Anda di halaman 1dari 8

D.

Kerja Sama Internasional


1.Konferensi Asia Afrika(KAA)
Setelah Perang Dunia II di tahun 1945, banyak negara-negara yang sebelumnya dijajah oleh
bangsa Eropa memproklamasikan kemerdekaannya. Salah satunya adalah Indonesia yang merdeka
di tahun 1945 diikuti oleh negara-negara lain di kawasan Asia seperti Vietnam, Filipina, Pakistan dan
India.

Namun tidak semua negara yang dijajah sudah merdeka, karena masih ada negara di benua
Afrika dan Asia yang masih mengalami masalah kolonialisme. Pada masa itu juga terdapat dua
kekuatan blok besar di dunia yakni Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang
dipimpin Uni Soviet.

Keberadaan PBB memang agak membantu mendinginkan suasana, namun faktanya perang
dingin masih terjadi antara dua kekuatan besar dunia tersebut. Akibatnya negara-negara di Asia dan
Afrika yang banyak terkena dampak negatif konflik berkepanjangan tersebut.

Pada tahun 1954, Perdana Menteri Sri Lanka (dulu bernama Ceylon) mengundang
perwakilan neagra Burma, India, Indonesia dan Pakistan untuk mengadakan pertemuan membahas
masalah tersebut yang dikenal dengan Konferensi Kolombo. Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri
Indonesia saat itu Ali Sastroamidjojo. Presiden Soekarno pun menekankan pada Ali Sastroamidjojo
untuk menyampaikan ide untuk menggelar Konferensi Asia Afrika. Pertemuan tersebut diharapkan
akan membangun solidaritas negara negara Asia Afrika untuk bisa lepas dari konflik yang terjadi di
negara masing-masing.

Tokoh Pelopor Konferensi Asia Afrika

Ada lima tokoh Konferensi Asia Afrika yang mempelopori diadakannya pertemuan ini. Kelima tokoh
ini berasal dari perwakilan 5 negara yang mengikuti Konferensi Kolombo yang menyepakati
dilaksanakannya Konferensi Asia Afrika.

Ali Sastroamidjojo (Perdana Menteri Indonesia)

Jawaharlal Nehru (Perdana Menteri India)

Mohammad Ali Bogra (Perdana Menteri Pakistan)

Sir John Kotelawala (Perdana Menteri Ceylon)

U Nu (Perdana Menteri Burma).

2.Gerakan Non Blok


Di sela-sela puing kehancuran akibat Perang Dunia II, muncullah dua negara adidaya yang
saling berhadapan. Mereka berebut pengaruh terhadap negaranegara yang sedang berkembang
agar menjadi sekutunya. Dua negara adidaya itu ialah Amerika Serikat dan Uni Soviet. Persaingan
kekuatan di antara dua blok itu mengakibatkan terjadinya Perang Dingin (the Cold War). Mereka
saling berhadapan, bersaing, dan saling memperkuat sistem persenjataan. Setiap kelompok telah
mengarahkan kekuatan bomnya ke negara lawan.
Akibatnya, situasi dunia tercekam oleh ketakutan akan meletusnya Perang Dunia III atau
Perang Nuklir yang jauh lebih mengerikan dibandingkan Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
Menghadapi situasi dunia yang penuh konflik tersebut, Indonesia menentukan sistem politik luar
negeri bebas aktif. Prinsip kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia tersebut ternyata juga sesuai
dengan sikap negara-negara sedang berkembang lainnya.

Oleh karena itu, mereka sepakat untuk membentuk suatu kelompok baru yang netral, tidak
memihak Blok Barat ataupun Blok Timur. Kelompok inilah yang nantinya disebut kelompok negara-
negara Non Blok. Dengan demikian faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya Gerakan Non
Blok adalah sebagai berikut.

1) Munculnya dua blok, yaitu Blok Barat di bawah Amerika Serikat dan Blok Timur di bawah Uni
Soviet yang saling memperebutkan pengaruh di dunia.

