Anda di halaman 1dari 5

BOKS 1

KABUT ASAP DAN DAMPAKNYA


TERHADAP PEREKONOMIAN SEKTOR RIIL PROVINSI JAMBI

A. KEBAKARAN LAHAN DAN PENYEBABNYA


Setiap tahun pembakaran dan terbakarnya lahan mengakibatkan munculnya
masalah asap di sebagian besar provinsi di Sumatera dan Kalimantan. Data statistik
menunjukkan bahwa dalam satu dasawarsa terakhir telah terjadi dua kali kebakaran
hutan dan lahan dengan skala yang relatif besar sehingga menimbulkan masalah
asap yaitu pada tahun 1997 dan 2001. Masalah asap pada tahun 2006 ini kembali
muncul, bahkan menjadi bencana nasional yang menyita banyak perhatian dan
energi pemerintah. Disamping besarnya alokasi dana yang dibutuhkan untuk
mengatasi masalah tersebut, besaran dampak yang ditimbulkan terhadap kondisi
sosio-ekonomi masyarakat dan perekonomian juga cukup tinggi. Bahkan dampak
asap tidak hanya dirasakan di Indonesia saja, namun juga dikeluhkan dan dirasakan
oleh negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Kondisi ini mempengaruhi
harmonisnya hubungan Indonesia dengan ke dua negara tetangga tersebut.
Provinsi Jambi sebagai salah satu dari daerah yang memiliki lahan yang
dibakar dan terbakar dengan cakupan areal yang relatif luas, juga mengalami
dampak asap ini. Data Pusat Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan
(Pusdakarlahut) Dinas Kehutanan Provinsi Jambi pada bulan September 2006
menunjukkan bahwa di Provinsi Jambi terdapat 1.218 titik panas (hot spot).
Dibandingkan dengan dua bulan sebelumnya maka pada Juli 2006 terjadi kenaikan
titik panas sebesar 600% atau hampir tujuh kali lipat terhadap bulan Agustus 2006
dan 200% atau lebih dua kali lipat terhadap bulan September 2006. Sedangkan dari
bulan Agustus 2006 terjadi penurunan jumlah titik api sebesar 300% atau tiga kali
lipat sampai dengan bulan September 2006.
Tabel 1. Jumlah Titik Panas (Hot Spot) Bulan Juli-September 2006

Bulan
Variabel
Juli Agustus September
Titik panas (hot spot) 560 titik 3.565 titik 1.218 titik
Sumber: Pusdakarlahut, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Oktober 2006

Komposisi luas lahan yang dibakar dan terbakar terdiri dari kawasan hutan,
areal perkebunan besar dan lahan masyarakat. Sampai dengan pengamatan tanggal
20 0ktober 2006 luas lahan yang dibakar dan terbakar mencapai ± 4.797 ha. Dari
tiga pengamatan yang dilakukan selama 3 bulan terakhir, data Dinas Kehutanan
Provinsi Jambi memperlihatkan masih luasnya lahan yang terbakar dan dibakar.
Kawasan hutan memiliki porsi kebakaran lahan yang paling tinggi yaitu mencapai ±
2.375 ha. Areal perkebunan besar juga memiliki kontribusi yang besar memunculkan
kabut asap, dengan luas lahan yang terbakar mencapai ± 1.280 ha. Kebakaran lahan
di areal perusahaan perkebunan besar terjadi karena perusahaan perkebunan
memanfaatkan kondisi musim kemarau yang cukup panjang untuk melakukan
pembersihan lahan (land clearing) yang dipersiapkan untuk penanaman perkebunan
di awal musim hujan.
Disamping itu masyarakat juga memanfaatkan musim kemarau untuk
membuka dan membersihkan lahan untuk keperluan yang sama, dimana luas lahan
masyarakat yang terbakar dan dibakar mencapai ± 1.142 ha. Data Dinas Kehutanan
Provinsi Jambi mengindikasikan bahwa masyarakat juga melakukan pembakaran
lahan eks HPH yang ditinggalkan/ditelantarkan oleh pemilik HPH, dimana lahan eks
HPH ini dimanfaatkan oleh masyarakat juga untuk kepentingan pembukaan lahan
pertanian/perkebunan. Sementara itu, sampai dengan 20 Oktober 2006 data dari
Pusat Pengendalian Kebakaran Lahan dan Hutan (Pusdakarlahut) Dinas Kehutanan
Provinsi Jambi memperkirakan masih ada sekitar ± 900 ha lahan yang terbakar dan
dibakar belum padam dan masih menimbulkan asap, sedangkan lahan yang telah
berhasil dipadamkan atau padam sendiri sebanyak ± 3.897 ha.

