Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dikenal sebagai negara maritim yang terbesar, Indonesia memiliki
keanekaragamaan biota laut yang tinggi, salah satu jenis organisme yang
sering dijumpai hampir di seluruh pantai Indonesia adalah makroalga. Yang
memiliki potensi sumber daya perairan yang telah dimanfaatkan sejak lama
oleh masyarakat sebagai bahan pangan dan obat-obatan.
Makroalga merupakan alga yang berukuran besar, dari beberapa
centimeter (cm) sampai bermeter-meter. Alga adalah organisme yang masuk
ke dalam Kingdom Prostida yang mirip dengan tumbuhan dan memiliki
struktur tubuh berupa tulus. Alga mempunyai pigmen klorofil sehingga dapat
berfotosintesis. Alga kebanyakan hidup di wilayah perairan, baik perairan
tawar maupun perairan laut (Pipit Marianingsih, 2013).
Kapaphycus alvarezii merupakan salah satu jenis alga merah tergolong
dalam kelas Rhodophycea telah banyak dimanfaatkan dan dibudidayakan oleh
masyarakat Indonesia. Salah satu pemanfaatan alga laut yaitu dapat digunakan
sebagai senyawa antioksidan.
Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas
dan mampu menghambat atau mencegah oksidasi dari molekul lain. Radikal
bebas merupakan suatu molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang
memiliki orbital tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Menurut
(Fithriani.D,2009). Dalam jurnal (Fianka Widyastri dkk,2019), radikal bebas
memiliki sifat sangat labil dan reaktif sehingga dapat menimbulkan kerusakan
pada tubuh manusia. Antioksidan memiliki banyak manfaat, khususnya dalam
bidang kesehatan antara lain pemicu penyakit degenerative seperti : jantung,
diabetes, hati, kanker, penuaan dini, selain itu juga antioksidan mampu
mempertahankan mutu produk pangan.
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh (Puji L. Lantah dkk) Aktivitas
antioksidan pada rumput laut Halymenia duevillae dengan metode DPPH
ekstrak methanol sangat lemah dimana IC50 >200 ppm yakni etanol 70% :
465,163 ppm, etanol 50% : 614,796 ppm.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “ Kandungan Total Fenolik, Uji Aktivitas Antioksidan dan
Identifikasi Senyawa Alga Merah Kappaphycus alvarezii ”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu : Bagaimana kapasitas antioksidan dan kandungan total fenolik pada alga
merah Kappaphycus alvarezii dan golongan senyawa apa saja yang
terkandung dalam alga merah Eucheuma spinosum.
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kapasitas
antioksidan dan kandungan total fenolik dari alga merah Kappaphycus alvarezii
dan mengetahui golongan senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah informasi mengenai
alga merah Kappaphycus alvarezii yang memiliki kemampuan berpotensi sebagai
antioksidan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antioksidan
Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang mempunyai satu atau
lebih elektron tidak berpasangan. Radikal bebas sangat berbahaya, karena
memiliki sifat tidak stabil dan menjadi sangat reaktif dalam memperoleh pasangan
elektronnya sehingga mengakibatkan terbentuknya radikal baru. Pembentukan
radikal baru dapat menyebabkan kerusakan berbagai komponen sel tubuh seperti
DNA, dan dapat menyebabkan terjadinya peroksida lipid.
Untuk mencegah timbulnya reaksi tersebut dalam tubuh, membutuhkan
suatu senyawa yang mampu menghentikan ataupun menghambat reaksi radikal
bebas yaitu antioksidan (Ahwal Lailiyah dkk, 2014).
Antioksidan adalah suatu senyawa pemberi elektron (elektron donor), yag
memiliki kemampuan untuk bisa menangkal atau merendam dampak negatif
oksidan. Cara kerja antioksidan dengan mendonorkan satu elektronnya pada
senyawa yang bersifat oksidan, sehingga aktivitas senyawa tersebut bisa
dihambat. Antioksidan adalah suatu senyawa yang dalam jumlah atau kadar
tertentu mampu memperlambat atau menghambat kerusakan akibat dari proses
oksidasi ( Kesuma Sayuti dan Rina Yenrina, 2015).
