Anda di halaman 1dari 8

RANGKUMAN PPN

TEORI
PPN (UU No 42 Tahun 2009)
Tarif PPN & PPnBM :

1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)


2. Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi
75% (tujuh puluh lima persen)
3. Tarif PPN dan PPnBM atas Ekspor BKP adalah 0% (nol persen)

Dasar Pengenaan Pajak


Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang,
yaitu:
Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak
termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur
Pajak.
2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP),
tidak termasuk pajak yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam
Faktur Pajak.
3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea
Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam
peraturan perundangundangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang
dipungut menurut Undang-undang.
4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh eksportir.
5. Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak
dengan Keputusan Menteri Keuangan. Nilai Lain yang ditetapkan sebagai Dasar
Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut:

 Untuk Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga


Jual atau Penggantiansetelah dikurangi laba kotor;
 Untuk Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga
Jual atauPenggantian setelah dikurangi laba kotor;
 Untuk Penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual
rata-rata;
 Untuk Penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
 Untuk Persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah
harga pasar yang wajar;
 Untuk Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang
PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalahharga
pasar wajar;
 Untuk Kendaraan bermotor bekas adalah 10% (sepuluh persen) dari Harga Jual.
 Untuk Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10%
(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
 Untuk Jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau
jumlah yang seharusnya ditagih;
 Untuk Jasa anjak piutang adalah 5% (lima persen) dari jumlah seluruh imbalan yang
diterima berupa service charge, provisi, dan diskon;
 Untuk Penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan
penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga
Jual atau Penggantiansetelah dikurangi laba kotor.
 Untuk Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
adalahharga lelang.
 Untuk Kegiatan membangun sendiri adalah 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan
atau dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.

Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran


Prinsip dasar pengkreditan Pajak masukan adalah sebagai berikut:
1. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak
yang sama. (Pasal 9 ayat 2 UU PPN).
2. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada
Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan
setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya
dan belum dilakukan pemeriksaan. (Pasal 9 ayat 9 UU PPN).
3. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan
yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat
dikreditkan. (Pasal 9 ayat 2a UU PPN).
4. Barang modal adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan termasuk pengeluaran yang dikapitalisasikan
ke barang modal tersebut. (PP 1/2012).
5. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9). (Pasal 9 ayat 2a UU PPN).
6. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan / atau JKP harus dikreditkan dengan Pajak
Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Contoh : alamat di FP sama dg alamat di
SK pengukuhan. Dalam hal impor BKP, DJP karena jabatan atau berdasarkan permohonan tertulis
dari PKP dapat menentukan tempat lain selain tempat dilakukannya impor BKP sebagai tempat
pengkreditan Pajak Masukan. (PM dikreditkan di tempat PKP dikukuhkan, Dikukuhkan di
beberapa tempat maka dapat memilih). (PP 1/2012).
7. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya
merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak. Penyetoran
Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak harus dilakukan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai disampaikan. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Paja. (Pasal 9 ayat 3
UU PPN).
8. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada
Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak
berikutnya (Pasal 9 ayat 4 UU PPN).
9. Atas kelebihan Pajak Masukan tsb dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun
buku. Termasuk dalam pengertian akhir tahun buku dalam ketentuan ini adalah Masa Pajak saat
Wajib Pajak melakukan pengakhiran usaha (bubar). (Pasal 9 ayat 4a UU PPN).
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai pasal 9 ayat 8 UU PPN adalah atas
pengeluaran sebagai berikut :
1. Perolehan BKP/JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. Ketentuan ini memberikan
kepastian hukum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dikreditkan. Contoh : Pengusaha A melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 19 April 2010. Pengukuhan
sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan pada tanggal 20 April 2010 dan berlaku surut sejak
tanggal 19 April 2010. Pajak Masukan yang diperoleh sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat
dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.
2. Perolehan BKP/JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Yang
dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah
pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini
berlaku untuk semua bidang usaha, oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi
syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan
tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan
penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali
merupakan barang dagangan atau disewakan.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Ketentuan ini
memberikan kepastian hukum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum
pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dikreditkan. Contoh :
Pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada
tanggal 19 April 2010. Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan pada tanggal 20
April 2010 dan berlaku surut sejak tanggal 19 April 2010. Pajak Masukan atas pemanfaatan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang diperoleh
sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.
5. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa
Kena Pajak.
6. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (6).
7. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan
penerbitan ketetapan pajak. Dalam hal tertentu dapat terjadi Pengusaha Kena Pajak baru
membayar Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas perolehan atau pemanfaatan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak setelah diterbitkan ketetapan pajak. Pajak Pertambahan Nilai
yang dibayar atas ketetapan pajak tersebut tidak merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan.
8. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu
dilakukan pemeriksaan. Namun apabila pada saat pemeriksaan diketahui adanya perolehan
BKP/JKP yang telah dibukukan atau dicatat dalam pembukuan PKP, namun Faktur Pajaknya
belum atau terlambat diterima sehingga belum dilaporkan dalam SPT Masa PPN untuk Masa ybs.,
maka PM dalam Faktur Pajak tersebut dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling
lambat 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak ybs. Contoh : Pemeriksaan SPT Masa Januari
2010 dilakukan tanggal 24 Maret 2010, dan ditemukan FP tanggal 12 Januari 2010 yang baru
diterima pada tanggal 22 Maret 2010, dan belum dilaporkan dalam SPT Masa PPN Januari atau
Februari 2010, namun perolehannya sudah dicatat dalam pembukuan, maka Faktur Pajak
tertanggal 12 Januari 2010 tersebut tetap dapat dikreditkan dalam Masa PPN Masa Maret atau
April 2010.
9. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha
Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
10. Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang tidak terutang PPN atau mendapat
fasilitas PPN dibebaskan sebagaimana dimaksud dalam Ps 9 ayat (5) dan Ps 16B ayat (3). Yang
dimaksud dengan “penyerahan yang tidak terutang pajak” adalah penyerahan barang dan jasa
yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A dan yang
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B.
Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa Pajak melakukan penyerahan yang terutang
pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak hanya dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang
berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. Bagian penyerahan yang terutang pajak
tersebut harus dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan Pengusaha Kena Pajak.

