Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN TUTORIAL

BLOK IMMUNOHEMATOLOGY DISEASES

SKENARIO III

KELOMPOK IX

Naufal Irsaly Zikri G0017163


Nur Adhi Hutomo G0017167
Richard Philo G0017179
Amalia Aryasita Dewi G0017025
Amira Masiah Syahvira G0017027
Anggun Pulihana Wilujieng G0017029
Apriliana Vivy Candra G0017031
Ardhia Fefrine Indarta G0017033
Aulia Farah Diba G0017035
Auliya Salsabilla G0017037

TUTOR : Yulia Sari, S.Si, M Si


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO III

Janin adalah benda asing?

Diskusikan:
Bagaimana kaitan antara pathogenesis gambar di atas dengan konsep self dan non-self, self-
tolerance, maturasi limfosit, dan respon imun pada reaksi penolakan?
BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

I. Membaca Skenario dan Mengklarifikasi Kata Sulit.


Self tolerance: toleransi tubuh terhadap self antigen dan antigen tersebut bukanlah target
sistem imun
Non self tolerance: toleransi tubuh terhadap

II.
III. Menyusun Pertanyaan
1. Apa yang menyebabkan pasien mengalami luka basah dan lama sembuh?
2. Apa yang menyebabkan penderita sering kencing, haus, kesemutan, dan baal?
3. Bagaimana hubungan ibu pasien yang menderita diabetes melitus dengan keluhan
pasien?
4. Apa saja fungsi dan interpretasi pemeriksaan penunjang pada kasus?
5. Apa terapi medikamentosa yang tepat untuk pasien?
6. Apa kaitan hasil pemeriksaan fisik dengan penyakit pasien?
7. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada pasien?
8. Mengapa pengecekan gula darah post prandial harus 2 jam?
9. Apa diagnosis banding yang mungkin?
10. Bagaimana edukasi terapi dan prognosis pada pasien?

IV. Menjawab dan Menjelaskan Pertanyaan yang Telah Dirumuskan Sebelumnya


1. Penyebab pasien mengalami luka basah dan lama sembuh:
Luka merupakan kerusakan sel yang terjadi akibat stressor dari luar seperti stressor
mekanik dan stressor kimia. Dalam luka, terjadi kerusakan sel-sel kulit yang
menyebabkan gangguan fungsi kulit sebagai pelindung jaringan di bawahnya seperti
pembuluh darah. Dalam kondisi normal, tubuh memiliki kemampuan dalam
mengembalikan kembali kondisi kulit yang sebelumnya mengalami luka hingga kembali
menjadi ke bentuk yang mendekati bentuk semula. Proses penyembuhan luka
bergantung pada kedalaman luka dan struktur apa yang mengalami cedera.

1. Epidermal Wound Healing


Contoh luka yang melibatkan lapisan epidermis adalah erosi, abrasi, ekskoriasi, dan
kondisi-kondisi lain dimana lapisan epidermis kulit mengalami pengelupasan. Pada
epidermal wound healing, sel-sel basal yang letaknya disekitar lokasi trauma akan
melepaskan diri dari membrane basalis, ukurannya membesar, dan bermigrasi ke
lokasi trauma. Selanjutnya, sel-sel basal akan berdiferensiasi menjadi sel-sel
epidermis dan kemudian membelah untuk mengembalikan lapisan epidermis.
2. Deep Wound Healing
Terdiri dari 3 fase yaitu fase inflamatori, fase migratori, fase proliferatif, dan fase
maturasi.
a. Fase inflamatori
Terjadi pembentukan blood clot atau darah yang menggumpal pada luka. Sumbatan
ini menyatukan sisi-sisi luka secara lemah. Fase ini melibatkan fase inflamasi yang
bertujuan untuk mengeliminasi mikroba, benda asing, dan sel-sel yang mengalami
kerusakan secara ireversibel, salah satunya vasuodilatasi pembuluh darah dan
peningkatan permeabilitas kapiler pembuluh darah.
b. Fase proliferatif
Pada fase ini gumpalan darah yang sebelumnya akan terbentuk akan tampak menjadi
keropeng. Dibawah keropeng, terjadi migrasi sel-sel epitel untuk kembali
membentuk lapisan kulit yang sebelumnya hilang. Fibroblas juga bermigrasi untuk
menyintesis serabut kolagen dan glikoprotein
c. Fase maturasi
Pada fase maturasi, keropeng akan terkelupas secara sendirinya seiring dengan
kembalinya lapisan epidermis ke kondisi yang normal. Serabut kolagen yang
sebelumnya tersusun tidak beraturan akan menjadi lebih teratur, jumlah sel fibroblast
akan menurun, dan pembuluh-pembuluh darah akan kembali seperti semula.

