Otonomi Pendidikan
Otonomi Pendidikan
Rasa syukur yang dalam saya haturkan kehadirat ALLAH yang maha pengasih
lagi maha penyayang yang telah memberikan saya ni’mat kesehatan jasmani dan rohani,
sehingga saya dapat menjalankan tugas yang telah diberikan kepada kami.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi atau cara penulisanya, namun demikian, pemakalah telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang sangat terbatas, sehingga
dapat selesai dengan baik, dan dengan kerendahan hati serta tangan terbuka saya
menerima masukan, saran dan usul guna menyempurnakan makalah ini.
Penyusun
1
Daftar Isi
BAB I ............................................................................................................................................ 2
PENDAHULUAN......................................................................................................................... 2
A. Latar Belakang .................................................................................................................. 2
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 3
BAB II ........................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 3
A. Pengertian Otonomi Pendidikan ........................................................................................ 3
B. Urgensi Otonomi Pndidikan .............................................................................................. 4
C. Dampak Otonomi Pendidikan ........................................................................................... 6
D. Permasalahan Dalam Otonomi Pendidikan ....................................................................... 7
BAB III.......................................................................................................................................... 9
PENUTUP ..................................................................................................................................... 9
Kesimpulan ............................................................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otonomi pendidikan sebagai konsekuensi dan hasil reformasi telah menjadi
komitmen politik sejak otonomi daerah diberlakukan. Pada saat mulai
dilangsungkannya otonomi pendidikan tahun 2000 dengan diundangkannya UU
Nomor:22 tahun 1999 dan UU Nomor:32 tahun 2004, daerah memiliki kewenangan
2
luas dan mendalam untuk mengelola pendidikannya, mulai dari pendidikan pra sekolah
sampai pendidikan menengah. Semua pihak tanpa kecuali, utamanya pemerintah dan
masyarakat di daerah harus mendukung, melaksanakan, dan pendidikan yang
berotonomi harus disukseskan.
B. Rumusan Masalah
kami akan membahas mengenai otonomi pendidikan yang termuat dalam
rumusan masalah sebagai berikut:
BAB II
PEMBAHASAN
3
bahwa istilah otonomi mempunyai makna kebebasan dan kemandirian, tetapi bukan
kemerdekaan1
Sejalan dengan arah kebijakan otonomi dan desentralisasi yang ditempuh oleh
pemerintah, tanggung jawab pemeritah daerah akan meningkat dan semakin luas,
termasuk dalam menejemen pendidikan. Pemerintah daerah di harapkan untuk
senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam berbagai tahap pembangunan
pendidikan, mulai dari tahap perumusan kebijakan daerah, perencanaan, pelaksanaan,
sampai pemantauan dan monitoring di daerah masing-masing sejalan dengan kebijakan
pendidikan nasional yang digariskan pemerintah3.
1
Hasbullah, Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah Dan Implikasinya Terhadap
Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) h. 7
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
3
Hasbullah, Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah Dan Implikasinya Terhadap
Penyelenggaraan Pendidikan, h.18
4
dalam Undang-Undang Sisdiknas yang disahkan tanggal 11 Juni 2003, terdapat
paling kurang sembilan belas pasal yang menggandengkan kata pemerintah dan
pemerintah daerah, yang konotasinya adalah berbagai kebijakan dalam pembangunan
pendidikan hendaknya selalu mengawinkan kepentingan nasional dan kepentingan lokal
(daerah), sehingga kualitas pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing
peserta didik, dilaksanakan secara efisien dan efektif. Mulai dari hak dan kewajiban
pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang
berkualitas, sampai kepada hak regulasi dalam mengatur sistem pendidikan nasional.
Secara singkat dapat disebutkan, misalnya dalam Undang-Undang Sisdiknas
Pasal 10 disebutkan: “Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengawasi
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.” Pada Pasal 34 ayat (2) disebutkan: “Pemerintah dan pemerintah daerah
menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya.” Pada Pasal 44 ayat (1) disebutkan: “Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.” Ayat (3)
pasal tersebut berbunyi: “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membantu
pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang
diselenggarkan oleh masyarakat.” Selanjutnya pada Pasal 49 ayat (1) disebutkan: “Dana
pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal
20 persen dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 persen dari APBD.” Ayat
(4) berbunyi: “Dana pendidikan dari pemerintah kepada pemerintah
provinsi/kabupaten/kota diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku4.
4
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
5
segala aspek kehidupannya, (3) besarnya jumlah dan banyaknya jenis populasi
pendidikan yang tumbuh sesuai dengan perkembangan ekonomi, iptek, perdagangan,
dan sosial budaya, (4) perbedaan lingkungan suasana yang mungkin saja menimbulkan
asspirasi dan gaya hidup yang berbeda antara wilayah satu dan lainnya, dan (5)
perkembangan sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang cepat dan dinamis menuntut
penanganan segala persoalan secara cepat dan dinamis pula.5
5
Sufyarma M., Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Cet. ke-2, (Bandung: Alfabeta CV, 2004).Hal 70
6
8. Kebijakan pemerintah yang belum satu persepsi dengan kebutuhan masyarakat
yang menyebabkan stagnanisasi penyelenggaraan pendidikan6.
a) Sumber Daya Manusia belum memadai. Terdapat daerah tertentu yang kulitas
dan kuantitas SDM-nya belum dapat dengan baik memahami, menganalisis,
serta mengaplikasikan konsep desentralisasi pendidikan ini.
b) Sarana dan prasarana belum tersedia secara cukup dan memadai. Hal ini
berhubungan erat dengan ketersediaan dana yang ada di setiap daerah. Selama
ini, mungkin daerah-daerah tertentu asyik dan terlena dengan sistem dropping
yang diterapkan pemerintah pusat.
c) Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) mereka sangat rendah. Beberapa
daerah yang selama ini kita kenal dengan daerah tertinggal, merasa berkeberatan
untuk langsung menerima beban kewenangan kebijakan desentralisasi
pendidikan ini.
d) Secara psikologis, mental mereka belum siap menghadapi sebuah perubahan.
Ketakutan akan masa depan yang diakibatkan oleh perubahan yang terjadi,
membuat mereka tidak siap secara mental menghadapi perubahan tersebut
e) Mereka juga gamang atau takut terhadap upaya pembaruan. Pembaruan dalam
bidang pendidikan saat ini kita kenal dengan sebutan pembaruan kurikulum.
Setiap kali terjadi pembaruan kurikulum, para guru kembali disibukkan dengan
berbagai kegiatan, seperti penataran, uji coba model, sosialisasi kurikulum, dan
6
https://www.academia.edu/7074793/Inovasi_Pendidikan_-_Kebijakan_Otonomi_Pendidikan
7
sebagainya. Semua itu ditangkap sebagia sebuah ’malapetaka’ atau setidaknya
menjadi beban yang cukup berap bagi mereka7
7
H.A.R. Tilaar. Membenahi Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 20
8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti “sendiri” dan nomos
yang berarti “hukum” atau “atauran”. Sedangkan menurut Ateng Syafrudin mengatakan
bahwa istilah otonomi mempunyai makna kebebasan dan kemandirian, tetapi bukan
kemerdekaan
Otonomi pendidikan yang telah diberlakukan selama ini telah membawa dampak
sebagai berikut :
9
Daftar Pustaka
10