Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam typhoid atau yang juga dikenali dengan nama lain yaitu, Typhus abdominalis,
Typhoid fever atau Enteric fever merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih 1 minggu, gangguan pada pencernaan, dan
gangguan kesadaran. Penyakit infeksi dari Salmonela ialah segolongan penyakit infeksiyang
disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus Salmonella, biasanya
mengenai saluran pencernaan.(Hasan & Alatas, 1991, dikutip Sodikin, 2011: hal.240).

Dari berbagai macam penyakit infeksi bakteri yang ada di belahan dunia ini, demam typhoid
menjadi masalah besar di Negara-negara berkembang.Kebanyakan penyakit ini terjadi pada
penduduk Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika latin.

Dampak yang akan terjadi pada pasien penderita typhoid yang tidak segera ditangani
mengakibatkan keadaan yang semakin memburuk, didalam usus bisa terjadi pendarahan usus,
perforasi dan peritonitis, diluar usus mengakibatkan terjadinya lokalisasi peradangan akibat
sepsis (bakterimia), yaitu meningitis, kolestisiasis, ensefelopati.

Peran perawat yang lebih optimal sangat diharapkan dalam menangani pasien dengan
masalah typhoid. Diantaranya peran perawat dari aspek prefentif adalah pencegahan
terjadinya thypoid atapun penularan penyaklit typhoid dengan cara memelihara kebersihan
perorangan, pemberia vaksin atau imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut.
Peran perawat dari aspek kuratif adalah dengan cara memberikan perawatan secara maksimal
kepada pasien, menganjurkan kepada pasien atau keluarga yang menemani untuk menjaga
kebersihan, pemberian nutrisi yang sesuai dan adekuat, menganjurkan istirahat total atau titah
baring bila terjadi peningkatan suhu tubuh, serta menempatkan pasien di ruangan khusus,
atau isolasi. Peran perawat ditinjau dari aspek promotif yaitu dengan memberikan pendidikan
kesehatan atau penjelasan tentang penyakit terhadap klien atau keluarga tentang penyebab,
gejala, perawtan, pengobatan serta pencegahanannya. Dari aspek rehabilitatif peran perawat
yaitu dengan pemulihan keadaan pasien yang mengalami penyakit typhoid, seperti menjaga
kebersihan makanan dan minuman serta pengawasan makanan, jajanan yang bersih dari
orang tua yang ketat kepada anaknya.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui defenisi dari thypoid abdomenalis
2. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari thpoid abdomenalis khusus nya pada
anak
3. Untuk mengetahui proses patofisiologi dari thypoid
4. Menentukan tindakan perawat dan diagnosa perawat berhubungan dengan keluhan
dari pasien dengan thypoid abdomenalis
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. PENGERTIAN

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan

infeksi Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah

terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman Salmonella (Smeltzer,

2014).

Typhus abdominalis atau demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya

mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran

cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70%

- 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun

sebanyak (5%-10%) (Arief, 2010).

Demam typhoid atau Typhus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang

biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,

gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Price A. Sylvia, 2006).

Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif

Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik

mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. (Darmowandowo, 2006)

2. ETIOLOGI

Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan salmonella

parathypi (S. Parathypi A dan B serta C). Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,

mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu. Namun bakteri ini dapat mati

dengan pemanasan suhu 600 selama 15-20 menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien

membuat antibodi atau aglutinin yaitu :


1. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari

tubuh kuman).

2. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari

flagel kuman).

3. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan antigen Vi

(berasal dari simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk

diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid (Sudoyo, 2009).

3. PATOFISIOLOGI

Penularan salmonella typi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5f

yaitu : food (makanan), fingers (jari tangan/kuku), fomitus (muntah), fly (lalat), dan melalui

feses. Feses dan muntah pada penderita thypoid dapat menularkan kuman salmonella thypi

kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat dimana lalat

akan hinggap di makanan yang akan di makan oleh orang yang sehat. Apabila orang

tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang

tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Sebagian

kuman akan di musnahkan oleh asam lambung, sebagian masuk ke usus halus, jaringan

limfoid dan berkembang biak menyerang vulli usus halus. Kemudian kuman masuk

keperedaran darah (bakteremia primer) dan mencapai sel-sel retikuloendoteal, hati, limpa,

dan organ lain.

