Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam saya haturkan kehadirat ALLAH yang maha pengasih
lagi maha penyayang yang telah memberikan saya ni’mat kesehatan jasmani dan rohani,
sehingga saya dapat menjalankan tugas yang telah diberikan kepada kami.

Selanjutnya pemakalah mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada


semua pihak, khususnya Bapak Dosen yang telah membimbing dan mengarahkan saya,
dan juga kepada rekan-rekan, karena dengan dorongan dan partisipasinya makalah ini
diselesaikan, Dalam makalah ini, kami membahas tentang “ Otonomi Pendidikan ”.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi atau cara penulisanya, namun demikian, pemakalah telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang sangat terbatas, sehingga
dapat selesai dengan baik, dan dengan kerendahan hati serta tangan terbuka saya
menerima masukan, saran dan usul guna menyempurnakan makalah ini.

Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat.

Tanjunganom, 14 Maret 2016

Penyusun

1
Daftar Isi
BAB I ............................................................................................................................................ 2
PENDAHULUAN......................................................................................................................... 2
A. Latar Belakang .................................................................................................................. 2
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 3
BAB II ........................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 3
A. Pengertian Otonomi Pendidikan ........................................................................................ 3
B. Urgensi Otonomi Pndidikan .............................................................................................. 4
C. Dampak Otonomi Pendidikan ........................................................................................... 6
D. Permasalahan Dalam Otonomi Pendidikan ....................................................................... 7
BAB III.......................................................................................................................................... 9
PENUTUP ..................................................................................................................................... 9
Kesimpulan ............................................................................................................................... 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otonomi pendidikan sebagai konsekuensi dan hasil reformasi telah menjadi
komitmen politik sejak otonomi daerah diberlakukan. Pada saat mulai
dilangsungkannya otonomi pendidikan tahun 2000 dengan diundangkannya UU
Nomor:22 tahun 1999 dan UU Nomor:32 tahun 2004, daerah memiliki kewenangan

2
luas dan mendalam untuk mengelola pendidikannya, mulai dari pendidikan pra sekolah
sampai pendidikan menengah. Semua pihak tanpa kecuali, utamanya pemerintah dan
masyarakat di daerah harus mendukung, melaksanakan, dan pendidikan yang
berotonomi harus disukseskan.

Otonomi pendidikan memang diyakini sebagai modal dasar untuk


terselenggaranya pendidikan berkualitas. Otonomi pendidikan juga diyakini dapat
menghadapi tantangan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Melalui otonomi
pendidikan akan terbangun sistem pendidikan yang kokoh di daerah; demokratisasi
pendidikan berjalan dengan partisipasi nyata dan luas dari masyarakat, memupuk
kemandirian, mempercepat pelayanan, dan potensi sumberdaya lokal di daerah dapat
didayagunakan secara optimal untuk suatu kemajuan pendidikan.

Dalam menghadapi tantangan dunia pendidikan, otonomi pendidikan menjadi


jawaban dalam rangka meminimalisir -atau menghilangkan- tantangan dunia pendidikan
yang dihadapi serta sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
kami akan membahas mengenai otonomi pendidikan yang termuat dalam
rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa maksud Otonomi Pendidikan?


2. Apa Urgensi Otonomi Pendidikan?
3. Dan apa Dampak dari Otonomi Pendidikan?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Otonomi Pendidikan


Otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti “sendiri” dan nomos
yang berarti “hukum” atau “atauran”. Sedangkan menurut Ateng Syafrudin mengatakan

3
bahwa istilah otonomi mempunyai makna kebebasan dan kemandirian, tetapi bukan
kemerdekaan1

Sedangkan Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan


Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bab IV tentang Hak dan
Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah. Pada bagian ketiga
Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak
berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program
pendidikan”, pasal 9: “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya
dalam penyelenggaraan pendidikan”. Begitu juga pada bagian keempat Hak dan
Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pasal 11 ayat (2): “Pemerintah dan
Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan
bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun”2

B. Urgensi Otonomi Pndidikan


Pelimpahan wewenang kepada daerah membawa konsekuensi terhadap
pembiayaan guna mendukung proses desentralisasi sebagaimana termuat dalam pasal 12
ayat 1 UU No 32 tahun 2004 bahwa urusan pemerintahan yang diserahkan daerah
disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian
sesuai dengan urusan yang disentralisasikan.