Tabel 2. Komposisi Kebakaran dan Pembakaran Lahan di Provinsi Jambi

Komposisi Lahan Periode Pengamatan


Terbakar 25/08/2006 25/09/2006 20/10/2006
1. Luas lahan terbakar 1.858,5 ha 2.758 ha 4.797 ha
a. Kawasan hutan - 1.035,5 ha 2.375 ha
b. Areal perkebunan besar - 1.215,5 ha 1.280 ha
c. Lahan masyarakat - 518 ha 1.142 ha
2. Dipadamkan/padam sendiri 1.374 ha 2.644 ha 3.897 ha
3. Belum padam 484,5 ha 114 ha 900 ha
Sumber: Pusdakarlahut, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Oktober 2006

Disamping kabut asap yang dihasilkan oleh pembakaran dan terbakarnya


lahan di Provinsi Jambi, kabut asap yang terjadi dalam wilayah Provinsi Jambi
diindikasikan merupakan kiriman dari provinsi tetangga yang mengalami
pembakaran lahan. Data ini dapat dilihat melalui pengamatan titik panas dari Satelit
NOAA di wilayah Sumatera. Hasil pengamatan tersebut memperlihatkan bahwa titik-
titik api yang terjadi di Provinsi Riau, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan berada
sangat dekat dengan perbatasan Provinsi Jambi.

B. DAMPAK TERHADAP SEKTOR PERHUBUNGAN DAN SOSIAL MASYARAKAT


Akumulasi pembakaran lahan, terbakarnya lahan dan kiriman asap akibat
pembakaran dan terbakarnya lahan provinsi tetangga, menimbulkan kabut asap
yang relatif sangat pekat. Dampak kabut asap ini dirasakan oleh sektor ekonomi dan
sosial masyarakat secara langsung, yaitu :
a. Sektor Perhubungan khususnya aktivitas transportasi (air dan udara)
Data pada Dinas Perhubungan Provinsi Jambi dan Bandara Sultan Thaha
Syaifuddin Jambi menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah penumpang yang
tiba dan berangkat. Dari tabel 3, terlihat bahwa terjadi penurunan jumlah
penumpang yang signifikan selama 3 bulan terakhir, dimana pada bulan Juli 2006
penumpang yang tiba dan berangkat di Bandara Sultan Thaha sebanyak 68.106
orang dengan jumlah bagasi/kargo penumpang sebanyak 662.496 kg, turun menjadi
62.938 orang denagn bagasi 551.963 kg. Data ini menunjukkan bahwa terjadi
penurunan sebesar 7,58% dalam pengangkutan penumpang dan barang selama 3
bulan terakhir saja. Penurunan ini disebabkan sering ditutupnya bandara secara
sementara dan permanen (19-26 Oktober 2006) karena kabut asap yang tidak
memungkinkan pesawat mendarat.
Tabel 3. Aktivitas Penerbangan di Barang Bandara Sultan Thaha (Juli-Sept 2006)

Bulan
Variabel dan Satuan
Juli Agustus September
1. Jumlah penerbangan (tiba dan
berangkat)/satuan kali 643 kali 734 kali 662 kali
penerbangan 68.106 org 67.239 org 62.938 org
2. Penumpang/satuan orang 298.867 kg 315.046 kg 325.910 kg
3. Barang (kargo)/satuan kilogram
Sumber: Bandara Sultan Thaha, Dinas Perhubungan Provinsi Jambi, Oktober 2006

Dari tabel 3 juga terlihat bahwa terjadi penumpukan barang yang belum
terkirim selama periode Juli-September 2006 di gudang kargo Bandara Sultan Thaha
akibat tidak adanya pesawat yang dapat mengangkut kargo dari perusahaan jasa
pengiriman barang di Provinsi jambi. Kondisi ini berdampak terhadap aktivitas pelaku
ekonomi seperti pada bulan oktober, terjadi penundaan pengangkutan kargo yang
memuat hampir 20.000 ekor udang Ketak atau udang Ronggeng dari nelayan di
Kuala Tungkal. Akibat sulitnya pengiriman mengakibatkan turunnya harga udang
sampai 50% pada tingkat nelayan. Pada sisi lain, dikarenakan adanya pengalihan
pengiriman melalui Palembang mengakibatkan naiknya ongkos kirim dari Kuala
Tungkal ke Palembang, yang disertai dengan risiko tinggi.
Sementara itu, untuk aktivitas masuknya barang dari daerah lain ke Provinsi
Jambi diperkirakan juga mengalami kondisi yang sama khususnya untuk barang-
barang yang didatangkan dari Pelabuhan Kuala Tungkal. Meskipun dampak
terganggunya transportasi tersebut bersifat sesaat, namun di beberapa lokasi pasar
juga ditemui kelangkaan beberapa komoditas barang yang didatangkan dari daerah
lain. Kondisi tersebut juga memberikan kontribusi terhadap kenaikan harga barang
yang didatangkan dari daerah lain, meskipun dampak yang dirasakan bersifat sesaat
dan jangka pendek.
b. Dampak Sosial Masyarakat
Meningkatnya pengeluaran masyarakat pada sektor kesehatan dalam bentuk
biaya kesehatan sebagai efek samping menurunnya kesehatan masyarakat. Hal ini
timbul karena banyaknya masyarakat yang menderita penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Atas (ISPA). Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jambi menunjukkan
bahwa sampai dengan September 2006 penderita ISPA tercatat sebanyak 14.939
penderita. Jika diamati data dari bulan Januari-September 2006 pada tabel 4 di
bawah ini, terjadi peningkatan penderita ISPA terutama dalam tiga bulan terakhir
sebesar 17,71%.
Dalam tataran teoritis, kabut asap merupakan bentuk ekternalitas negatif
dari pembakaran dan terbakarnya lahan. Eksternalitas negatif ini memiliki keterkaitan
secara langsung terhadap naiknya pengeluaran tambahan untuk mengatasi dampak
yang ditimbulkan dalam bentuk biaya. Secara tidak langsung, efek eksternalitas
negatif akan mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat. Dampak lanjutan adalah
penurunan pendapatan masyarakat sebagai akibat naiknya pengeluaran rumah
tangga atas biaya kesehatan dan penurunan pendapatan sektor perhubungan
khususnya jasa transportasi akibat terganggunya kegiatan usaha (business circle).
Meskipun dampak eksternalitas negatif asap terjadi hanya pada satu periode waktu
tertentu (musim kemarau), namun intensitas pengulangan dampak tersebut terjadi
setiap tahun. Bila secara agregat diakumulasikan untuk periode waktu yang panjang,
maka dampak eksternalitas negatif asap akan menimbulkan pengaruh yang sangat
besar terhadap perekonomian nasional.