Pada skenario, luka masih dalam kondisi basah, sehingga diduga ada gangguan dalam
proses penyembuhan luka yang terjadi. Gangguan pada proses penyembuhan luka dapat
terjadi karena hambatan dalam pembentukan blood clot (misalkan karena defisiensi dari
faktor-faktor pembekuan darah), kondisi malnutrisi, dan kondisi patologis seperti dalam
penyakit hemophilia. Jika dikaitkan dengan kondisi pasien pada skenario, penyebab
yang mungkin adalah:

- Kadar glukosa darah pasien yang tinggi menyebabkan endothel mengalami


kemampuan vasodilatasi. Hal ini dikarenakan terjadi penebalan dinding endothel
akibat proses glikosilasi yang menyebabkan perubahan struktur protein pada sel-sel
tubuh seperti pada membran basalis sel endothel dan struktur kristalin pada lensa
mata.
- Aliran pembuluh darah tidak lancar dikarenakan timbulnya plak-plak
arterosklerosis di pembuluh-pembuluh darah besar dan sedang. Plak arterosklerosis
muncul karena menurunnya HDL (High Dense Lipoprotein), suatu kondisi yang
sering mengikuti penyakit diabetes. Pasien dapat diduga sedang menderita diabetes
karena kadar gula darahnya yang tinggi.
Kerusakan saraf perifer pasien, sehingga pasien sering tidak merasakan sakit saat luka
muncul. Saraf perifer yang rusak juga dapat menyebabkan pasien tidak melakukan tata
laksana luka dengan baik dan tidak melakukan proteksi yang baik pada luka, sehingga
luka dapat mengalami trauma berulang dan tidak kunjung sembuh.
2. Penyebab penderita sering haus, kecing, kesemutan, dan baal :
Karena fungsi metabolik dari insulin adalah meningkatkan laju transportasi glukosa ke
dalam sel. Insulin juga meningkatkan uptake asam amino dan sintesis protein. Oleh
karena itu, efek metabolik insulin dapat disimpulkan sebagai anabolik. Defisiensi insulin
menyebabkan glukosa dalam darah meningkat dan melampaui ambang reabsorbsi ginjal,
sehingga akan menimbulkan glukosuria. Glukosuria menginduksi diuresis osmotik dan
terjadi poliuri. Poliuri menyebabkan tubuh kehilangan banyak cairan dan elektrolit
dalam jumlah banyak yang akan memicu osmoreseptir pusat haus diotak.
Lalu defisiensi insulin juga berefek pada terjadinya proteolisis dan asam amino
glukoneogenik yang dihilangkan oleh hati dan digunakan sebagai pengganti glukosa
yang menginduksi suatu keseimbangan energi negatif, yang kemudian meningkatkan
nafsu makan (polifagi)
Defisiensi insulin juga menyebabkan gangguan pada jalur poliol. Beberapa jaringan
yang tidak membutuhkan insulin untuk transpor glukosa seperti saraf, hiperglikemi
meningkatkan glukosa intrasel yang kemudian akan di metabolisme oleh enzim aldose
reduktase menjadi sorbitol, suatu poliol, dan akhirnya jadi fruktosa, pada suatu reaksi
menggunakan NADPH. NADPH digunakan okeh enzim glutation reduktase pada reaksi
GSH. GSH merupakab suatu mekanisme anti oksidan yang penting dalam sel dan setiap
reduksi pada GSH akan meningkatkan kerentanan sel terhadap stress oksidatif.
3. Hubungan ibu pasien yang menderita diabetes melitus dengan keluhan pasien:
Diabetes Melitus bukan penyakit keturunan, tetapi orang yang memiliki genetik dari
penderita DM memiliki risiko yang sangat tinggi untuk menderita DM. Orang yang
memiliki orang tua penderita DM memliki risiko sampai 40% terkena DM.
Polimorfisme genetik terkait dengan diabetes tipe 2 juga telah ditemukan di gen yang
mengkodekan reseptor proliferator peroksisom-γ, Potassium channel, transporter zinc,
IRS, dan calpain 10. Mekanisme dimana lokus genetik ini meningkatkan kerentanan
terhadap diabetes tipe 2 tidak jelas.
4. Fungsi dan interpretasi pemeriksaan penunjang pada kasus
a. Gula darah puasa
Tes ini digunakan untuk mendiagnosis diabetes, karena tes ini mudah dilakukan, nyaman
dilakukan, dan tidak semahal tes yang lain. Sebelum melakukas tes gula darah puasa, pasien
diharuskan puasa sedikitnya selama 8 jam.
Normal : < 100 mg/dL
Prediabetes : 100 – 125 mg/dL
Diabetes : >125 mg/dL
b. Glukosa plasma 2 jam post prandial
Tes ini dilakukan 2 jam setelah makan. Tes ini berguna untuk mengetahui apakah penderita
diabetes pola makannya sudah tepat.
Normal : < 140mg/dL
Prediabetes : 140 – 199mg/dL
Diabetes : > 200mg/dL
c. HbA1c
HbA1c juga dikenal dengan glycated haemoglobin. HbA1c dibuat ketika glukosa di dalam
tubuh menempel pada sel darah merah. Ketika tubuh tidak dapat menggunakan glukosa
dengan baik, maka glukosa akan menempel pada sel darah merah dan menumpuk pada
darah. Terlalu banyak glukosa dalam darah dapat merusak pembuluh darah tubuh.

