Persalinan Lama

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 18

PERSALINAN LAMA, INDUKSI DAN AKSELERASI PERSALINAN

Oleh: Moudy E.U Djami, MMPd., MKM., M.Keb

Sebagian besar masalah pada kala satu dan dua persalinan adalah kemajuan
persalinan yang tidak normal. Ketidaknormalan ini secara klinik dikenal dengan kasus:
1. Distosia
a. Definisi Distosia
Dystocia adalah persalinan yang sulit dengan karakteristik proses persalinan yang
lambat hingga terhenti. Ketika berakhir dengan tindakan seksio sesarea, diagnose selalu
ditegakkan sebagai Cephalopelvic Disproportion (CPD) atau partus yang gagal/ failure
to process.1
Definisi distosia menurut sumber lainnya adalah persalinan yang sulit ditandai
dengan adanya hambatan kemajuan persalinan. Persalinan yang normal (Eutocia)
adalah persalinan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung spontan selama
18 jam. Distosia merupakan masalah klinis yang paling sering ditemukan oleh klinisi.
Di Amerika, distosia menjadi indikasi utama dilakukannya tindakan SC sebesar 30%.2

b. Klasifikasi Distosia
Menurut penyebab, distosia dibagi menurut 3 golongan besar yaitu:
1) Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak tidak memadai yaitu:
 Kelainan his yang merupakan penyebab paling sering pada distosia
 Kekuatan mengejan yang kurang kuat, yang biasanya sering terjadi pada
ibu dengan sesak napas atau kelelahan
2) Distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin
Penyebab ini dapat ditemukan pada presentasi bahu, presentasi dahi, presentasi
muka, presentasi bokong, anak besar, hidrosefal dan monstrum
3) Distosia karena adanya kelainan pada jalan lahir
Kelainan jalan lahir yang dimaksud adalah kelainan pada bagian keras yaitu
tulang panggul seperti panggul sempit, kelainan bawaan pada panggul, atau pada
bagian lunak seperti tumor pada genitalia interna maupun visera lain didaerah
panggul yang menghalangi jalan lahir.

Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami 1
2. Persalinan Lama
a. Definisi Partus Lama
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam dengan kontraksi
yang teratur dan menimbulkan nyeri disertai dengan adanya pembukaan serviks.
Definisi ini mempunyai keterbatasan, oleh karena itu partus lama dibedakan menurut
manajemen berdasarkan tahapan persalinan kala satu yaitu fase laten memanjang dan
fase aktif memanjang.
Fase laten memanjang terjadi jika terjadinya kontraksi yang regular pada
pembukaan sampai 4 cm lebih dari 8 jam. Fase aktif memanjang adalah terjadinya
kontraksi rahim yang regular dan menimbulkan nyeri pada pembukaan lebih dari 4 cm
lebih dari 12 jam.3
Menurut Friedman, permulaan fase laten ditandai dengan adanya kontraksi yang
menimbulkan nyeri secara regular yang dirasakan oleh ibu. Gejala ini dapat bervariasi
menurut masing-masing ibu bersalin karena mereka dapat merasaka nyeri setiap saat
terutama pada saat, sehingga definisi ini disebut definisi yang eksklusif.4
Hendricks et al melakukan observasi perubahan serviks pada 303 ibu hamil selama
empat minggu melaporkan bahwa rata-rata pembukaan serviks 1,8 cm pada nulipara
dan 2,2 cm pada multipara dengan 60% - 70% terjadi effacement pada beberapa hari
sebelum persalinan terjadi.5 Banyak studi melaporkan bahwa menurut waktu terjadinya
persalinan, persalinan terjadi pada saat pasien masuk rumah sakit.1
Selain definisi diatas, sumber lain mengatakan bahwa persalinan lama adalah fase
laten lebih dari 8 jam, persalinan berlangsung lebih dari 12 jam atau lebih tanpa
kelahiran bayi dan dilatasi serviks berada di kanan garis waspada partograf.6

b. Penyebab Partus Lama


Pada umumnya, partus lama disebabkan oleh 3P yaitu:3
 Powers : tidak terkoordinasinya kontraksi uterus
 Passenger : diameter kepala bayi yang terlalu besar (> 9,5 cm) atau malposisi
 Passage : pelvis yang abnormal, tumor, atau adanya obstruksi pelvis atau jalan lahir