Proses ini terjadi pada masa tunas dan berakhir saat sel-sel retukuloendoteal melepaskan

kuman kedalam peredaran darah dan menimbulkan bakteremia untuk kedua kali. Kemudian

kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh terutama limp, usus dan kandung empedu
Pada minggu I, terjadi hyperplasia plaks player pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu

II terjadi nekrosis. Minggu III terjadi ulserasi plaks player. Minggu IV terjadi penyembuhan

dengan menimbulkan sikatrik, ulkus dapat menyebabkan perdarahan sampai perforasi usus,

hepar, kelenjar mesenterikal dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin

sedangkan gejala saluran cerna karena kelainan pada usus halus (Price, 2006).

4. PATHWAY
THIPOID

Resiko defisist volume


bakteri salmonella typhi
(lewat perantara 5 F) cairan

saluran pencernaan
Gangguan nutrisi kurang
lambung dari kebutuhan tubuh

infeksi usus halus nausea, vomit intake &


nafsu makan menurun

inflamasi Peristaltik usus menurun


Hipertermia
pembuluh limfe Bising usus menurun

suhu tubuh meningkat, demam bakteri masuk ke aliran darah Konstipasi


Gangguan pada termoregulator
(pusat pengaturan suhu tubuh)
bakteri yang tdk difagositosis
akan masuk dan berkembang
Hipotalamus di hati dan limfa

Pirogen beredar dalam darah inflamasi pada hati limfa dan hati

Hepatomegali&splenomegali

endotoksin merangsang sintesa&


pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yg terinflamasi

nyeri tekan

Peradangan lokal meningkat Nyeri akut masa inkubasi 5-9 hari

Bakteri mengeluarkan endotoksin


masuk ke dalam darah
5. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan
dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi
secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala
menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia,
mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam
remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan
kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput
kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono,
dan dkk. 2001)
Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran
‘anak tangga’. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik.
(Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)
Gambaran klinik tifus abdominalis
Keluhan:
- Nyeri kepala (frontal) 100%
- Kurang enak di perut 50%
- Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
- Berak-berak 50%
- Muntah 50%
Gejala:
- Demam 100%
- Nyeri tekan perut 75%
- Bronkitis 75%
- Toksik 60%
- Letargik 60%
- Lidah tifus (“kotor”) 40%
(Sjamsuhidayat,2007)
6. PENGOBATAN
Penatalaksanaan Demam Typhoid yaitu :
a. Perawatan.
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila
ada komplikasi perdarahan.
b. Diet.
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan.
Pemberian antibiotik untuk menghentikan dan memusnahkan
penyebarankuman antibiotik yang dapat digunakan.
1) Kloromfenikol : dosis pertama 4 x 250 mg, kedua 4 x 500 mg
2) Ampisilin / amoksisilin ; dosis 50 – 150 mg/kg BB. Diberikan selama 2 mingu
3) Katrimoksazol ; 2 x 2 tablet
4) Setrafalosporin generasi II dan III

1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan


secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol
dan 80 mg trimetoprim)
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan
selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari

6. Golongan Fluorokuinolon
 Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
 Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
 Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
 Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
 Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid
toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua
macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S,
2001)

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap


Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.

Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT


SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.

Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus

3. Pemeriksaan Uji Widal


Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella

typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum

penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita

membuat antibodi (aglutinin) yaitu:

 Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri


 Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
 Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk

diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan

menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)


BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a) Biodata
Biodata klien, terdiri dari nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, tanggal
MRS, tanggal di kaji, No. CM No. Registrasi. Di sini termasuk juga identitas lengkap
dari penanggung jawab klien.
b) Riwayat Kesehatan
 Riwayatt kesehatan klien sekarang
Alasan masuk rumah sakit/keluhan utama yang dirasakan, riwayat keluhan lain yang
menyertai, diagnosa medik
 Riwayat kesehatan masa lalu
Prosedur operasi yang pernah di lakukan, atau perawatan rumah sakit lainnya yang
pernah di terima
 Riwayat kesehatan keluarga
- Genogram 3 generasi
- Identitas berbagai penyakit keturunan
 Riwayat tumbuh kembang
- Cross motor (motorik kasar)
- Fire motor (motorik halus)
- Language (bahasa)
- Imunisasi

BCG, Polio 1,2,3,4, DPT 1,2,3, Campak, hepatitis

 Pola kegiatan sehari-hari


Apakah terjadi perubahan dalam pola kegiatan sehari-hari yakni : pola nutrisi, pola
istirahat, dan tiudur juga termasuk dalam personal hygiene individu.