2) Adanya kecemasan negara-negara yang baru merdeka dan negara-negara berkembang, sehingga
berupaya meredakan ketegangan dunia.

3) Ditandatanganinya “Dokumen Brioni” tahun 1956 oleh Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), PM
Jawaharlal Nehru (India), Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir), bertujuan mempersatukan negara-
negara non blok.

4) Terjadinya krisis Kuba 1961 karena US membangun pangkalan militer di Kuba secara besar-
besaran, sehingga mengkhawatirkan AS.

5) Pertemuan 5 orang negarawan pada sidang umum PBB di markas besar PBB, yaitu:

a) Presiden Soekarno (Indonesia),

b) PM Jawaharlal Nehru (India),

c) Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir),

d) Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), dan

e) Presiden Kwame Nkrumah (Ghana).

Berdirinya Gerakan Non Blok (Non Aligned Movement) diprakarsai oleh para pemimpin negara dari
Indonesia (Presiden Soekarno), Republik Persatuan Arab–Mesir (Presiden Gamal Abdul Nasser), India
(Perdana Menteri Pandith Jawaharlal Nehru), Yugoslavia (Presiden Joseph Broz Tito), dan Ghana
(Presiden Kwame Nkrumah).

3.Peran Indonesia dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau dalam bahasa inggris disebut United Nations (UN)
adalah organisasi internasional yang didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945 untuk mendorong
kerjasama internasional.Latar belakang dibentuknya PBB dimulai setelah Perang Dunia I (1914–
1918). Pada 8 Januari 1918, Woodrow Wilson (Presiden Amerika Serikat) mengusulkan membentuk
Liga Bangsa-Bangsa (LBB) atau League of Nation. Usulan Woodrow Wilson tertuang dalam 14 pasal
(Wilson’s Fourteen Points). Sehingga pada 10 Juni 1920, terbentuklah LBB di Versailles, Prancis.
Adapun markas besarnya berada di Jenewa, Swiss.

Tujuan pembentukan LBB adalah memelihara perdamaian dunia. salah satu nya dengan cara
melucuti senjata pada negara konflik, mencegah perang melalui keamanan kolektif, menyelesaikan
permasalahan antara negara-negara melalui diplomasi dan negosiasi, serta memperbaiki
kesejahteraan hidup global. Sayangnya peranan LBB sebagai lembaga pemelihara perdamaian dunia,
tidak dapat terlaksana dengan baik.

Meskipun LBB dapat dikatakan gagal membawa perdamaian dunia, namun usaha untuk
mencapai perdamaian dunia terus dirintis kembali, salah satu nya oleh Presiden Amerika Serikat
Franklin Delano Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Sir Winston Churchill. Mereka mengadakan
pertemuan di atas kapal penjelajah Atlanta di lepas Pantai New Foundland, Samudra Atlantik pada
14 Agustus 1941.

Pertemuan ini menghasilkan suatu deklarasi yang dikenal sebagai Piagam Atlantik (Atlantic
Charter) dimana didalamnya terdapat 8 poin penting, yaitu:

1.Pelucutan senjata di seluruh dunia pasca perang

2.Hak untuk menentukan nasib sendiri

3.Pengaturan sebuah wilayah harus sesuai dengan kehendak masyarakat bersangkutan

4.Tidak ada lagi wilayah yang dicari oleh Amerika Serikat atau Inggris

5.Memajukan kerjasama ekonomi dunia dan peningkatan kesejahteraan social

6.Pengurangan rintangan perdagangan

7.Kebebasan berkehendak dan bebas dari kekhawatiran

8.Menciptakan kebebasan di laut lepas

Selanjutnya, diadakan pertemuan-pertemuan susulan, antara lain di Moskow, Rusia (1943),


Dumbarton Oaks, Amerika Serikat (1944), dan Yalta, Ukraina (1945). Pada pertemuan di Dumbarton
Oaks, Washington, diikuti oleh Amerika Serikat, Rusia, Prancis, Inggris dan Cina. Hasil pertemuan
tersebut menyetujui dibentuknya organisasi United Nations Organization atau Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB).