2 Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami
Partus lama dapat terjadi karena abnormalitas dari dilatasi serviks. Perbukaan
serviks berlangsung secara lambat, karena tidak terjadi penurunan kepala untuk
menekan serviks tersebut. Pada saat yang sama terjadi edema pada serviks sehingga
akan lebih sulit terjadi dilatasi. Oleh karena itu, tindakan seksio sesarea diperlukan
segera.

c. Risiko partus Lama


Partus lama dapat barakibat buruk baik bagi ibu maupun bayinya. Ibu dan bayi akan
mengalami distress, juga dapat meningkatkan infeksi karena meningkatnya intervensi
yang dilakukan seperti periksa dalam serta risiko perdarahan karena atonia uteri dapat
terjadi karena kelelahan otot uterus.3

d. Diagnosis Persalinan Lama


Dibawa ini adalah tabel 1 berikut ini adalah tabel yang digunakan untuk membantu
mendiagnosis persalinan lama.
Tabel 1. Diagnosis Persalinan Lama
Tanda dan Gejala Diagnosis
Serviks tidak membuka Belum inpartu
Tidak ada his atau his tidak teratur
Pembukaan serviks tidak melewati 4 cm sesudah 8 Fase laten memanjang
jam inpartu dengan his yang teratur
Pembukaan serviks melewati kanan garis waspada Fase aktif memanjang
pada partograf
 Frekuensi his kurang dari 3 kali dalam 10 menit Inersia uteri
dengan durasi < 40 detik
 Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin di CPD
presentasi tidak maju sedangkan his baik
 Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin di Obstruksi kepala
presentasi tidak maju dengan kaputs, terdapat
moulase hebat, edema serviks, tanda rupture uteri

Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami 3
iminen, gawat janin
 Kelainan presentasi (selain vertex dengan oksiput Malpresentasi atau malposisi
anterior)
Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengedan, Kala II lama
tetapi taka da kemajuan penurunan
Sumber : Mathai et al (2002)7

e. Penanganan
Penanganan persalinan lama dibedakan atas dua macam yaitu penanganan umum
dan penanganan khusus untuk yang belum inpartu/persalinan palsu yang akan
dijelaskan dibawah ini.1, 6
1) Penanganan Umum
Penanganan umum persalinan lama antara lain:7
a) Nilai dengan segera keadaan ibu hamil dan janin termasuk hidrasi dan tanda vital
b) Kaji kembali partograf, apakah pasien sudah inpartu, nilai keadaan his, frekuensi,
durasi dan konsistensinya
c) Perbaiki keadaan umum dengan:
 Dukungan emosi, perubahan posisi sesuai dengan penanganan persalinan normal
 Periksa keton dalam urine dan berikan cairan baik orak maupun parenteral.
Upayakan BAK. pemasangan kateter hanya dilakukan jika perlu
d) Beri analgesia : tramadol atai petidin 25 mg IM (maksimum 1 mg/kg BB) atau
morfin 10 mg IM jika pasien merasa nyeri hebat atas advice dokter
2) Penanganan Khusus
Penanganan khusus terbagi atas penanganan khusus pada persalinan palsu, fase laten
memanjang dan fase aktif memanjang.

Persalinan Palsu
Pada persalinan lama karena memang belum masuk pada keadaan inpartu atau
persalinan palsu, tindakan yang dilakukan adalah periksa apakah ada infeksi saluran
kemih atau ketuban pecah. Jika tidak ada pasien boleh rawat jalan.