Mekanisme kerja antioksidan antara lain : menangkap radikal bebas,
menghambat dekomposisi peroksida, mencegah berlanjutnya abstraksi hidrogen,
daya reduksi dan peningkatan katalis ion logam transisi, menghambat inisiasi
rantai. Tubuh manusia tidak mempunyai sistem pertahanan antioksidatif yang
kuat, sehingga apabila terpapar dengan radikal bebas tubuh membutuhkan
antioksidan eksogen (Grace Sanger dkk, 2018).
Berdasarkan sumbernya antioksidan terbagi menjadi dua yaitu : antioksidan
alami dan antioksidan sintesis. Antioksidan sintesis lebih banyak digunakan,
namun penggunaan dalam jumlah yang berlebihan bisa menimbulkan efek
samping ( Alindra Podungge dkk, 2018). Salah satu efek samping antioksidan
sintesis yaitu bersifat karsinogenik, berdasarkan uji toksikologi bisa memicu
perkembangan sel-sel kanker. Antioksidan alami menjadi alternatif terbaik yang
bisa melindungi tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh spesies oksigen
reaktif tanpa menimbulkan efek samping, mampu mencegah penyakit degenaratif,
menghambat peroksida lipid ( Grace Sanger dkk, 2018).
Aktivitas antioksidan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantanya
konsentrasi antioksidan, suhu, oksigen, kandungan lipid, tekanan, komponen
kimia dari makanan seperti air dan protein. Cara penghambatan antioksidan
berbeda tergantung variasi mekanisme dan struktur kimianya. Mekanisme
antioksidan paling penting adalah reaksi dengan radikal bebas lipid membentuk
produk non-aktif
Tabel Mekanisme Aktivitas Antioksidan
Jenis Antioksidan Mekanisme aktivitas Contoh Antioksidan
Antioksidan
Hidroperoxide - Menonaktifkan radikal bebas Senyawa fenol
Stabiliser bebas lipid
- Mencegah penguraian
hidroperoxida menjadi
radikal bebas
Sinergis - Meningkatkan aktivitas Asam sitrat dan
Antioksidan asam askorbat
Chelators - Mengikat berat logam Asam fosfat dan
Menjadi senyawa non aktif asam sitrat
Unsur mengurangi - Mengurangi hidroperoxida Protein dan asam
Hidrperokxida amino
( Kesuma Sayuti dan Rina Yenrina, 2015).
2.2 Alga Merah Kappaphycus alvarezii
Makroalga merupakan tumbuhan tingkat rendah (Thallophyta), yang tidak
berpembuluh tidak memiliki akar, batang, daun. (Littay,2014) dalam jurnal
(Mursal dkk 2018). Umumnya hidup melekat pada substrat tertentu, seperi batu,
pasir, kerang dan benda keras.
Makroalga mampu menghasilkan metabolit sekunder sebagai pertahanan
diri, metabolit sekunder yang dihasilkan makroalga mempunyai beberapa
bioaktivitas seperti antioksidan, anti jamur, anti bakteri. Kandungan senyawa
metabolit sekunder pada makroalga antara lain flafonoid, steroid, phenol, tannin,
dan terpenoid (Sukkal Minarti dkk, 2019).
Salah satu kelompok makroalga yang yang banyak dijumpai di perairan
Indonesia yang potensial dapat dimanfaatkan adalah alga merah. Alga merah
mempunyai berbagai macam bentuk daun dengan variasi warna. Ukuran thallus
alga merah tidak begitu besar, dengan bentuk thallus silindris, gepeng dan
lembaran. Memiliki sistem percabangan yang sederhana (berupa pigmen) dan juga
ada percabangan yang kompleks. Kandungan yang terdapat pada alga ini yaitu
klorofil a dan d, figmen fotosintetik berupa fikobilin, fikoeritrin, xantofil, karoten,
yang bisa menyebabkan warna merah pada alga tersebut (Watung Preisy dkk,
2016).