Sejalan dengan arah kebijakan otonomi dan desentralisasi yang ditempuh oleh
pemerintah, tanggung jawab pemeritah daerah akan meningkat dan semakin luas,
termasuk dalam menejemen pendidikan. Pemerintah daerah di harapkan untuk
senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam berbagai tahap pembangunan
pendidikan, mulai dari tahap perumusan kebijakan daerah, perencanaan, pelaksanaan,
sampai pemantauan dan monitoring di daerah masing-masing sejalan dengan kebijakan
pendidikan nasional yang digariskan pemerintah3.

1
Hasbullah, Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah Dan Implikasinya Terhadap
Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) h. 7
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
3
Hasbullah, Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah Dan Implikasinya Terhadap
Penyelenggaraan Pendidikan, h.18

4
dalam Undang-Undang Sisdiknas yang disahkan tanggal 11 Juni 2003, terdapat
paling kurang sembilan belas pasal yang menggandengkan kata pemerintah dan
pemerintah daerah, yang konotasinya adalah berbagai kebijakan dalam pembangunan
pendidikan hendaknya selalu mengawinkan kepentingan nasional dan kepentingan lokal
(daerah), sehingga kualitas pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing
peserta didik, dilaksanakan secara efisien dan efektif. Mulai dari hak dan kewajiban
pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang
berkualitas, sampai kepada hak regulasi dalam mengatur sistem pendidikan nasional.
Secara singkat dapat disebutkan, misalnya dalam Undang-Undang Sisdiknas
Pasal 10 disebutkan: “Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengawasi
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.” Pada Pasal 34 ayat (2) disebutkan: “Pemerintah dan pemerintah daerah
menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya.” Pada Pasal 44 ayat (1) disebutkan: “Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.” Ayat (3)
pasal tersebut berbunyi: “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membantu
pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang
diselenggarkan oleh masyarakat.” Selanjutnya pada Pasal 49 ayat (1) disebutkan: “Dana
pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal
20 persen dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD.” Ayat
(4) berbunyi: “Dana pendidikan dari pemerintah kepada pemerintah
provinsi/kabupaten/kota diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku4.

Otonomi pendidikan merupakan suatu keharusan. Hamijoyo (dalam Sufyarma


M.) mengemukakan perlunya otonomi pendidikan dilaksanan dengan alasan-alasan
berikut: (1) wilayah Indonesia yang secara geografis sangat luas dan beraneka ragam,
(2) aneka ragam golongan dan lingkungan sosial, budya, agama, ras dan etnik serta
bahasa, disebabkan antara lain oleh perbedaan sejarah perkembangan penduduk dengan

4
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

5
segala aspek kehidupannya, (3) besarnya jumlah dan banyaknya jenis populasi
pendidikan yang tumbuh sesuai dengan perkembangan ekonomi, iptek, perdagangan,
dan sosial budaya, (4) perbedaan lingkungan suasana yang mungkin saja menimbulkan
asspirasi dan gaya hidup yang berbeda antara wilayah satu dan lainnya, dan (5)
perkembangan sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang cepat dan dinamis menuntut
penanganan segala persoalan secara cepat dan dinamis pula.5

C. Dampak Otonomi Pendidikan


Otonomi pendidikan bukan berarti diberikan kebebaskan yang sebebas-
bebasnya tanpa ada lagi kontrol dari pemerintah pusat. Untuk itu perlu dibangun
komunikasi yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan lembaga
penyelenggara pendidikan agar regulasi otonomi pendidikan ini berjalan dengan baik
dan dampak yang timbulkan dari penerapan regulasi tersebut dapat diarahkan sebagai
pola evalusi dan kinerja yang secara bersama dan komprehensip. Otonomi pendidikan
yang telah diberlakukan selama ini telah membawa dampak sebagai berikut :

1. Bagi sekolah-sekolah negeri saling lempar tanggung jawab antara pemerintah


pusat dan pemerintah daerah membawa dampak makin tidak tertanganinya
kekurangan guru dan kerusakan gedung-gedung sekolah
2. Begitu juga, sekolah-sekolah swasta saling lempar tanggung jawab antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah membawa dampak makin liarnya
sekolah-sekolah swasta dalam melakukan pungutan biaya sekolah, sehingga
makin liar menarik iuran ini itu untuk menjalankan pendidikannya
3. Kurangnya SDM profesional bagi daerah yang masih miskin
4. Fanatisme daerah yang melarang tenaga (SDM) dari daerah lain untuk bekerja di
daerahnya dengan alasan mendahulukan putra daerah
5. Sekolah bersifat otoriter dan menutup diri dari masukan yang berasal dari pusat
atau dari daerah lain
6. Dana pendidikan dari APBD belum memadai sehingga menghambat pendidikan
di daerah
7. Belum rampungnya kurikulum muatan lokal yang akan diterapkan

5
Sufyarma M., Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cet. ke-2, (Bandung: Alfabeta CV, 2004).Hal 70

6
8. Kebijakan pemerintah yang belum satu persepsi dengan kebutuhan masyarakat
yang menyebabkan stagnanisasi penyelenggaraan pendidikan6.