4 Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami
Fase Laten Memanjang
Penanganan Khusus pada fase laten memanjang yaitu his berlangsung secara teratur
dan pembukaan tidak bertambah maka lakukan ulang penilaian serviks:
a) Jika tidak ada perubahan pada pendataran dan pembukaan serviks dan tidak ada
gawat janin, mungkin pasien belum inpartu
b) Jika ada kemajuan pendataran dan pembukaan serviks, maka lakukan amniotomi
dan induksi persalinan dengan oksitosin dna prostaglandin.
 Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam
 Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin selama
8 jam, lakukan seksio sesarea
c) Jika didapatkan tanda-tanda infeksi seperti demam dan cairan vagina berbau:
 Lakukan akselerasi persalinan pervaginam dengan oksitosin
 Berikan antobiotika kombinasi hingga persalinan terjadi
o Ampisilin 2 gram IV setiap 6 jam
o Gentamisin 5 mg/kg BB setiap 24 jam
o Jika persalinan pervaginam terjadi, antibiotika si hentikan pada
pascapersalinan
o Jika dilakukan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika ditambah
metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam sampai ibu bebas 48 jam

Fase Aktif Memanjang


Pada keadaan kasus fase aktif memanjang maka tindaka yang perlu dilakukan antara
lain:
a) Jika tidak ada tanda-tanda CPD, atau obstruksi dan ketuban masih utuh, ketuban
dipecahkan
b) Nilai his:
 Jika his tidak adekuat yaitu kurang dari 3 kali dalam 10 menit dengan durasi
kurang dari 40 detik pertimbangkan adanya inersia uteri
 Jika his adekuat pertimbangkan adanya disporporsi
c) Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan mempercepat
kemajuan persalinan

Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami 5
3. Cephalopelvic Disproportion (CPD)
Pada awalnya Cephalopelvic Disproportion (CPD) dideskripsikan sebagai obstruksi
persalinan karena adanya kontraksi pelvis yang disebabkan oleh rakhitis. Sekarang ini
kontraksi pelvis yang sebenarnya jarang terjadi dan CPD merupakan disgnosis subjektif
yang berasal dari kecurigaan klinisi bahwa bayi tidak dapat turun dan melewati panggul
karena bayi yang terlalu besar atau malposisi atau dapat disebabkan juga karena ukuran
panggul yang terlalu kecil. Kriteria terjadinya persalinan antara lain pecahnya selaput
ketuban, keluarnya lendir dan darah pervaginam, atau terjadinya penipisan/effacement
mulut rahim yang lengkap.1
Friedman mendefinisikan keadaan patologis pada kala satu fase laten adalah
memanjangnya fase laten yaitu ≥ 20 jam pada nulipara dan ≥14 jam pada multipara
antara mulainya persalinan dengan kala satu fase aktif. Friedman juga melaporkan
bahwa pemakaian obat sedative, tindakan epidural yang lebih awal dan serviks yang
kaku berhubungan dengan abnormalitas fase laten.4

Penanganan CPD:
 Jika diagnose CPD telah ditegakkan, lahirkan bayi secara Seksio Sesarea
 Jika janin telah meninggal, lahirkan secara craniotomy
 Jika operator tidak dapat melakukan craniotomy, segera rujuk untuk dilakukan
SC
 Jika pembukaan serviks sudah lengkap dan kepala sudah di stase 0 (Hodge ….)
lakukan partus dengan tindakan VE
 Jika kepala terlalu tinggi dan janin masih hidup, lahirkan segera dengan SC

Kala II memanjang
Kala dua memanjang artinya lama kala dua atau kala pengeluaran lebih dari 2 jam
pada nulipara dan lebih dari 1 jam pada multipara.8 Batasan lain menurut sumber yang
berbeda dari The Ottawa’s Hospital Clinical Practice Guideline fro the Second Stage of
Labour dibagi menurut paritas dan intervensi yang diberikan seperti berikut ini:9