Data dasar pengkajian pasien demam typhoid yaitu :


a) Aktivitas atau istirahat
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan atau kurang untuk aktif atau melakukan
latihan teratur
Tanda : Bedrest total
b) Sirkulasi
Gejala : Ansietas, gelisah, delirium, stupor
Tanda : Nadi antara 80-100/menit, denyut lemah, tekanan darah turun.
c) Eliminasi
Gejala : Perut terasa kembung.
Tanda : Diare, konstipasi, inkontinensia urin
d) Makanan atau cairan
Gejala : Anoreksia
e) Higiene
Gejala : Lidah kotor, berkerak, berwarna merah di ujung dan di tepinya
Tanda : Mulut berbau tidak sedap
f) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala bagian depan
Tanda : Gangguan pendengaran
g) Nyeri atau kenyamanan
Gejala : Tenggorokan terasa kering dan meradang
Tanda : Nyeri otot
h) Keamanan
Gejala : Hipertermi
Tanda : Peningkatan suhu mencapai 40°C, pernafasan semakin cepat.

2. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi : tingkat kesadaran, keadaan umum seperti keringat banyak, demam, mual,
muntah, lidah kotor, gangguan eliminasi (diare/obstipasi)
 Palpasi : untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh, turgor kulit dan meraba apakah
ada pembesaran hati dan limpa
 Perkusi : untuk meendnegarkan peristaltik usus pada abdomen
 Auskultasi : untuk mengetahui adanya bunyi timpani apabila terdapat kembung
(distensi) pada abdomen