Tes ini biasa dilakukan setiap 3 – 6 bulan.


Normal : < 5,7%
Prediabetes : 5,7% - 6,4%
Diabetes : > 6,5%
5. Terapi medikamentosa yang tepat untuk pasien:
a. Metformin
Diminum sebelum, saat maupun sesudah makan. Metformin berguna untuk
mengurangi kadar glukosa darah dan mencegah lonjakan glukosa. Metformin
spesifik bekerja meningkatkan sensitivitas insulin. Metformin bekerja langsung pada
hemoglobin dan glukosa. Namun terdapat efek samping berupa diare.
b. Tiazolidindion
Tiazolidindion tidak diatur konsumsinya. Terdapat 2 jenis tiazolidindion yang
berperan meningkatkan sekresi insulin, yakni sidfosilurea (DMT 2 dengan reseptor
S4RI di pankreas yang memicu kenaikan sekresi insulin, dikonsumsi 15-30 menit
sebelum makan) dan grinit (dikonsumsi saat makan, dapat menyebabkan
hipoglikemi jika diberikan dalam dosis tinggi).
c. SGLT 2 Inhibitor
Berfungsi menghambat absorbsi glukosa. Salah satunya adalah jenis obat
glukosidase alfa yang dikonsumsi bersama dengan suapan pertama makan.
d. DPP 4 Inhibitor
Bekerja menurunkan level gula darah
e. GLP 1 reseptor agonis
Bekerja menurunkan level gula darah namun efeknya tidak seperri DPP 4 inhibitor
6. Kaitan hasil pemeriksaan fisik dengan penyakit pasien :
Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
80x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu 36 derajat C. Punggung telapak kaki kiri
tampak luka sejak 2 minggu selebar 5cm, kedalaman luka sekitar 2mm, eritema 2cm di
sekitar tepi luka, dan terdapat sekret purulent pada luka. Hal tersebut dapat dilihat
bahwa dalam hasil vital sign normal, tetapi pasien harus di follow up terus menerus
karena luka yang dialami sudah termasuk luka bakar kronis. Kemungkinan dari hasil
pemeriksaan didapatkan luka bakar kira-kira sudah mencapai derajat 2 deep.
7. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien:
a. Hipoglikemia
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing,
lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap),
keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila
tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Pada
hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl, walaupun ada
orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada kadar
glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat
berfungsi bahkan dapat rusak. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita
diabetes tipe 1, yang dapat dialami 1 – 2 kali perminggu. Dari hasil survei yang
pernah dilakukan di Inggeris diperkirakan 2 – 4% kematian pada penderita diabetes
tipe 1 disebabkan oleh serangan hipoglikemia. Pada penderita diabetes tipe 2,
serangan hipoglikemia lebih jarang terjadi, meskipun penderita tersebut mendapat
terapi insulin. Serangan hipoglikemia pada penderita diabetes umumnya terjadi
apabila penderita: ƒ Lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau
malam) ƒ Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter atau
ahli gizi ƒ Berolah raga terlalu berat ƒ Mengkonsumsi obat antidiabetes dalam dosis
lebih besar dari pada seharusnya ƒ Minum alkohol ƒ Stress ƒ Mengkonsumsi obat-
obatan lain yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-tiba.
Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-
obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia,
kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur. Apabila diketahui dengan
cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi parah. Hipergikemia dapat
memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis, disfungsi ereksi,
dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat
berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis
diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang keduanya dapat berakibat
fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat dicegah dengan kontrol kadar
gula darah yang ketat.
c. Komplikasi makrovaskular
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita
diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD), penyakit
pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular
disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi pada DM
tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah
penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau
kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi makrovaskular dikenal
dengan berbagai nama, antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome,
Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome. Karena penyakit-
penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderita diabetes, maka pencegahan
komplikasi terhadap jantung harus dilakukan sangat penting dilakukan, termasuk
pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes
sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk
itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan
berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak
merokok, mengurangi stress dan lain sebagainya.
d. Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1.
Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk
HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan
terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang
mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati,
nefropati, dan neuropati. Disamping karena kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi
ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat terjadi dua orang yang
memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda risiko komplikasi
mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk perkembangan
komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat keparahan diabetes. Satu-
satunya cara yang signifikan untuk mencegah atau memperlambat jalan
perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah dengan pengendalian kadar gula
darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan menggunakan suntikan insulin multi-
dosis atau dengan pompa insulin yang disertai dengan monitoring kadar gula darah
mandiri dapat menurunkan risiko timbulnya komplikasi mikrovaskular sampai 60%.