6 Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami
 Nulipara tanpa tindakan epidural
Jika dua jam dengan upaya mengejan yang aktif tanpa kelahiran bayi. Mengejan
yang aktif dimulai saat dilatasi sempurna. Total lama kala dua lebih dari 3 jam
tanpa kelahiran bayi
 Multipara tanpa tindakan epidural
Jika satu jam mengejan yang aktif tanpa kelahiran bayi. Mengejan yang aktif
dimulai saat dilatasi sempurna. Total lama kala dua lebih dari 2 jam tanpa
kelahiran bayi
 Nulipara dengan tindakan epidural
Jika dua jam dengan upaya mengejan yang aktif tanpa kelahiran bayi. Mengejan
yang aktif dimulai saat dilatasi sempurna. Total lama kala dua lebih dari 4 jam
tanpa kelahiran bayi
 Multipara dengan tindakan epidural
Jika dua jam dengan upaya mengejan yang aktif tanpa kelahiran bayi. Mengejan
yang aktif dimulai saat dilatasi sempurna. Total lama kala dua lebih dari 3 jam
tanpa kelahiran bayi
Batasan diatas sama dengan yang siacu oleh ACOG practice bulletin pada bulan
Desember 2003, dimana kala dua memanjang jika lebih dari 3 jam yang menggunakan
anestesi dan lebih dari 2 jam bagi yang tidak menggunakan anestesi.
Tindakan mengejan oleh ibu sebenarnya meningkatkan risiko pada bayi karena
berkurangnya aliran darah yang berisi oksigen ke dalam darah janin. Oleh karena itu,
ibu sebaiknya dibiarkan mengejan secara spontan jika merasa ada dorongan untuk
mengejan tetapi jangan menganjurkan cara mengejan yang lama disertai dengan
menahan napas.10

Induksi Persalinan
Induksi persalinan (induction of labor) adalah tindakan artifisial digunakan untuk
menginisiasi persalinan sebelum persalinan spontan terjadi.11
Induksi persalinan adalah merangsang uterus untuk memulai terjadinya persalinan7
Akselerasi persalinan (augmented of labor) adalah meningkatkan frekuensi, lama dan
kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan.

Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami 7
Induksi persalinan telah dilakukan di berbagai belahan dunia dan menjadi praktik yang
rutinitas pada maternitas modern.12

Tujuan dilakukannya induksi persalinan adalah agar tercapai kontraksi yang adekuat
yaitu 3 kali kontraksi dalam 10 menit dengan durasi 40 detik.6

Sebelum melakukan induksi persalinan, yang harus diperhatikan adalah keadaan serviks
yang siap untuk mengalami dilatasi atau serviks yang matang. Secara kuantitatif dapat
ditentukan menggunakan skor Bishop yang dapat dilihat pada table 2. Nilai > 9
menunjukkan derajat kematangan servik yang paling baik dengan angka keberhasilan
induksi persalinan yang tinggi. Umumnya induksi persalinan yang dilakukan pada kasus
dilatasi servik 2 cm, pendataran servik (effacement) 80%, kondisi servik lunak dengan
posisi tengah dan derajat desensus -1 akan berhasil dengan baik. Akan tetapi sebagian
besar kasus menunjukkan bahwa ibu hamil dengan induksi persalinan memiliki servik
yang tidak “favourable” ( Skoring Bishop < 4 ) untuk dilakukannya induksi persalinan.
Jika serviks belum matang, ada beberapa cara untuk mematangkan serviks seperti cara
mekanis dan medikamentosa/kimiawi.13
1. Cara mekanis : balon kateter, dilatator mekanis dan stripping of the membrane.
2. Kimiawi/medikamentosa:
a. Prostaglandine E2
Dinoprostone lokal dalam bentuk jelly ( Prepidil ) yang diberikan
dengan aplikator khusus intraservikal dengan dosis 0.5 mg.
Dinoproston vaginal suppositoria 10 mg (Cervidil). Pemberian
prostaglandine harus dilakukan di kamar bersalin.
 Pemberian oksitosin drip paling cepat diberikan dalam waktu 6 – 12
jam pasca pemberian prostaglandine E2.
 Efek samping: Tachysystole uterine pada 1 – 5% kasus yang
mendapat prostaglandine suppositoria.

