanksi yang dapat dikenakan kepada peserta tes yang
berbuat curang.

h) sebagai bukti mengikuti tes, harus disiapkan daftar hadir yang harus ditandatangani oleh
seluruh peserta tes.

i) jika waktu yang ditentukan telah habis, hendaknya peserta tes diminta untuk
menghentikan pekerjaannya dan secepatnya meninggalkan ruangan tes.

15
j) untuk mencegah timbulnya berbagai kesulitan di kemudian hari, pada Berita Acara
Pelaksanaan Tes harus dituliskan secara lengkap

2. Teknik Pelaksanaan Tes Lisan

Beberapa petunjuk praktis yang dapat dipergunakan sebagai pegangan dalam pelaksanaan
tes lisan, yaitu:

a) pemberi tes (guru) sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan diajukan
kepada peserta tes.

b) setiap butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan dalam tes lisan itu, juga harus
disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya.

c) jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh peserta tes
menjalani tes lisan.

d) tes hasil belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang
atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi.

e) menegakkan prinsip obyektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang dilaksanakan
secara lisan itu (simpati atau member kode tertentu).

f) tes lisan harus berlangsung secara wajar.

g) pemberi tes (guru) mempunyai pedoman atau ancar-ancar yang pasti.

h) pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes lisan hendaknya dibuat bervariasi.

i) sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secara individual (satu
demi satu).

3. Teknik Pelaksanaan Tes Perbuatan

Tes perbuatan pada umumnya digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat
keterampilan (psiko-motorik), di mana penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian
tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh peserta tes setelah melaksanakan tugas tersebut.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemberi tes (guru):

a) pemberi tes (guru) harus mengamati dengan secara teliti, cara yang ditempuh oleh peserta
tes dalam menyelesaikan tugas.

16
b) untuk mencapai obyektivitas setinggi mungkin, pemberi tes (guru) jangan berbicara atau
berbuat sesuatu yang dapat mempengaruhi peserta tes.

c) pemberi tes (guru) hendaknya menyiapkan instrumen berupa lembar penilaian yang di
dalamnya telah ditentukan hal apa sajakah yang harus diamati dan diberikan penilaian.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tes merupakan alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan
penilaian. Tes hasil Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses
pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai
memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan. Dalam menyusun dan melaksanakan tes
hasil belajar agar nantinya sesuai dengan apa yang jita inginkan maka dalam proses
penyusunannya kita harus memperhatikan ciri-cri tes hasil belajar yang baik.

Ada empat cirri-ciri tes hasil belajar yang baik yaitu yang pertama tes hasil belajar harus
bersifat valid atau memiliki validitas, yang kedua yaitu tes hasil belajar harus memiliki sifat
reliable (stability atau consisten), yang ketiga yaitu tes hasil belajar harus memiliki sifat obyektif,
yang keempat yaitu tes hasil belajar harus memiliki sifat praktis. Peran utama guru dalam
penilaian dan pembuatan tes sangat penting mengetahui hal ini karena nantinya akan
berpengaruh terhadap kualitas penilaian yang dilaksanakn guru terhadap hasil belajar peserta
didik.

B. Saran

Makalah ini masih memiliki kekurangan olehnya itu kritik yang sifatnya membangun sangat
kami harapkan.

18
Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi (2003). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

BSNP (2007). Pengembangan Silabus Pembelajaran dalam KTSP. Jakarta: BSNP

Matondang, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Medan: Universitas Negeri Medan

Sudijono, Anas. 1996. Evaluasi pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Yus, Anita. 2006. Penilaian Portofolio Untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional

19

Anda mungkin juga menyukai