Tabel 4. Jumlah Penderita ISPA Umum di Provinsi Jambi (Juli-Sept. 2006)

Bulan
Variabel
Juli Agustus September
Jumlah penderita ISPA 12.691 kasus 13.822 kasus 14.939 kasus
Sumber: P3M, Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, Oktober 2006

3. REKOMENDASI
Dari paparan tersebut di atas, beberapa hal yang dapat direkomedasikan
untuk mengatasi permasalahan asap yang disebabkan oleh pembakaran dan
terbakarnya lahan adalah:
a. Aspek Penegakan Hukum
Pemerintah baik pusat maupun daerah harus mempunyai komitmen yang
kuat dalam menjalankan perangkat hukum yang mampu menjerat pelaku
pembakaran lahan dengan mengenakan biaya kompensasi kerusakan/kerugian yang
diakibatkan oleh dampak eksternalitas negatif yang dihasilkan oleh perusahaan
perkebunan dan masyarakat yang membakar lahan. Tidak adanya law enforcement
dan kontrol dari penegak hukum meskipun dari sisi regulasi telah diatur dalam UU
No.41/1999 tentang Kehutanan dan PP No. 4/2001 tentang Pengendalian Kerusakan
Lingkungan, dan atau polusi yang disertai oleh Kebakaran Hutan dan Lahan menjadi
penyebab masih berlangsungnya pembakaran hutan secara terus-menerus baik yang
dilakukan oleh perusahaan maupun masyarakat.
b. Koordinasi antar Lembaga Pemerintah
Permasalahan lainnya adalah tidak adanya koordinasi antar lembaga dalam
menyelesaikan permasalahan lahan hutan seperti kantor menteri Kehutanan, Menteri
lingkungan, kementrian pertanian, Pemerintah provinsi, dsb., lambatnya respon
terhadap kasus kebakaran hutan adalah akibat keterbatasan SDM, peralatan, mesin
dan anggaran yang dialokasikan sehingga tidak adanya sistem yang mencukupi
untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan karena adanya insiden
kebakaran hutan. Pemerintah juga harus mengalokasikan dana yang cukup dalam
bentuk anggaran baik di tingkat pusat maupun daerah untuk menyediakan fasilitas
dan tenaga kesehatan khusus untuk menanggulangi penyakit yang disebabkan kabut
asap secara terpadu, peralatan dan tenaga inti dan sukarela untuk mengantisipasi
kebakaran lahan.
Di sektor perhubungan terutama aktivitas transpotasi udara, masalah asap
telah mengakibatkan tertundanya pendaratan dan lepas landasnya pesawat di
pelabuhan udara. Hal ini disebabkan terbatasnya jarak pandang normal/minimal yang
disebabkan pekatnya asap, yang sangat dibutuhkan untuk melakukan pendaratan
dan penerbangan secara aman. Lebih jauh lagi, jika kepekatan asap menjadi semakin
tinggi dan jarak pandang menjadi semakin pendek, penutupan bandara dapat
terjadi. Kondisi ini berakibat tidak terangkutnya penumpang dan barang dari dan
keluar Provinsi Jambi.

Penurunan Pendapatan Masyarakat di Sub Jasa Penunjang Perhubungan


Dampak ikutan lainnya terkait dengan sektor perhubungan khususnya
aktivitas transportasi udara adalah menurunnya pendapatan masyarakat yang
bekerja di sektor jasa yang berhubungan dengan aktivitas transportasi udara.
Penurunan pendapatan dialami agen/biro perjalanan reguler dan wisata, agen/biro
pengiriman barang, penyedia jasa angkutan barang dan penumpang (maskapai
penerbangan, kapal laut, speed boat, travel, taksi, angkutan kota dan lainnya),
hotel dan restoran, pekerja sektor informal yang terlibat disektor perhubungan
(seperti buruh angkut), dan penyedia layanan pendukung aktifitas lainnya.

Anda mungkin juga menyukai