8 Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami
b. Prostaglandine E1
 Misoprostol (Cytotec) dengan sediaan 100 dan 200 µg. Pemberian
secara intravagina dengan dosis 25 µg pada fornix posterior dan
dapat diulang pemberiannya setelah 6 jam bila kontraksi uterus
masih belum terdapat. Bila dengan dosis 2 x 25 µg masih belum
terdapat kontraksi uterus, berikan ulang dengan dosis 50 µg.
Pemberian Misoprostol maksimum pada setiap pemberian dan dosis
maksimum adalah 4 x 50 µg ( 200 µg ).
 Dosis 50 µg sering menyebabkan :
o Tachysystole uterin
o Mekonium dalam air ketuban
o Aspirasi Mekonium
 Pemberian per oral: Pemberian 100 µg misoprostol peroral setara
dengan pemberian 25 µg per vaginam

Cara melakukan induksi persalinan ada dua yaitu:


1. Alami
Induksi secara alami dapat dilakukan dengan cara hubungan seksual sehingga
sperma yang masuk yang mengandung prostaglandin dapat memicu kontraksi rahim
2. Obat-obatan atau tindakan lainnya:
a. Amniotomi
b. Balon kateter
c. Memberikan prostaglandin seperti E2(PGE2) atau Oksitosin

a. Amniotomi
Amniotomi adalah tindakan memecahkan selaput amnion untuk merangsang kontraksi
karena terjadinya penurunan kepala bayi yang menekan OUI.

Yang harus diperhatikan adalah:


1. Pada daerah yang tinggi insiden HIV, tidak dianjurkan melakukan amniotomi,
bahkan sedapat mungkin tetap dipertahankan utuh.

Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami 9
2. Hati-hati pada kehamilan dengan hidramnion, karena dapat menyebabkan solutio
placenta sehingga dapat terjadi perdarahan hebat dan kematian janin, pada
presentasi muka, tali pusat terkemuka dan vasa previa.

Cara Melakukan Amniotomi:


 Periksa djj
 Lakukan pemeriksaan serviks dan catat konsistensi serviks, posisi apakan ante,
tengah atau retro flexy atau ante/retro versi, persentase effacement (pendataran
serviks) dan dilatasi (pembukaan serviks) dengan menggunakan sarung tangan DTT
 Masukan alat untuk memecahkan ketuban atau dapat juga menggunakan ½ kocher
yang dipegang dengan tangan kiri (jika tidak kidal) dan dengan menggunakan jari
telunjuk dan tengah tangan kanan hingga menyentuh selaput ketuban.
 Gerakan ujung jari tangan kiri yang memegang kocher untuk menorehkan gigi
kocher hingga merobek selaput ketuban
 Cariran ketuban akan keluar secara perlahan, tetapi jangan keluarkan jari tangan
kanan yang masih berada didalam vagina dan yakini tidak teraba bagian terkecil
bayi atau tali pusat yang menumbung, sambil melihat dan mengingat warna,
kejernihan, pewarnaan meconium, serta perkiraan jumlahnya yang ditampung dalam
nierbechken / piala ginjal. Jika terdapat pewarnaan meconium (kehijauan) suspek
gawat janin.
 Setelah cairan ketuban tidak keluar lagi, keluarkan jari tangan kanan dari vagina dan
lakukan DTT terhadap semua alat yang digunakan
 Periksa djj saat kontraksi dan sesudah kontraksi uterus. Apabila terdapat akselerasi
(> 180x/menit) atau deselerasi (<100x/menit) suspek gawat janin. Berikan oksigen
dengan masker 5 liter /menit dan segera dirujuk, jika tidak, lanjutkan pada langkah
berikutnya
 Catat temuan dalam dokumentasi kebidanan
 Jika kelahiran tidak terjadi dalam 18 jam, berikan antobiotika unutk pencegahan
infeksi : Ampicillin 2 gram IV, ulangi setiap 6 jam sampai lahir.
 Jika tidak ada tanda-tanda infeksi hingga kelahiran bayi, antibiotika harus
dihentikan

10 Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami
 Jika proses persalinan tidak terjadi dalam 1 jam setelah amniotomi, mulailah dengan
pemberikan oksitosin
 Pada persalinan dengan masalah misalnya sepsis atau eklampsia, infus oksitosin
dilakukan bersamaan dengan amniotomi, tetapi tindakan ini dilakukan di tempat
layanan yang ada dokter spesialis kebidanan seperti RS, RSIA, atau puskesmas
Poned.

