Anda di halaman 1dari 17

BAB II

KONSEP DASAR

A. Definisi
Stroke adalah suatu penyakit deficit neurologi akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat
menimbulkan cacat atau kematian. Menurut WHO stroke merupakan tanda-
tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal(atau global), dengan gejala- gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain
vaskuler (Munir, 2015).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi ketika pembuluh darah di
otak pecah sehingga menyebabkan iskemia (penurunan aliran)dan hipoksia di
sebelah hilir (Corwin, 2009). Menurut Muttaqin (2008), stroke
hemoragik merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan
subarachnoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu dan biasanya terjadi saat melakukan aktivitas atau
saat aktif, namun bisajuga terjadi saat istirahat.

B. Etiologi
Stroke hemoragik ini biasanya disebabkan oleh hipertensi, pecahnya
aneurisma (dilatasi dinding arteri yang disebabkan kelainan kongenital atau
perkembangan yang lemah pada dinding pembuluh darah tersebut), atau
malformasi arteriovenosa (hubungan yang abnormal dimana massa arteri dan
vena bergelung-gelung dan tidak dapat menyalurkan oksigen ke otak karena
tidak memiliki kapiler). Hemoragi dalam otak secara signifikan meningkatkan
tekanan intrakranial yang memperburuk cedera otak yang dihasilkannya
(Corwin, 2009).
Hampir 70% kasus stroke hemorragik terjadi pada hipertensi (Shadine,
2010). Hipertensi merupakan factor risiko yang paling konsisten dari berbagai
penelitian

1
terdahulu. Hipertensi merupakan factor risiko stroke yang dapat
meningkatkan stroke 2-4 kali lipat, tidak tergantung pada factor risiko
lainnya. Peningkatan tekanan sistolik maupun diastolic berkaitan dengan
risiko yang lebih tinggi. Setiap kenaikan tekanan deuretik sebesar 7,5 mmHg
maka risiko stroke meningkat 2 kali lipat. Apabila hipertensi dapat
dikendalikan dengan baik maka risiko stroke turun sebanyak 28-38 %
(Nurrahmani, 2012).

C. Patofisiologi
Menurut Nurrahmani (2012) pada pendarahan intra cerebral (ICH),
perdarahan terjadi secara langsung ke dalam parenkim otak. Mekanisme yang
biasa terjadi dianggap sebagai kebocoran dari arteri intracerebral kecil yang
rusak oleh hipertensi kronis. Mekanisme lainnya termasuk diathesis pendaran,
anti koagulasi iatrogenic, amilioidosis otak, dan penyalahgunaan kokain.
Perdarahan intracerabral tejadi di beberapa lokasi di dalam otak. Termasuk
thalamus, putamen, otak kecil dan batang otak. Selain daerah otak yang
terluka oleh pendarahan, daerah sekitar otak dapat rusak oleh tekanan yang
dihasilkan oleh efek gumpalan hematoma. Kenaikan umum dalam tekanan
intracranial dapat terjadi.
Perdarahan intracerebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di
daerah subkortikal, cerebellum dan batang otak. Hipertensi kronik
menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 10- 100 mikrometer
mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard.
Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba
menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari
pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh
kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini
mengakibatkan volume perdarahan semakin besar.

2
Pecahnya pembuluh darah tentu saja akan mengakibatkan pembuluh darah
intrascelebral, intraventrikular, maupun subrakricidal. Terjadilah stroke
hemorrhage yang akan menyebabkan terjadinya defeir neurologic. Ekstratensi
darah terjadi di daerah otak dan atau subrakental sehingga jaringan yang
terletak di dekatnya akantergeser dan tertekan. Daerah ini sangat mengiritasi
jaringan otak sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar
perdarahan. Stroke meninggalkan gejala sisa tergantung lokasi perdarahan
terjadi seperti kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh, lumpuh pada salah satu
sisi wajah, tonus otot lemah atau kaku.

D. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis stroke hemoragik adalah (Batticaca, 2008) :
1. Perdarahan Intraserebral (PIS)
a. Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.
b. Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi atau
marah.
c. Mual atau muntah pada permulaan serangan.
d. Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan.
e. Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (terjadi
½jam-2 jam).
2. Perdarahan Subarachnoid (PSA)
a. Nyeri kepala hebat dan mendadak.
b. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.
c. Ada gejala atau tanda meningeal seperti fotofobia, mual, muntah,
tanda meningismus (kaku kuduk) dan tanda kernig.
d. Defisit neurologis fokal berupa disfasia, hemiparesis.
e. Papiledema terjadi bila ada perdarahan subarachnoid karena
pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri
karotis interna.

3
f. Peningkatan tekanan intrakranial, gambaran sistemiknya meliputi
bradikardia, dan hipertensi, demam (disebabkan kerusakan oleh
hipotalamus), edema paru dan aritmia jantung.
g. Kematian mendadak.