8. Alasan pengecekan gula darah post prandial harus 2 jam :


Karena di dalam usus terdapat hormon inkretin yang teraktivasi ketika proses pencernaan
berlangsung. Hormon inkretin tersebut akan menstimulasi insulin. Sehingga ketika dilakukan
pengecekan gula darah 2 jam post prandial dapat diketahui kadar insulin yang melonjak atau
menurun atau tetap ketika distimulasi oleh hormon inkretin. Pada orang normal glukosa darah 2
jam setelah makan akan kembali turun, sedangkan pada penderita diabetes kadarnya masih
tinggi.
9. Diagnosis banding yang mungkin:
a. Diabetes melitus tipe 2
b. Hiperglikemia sekunder
c. Gangguan local pada jaringan lemak, hepar, otot
d. Gangguan endokrin
e. Renal glikosuria
f. Pankreatitis kronik
g. Fibrosis kistik
h. Glikosuria non diabetik
10. Edukasi terapi dan prognosis pada pasien:
a. Edukasi terapi sesuai dengan Program Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM)
dari Kementerian Kesehatan RI yaitu CERDIK dan PATUH.

Program PATUH, yakni :


P : Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
A : Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
T : Tetap diet sehat dengan gizi seimbang
U : Upaya beraktivitas dengan aman
H : Hindari rokok, alcohol, dan zat karsinogenik lainnya
Program CERDIK yang bisa disampaikan juga di lingkungan sekolah, yakni :
C : Cek kondisi kesehatan secara berkala
E : Enyahkan asap rokok
R : Rajin aktivitas fisik
D : Diet sehat dengan kalori seimbang
I : Istirahat yang cukup
K : Kendalikan stress
b. Prognosis tergantung kepada tingkat perawatan atau kontrol pasien terhadap
penyakitnya masing-masing. Sebuah penelitian dari United Kingdom Prospective
Diabetes Study (UKPDS) membuktikan bahwa pasien yang dikontrol secara intensif
memiliki komplikasi mikrovaskuler yang lebih rendah daripada pasien yang
dikontrol secara standar. Penelitian lain dari Action to Control Cardiovascular Risk
in Diabetes (ACCORD) menyebutkan bahwa terjadi peningkatan mortalitas pada
pasien mulai dengan keadaan hiperglikemi yang tidak terkontrol. Terdapat tingkat
mortalitas 66% di setiap 1 % naiknya HbA1c.
V. Menyusun Problem Tree

Luka basah tidak


kunjung sembuh

Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan


tanda vital fisik

- Ibu pasien memiliki - Tekanan darah - Punggung telapak kaki


riwayat diabetes 120/80mmHg kiri tampak luka selebar
melitus & kontrol rutin - Nadi 80 x/menit +5 cm, kedalaman luka
- Sering kencing dan - Respirasi 20 x/menit + 2mm, eritema +2cm
sering merasa haus di sekitar tepi luka
- Suhu 36o C
- Ujung kaki terasa - sekret purulent pada
kesemutan dan baal luka.