Gambar 1. Amniotomi
Sumber : Stormont -Vail GOM bay friendly ebook14

Keberhasilan Induksi Persalinan


Keberhasilan induksi persalinan dilaporkan berhubungan dengan Bishop Score. Jika
skor Bishop ≥ 6 biasanya induksi cukup dilakukan dengan oksitosin. Jika ≤ 5, sebaiknya
serviks dimatangkan terlebih dahulu dengan prostaglandin atau balon kateter. dibawah
ini adalah tabel Skor Bishop.7

Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami 11
Tabel 2. Skor Bishop
Faktor Skor
0 1 2 3
Bukaan (cm) Tertutup 1-2 3-4 Lebih dari
5
Panjang Serviks (cm)/effacement >4 3-4 1-2 <1
Konsistensi Kenyal Rata-rata Lunak -
Posisi Posterior Tengah Anterior -
Turunnya kepala (cm dari spina -3 -2 -1 +1, +2
iskiadika)
Turunnya kepala (dengan palpasi 4/5 3/5 2/5 1/5
abdominal menurut system
perlimaan)
Sumber : Mathai et al (2002)7

b. Balon Kateter
Balon kateter / Foley Catheter merupakan pilihan lain disamping pemberian
prostaglandin untuk mematangkan serviks pada induksi persalinan. Hal yang harus
diperhatikan adalah tidak boleh memasang balon kateter pada ibu dengan perdarahan.
ketuban pecah dini, pertumbuhan janin terhambat, atau adanya infeksi vagina maupun
infeksi saluran kemih (ISK).7

Persiapan Alat untuk Memasang Balon Kateter


Baki steril berisi:
 Sarung tangan DTT
 Balon kateter ukuran 18-20 CH
 Venster klem/Klem Panjang/forceps
 Spuit steril yang berisi Aqua Bidestilata10 ml

12 Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami
Cara melakukan induksi persalinan adalah:
 Kaji ulang indikasi induksi persalinan
 Lakukan vulva hygiene
 Masukan speculum DTT kedalam vagina, pastikan ukurannya tepat sesuai dengan
berat badan ibu
 Masukan balon kateter secara perlahan-lahan kedalam serviks ibu dengan
menggunakan forceps DTT atau klem panjang atau venster klem. Pastikan ujung
balon kateter telah melewati ostium uteri internum (OUI)
 Gembungkan balon kateter dengan memasukan cairan sebanyak 10 steril (aqua
bidestilata) sebanyak 10 ml
 Gulung sisa kateter dan masukan ke dalam vagina, atau dapat juga diplester pada
paha ibu bagian dalam
 Diamkan selama 12 jam sambil diobservasi hingga timbul kontraksi uterus atau
maksimal pemasangan 12 jam.
 Kempiskan balon kateter sebelum kateter dikeluarka
 Jika sudah ada pembukaan lebih besar dari balon yang dibuat, kateter akan keluar
dengan sendirinya
 Lanjutkan dengan pemberian oksitosin


 Gambar 2. Pemasangan Balon Kateter untuk Induksi Persalinan
 Sumber: Widjanarko (2011)13

Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami 13
c. Oksitosin
Oksitosin adalah hormone yang diproduksi oleh hipotalamus posterior yang dapat
menyebabkan kotraksi rahim juga memancarkan ASI. Pada praktek kebidanan oksitosin
yang di gunakan adalah oksitosin sintesis untuk memicu induksi maupun akselerasi
persalinan.
Oksitosin harus digunakan secara hati-hati karena dapat menyebabkan gawat janin
dan hiperstimulasi. Walaupun jarang, rupture uteri dapat terjadi dan risiko rupture uteri
pada pemberian oksitosin meningkat pada ibu multipara. Dosis oksitosin bervariasi dan
dilarutkan dalam cairan dekstrose atau cairan garam fisiologis denga tetesan dinaikan
secara bertahap sampai his adekuat ( 2 kali dalam 10 menit). Pada saat melakukan
induski persalinan dengan oksitosin, ibu harus dipantau secara ketat sehingga jika
terjadi komplikasi pada ibu dan janin dapat diketahui secara dini.7