2.1.1 Morfologi Kappaphycus alvarezii
Kappaphycus alvarezii adalah nama lain dari Eucheuma cottonii yang
masuk dalam kelompok jenis alga merah. Produksi alga di Indonesia berasal dari
budidaya yang telah dikembangkan dari beberapa daerah, antara lain Bali, NTB,
Jawa, Sulawesi dan Maluku. Alga Kappaphycus alvarezii telah diketahui
mengandung karbohidrat, vitamin C & E, preotein,mineral, lipid dan α tokoferol (
Fevita Maharany dkk, 2017).
Kappaphycus alvarezii dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai
berikut :
Phylum : Hallophyta
Kelas : Rhodohyceae
Ordo : Gigartinales
Familia : Solieriaceae
Genus : Kappaphycus
Spesies : Kappaphycus alvarezii
Gambar Alga merah Kappaphycus alvarezii
(Atmadja, 1996) dalam Buku Budidaya alga laut Ruli Tuiyo (2016) Kappaphycus
alvarezii memiliki cirri-ciri morfologi, antara lain : mempunyai thallus berbentuk
silindris, penampakan thaluss bervariasi dari yang sederhana sampai komleks,
warna merah, kuning, hijau dan abu-abu.
Menurut Prihaningrum dkk,2001 dalam Buku Ruli Tuiyo (2016)
menjelaskan cirri-ciri morfologi Kappaphycus alvarezii bentuk thallus tegak
lurus, pipih, bercabang-cabang tidak teratur, memiliki silindris dua sisi yang tidak
sama lebarnya, memiliki duru (spine), dan tonjolan-tonjolan (nodule) .
2.1.2 Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii
Pertumbuhan alga Kappaphycus alvarezii dipengaruhi oleh dua faktor yaitu :
faktor internal, faktor ini mempengaruhi pertumbuhan alga diantarnya galur, jenis,
umur dan bagian thallus. Sedangkan faktor eksternal berpengaruh terhadap
keadaan lingkungan fisik dan kimia pertanian.
Selain dua faktor tersebut, ada faktor lain yang bisa mempengaruhi
pertumbuhan alga yaitu, faktor pengelolaan yang dilakukan oleh pembudidaya.
Faktor pengelolaan oleh manusia dalam kegiatan budidaya alga bisa menjadi
faktor utama yang harus diperhatikan seperti jarak tanaman bibit dan substrat
perairan. Pertumbuhan alga Kappaphycus alvarezii dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti iklim, kecepatan arus, gelombang, kualitas air, dan faktor
biologis lainnya.Faktor teknis juga bisa mempengaruhi pertumbuhan alga ini.
Pertumbuhan alga Kappaphycus alvarezii akan lebih baik bila berada pada daerah
yang pergerakan airnya cukup, karena pergerakan air berfungsi bisa memecah
lapisan atas dan mengosongkan air dekat dengan tanaman, sehingga proses difusi
bisa meningkat (Rully Tuiyo, 2015).
2.1.3 Kandungan Alga Merah Kappaphycus alvarezii
Alga Kappaphycus alvarezii memiliki kandungan gizi baik, dengan kalori
rendah. Alga ini juga mengandung berbagai mineral yang cukup tinggi, yang bisa
dimanfaatkan untuk keperluan, misalnya dalam pembuatan agar-agar (Astrid
Mega, 2014). Kappaphycus alvarezii sebagai sumber karaginan, baik secara
kualitas maupun kuantitas. Indonesia adalah salah satu negara penghasil karaginan
(karagenofita) sekitar 18 %, suatu produksi yang jauh lebih rendah bila
dibandingkan dengan produser karagenofita lainnya, seperti Filipina yang mampu
mensuplai pasar dunia sekitar 62 % (Maya Harun dkk, 2013).
2.2.4 Manfaat alga Kappaphycus alvarezii
Penelitian yang telah dilakukan dikatakan bahwa Kappaphycus alvarezii
teridentifikasi memiliki manfaat sebagai anti kanker, meningkkatkan daya tahan
tubuh, menjaga kahalusan kulit, dan mencegah penuaan dini. Selain itu juga alga
jenis ini, teridentifikasi mengandung antioksidan (Seksi dan Serat, 2012) dalam
jurnal Puji L. Lantah dkk (2017).