Pada pertemuan lanjutan di San Fransisco (25 April–26 Juni 1945) dihasilkan Piagam
Perdamaian (Charter of Peace) yang kemudian digunakan sebagai Mukadimah Piagam PBB.
Pertemuan ini dihadiri oleh 50 negara, 282 delegasi yang terdiri atas 444 orang. Akhirnya, secara
resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa berdiri pada 24 Oktober 1945.

Setelah resmi menjadi anggota PBB, Indonesia segera mengirimkan delegasinya untuk
mengikuti Sidang Umum PBB. Delegasi RI yang pertama kali mengikuti sidang umum PBB setelah
resmi menjadi anggota, yaitu Moh. ROEM(ketua), L.N. Palar(wakil ketua), dengan anggota Dr.
Darmasetiawan, Mr.soedjono, Mr.Tambunan, Mr. Soemanang, dan Mr. Prawoto.

Indonesia menjadi salah satu negara yang dianggap memiliki peranan yang cukup penting
selama keanggotaannya dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Berikut Peranan Indonesia Dalam
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

A.Dalam rangka menjaga perdamaian dunia

1.Sebagai anggota PBB, Indonesia berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika yang
menghasilkan Dasasila Bandung

2.Sebagai anggota PBB, Indonesia menjadi pelopor pencetusan ZOFTAN dan SEANWFZ
3.Sebagai anggota PBB, Indonesia menjadi salah satu pemprakarsa berdirinya ASEAN dan Gerakan
Non Blok

Indonesia telah mengirimkan beberapa kontingen dalam rangka visi perdamaian dunia
seperti pengiriman kontingen Indonesia ke Lebanon Selatan, menyumbang lebih dari 1.000 personel
pasukan yang tersebar di berbagai negara di dunia, serta pengiriman beberapa kontingen pasukan
Garuda di beberapa wilayah negara-negara di dunia, misalnya:

1.Mengirimkan Pasukan Garuda I (1957) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB untuk
menyelesaikan Perang Arab-Israel

2.Mengirimkan Pasukan Garuda II dan III (1960) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB untuk
menyelesaikan perang saudara di Kongo

3.Mengirimkan Pasukan Garuda XIV (1993) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB di Bosnia

4.Mengirim Pasukan Garuda XXVI-C2 (2010) sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB di
Lebanon Selatan

B.Sebagai pemimpin serta anggota tetap dibeberapa organisasi PBB

Pada tahun 1971, Indonesia yang diwakili oleh Adam Malik pernah ditunjuk untuk menjadi
presiden di Majelis Umum PBB.Indonesia tiga kali terpilih menjadi anggota tetap Dewan Keamanan
PBB, yaitu periode tahun 1974 – 1975, periode tahun 1995-1996, dan periode tahun 2007-
2008.Indonesia pernah terpilih 11 kali sebagai anggota Dewan ekonomi dan sosial PBB, 2 kali
ditunjuk sebagai presiden dari Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, serta 3 kali sebagai wakil presiden
dari Dewan tersebut.

Indonesia juga terpilih sebanyak 3 kali menjadi anggota Dewan Hak Asasi manusia PBB dan
satu kali ditunjuk sebagai wakil presiden dari Dewan tersebut, yaitu periode tahun 2009-2010.