Cara Melakukan Induksi Persalinan


 Pantau denyut nadi, tekanan darah, dan kontraksi ibu hamil serta periksa denyut
jantung janin secara berkala
 Kaji ulang indikasi
 Baringkan ibu hamil miring ke kiri
 Catat semua hasil observadi ke dalam partograf (Tetesan infus oksitosin, frekuensi
dan durasi kontraksi, djj setiap 30 menit). Jika djj < 100 x/menit, infus oksitosin
dihentikan)
 Infus oksitosin 2,5 Unid dalam 500 cc dekstrose 5% atau cairan garam fisiologis
mulai dengan 10 tetes per menit (dapat dilihat pada table berikut)
 Naikan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat (3
kali dalam 10 menit durasi lebih dari 40 detik) dipertahankan sampai terjadi
kelahiran

14 Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami
Tabel 3. Kecepatan Infus Oksitosin untuk Induksi Persalinan
Waktu sejak Konsentrasi Tetes Dosis Volume Total
Induksi Oksitosin Per (mlU/menit) Infus Volume
(Jam) Menit Infus

0,0 2,5 unit dalam 500 ml dekstrose 10 3 0 0


5% atau garam fisiologik (5
mlU/ml)
0,5 Idem 20 5 15 15
1,0 Idem 30 8 30 45
1,5 Idem 40 10 45 90
2,0 Idem 50 13 60 150
2,5 Idem 60 15 75 225
3,0 5 Unit dalam 500 ml dekstrose 30 15 90 315
5% atau garam fisiologis (10
mlU/ml)
3,5 Idem 40 20 45 360
4,0 Idem 50 25 60 420
4,5 Idem 60 30 75 495
5,0 10 Unit dalam 500 ml dekstrose 30 30 90 630
5% atau garam fisiologis (20
mlU/ml)
5,5 Idem 40 40 45 630
6,0 Idem 50 50 60 690
6,5 Idem 60 60 75 765
7,0 Idem 60 60 90 855

Sumber : Mathai et al (2002)7

Jika terjadi hiperstimulasi ( durasi lebih dari 60 detik) atau lebih dari 4 kali kontraksi
dalam 10 menit hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan :
 Terbutalin 250 mcg IV pelan-pelan selama 5 menit
 Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan (garam fisiologis atau Ringer Lactat) 10 tetes
per menit

Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami 15
Tabel 4. Ekskalasi Cepat pada Primigravida. Kecepatan Infus Oksitosin untuk
Induksi Persalinan
Waktu sejak Konsentrasi Tetes Dosis Volume Total
Induksi Oksitosin Per (mlU/menit) Infus Volume
(Jam) Menit Infus

0,0 2,5 unit dalam 500 ml dekstrose 15 4 0 0


5% atau garam fisiologik
(5 mlU/ml)
0,5 Idem 30 8 23 23
1,0 Idem 45 11 45 68
1,5 Idem 60 15 90 135
2,0 5 Unit dalam 500 ml dekstrose 30 15 90 225
5% atau garam fisiologis
(10 mlU/ml)
2,5 Idem 45 23 45 270
3,0 Idem 60 30 68 338
3,5 10 Unit dalam 500 ml dekstrose 30 30 90 428
5% atau garam fisiologis
(20 mlU/ml)
4,0 Idem 45 45 45 473
4,5 Idem 60 60 68 540
5,0 Idem 60 60 90 630

Sumber : Mathai et al (2002)7

Yang harus diperhatikan ketika melakukan induksi persalinan adalah:


1. Jika tidak terjadi kontraksi yang adekuat (3 kali dalam 10 menit dengan durasi 40
detik) setelah infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit:
 Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dekstrose 5% atau
cairan garam fisiologis. Sesuaikan kecepatan infus sampai 30 tetes per menit (15
mlU/menit)
 Naikkan kecepatan infus 10 tetes per menit tiap 3 menit sampai mencapai
kontraksi adekuat (3 kali dalam 10 menit dengan durasi 40 detik) atau setelah
infus oksitosin mencapai 60 tetes per menit