D. Permasalahan Dalam Otonomi Pendidikan


Ketika sistem desentralisasi dalam Otonomi Daerah ditetapkan ternyata masih
banyak daerah yang tidak atau belum siap untuk menerima kewenangan, termasuk
menjalankan kewenangan bidang pendidikan ini. Hal tersebut bukan membawa
perbaikan tetapi justru membuat daerah menjadi tidak terberdayakan dengan baik dan
akhirnya justru timbul kebijakan yang terkesan ”asal-asalan” dan tidak memihak pada
masyarakat. Alasan yang sering terdengar yang digunakan oleh daerah tersebut,
diantaranya:

a) Sumber Daya Manusia belum memadai. Terdapat daerah tertentu yang kulitas
dan kuantitas SDM-nya belum dapat dengan baik memahami, menganalisis,
serta mengaplikasikan konsep desentralisasi pendidikan ini.
b) Sarana dan prasarana belum tersedia secara cukup dan memadai. Hal ini
berhubungan erat dengan ketersediaan dana yang ada di setiap daerah. Selama
ini, mungkin daerah-daerah tertentu asyik dan terlena dengan sistem dropping
yang diterapkan pemerintah pusat.
c) Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) mereka sangat rendah. Beberapa
daerah yang selama ini kita kenal dengan daerah tertinggal, merasa berkeberatan
untuk langsung menerima beban kewenangan kebijakan desentralisasi
pendidikan ini.
d) Secara psikologis, mental mereka belum siap menghadapi sebuah perubahan.
Ketakutan akan masa depan yang diakibatkan oleh perubahan yang terjadi,
membuat mereka tidak siap secara mental menghadapi perubahan tersebut
e) Mereka juga gamang atau takut terhadap upaya pembaruan. Pembaruan dalam
bidang pendidikan saat ini kita kenal dengan sebutan pembaruan kurikulum.
Setiap kali terjadi pembaruan kurikulum, para guru kembali disibukkan dengan
berbagai kegiatan, seperti penataran, uji coba model, sosialisasi kurikulum, dan

6
https://www.academia.edu/7074793/Inovasi_Pendidikan_-_Kebijakan_Otonomi_Pendidikan

7
sebagainya. Semua itu ditangkap sebagia sebuah ’malapetaka’ atau setidaknya
menjadi beban yang cukup berap bagi mereka7

7
H.A.R. Tilaar. Membenahi Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 20

8
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti “sendiri” dan nomos
yang berarti “hukum” atau “atauran”. Sedangkan menurut Ateng Syafrudin mengatakan
bahwa istilah otonomi mempunyai makna kebebasan dan kemandirian, tetapi bukan
kemerdekaan

Otonomi pendidikan yang telah diberlakukan selama ini telah membawa dampak
sebagai berikut :

9. Bagi sekolah-sekolah negeri saling lempar tanggung jawab antara pemerintah


pusat dan pemerintah daerah membawa dampak makin tidak tertanganinya
kekurangan guru dan kerusakan gedung-gedung sekolah
10. Begitu juga, sekolah-sekolah swasta saling lempar tanggung jawab antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah membawa dampak makin liarnya
sekolah-sekolah swasta dalam melakukan pungutan biaya sekolah, sehingga
makin liar menarik iuran ini itu untuk menjalankan pendidikannya
11. Kurangnya SDM profesional bagi daerah yang masih miskin
12. Fanatisme daerah yang melarang tenaga (SDM) dari daerah lain untuk bekerja di
daerahnya dengan alasan mendahulukan putra daerah
13. Sekolah bersifat otoriter dan menutup diri dari masukan yang berasal dari pusat
atau dari daerah lain
14. Dana pendidikan dari APBD belum memadai sehingga menghambat pendidikan
di daerah
15. Belum rampungnya kurikulum muatan lokal yang akan diterapkan

Kebijakan pemerintah yang belum satu persepsi dengan kebutuhan masyarakat


yang menyebabkan stagnanisasi penyelenggaraan pendidikan

9
Daftar Pustaka

H.A.R. Tilaar. Membenahi Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2002,


hlm. 20
https://www.academia.edu/7074793/Inovasi_Pendidikan Kebijakan Otonomi
Pendidikan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS


Sufyarma M., Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cet. ke-2, (Bandung:
Alfabeta CV, 2004).Hal 70

10

Anda mungkin juga menyukai