Diagnosis
Banding
- DM Gestasional

- DM tipe spesifik lain :


~ defek genetik sel beta
~ defek genetic insulin
- Diabetes Insipidus

Pemeriksaan
Penunjang
- Kadar gula darah
puasa = 250mg/dL
- Kadar gula darah 2
jam post prandial =
360mg/dL
- Kadar HbA1c = 12%

Diagnosis Pasti

Tata Laksana &


Edukasi
Prognosis
VI. Merumuskan Tujuan Pembelajaran (Learning Objectives)
1. Mahasiswa mampu memahami etiopatogenesis Diabetes Melitus dan klasifikasinya.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding Diabetes Melitus.
3. Mahasiswa mampu menentukan pemeriksaan penunjang Diabetes Melitus dan
interpretasinya.
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan Diabetes Melitus.
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi Diabetes Melitus.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan edukasi bagi penderita Diabetes Melitus dan
prognosisnya.
VII. Melakukan Tinjauan Pustaka Terkait Tujuan Pembelajaran yang Telah Dirumuskan
VIII. Menjawab Pertanyaan yang Belum Terjawab dan Menambahkan Penjelasan
1. Insulin diproduksi oleh sel beta pancreas. Insulin merombak glukosa menjadi glikogen
dengan cara insulin menempel ke reseptor insulin di membran sel, membran sel menjadi
difus dan glukosa bias masuk ke dalam sel untuk dirombak menjadi glikogen.
Kadar insulin ketika puasa adalah < 174 pmol/L
Kadar insulin 1 jam setelah makan 208-1597 pmol/L
Kadar insulin lebih dari 3 jam setelah makan < 174 pmol/L
2. Diabetes Melitus Tipe Lain :
Genetik : disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas, kelainan insulin, endokrinphtis
(akromegali, Cushing syndrome, glukagonoma), Ketosis prone diabetes (disertai
ketoasidosis)
Infeksi : kongenital rubella, CMV (Cytomegalo virus)
DM Gestasional : pada ibu hamil
Monogenik : mutasi single gen yang meregulasi sel beta pancreas
3. Insulin di hepar berperan dalam glukoneogenesis, dimana pembentukan glikogen dan
protein dari asam amino meningkat. Insulin dalam lemak dapat menurunkan lipolisis,
sehingga meningkatkan atau memicu lipogenesis yang kemudian akan merangsang leptin
di otak. Sedangkan peran insulin di otot adalah meningkatkan uptake glukosa, sintesis
glikogen, dan sintesis protein.
4. Dinamika sekresi insulin oleh sel beta pankreas memiliki dua fase (disebut biphasic) yang
dipengaruhi oleh adanya rangsangan glukosa yang terdapat dalam makanan dan
minuman. Kedua fase ini berlangsung sinkron dalam menjaga keseimbangan kadar
glukosa darah normal.
a. Sekresi fae 1 AIR (Acute Insulin Secretion Response)
Merupakan sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel
beta, muncul cepat dan berakhir cepat juga. Fase 1 biasanya memiliki puncak relative
tinggi karena diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang meningkat
tajam setelah makan.
b. Sekresi fase 2 Latent phase/sustained phase
Segera setelah fase 1 berakhir, dilanjutkan fase 2 dimana insulin kembali meningkat
secara perlahan dan bertahan dalam waktu yang lebih lama. Puncak fase ini
ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di akhir fase 1. Jadi fase 2 ini
merupakan mekanisme penyesuaian atau kompensasi terhadap hasil fase 1. Hal
tersebut diperlukan agar kebutuhan tubuh agar glukosa darah post prandial tetap
dalam batas normal.
5. Pemberian insulin dapat melalui suntikan secara subkutan maupun intramuskular (dengan
efek yang lebih singkat). Dapat pula dengan menggunakan pen yang lebih praktis, namun
hanya bias digunakan untuk 1 jenis insulin. Cara lainnya dapat menggunakan pompa.
Jenis insulin yang diberikan :
a. Efek langsung : humolog, novolog. Bekerja 15 menit setelah suntikan, bertahan 3-5
jam dalam tubuh. Disuntikkan sebelum makan.
b. Efek singkat : velosulin. Bekerja 30-60 menit setelah suntikan bertahan 5-8 jam
dalam tubuuh, disuntikkan sebelum makan.
c. Efek menengah : NPH. Bekerja 2 jam setelah suntikan, betahan 12-16 jam dalam
tubuh.
d. Efek jangka Panjang : levemirk. Bekerja lebih dari 2 jam setelah suntikan dan
bertahan 24 jam dalam tubuh.
6. Tata laksana
a. HbA1c <7% : gaya hidup sehat. Jika 3 bulan tidak sesuai target : OHO.
b. HbA1c 7-9% : gaya hidup sehat, 1 OHO. Jika 3bulan tidak sesuai target : 2 OHO.
c. HbA1c >9% : gaya hidup sehat, 2 OHO. Jika 3 bulan tidak mencapai target : 3 OHO.
d. HbA1c > 10% : gaya hidup sehat, insulin basal & pridinol, metformin. Jika 3 bulan
tidak mencapai target : insulin long acting.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari kegiatan diskusi tutorial skenario ini mahasiswa mampu mengetahui dan
menginterpretasi hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tanda vital pada
pasien penderita Diabetes Melitus. Mahasiswa mampu memahami etiopatogenesis
Diabetes Melitus dan klasifikasinya, menjelaskan diagnosis banding serta menentukan
pemeriksaan penunjang Diabetes Melitus dan interpretasinya. Mahasiswa mampu
memahami dan menjelaskan komplikasi Diabetes Melitus. Mahasiswa mampu
memahami dan menjelaskan penatalaksanaan edukasi bagi penderita Diabetes Melitus
dan prognosisnya.