16 Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami
2. Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan konsentrasi yang lebih
tinggi:
 Pada multigravida : induksi dianggap gagal dan segera dilakuka seksio sesarea
 Induksi persalinan dengan 10 mlU oksitosin tidak boleh diberikan pada
multigravida dan pada bekas seksio sesarea
 Pada primigravida: infus oksitosin bisa dinaikkan konsentrasinya yaitu:
o 10 unit dalam 500 ml dekstrose atau garam fisiologis 30 tetes per menit
o Naikan 10 tetes tiap 30 menit sampai kontraksi adekuat
o Jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per menit (60 mlU per
menit) lakukan seksio sesarea

Hal yang Harus Diperhatikan dan Dipatuhi


Materi yang diberikan adalah ilmu pengetahuan yang harus diketahui, tapi pengetahuan
belum tentu menjadi kewenangan bidan. Kewenangan bidan diatur oleh peraturan
pemerintah (Kemenkes 1464 Tahun 2010 tenang ijin dan praktik bidan).15 Sebagai
tenaga professional, sekalipun mampu harus mengetahui sejauh mana kewenangan yang
dimiliki. Melihat teknik di induksi dan augmentasi diatas, maka wewenang bidan hanya
dapat melakukan amniotomi tetapi harus diperhatikan semua syarat yang ada harus
terpenuhi. Pemberian Misoprostol (citotec, gastrula dsb) bukan menjadi wewenang
bidan dan perlu diingat penggunaan obat ini dapat berakibat fatal karena perdarahan.
Teman sejawat sebaiknya mempelajari peraturan yang ada sehingga pelayanan yang
diberikan aman dan tidak merugikan pasien, keluarga dan diri sendiri.

REFERENSI
1. Ness A, Goldberg J, Berghella V. Abnormalities of the first and second stages of
labor. Obstet Gynecol Clin N Am. 2005;32(2005):201-20.
2. Bratakoesoema DS. Distosia. In: Sastrawinata S, Martaadisoebrata D,
Wirakusumah FF, editors. Obstetri Patologi, Ilmu Kesehatan Reproduksi. 2 ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.

Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami 17
3. WHO. Educational material for teachers of midwifery. Midwifery education
modules - second edition. . Genewa: International Confederation of Midwifery,
World Health Organization; 2008.
4. Friedman E. Labor: clinical evaluation and management. 2 ed. New York:
Appleton-Century-Crofts; 1978.
5. Hendricks C, Brenner W, Kraus G. Normal cervical dilatation pattern in late
pregnancy and labor. Am J Obstet Gynecol. 1970;106:1065-80.
6. Saifuddin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D, editors. Buku
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2004.
7. Mathai M, Sangvi H, Guidotti RJ, Broekhuizen F, Chalmers B, Johnson R, et al.
Integrated Management of Pregnancy ans Childbirth. Managing Complication in
Pregnancy and Childbirth. Geneva: Reproductive Health and Research World
Health Organization; 2002.
8. NICE. Diagnosis of labour dystocia. Systematic Review. 2009;55. Epub
September 2007.
9. . The Ottawa's Hospital Clinical Practice Guideline for the Second Stage
od Labour. Oprimal Birth BC. 2006. Epub September 2006.
10. ACOG. Dystocia anf Agumentation of Labour. International Journal of
Gynecology and Obstetrics. 2003;49.
11. McGeown P. Induction of Labour and Post-term Pregnancy. In: Henderson C,
Macdonald S, editors. Mayes' Midwifery, A Textbook for Midwifes. 13 ed.
Edinburg: Elsevier Limited; 2004.
12. Enkin M, Keirse M, Neilson J, Crowther C, Duley L, Hodnett E, et al. A Guide
to Effective Care in Pregnancy and Childbirth. London: Oxford Medical
Publications; 2000.
13. Widjanarko B. Induksi dan Akselerasi Persalinan. Informasi Reproduksi
[Internet]. 2011. Available from:
http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/09/induksi-dan-akselerasi-
persalinan.html.
14. . Amniotomi, Artificial Rupture of Membrane. Available from:
http://giftofmotherhood.com/stormontvail/files/assets/seo/page74.html.
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464 Tahun 2010
tentang izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.

18 Persalinan Lama, Induksi dan Akselerasi Persalinan_Bahan Ajar _Moudy E.U Djami

Anda mungkin juga menyukai