E. Klasifikasi
Klasifikasi Stroke hemorogik (perdarahan) menurut Batticaca (2008)
sering terjadi pada usia 20-60 tahun dan biasanya timbul setelah beraktivitas
fisik atau karena pskiologis (mental).
1. Perdarahan intraserebral ( parenchymatous hemorrhage)
Gejalanya :
a. Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi,
b. Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi atau
marah,
c. Mual atau muntah pada permulaan serangan,
d. Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan,
e. Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma ( 65% terjadi
kurang dari setengah jam sampai 2 jam ; <2% terjadi setelah 2 jam- 19
hari ),.
2. Perdarahan subarakhonoid ( subarachnoid hemorrhage)
a. Nyeri kepala hebat dan mendadak,
b. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi,
c. Ada gejala atau tanda meningeal.
Papiledema terjadi bila ada perdarahan subarakhnonoid karena pecahnya
aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna.

4
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Cahyo (2018) pemeriksaan penunjang stroke hemoragik yaitu:
1. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-
kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2. MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi
sertaa besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark dari
hemoragik.
3. Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurimsa atau malformasi vaskuler.
4. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis)
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
6. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang
berlawanan dari massa yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat
pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan subarakhnoid.
7. Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan

5
pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya
proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-
hari pertama.
8. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin
b. Gula darah
c. Urine rutin
d. Cairan serebrospinal
e. Analisa gas darah (AGD)
f. Biokimia darah
g. Elektrollit

G. Komplikasi
Menurut Pudiastuti (2011) pada pasien stroke yang berbaring lama dapat
terjadi masalah fisik dan emosional diantaranya:
1. Bekuan darah (Trombosis)
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan
cairan, pembengkakan (edema) selain itu juga dapat menyebabkan
embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri
yang mengalirkan darah ke paru.
2. Dekubitus
Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah pinggul, pantat,
sendi kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat dengan baik maka
akan terjadi ulkus dekubitus dan infeksi.
3. Pneumonia
Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini
menyebabkan cairan terkumpul di paru-paru dan selanjutnya
menimbulkan pneumoni.

6
4. Atrofi dan kekakuan sendi (Kontraktur)
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan immobilisasi.
5. Depresi dan kecemasan
Gangguan perasaan sering terjadi pada stroke dan menyebabkan reaksi
emosional dan fisik yang tidak diinginkan karena terjadi perubahan dan
kehilangan fungsi tubuh.

H. Penatalaksanaan
Menurut Batticaca (2008) terapi stroke hemorogik dibagi menjadi;
1. Terapi stroke hemoragik pada serangan akut:
a. Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan,
b. Masukkan klien ke unit perawatan saraf untuk dirawat dibagian
bedah saraf,
c. Penatalaksanaan umum di bagian saraf,
d. Penatalaksanaan khusus pada kasus;
1) Subarachnoid hemorrhage dan intraventricular hemorrhage,
2) Kombinasi antara parenchymatous dan subarachnoid
hemorrhage,
3) Parenchymatous hemorrhage.
e. Neurologis;
1) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya,
2) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematia
jaringan otak.
f. Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah;
1) Antifibrinolotik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis
kecil;
a) Aminocaproic acid 100-150 ml% dalam cairan isotonik 2
kali selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama1-3 hari,
b) Antagonis untuk pencegahan permanen : Gordox dosis
pertama 300.000 IU kemudian 100.000 IU 4x per hari

7
lV; contrical dosis pertama 30.000 ATU kemudia
10.000 ATU x2 per hari selama 5-10 hari.
2) Natrii Etamsylate ( Dynone ) 250 mgx 4 hari IV sampai 10
hari,
3) Kalsium mengandung obat: Rutinium, Vicasolum ,
Ascorbicum,
4) Profilaksis Vasopasme;
a) Calcium – channel antagonist ( Nimotop 50 ml [110mg
per hari IV diberikan 2 mg per jam selama 10-14 hari],
b) Awasi peningkatan tekanan darah sistolik klien 5- 20 mg,
koreksi gangguan irama jantung, terapi penyakit jantung
komorbid,
c) Profilaksis hipostatik pneumonia, emboli arteri
plumonal, luka tekan, cairan purulen pada luka kornea,
kontraksi otot dini. Lakukan perawatan respirasi,
jantung, penatalaksanaan cairan dan elektrolit. Kontrol
terhadap tekanan edema jaringan otak dan peningkatan
TIK, perawatan klien secara umum, dan penatalaksanaan
pencegahan komplikasi,
d) Terapi infus, pemantauan ( monitoring) AGD.
Tromboembolisme arteri plumonal, keseimbangan asam
basa, osmolaritas darah dan urine, pemeriksaan biokimia
darah,
e) Berikan dexason 8+4+4+4 mg IV ( pada kasus tanpa DM
, perdarahan internal, hipertensi ,maligna) atau osmotik
diuretik ( dua hari sekali Rheugloman ( Manitol) 15%
200 ml IV diikuti oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari
kemudian),
g. Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian
jaringan otak,
h. Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.