Contoh Soal PPN dan Pembahasan


PT. Munirah adalah PKP yang bergerak di bidang penjualan elektronik di Makassar. Selama bulan
Juli 2014 melakukan transaksi sebagai berikut :
 Penjualan langsung ke konsumen sebanyak Rp. 1.400.000.000
 Penyerahan barang elektronik kepada Pemkot Makassar sebesar Rp. 440.000.000 (sudah
termasuk PPN)
 Menyumbangkan ke panti asuhan 1 buah TV seharga Rp. 4.000.000 termasuk keuntungan
sebesar Rp. 400.000
 Membangun gudang elektronik seluas 500 meter persegi di kawasan pergudangan sendiri
Rp. 350.000.000

Selanjutnya terdapat transaksi tambahan selama bulan Juli sebagai berikut :


 Mengimpor barang elektronik dari amerika seharga US$ 100.000; Asuransi US$ 1.000;
ongkos angkut ke Makassar US$ 2.000. bea masuk sebesar 10% dari CIF dan bea masuk tambahan
sebesar 4% dari CIF (belum memiliki API dan barang elektronik tersebut termasuk barang mewah
dengan tarif 30%; diasumsikan kurs pajak terhadap US$ adalah Rp. 7.200
 Membeli sebuah mobil box pengangkut barang seharga Rp. 220.000.000 dan sebuah mobil
sedan untuk direktur sebesar Rp. 330.000.000 (harga kedua kendaraan tersebut sudah termasuk
PPN)

Diminta :
1. Hitung PPN dan PPnBM atas transaksi di atas
2. Berapakah PPN yang harus disetor ?

Pembahasan :
 Penjualan langsung ke konsumen sebanyak Rp. 1.400.000.000

PPN = 10% x 1.400.000.000


= Rp. 140.000.000 (PPN keluaran)
 Penyerahan barang elektronik kepada Pemkot Makassar sebesar Rp. 440.000.000 (sudah
termasuk PPN)

DPP = 100/110 x 440.000.000


= Rp. 400.000.000

PPN = 10% x 400.000.000


= Rp. 40.000.000 (PPN Keluaran)
 Menyumbangkan ke panti asuhan 1 buah TV seharga Rp. 4.000.000 termasuk keuntungan
sebesar Rp. 400.000

DPP = 4.000.000 – 400.000


= Rp. 3.600.000

PPN = 10% x 3.600.000


= Rp. 360.000 (PPN keluaran)

 Membangun gudang elektronik seluas 500 meter persegi di kawasan pergudangan sendiri
Rp. 350.000.000

DPP = 20% x 350.000.000


= Rp. 70.000.000

PPN = 10% x 70.000.000


= Rp. 7.000.000 (PPN keluaran)

Transaksi tambahan selama bulan Juli :