2.3 Metode Penangkapan Radikal DPPH
Salah satu uji yang digunakan dalam penentuan aktivitas antioksidan adalah
dengan menggunakan metode 1,1 difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Metode ini
secara luas digunakan untuk menguji suatu senyawa yang bertindak sebagai donor
hidrogen atau pencari radikal bebas.
Pemilihan metode ini dikarenakan penggunaanya mudah, cepat, peka
sederhana, dan sampel yang diperlukan dalam uji hanya sedikit (Wielad,2013).
2.4 Fitokimia
Fitokimia berasal dari dua kata phyto yang berarti tumbuhan dan chemicals
berarti bahan-bahan kimia. Jadi, fitokimia adalah bahan-bahan kimia yang
bersumber dari tumbuhan. Dalam penggunaan di bidang bahan alam, fitokimia
dikatakan sebagai metabolit sekunder yang khusus dihasilkan oleh tumbuhan.
Fitokimia juga dapat dikatakan sebagai senyawa non nutrisi yang mempunyai
fungsi sebagai proteksi atau pertahanan yang diproduksi di dalam sel (Agung
Nugroho, 2017). Uji fitokimia biasa meliputi uji Flafonoid, Triterpenoid, Steroid
Alkaloid, Saponin, dan Fenolik.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Gorontalo
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain yaitu, evaporator, oven,
neraca analitik, spektrofotometer UV-Visinkubator, pipet tetes , Erlenmeyer, dan
alat-alat gelas lainnya.
3.2.2 Bahan
3.2.2.1 Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu alga merah jenis
Kappaphycus alvarezii
3.2.2.2 Bahan Kimia
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara yaitu etil astat, petroleum
eter, aquadest, H2SO4, NaCO3 20%, HCL, asam galat, asam asetat anhidrat,
raegen Folin-Ciocalteu, pereaksi Drangendrof, pereaksi Mayer, kloroform,
Vitamin C,BHT (Butylated hydroytoluene) 1,1-diphenil-2-picrylhydrazil (DPPH).
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen yang
dilakukan di laboratorium, dengan tahapan sebagai berikut :
3.3.1 Pengambilan Sampel dan Identifikasi
Pengambilan sampel makroalga dilakukan saat air laut sedang surut, dengan
menggunakan metode sistem penyelaman atau snorking yaitu dengan mengamati
semua jenis alga yang ditemukan. Sampel dibersihkan dari substratnya, kemudian
dimasukan ke dalam kantong sampel yang telah dilabeli dan dimasukan ke dalam
box. Selanjutnya dilakukan identifikasi variabel dengan mengamati cirri
morfologi yang meliputi daun, akar, batang ( Ira dkk, 2018).
3.3.2 Pengukuran Parameter Kualitas Air
Pengukuran parameter kualitas air dilakukan secara bersamaan dengan
pengambilan sampel alga, meliputi pengukuran fisika dan kimia yaitu suhu
(thermometer), pH (pH indikator) , salintas (handrefractometer), spektrofotometer,
kecerahan (sechi disk), kecepatan arus (floating dredge), kedalaman perairan
(tiang berskala) (Ira dkk,2018)
3.3.3 Eksraksi
Ekstraksi alga merah Eunheuma spinosum menggunakan metode maserasi
dengan pelarut etil asetat dan petroleum eter. Sebanyak 100 gram sampel alga
merah Eucheuma spinosum masing-masing direndam dengan 300 mL etil asetat
dan petroleum eter selama 24 jam, dilakukan pengocokan dengan menggunakan
shaker dengan kecepatan 150 rpm, kemudian disaring dengan corong Buchner
vakum. Proses ekstraksi dilakukan sebanyak 3x pengulangan. Pelarut etil asetat
dan petroleum eter diuapakan dengan rotary evaporator untuk mendapatkan
ekstrak kasar, ekstrak dimasukan ke dalam lemari dengan tujuan agar pelarut yang
tersisa bisa menguap.