8
I. Pengkajian
Menurut Padila (2012) fokus pengkajian meliputi:
1. Pengkajian fisik
a. Biodata
Pengkajian biodata difokuskan pada :
Umur :karena usia diatas diatas 55 tahun merupakan resiko tinggi
terjadinya serangan stroke. Jenis kelamin laki-laki lebih tinggi 30%
dibanding wanita.
b. Keluhan utama
Biasanya klien datang kerumah sakit dalam kondisi penurunan
kesadaran atau koma disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala
hebat bila masih sadar.
c. Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji adanya riwayat penyakit DM, hipertensi, kelainan
jantung, pernah TIAs, policitemia Karena hal ini berhubungan
dengan penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi turun
d. Riwayat penyakit sekarang
Kronologis peristiwa CVA Bledding sering setelah melakukan
aktifitas tiba-tiba terjadi keluhan neurologis missal : sakit kepala
hebat, penurunan kesadaran sampai koma.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji mungkin ada krluarga yang mempunyai keturunan
yang pernah mengalami stroke.
2. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma
maka perlu klien membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari dari bantuan sebagian sampai total. Meliputi : mandi,
makan dan minum, BAK/BAB, berpakaian, berhias, aktifitas
mobilisasi.

9
3. Pemeriksaan fisik dan obeservasi
a. BI (Bright/Pernafasan)
Perlu dikaji adanya
1). Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan
kehilngan reflek batuk
2). Adakah tanda-tanda lidah jatuh kebelakang
3). Auskultasi suara nafas mungkin ada tanda stidor
4). Catat jumlah dan irama nafas
b. B2 (Blood/Sirkulasi)
Deteksi adanya tanda-tanda peningkatan TIK yaitu peningkatan
tekanan darah disertai dengan pelebaran nadi dan penurunan
jumlah nadi
c. B3 (Brain/persyarafan, otak)
Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat. Periksa adanya pupil
unilateral, observasi tingkat kesadaran.
d. B4 (Bladder/perkemihan)
Tanda-tanda inkontinnsia urine
e. B5 (Bowel : pencernaan)
Tanda-tanda inkontinnsia alfi
f. B6 (Bone : Tulang dan integument)
Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan. Tanda-tanda decubitus
karena tirah baring lama, kekuatan otot.
4. Sosialisasi interaksi
Biasanya dijumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian
diekspresikan dengan menangis, klien sering bertanya tentang
pengobatan dan kesembuhan.

10
J. Diagnosa keperawatan
Menurut Arief (2010) diagnose keperawatan yang dapat muncul adalah:
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik
6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
7. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
8. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.

K. Intervensi Keperawatan
Menurut Arief (2010) intervensi keperawatan adalah:
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral b.d aliran darah ke otak
terhambat.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan suplai aliran darah keotak lancar dengan kriteria hasil:
a. Nyeri kepala / vertigo berkurang sampai de-ngan hilang
b. Berfungsinya saraf dengan baik
c. Tanda-tanda vital stabil
Intervensi
a. Monitorang neurologis
b. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
c. Monitor tingkat kesadaran klien
d. Monitir tanda-tanda vital
e. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah

11
f. Monitor respon klien terhadap pengobatan
g. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
h. Observasi kondisi fisik klien
Terapi oksigen
a. Bersihkan jalan nafas dari sekret
b. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
c. Berikan oksigen sesuai intruksi
d. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem humidifier
e. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian
oksigen
f. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
g. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
h. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktifitas dan
tidur

2. Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan klien mampu untuk berkomunikasi lagi. Kriteria hasil:
a. dapat menjawab pertanyaan yang diajukan perawat
b. dapat mengerti dan memahami pesan-pesan melalui gambar
c. dapat mengekspresikan perasaannya secara verbal maupun
nonverbal
Intervensi
a. Libatkan keluarga untuk membantu memahami / memahamkan
informasi dari / ke klien
b. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
c. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi
dengan klien
d. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
e. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi dengan
klien

12
f. Programkan speech-language teraphy
g. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan klien

3. Defisit perawatan diri; mandi,berpakaian, makan,


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam,
diharapkan kebutuhan mandiri klien terpenuhi.Kriteria hasil:
a. Klien dapat makan dengan bantuan orang lain / mandiri
b. Klien dapat mandi de-ngan bantuan orang lain
c. Klien dapat memakai pakaian dengan bantuan orang lain /
mandiri
d. Klien dapat toileting dengan bantuan alat
Intervensi
a. Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
b. Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam makan,
mandi, berpakaian dan toileting
c. Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya bisa mandiri
d. Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan aktivitas
normal sesuai kemampuannya
e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri
klien

4. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neurovas-kuler


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan klien dapat melakukan pergerakan fisik.
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi kontraktur otot dan footdrop
b. Pasien berpartisipasi dalam program latihan
c. Pasien mencapai keseimbangan saat duduk
d. Pasien mampu menggunakan sisi tubuh yang tidak sakit untuk
kompensasi hilangnya fungsi pada sisi yang parese/plegi.