1. Cost = US$ 100.000 x Rp. 7.200 = Rp. 720.000.000
Insurance = US$ 1.000 x Rp. 7.200 = Rp. 7. 200.000
Freight = US$ 2.000 x Rp. 7.200 = Rp 14.400.000

TOTAL CIF (cost + insurance + freight) = Rp. 741.600.000


Bea masuk (10% dari CIF) = Rp. 74.160.000
Bea masuk tambahan (4% dari CIF) = Rp. 29.664.000

Nilai Impor (CIF+bea masuk+bea tambahan) = Rp. 845.424.000

PPN = 10% x Nilai impor


= 10% x 845.424.000
= Rp. 84. 542 400 (PPN masukan)

PPnBM = 30% x Nilai impor


= 30% x 845.424.000
= Rp. 253.627.200

2. Pembelian mobil box


DPP = 100/110 x 220.000.000
= Rp. 200.000.000

PPN = 10% x 200.000.000


= Rp. 20.000.000 (PPN masukan)

Pembelian mobil sedan untuk direktur


DPP = 100/110 x 330.000.000
= Rp. 300.000.000

PPN = 10% x 300.000.000


= Rp. 30.000.000
Catatan : karena perhitungan PPN ini adalah untuk Perusahaan maka, pembelian mobil
sedan untuk direktur tidak boleh dibebankan/dihitung dalam penghitungan nilai PPN yang
harus disetor nantinya.

Berapakah PPN yang harus disetor ?


PPN keluaran = 140.000.000 + 40.000.000 + 360.000 + 7.000.000
= Rp. 187.360.000

PPN masukan = 84. 542 400 + 20.000.000


= Rp. 104.542.400

Jika PPN keluaran > PPN masukan maka disebut PPN kurang bayar. Namun, jika PPN
keluaran < PPN masukan maka disebut PPN lebih bayar.

Dalam kasus ini, PPN keluaran > PPN masukan maka :


PPN kurang bayar = 187.360.000 - 104.542.400
= Rp. 82.817.600

Jadi, PPN yang harus disetor oleh PT. Munirah adalah Rp. 82.817.600

CONTOH PAJAK KELUARAN PAJAK MASUKAN

Pajak Keluaran (PK) adalah :


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), penyerahan Jasa Kena Pajak
(JKP), ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
Contoh :
PT.ABC melakukan penjualan komputer dengan perincian sebagai berikut :
Harga Jual Komputer 10.000.000
PPN 1.000.000 +
Harga Jual Komputer dan PPN 11.000.000
Maka PPN sebesar 1.000.000 merupakan Pajak Keluaran bagi PT.ABC.

Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan adalah:

Pajak Masukan yang telah dibayar oleh PKP pada waktu perolehan atau impor BKP atau
penerimaan JKP dapat dikreditkan dengan pajak Keluaran yang dipungut oleh PKP pada waktu
menyerahkan BKP atau JKP. Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran tersebut
harus dilakukan dalam masa pajak yang sama.

Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus dibayar dan disetor oleh PKP ke
kas negara, terlebih dahulu wajib pajak (wp) harus mengurangi pajak keluaran dengan pajak
masukan yang dapat dikreditkan. Apabila dalam suatu masa pajak, pajak keluaran lebih besar
daripada pajak masukan, maka selisihnya merupakan pajak pertambahan nilai yang harus
dibayar dan disetor oleh PKP ke kas negara.
Pajak masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada
masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan.

Untuk memahami lebih lanjut mekanisme pengkreditan pajak masukan disajikan contoh
sebagai berikut :

Pengusaha kena pajak "ABC" dalam masa pajak Januari 20xx. Komposisi PPN sebagai berikut:

PPN Keluaran Rp 25.000.000


PPN Masukan Rp 15.000.000 (dikurang)
PPN Kurang Bayar Rp 10.000.000

Pada masa bulan Februari 20xx


PPN Keluaran Rp 50.000.000
PPN Masukan Rp 70.000.000 (selisih)
Kelebihan PPN Rp 20.000.000

Pada masa bulan Maret 20xx


PPN Keluaran Rp 50.000.000
PPN Masukan Rp 30.000.000 (dikurang)

PPN Kurang Bayar Rp 20.000.000


Kelebihan bulan Februari Rp 20.000.000 (dikurang)

PPN masa Maret Rp NIHIL

Pajak Keluaran dan Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak dituangkan dalam
sebuah Faktur Pajak yakni bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena
Pajak (JKP).

Anda mungkin juga menyukai