3.3.4 Uji Antioksidan dengan Metode DPPH
3.3.4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Sebanyak 3 mL larutan DPPH 0,2 nM didiamkan selama 10 menit. Untuk
menentukan pengukuran λmaks larutan yang akan digunakan pada pada tahap
selanjutnya
3.3.4.2 Penentuan Waktu Kestabilan Pengukuran Antioksidan
Larutan ekstrak 200 ppm dibuaat sebanyak 25 mL, diambil sebanyak 4,5
mL. Kemudian ditambahkan 0,2 larutan DPPH sebanyak 1,5 mL. Kemudian
dicari waktu kestabilan setelah inkubasi. Sebelum inkubasi pada rentang waktu 5-
120 menit dengan interval 5 menit. Sampel diukur pada λmaks dan waktu
kestabilan telah didapatkan.
3.3.4.3 Pengukuran Antioksidan Pada Sampel
Sampel ekstrak kasar etil asetat dan petroleum eter masing-masing
dilarutkan dalam pelarut dengan konsentrasi 1, 5, 25, 50, 100, 150, dan 200 ppm.
Dari tiap ekstrak diambil 4,5 mL ditambahkan 1,5 larutan DPPH (perbandingan
larutan DPPH : ekstrak yang ditambahkan dengan konsentrasi tertentu 1:3).
Perlakuan tersebut dilkukan sebanyak tiga kali. Setelah itu diinkubasi pada suhu
37oC yang didapatkan pada tahap sebelumnya, lalu diukur absorbansinya pada
λmaks. Data absorbansi yang diperoleh dari masing-masing konsentrasi ekstrak
dihitung nilai % aktivitas antioksidan (Aridah, 2010) dalam jurnal Ahwalul
Lailiyah dkk (2014).
𝐴𝑜 − 𝐴𝑐
% 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑛 = 𝑥 100 %
𝐴𝑜
Dimana : Ao = Absorbansi control
Ac = Absorbansi sampel
3.3.5 Uji Total Fenolik
Ekstrak alga merah K. alvarezii sebanyak 10 gram dilarutkan dalam 10 ml
aquadest, ditambahkan 0,3 ml reagen Folin Cioucalteu (Merk Milipore,
Germany), kemudian tambahkan 2 ml Na2CO3 (7%) dan ditempatkan dengan
aquadest hingga volume larutan menjadi 5 ml. Slanjutnya divortex dan diinkubasi
selama 2 jam, sampel diukur serapannya dengan spektrofometer UV-VIS pada
panjang gelombang 750 nm.
3.3.6 Identifikasi Senyawa aktif
3.3.6.1 Triterpenoid dan Steroid
Sebanyak 5 mg ekstrak kasar dilarutkan dalam dilarutkan dalam kloroform
2-3 ml, ditambahkan 10 tetes asetat anhidrat dan 2-3 tetes asam sulfat pekat
melalui tabung. Steroid ditunjukan dengan terbentuknya warna biru sampai hijau,
sedangkan jika yang dipeoleh berupa cincin kecoklatan atau violet pada
perbatasan dua pelarut menunjukan adanya triterpenoid (Auterhoff dkk, 1987)
dalam jurnal (Ulfatul Mardiyah dkk, 2014).
3.3.6.2 Flavonoid
Sebanyak 5 mg ekstrak kasar ditambahkan dengan 1-2 ml air panas dan
sedikit serbuk Mg. Kemudian ditambahkan 4-5 tetes HCL 37 % dan etanol 95 %
dengan volume yang sama lalu dikocok. Sampel positif mengandung flavonoid
jika menunjukan warna merah, kuning atau jingga.
3.3.6.2 Alkaloid
Ekstrak kasar dimasukan dalam tabung reaksi, ditambahkan 0,5 ml HCL 2
% larutan dibagi dalam dua tabung. Tabung 1 ditambahkan dengan reagen
Dragendroff sebanyak 2-3 tetes. Tabung 2 ditambahkan dengan reagen Mayer
sebanyak 2-3 tetes. Positif mengandung alkaloid jika pada tabung 1 terbentuk
endapan dan tabung 2 terbentuk endapan kekung-kuningan
3.3.6.3 Asam Askorbat
Sebanyak 5 mg ekstrak kasar dilarutkan dalam aquadest 5 mL, lalu
ditambahkan dengan 10 larutan KMNO4 0,1 %. Positif mengandung asam
askorbat jika terbentuk warna coklat (Auterhoff dkk, 1987) dalm jurnal Ulfatul
Mardiyah dkk,2014).

Anda mungkin juga menyukai