B. Saran
Kegiatan tutorial skenario 3 ini telah berjalan dengan baik. Pada saat pertemuan
pertama dalam membahas jump 1 sampai dengan jump 5 kami telah aktif mencurahkan
pendapat yang telah kami miliki sebelumnya. Namun, masih ada beberapa pertanyaan
yang belum terjawab di pertemuan. Pertemuan kedua pada skenario 3 juga berjalan
dengan baik. Masing-masing anggota kelompok telah mengumpulkan informasi secara
mandiri untuk pertemuan kedua ini, sehingga semua pertanyaan yang belum terjawab di
pertemuan pertama serta learning objective dapat terjawab.
Kegiatan tutorial kedepannya sebaiknya masing-masing anggota kelompok telah
mempersiapkan materi yang berhubungan dengan topik pada skenario, sehingga semua
anggota kelompok dapat berperan aktif dalam kegiatan tutorial ini dan tidak ada anggota
yang hanya diam memperhatikan. Dari kegiatan tutorial ini diharapkan mahasiswa dapat
berpikir kritis dalam menghadapi suatu masalah, berani berpendapat dalam suatu forum
diskusi, dan menemukan pemecahan permasalahan melalui sumber-sumber yang telah
teruji kebenarannya.

DAFTAR PUSTAKA
__________. 2014. Infodatin Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta : Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI.
Abbas, K. Abul. (2015). Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 9. Philadelphia : Elseiver.

Bina, D. et al. (2015) ‘Pharmaceutical care untuk penyakit diabetes mellitus’. Jakarta: DEPKES
RI.

Ilyas, Ermita. (2009).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta: Departemen Ilmu
penyakit dalam FKUI.

Khardori, Romesh. 2018. Type 2 Diabetes Mellitus, [online], (


https://emedicine.medscape.com/article/117853-overview#a6 diakses tanggal 20 Desember
2018)
Martel, Janelle and Reed-Guy, Lauren. (2015). Blood Glucose Test. [online] Available at:
http://www.healthline.com/health/glucose-test-blood#Results6 [Accessed 18 Oct. 2016].

Mohan, Harsh. 2015. Textbook of Pathology. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers
(P) Ltd.

Tortora, Gerard J. 2014. Principles of human anatomy. New York: John Wiley & Sons.

WebMD. (2014). Diabetes and Blood Sugar Testing. [online] Available at:
http://www.webmd.com/diabetes/guide/how-test-blood-glucose?page=2 [Accessed 18 Oct.
2016].

Anda mungkin juga menyukai