C.Memberikan Bantuan kemanusiaan di berbagai negara

Pada Tahun 1984, Indonesia mengirimkan Bantuan berupa beras melalui FAO yang ditujukan
untuk Ethiopia yang waktu itu dilanda bencana kelaparan.Pada Tahun 1995, Sebagai anggota PBB
Indonesia membantu dalam menampung para pengungsi yang berasal dari Vietnam di pulau Galang

D.Membantu penyelesaian konflik diberbagai negara

Pada Tahun 1989, Sebagai anggota PBB Indonesia berhasil membantu menyelesaikan konflik
yang terjadi di kambojaSebagai anggota PBB, Indonesia berperan menjadi mediator atas
penyelesaian konflik yang terjadi antara Filiphina dan Moro National Front Liberation (MNFL) yang
menguasai Mindanau Selatan

Meskipun indonesia memiliki banyak peranan dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),


namun Indonesia juga pernah keluar dari keanggotaan PBB. Hal tersebut terjadi pada tahun 1965
saat Indonesia dipimpin oleh Presiden Soekarno, keluarnya Indonesia dari PBB didasari atas
diterimanya malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan, karena pada saat itu indonesia
menganggap malaysia sebagai negara boneka bentukan Inggris.
E.Masa Orde Baru
1.Surat Perintah 11 Maret 1966(Supersemar)

Menurut versi sesungguhnya bahwa yang disetujui oleh pemerintahan rezim Orde Baru
pimpinan Presiden Soeharto, sejarah Supersemar berawal dari terjadinya pada tanggal 11 Maret
1966. Saat itu, Presiden/Pemimpin Besar Revolusi Soekarno membuka sidang pelantikan “Kabinet
Dwikora yang Disempurnakan”, yang juga dikenal dengan istilah “Kabinet Seratus Menteri”,
dinamakan istilah tersebut karena jumlah Menteri yang hadir 100 Menteri. Pada saat sidang Kabinet
Seratus Menteri telah dimulai, Brigadir Jenderal Sabur merupakan Panglima Tjakrabirawa (pasukan
khusus pengawal Presiden Soekarno) melaporkan bahwa banyak ‘pasukan liar’ atau ‘pasukan tak
dikenal’ yang belakangan diketahui adalah pasukan Kostrad (Komando Cadangan Strategis Angkatan
Darat) di bawah pimpinan Mayor Jenderal Kemal Idris yang bertugas menahan orang-orang di
kabinet yang diduga terlibat dalam Gerakan 30 September 1965. Salah satu anggota kabinet
tersebut adalah Wakil Perdana Menteri I Dr. Soebandrio.

Setelah mendengarkan laporan tersebut, Presiden Soekarno bersama Wakil Perdana


Menteri I Dr. Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh langsung berangkat menuju
Bogor menggunakan helikopter yang telah disiapkan. Sidang kabinet itu sendiri akhirnya ditutup oleh
Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena yang juga kemudian ikut menyusul ke Bogor.

Situasi tersebut dilaporkan kepada Letnan Jenderal Soeharto yang pada saat itu menjabat
sebagai Panglima TNI Angkatan Darat menggantikan Letnan Jenderal Ahmad Yani yang gugur akibat
peristiwa Gerakan 30 September (G-30-S) 1965. Konon, Letnan Jenderal Soeharto saat itu tidak
menghadiri sidang kabinet karena sakit. Sebagian kalangan menilai ketidakhadiran Soeharto dalam
sidang kabinet dianggap sebagai skenario Pak Harto untuk ‘menunggu situasi’, karena cukup janggal.

Malam harinya, Letnan Jenderal Soeharto menyuruhtiga orang perwira tinggi Angkatan
Darat ke Istana Bogor untuk menemui Presiden Soekarno, yaitu Brigadir Jenderal Muhammad Jusuf,
Brigandir Jenderal Amir Machmud, dan Brigadir Jenderal Basuki Rachmat. Setibanya di Istana Bogor,
terjadi perbincangan antara tiga perwira tinggi Angkatan Darat tersebut dengan Presiden Soekarno
mengenai keadaan yang terjadi. Tiga perwira tersebut menetapkan bahwa Letnan Jenderal Soeharto
bisa mengntrol keadaan dan mengembalikan stabilitas keamanan nasional apabila diberikan surat
tugas atau surat kuasa yang memberikan wewenang kepadanya untuk mengambil tindakan.