3. Diagnosa keperawatan
a) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi.
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat ditempat tidur/ tirah
baring.
c) Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual,
muntah/pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.
d) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
kurang akibat mual, muntah, anoreksia atau output yang berlebihan akibat diare.
e) Diare berhubungan dengan peradangan pada dinding usus halus.
f) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus.
g) Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan pengobatan dan prognosis
berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.
Diagnosa Nanda NIC NOC 2018-2020
1. Hipertermi b.d Dehidrasi (00007)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Asupan diet yang
kurang (00002)
3. Defisien Volume cairan b.d Asupan cairan kurang (00027)
4. Rencana Keperawatan
a) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi.
Intervensi:
1) Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam.
Rasional: Mengetahui perubahan suhu, suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses
inflamasi.
2) Jelaskan upaya untuk mengatasi hipertermi dan bantu klien/ keluarga dalam
melaksanakan upaya tersebut, seperti: dengan memberikan kompres dingin
pada daerah frontal, lipat paha dan aksila, selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh, tingkatkan intake cairan dengan perbanyak
minum.
Rasional: Membantu mengurangi demam.
3) Observasi tanda-tanda vital (Tekanan darah, Suhu, Nadi dan Respirasi) setiap
2-3jam.
Rasional: Tanda-tanda vital dapat memberikan gambaran keadaan umum klien.
4) Monitor penurunan tingkat kesadaran.
Rasional: Menentukan intervensi selanjutnya untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut.
5) Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien.
Rasional: Untuk mempercepat proses penyembuhan.
6) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian obat antipiretik dan
antibiotik.
Rasional: Obat antiperitik untuk menurunkan panas dan antibiotik mengobati
infeksi basil salmonella typhi.
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat di tempat tidur
Intervensi:
1) Berikan bantuan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari berupa makanan,
minuman, ganti baju dan perhatikan kebersihan mulut, rambut, genetalia dan
kuku.
Rasional: Pemberian bantuan pada klien dapat menghindari timbulnya
komplikasi yang berhubungan dengan pergerakan yang melanggar
program tirah baring.
2) Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL.
Rasional: Partisipasi keluarga sangat penting untuk mempermudah proses
keperawatan dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
3) Jelaskan tujuan tirah baring untuk mencegah komplikasi dan mempercepat
proses penyembuhan
Rasional: Istirahat menurunkan mobilitas usus juga menurunkan laju
metabolisme dan infeksi.
c) Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang,
mual, muntah/ pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.
Intervensi:
1) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, turgor kulit, nadi
adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan.
Rasional: Perubahan status hidrasi, membran mukosa, turgor kulit
menggambarkan berat ringannya kekurangan cairan.
2) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Perubahan tanda vital dapat menggambarkan keadaan umum klien.
3) Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian.
Rasional: Memberikan pedoman untuk menggantikan cairan.
4) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.
Rasional: Keluarga sebagai pendorong pemenuhan kebutuhan cairan klien.
5) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian cairan IV.
Rasional: Pemberian cairan IV untuk memenuhi kebutuhan cairan.
d) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang berlebihan
akibatdiare.
Intervensi:
1) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
Rasional: Mengetahui penyebab pemasukan yang kurang sehingga dapat
menentukan intervensi yang sesuai dan efektif.
2) Monitor adanya penurunan berat badan.
Rasional: Kebersihan nutrisi dapat diketahui melalui peningkatan berat badan
500 gr/minggu.
3) Monitor lingkungan selama makan.
Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat menurunkan stress dan lebih
kondusif untuk makan.
4) Monitor mual dan muntah.
Rasional: Mual dan muntah mempengaruhi pemenuhan nutrisi.
5) Libatkan keluarga dalam kebutuhan nutrisi klien.
Rasional: Meningkatkan peran serta keluarga dalam pemenuhan nutrisi untuk
mempercepat proses penyembuhan.
6) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C.
Rasional: Protein dan vitamin C dapat memenuhi kebutuhan nutrisi.
7) Berikan makanan yang terpilih.
Rasional: Untuk membantu proses dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.
8) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
Rasional: Membantu dalam proses penyembuhan.
e) Diare berhubungan dengan peradangan pada dinding usus halus.
Intervensi:
1) Monitor tanda dan gejala diare.
Rasional: Untuk menentukan intervensi yang akan dilakukan.
2) Identifikasi faktor penyebab diare.
Rasional: Mengetahui penyebab diare sehingga dapat menentukan intervensi
selanjutnya.
3) Observasi turgor kulit secara rutin.
Rasional: Turgor kulit jelek dapat menggambarkan keadaan klien.
4) Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antidiare.
Rasional: Untuk membantu dalam proses penyembuhan.
5) Anjurkan pasien untuk makan makanan rendah serat, tinggi protein dan tinggi
kalori jika memungkinkan.
Rasional: Makanan rendah serat dan tinggi protein dapat membantu mengatasi
diare.
6) Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal.
Rasional: Untuk melanjutkan intervensi dan pemberian obat berikutnya.
7) Evaluasi intake makanan yang masuk.
Rasional: Untuk mengetahui tingkat perkembangan klien.
8) Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian cairan IV.
Rasional: Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan.
f) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus.
Intervensi:
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, lamanya, intensitas dan karakteristik nyeri.
Rasional: Perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran
penyakit/ terjadi komplikasi.
2) Kaji ulang faktor yang meningkatkan nyeri dan menurunkan nyeri.
Rasional: Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor yang
memperberat (seperti stress, tidak toleran terhadap makanan) atau
mengidentifikasi terjadinya komplikasi, serta membantu dalam
membuat diagnosis dan kebutuhan terapi.
3) Beri kompres hangat pada daerah nyeri.
Rasional: Untuk menghilang nyeri.
4) Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian obat analgetik.
Rasional: Analgetik dapat membantu menurunkan nyeri.
g) Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan pengobatan dan
prognosis berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak
adekuat.
Intervensi:
1) Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit
anaknya.
Rasional: Mengetahui pengetahuan ibu tentang penyakit demam typoid.
2) Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien.
Rasional: Agar ibu klien mengetahui tentang penyakit demam typoid,
penyebab, tanda dan gejala, serta perawatan dan pengobatan
penyakit demam typoid.
3) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti.
Rasional: Supaya keluarga lebih memahami tentang penyakit tersebut.

5. Evaluasi Keperawatan

S : Klien mengatakan sudah tidak merasa demam


Suhu badan klien sudah stabil normal kembali
O : S : 36,6
N : 88x/menit
RR : 35x/menit
Klien terlihat sudah bisa menghabiskan sau porsi makanan
Klien sudah tidak mutah
A : Monitor suhu dan kondisi klien
Masalah sudah teratasi
P : Hentikan Intervensi

P:
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran.


Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 2009.
3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar &
Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 2007.
4. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes
Kartini. Hipokrates. Jakarta.
5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama.
Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.
7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.
8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba
Medika. Jakarta. 2002.
9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada
Anak. Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.
10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.
11. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk

Anda mungkin juga menyukai