13
Intervensi
a. Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi
ekstrimitas yang sehat
b. Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang parese /
plegi dalam toleransi nyeri
c. Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah atau
mangurangi bengkak
d. Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan kemampuan klien
e. Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti yang
disarankan
f. Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi

5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d immobilisasi fisik


Tujuan :Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan pasien mampu mengetahui dan mengontrol resiko
Kriteria hasil :
a. Klien mampu menge-nali tanda dan gejala adanya resiko luka
tekan
b. Klien mampu berpartisi-pasi dalam pencegahan resiko luka tekan
(masase sederhana, alih ba-ring, manajemen nutrisi, manajemen
tekanan).
Intevensi
a. Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka tekan,
tanda dan gejala luka tekan, tindakan pencegahan agar tidak
terjadi luka tekan)
b. Berikan masase sederhana
1) Ciptakan lingkungan yang nyaman
2) Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin
3) Lakukan masase secara teratur
4) Anjurkan klien untuk rileks selama masase

14
5) Jangan masase pada area kemerahan utk menghindari
kerusakan kapiler
6) Evaluasi respon klien terhadap masase
c. Lakukan alih baring
1) Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2 jam
2) Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin untuk mengurangi
kekuatan geseran
3) Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit
4) Observasi area yang tertekan (telinga, mata kaki, sakrum,
skrotum, siku, ischium, skapula)
d. Berikan manajemen nutrisi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi
2) Monitor intake nutrisi
3) Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk
memelihara ke-seimbangan nitrogen positif
e. Berikan manajemen tekanan
1) Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah-pecah
2) Beri pelembab pada kulit yang kering dan pecah-pecah
3) Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering
4) Monitor aktivitas dan mobilitas klien
5) Beri bedak atau kamper spritus pada area yang tertekan

6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan tidak terjadi aspirasi pada pasien dengan kriteria hasil :
a. Dapat bernafas dengan mudah,frekuensi pernafasan normal
b. Mampu menelan,mengunyah tanpa terjadi aspirasi
Intervensi
a. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dankemampuan menelan
b. Pelihara jalan nafas
c. Lakukan saction bila diperlukan

15
d. Haluskan makanan yang akan diberikan
e. Haluskan obat sebelum pemberian

7. Resiko Injuri berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan tidak terjadi trauma pada pasien.
Kriteria hasil:
a. bebas dari cedera
b. mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan dan cara untuk
mencegah cedera
c. menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
Intervensi
a. menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien
b. memberikan informasi mengenai cara mencegah cedera
c. memberikan penerangan yang cukup
d. menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien

8. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan pola nafas pasien efektif dengan kriteria hasil :
a. Menujukkan jalan nafas paten ( tidak merasa tercekik, irama nafas
normal, frekuensi nafas normal,tidak ada suara nafas tambahan
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi
a. Pertahankan jalan nafas yang paten
b. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
c. Berikan terapi O2
d. Dengarkan adanya kelainan suara tambahan
e. Monitor Vital sign

16
DAFTAR PUSTAKA

Arief, S. 2010. “Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragik Dengan Tn. M di Ruang


ICU RSPAD Gatot Soebroto”.
(http://www.academia.edu/30505131/Asuhan_Keperawatan_Stroke_Hemora
gik_Dengan_Tn._M_di_Ruang_ICU_RSPAD_Gatot_Soebroto) diunduh
pada tanggal 31 Juli 2018
Batticaca, F B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Ginsberg, Lionel. 2008. Lecture Notes Neurologi. Jakarta: Erlangga
Munir, B. 2015. Neurologi Dasar. Jakarta: Sagung Seto
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Nurrahmani, U. 2012. Stop! Hipertensi. Yogyakarta: Grub Relasi Inti Media,
anggota KAPI
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika

Pudiastuti, Ratna D. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Nuha Medika


Saraswati, S. 2009. Diet Sehat untuk Penyakit Asam Urat, Diabetes, Hipertensi,
dan Stroke. Yogjakarta: A+PLUS BOOK
Shadine, M. 2010. Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke, & Serangan
Jantung Pencagahan dan Pengobatan Alternatif.: Keenbooks

17

Anda mungkin juga menyukai