Menurut Brigadir Jenderal Muhammad Jusuf, perbincangan dengan Presiden Soekarno


berlangsung hingga pukul 20.30 WIB malam. Pada akhirnya, Presiden Soekarno menyetujui terhadap
gagasan tersebut sehingga dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas
Maret (Supersemar) yang diberikan kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku Panglima TNI Angkatan
Darat agar mengambil segala kuasa yang dianggap perlu untuk memulihkan keamanan dan
ketertiban.

Supersemar tersebut tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 dini hari pukul 01.00 WIB
yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Budiono. Hal
tersebut berdasarkan penyampaian Sudharmono, dimana pada saat itu ia menerima telepon dari
Mayor Jenderal Sutjipto selaku Ketua G-5 KOTI pada tanggal 11 Maret 1966 sekitar pukul 22.00 WIB
malam. Sutjipto meminta agar konsep tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI)
disiapkan dan harus kelar malam itu juga. Permintaan itu atas perintah Pangkopkamtib Letnan
Jenderal Soeharto. Bahkan, Sudharmono sempat berdebat dengan Murdiono mengenai dasar
hukum teks tersebut sampai Supersemar tiba.
Ada beberapa faktor yang melatar belakangi lahirnya Supersemar, diantaranya sebagai
berikut:

1.Keadaan negara secara umum dalam situasi kacau dan genting

2.Untuk mengontrol keadaan yang tak jelas akibat pemberontakan G 30 S/PKI

3.Menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia

4.Untuk mengembalikan situasi dan wibawa pemerintah.

2.Perkembangan Ekonomi pada Masa Orde Baru


Indonesia pasca merdeka sejak 17 Agustus 1945 mengalami banyak masa-masa politik yang
secara tidak langsung menciptakan kondisi ekonomi yang berbeda-beda. Mulai dari masa orde lama
yang saat itu dipimpin oleh Bapak Proklamator Indonesia yaitu Bapak Soekarno, Masa orde baru
yang terkenal akan pembangunannya yang dipimpin oleh Bapak Pembangunan Indonesia, yaitu
Bapak Soeharto, hingga masa reformasi sampai sekarang.

Selain itu kondisi politik Indonesia yang pernah condong ke Blok Timur pada era orde lama
dan pernah condong ke Blok Barat juga berdampak pada kondisi ekonomi Indonesia. Pada orde
lama, kondisi ekonomi Indonesia yang kurang stabil pada saat awal kemerdekaan seperti adanya
pemberontakan dan semangat melawan penjajahan blok Barat serta blokade ekonomi oleh Belanda
menjadikan ekonomi Indonesia kurang baik. Bahkan kas negara pun kosong, dalam artian tidak ada
pemasukan baik import maupun eksport dari dan ke Indonesia.

Begitupun pada Era Orde Baru, Indonesia mulai menjalin hubungan dengan Blok Barat, serta
meninggalkan Blok Timur, pada orde ini Indonesia mulai membangun dengan program-programnya.
Seperti Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) I hingga Repelita VI.

Hingga akhirnya Era Orde baru runtuh ditandai dengan krisis ekonomi global yang ternyata
berdampak signifikan terhadap Indonesia bahkan menyebabkan krisis yang pecah pada 1998.
Muncullah era reformasi yang meregenerasi semangat UUD 1945 untuk keluar dari krisis dan
membangun Indonesia yang lebih demokratis. Indonesia pun mampu keluar dari krisis dengan
bantuan dari lembaga perbankan dunia dan akhirnya dapat mencapai kestabilan ekonomi hingga
sekarang.

4.Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru


Banyak hal yang menyebabkan jatuhnya pemerintahan Orde Baru, terutama terletak
ketidakadilan dibidang politik, ekonomi, dan hukum. Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh
presiden Soeharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen terhadap tekad awal
munculnya Orde Baru.
Tekad awal Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.Setelah Orde Baru memegang tampuk kekuasaan dan mengendalikan
pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau
status quo. Hal ini menimbulkan ekses-ekses negatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru
tersebut.

Akhirnya berbagai penyelewengan dilakukan. Penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan


ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945 banyak dilakukan oleh pemerintah Orde
Baru.penyelewengan dan penyimpangan itu direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa,
sehingga hal tersebut dianggap sah dan benar, walaupun merugikan rakyat.

Berikut ini beberapa sebab yang mengakibatkan jatuhnya pemerintahan orde baru:

1. Krisis Moneter: Saat krisis moneter melanda beberapa negara di Asia Tenggara, Indonesia
merupakan negara yang paling lemah dalam mengatasi krisis tersebut.

2. Krisis Ekonomi: Tingkat pengangguran yang tinggi sehingga daya beli masyarakat rendah.

3. Krisis Politik: Kala itu pemerintah tidak bisa mengatasi krisis politik yang sedang
berkembang.

4. Krisis Sosial: Saat itu kerusuhan, kekacauan terjadi dimana-mana yang dilakukan oleh para
mahasiswa.

5. Krisis Hukum: Sistem peradilan pada masa orde baru tidak dapat dijadikan sebagai
barometer untuk menjadikan pemerintahan yang sesuai, sehingga masyarakat saat itu tidak
percaya dengan hukum yang ada.

Kronologi Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru

Berikut ini kronologi jatuhnya pemerintahan Orde Baru pada bulan Mei 1998.

a. Tanggal 12 Mei 1998 (Tragedi di Kampus Trisakti)

Peristiwa tragedi di kampus Trisakti ini sungguh sangat disesalkan. Sejumlah aparat
keamanan yang kurang memiliki perasaan kemanusiaan mengarahkan senjatanya untuk menembaki
mahasiswa di kampus Universitas Trisakti (Usakti), Jakarta.Saat itu, empat mahasiswa gugur sebagai
pahlawan reformasi. Mereka adalah mahasiswa Usakti yang terdiri dari Elang Mulya Lesmana
(mahasiswa teknik arsitektur), Hafidin Royan (mahasiswa ekonomi), Hari Haryanto (mahasiswa
ekonomi), dan Hendriawan (mahasiswa ekonomi).

b. Tanggal 16 Mei 1998 (Rencana Reshuffle Kabinet)

Ketua DPR-MPR Harmoko bersama keempat wakilnya, Abdul Gafur, Syarwan Hamid, Ismail
Hassan Metareum, dan Fatimah Achmad, mengadakan konsultasi dengan Presiden Soeharto
di Cendana.

Harmoko menjelaskan konsultasi itu kepada pers bahwa Presiden Soeharto akan melakukan
reshuffle Kabinet Pembangunan VII. Ini dimaksudkan untuk menciptakan kabinet yang lebih tangguh
dan kuat.

c. Tanggal 18 Mei 1998 (Mahasiswa Tolak Reshuffle dan Tuntut Soeharto Mundur)
Keluarga Besar Universitas Gajah Mada Yogyakarta, yang terdiri dari para dosen dan
mahasiswa yang mencapai 15 ribu orang dengan penuh semangat melakukan aksi menolak prakarsa
Presiden Soeharto untuk melakukan reshuffle kabinet.

Mereka berkumpul di Balairung UGM. Dalam acara itu dibacakan pernyataan sikap yaitu
menuntut Presiden Soeharto mundur sebagai syarat reformasi total, kembalikan ABRI kepada rakyat,
dan tolak segala tindakan kekerasan dalam memperjuangkan reformasi.

d. Tanggal 21 Mei 1998 (Presiden Soeharto Lengser Keprabon)

Soeharto akhirnya mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998 dan sesuai dengan Pasal 8
UUD 1945, Wapres prof. Dr. Ing. B.J. Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan
presiden/Mandataris MPR periode 1998-2003.

Anda mungkin juga menyukai