Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

LANSIA

1. Definisi
Lanjut usia adalah hal yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan

fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang

berakhir dengan kematian (Supraba, 2015). Lanjut usia merupakan seorang laki-

laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik secara fisik masih

berkemampuan (potensial) ataupun karena sesuatu hal tidak mampu lagi

berperan secara aktif dalam pembangunan (tidak potensial). Di negara-negara

maju seperti Amerika Serikat usia lanjut sering didefinisikan mereka yang telah

menjalani siklus kehidupan diatas usia 60 tahun (Juwita, 2013).


Menua (menjadi tua) adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa

sehat menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan

sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan

kematian (Setiati, Harimurti, & R, 2009).


Lansia atau usia lanjut merupakan tahap akhir dari siklus kehidupan

manusia dan hal tersebut merupakan bagian dari proses kehidupan 11 yang tidak

dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu (Prasetya, 2010). Tahap

usia lanjut menurut teori Erik Erikson tahun 1963 merupakan tahap integrity

versus despair, yakni individu yang sukses dalam melampauin tahap ini akan

dapat mencapai integritas diri (integrity), lanjut usia menerima berbagai

perubahan yang terjadi dengan tulus, mampu beradaptasi dengan keterbatasan

yang dimilikinya, bertambah bijak menyikapi proses kehidupan yang

dialaminya. Sebaliknya mereka yang gagal maka akan melewati tahap ini
dengan keputusasaan (despair), lanjut usia mengalami kondisi penuh stres, rasa

penolakan, marah dan putus asa terhadap kenyataan yang dihadapinya (Setiati et

al., 2009)

2. Teori Tentang Proses Menua

A. Teori Biologis

 Teori Radikal Bebas

Teori radikal bebas Teori radikal bebas pertama kali diperkenalkan oleh Denham

Harman pada tahun 1956, yang menyatakan bahwa proses menua adalah proses

yang normal, merupakan akibat kerusakan jaringan oleh radikal bebas (Setiati et

al., 2009). Radikal bebas adalah senyawa kimia yang berisi elektron tidak

berpasangan. Karena elektronnya tidak berpasangan, secara kimiawi radikal bebas

akan mencari pasangan elektron lain dengan bereaksi dengan substansi lain

terutama protein dan lemak tidak jenuh. Sebagai contoh, karena membran sel

mengandung sejumlah lemak, ia dapat bereaksi dengan radikal bebas sehingga

membran sel mengalami perubahan. Akibat perubahan pada struktur membran

tersebut membran sel menjadi lebih permeabel terhadap beberapa substansi dan

memungkinkan substansi tersebut melewati membran secara bebas. Struktur

didalam sel seperti mitokondria dan lisosom juga diselimuti oleh membran yang

mengandung lemak, sehingga mudah diganggu oleh radikal bebas (Setiati et al.,

2009).

Sebenarnya tubuh diberi kekuatan untuk melawan radikal bebas berupa

antioksidan yang diproduksi oleh tubuh sendiri, namun antioksidan tersebut tidak

dapat melindungi tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas tersebut (Setiati et al.,

2009)
 Teori imunologis

Menurut Potter dan Perry (2006) dalam (Marta, 2012) penurunan atau perubahan

dalam keefektifan sistem imun berperan dalam penuaan. Tubuh kehilangan

kemampuan untuk membedakan proteinnya sendiri dengan protein asing sehingga

sistem imun menyerang dan menghancurkan jaringannya sendiri pada kecepatan

yang meningkat secara bertahap. Disfungsi sistem imun ini menjadi faktor dalam

perkembangan penyakit kronis seperti kanker, diabetes, dan penyakit

kardiovaskular, serta infeksi.

 Teori DNA repair

Teori ini dikemukakan oleh Hart dan Setlow. Mereka menunjukkan bahwa adanya

perbedaan pola laju perbaikan (repair) kerusakan DNA yang diinduksi oleh sinar

ultraviolet (UV) pada berbagai fibroblas yang dikultur. Fibroblas pada spesies

yang mempunyai umur maksimum terpanjang menunjukkan laju DNA repair

terbesar dan korelasi ini dapat ditunjukkan pada berbagai mamalia dan primata

(Setiat et al., 2009).

 Teori genetika

Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama di pengaruhi oleh

pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik.

Menurut teori genetika adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan

yang berjalan dari waktu ke waktu mengubah sel atau struktur jaringan. Dengan

kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang usia ditentukan sebelumnya

(Stanley & Beare, 2006 dalam Putri, 2013).

 Teori wear-and-tear
Teori wear-and- tear (dipakai dan rusak) mengusulkan bahwa akumulasi sampah

metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintensis DNA, sehingga mendorong

malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan mengalami

kerusakan berdasarkan suatu 15 jadwal. Sebagai contoh adalah radikal bebas,

radikal bebas dengan cepat dihancurkan oleh sistem enzim pelindung pada kondisi

normal (Stanley & Beare, 2006 dalam Putri, 2013).

B. Teori Psikososial

 Teori disengagment
Teori disengagment (teori pemutusan hubungan), menggambarkan proses

penarikan diri oleh lansia dari peran masyarakat dan tanggung jawabnya.

Proses penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari,

dan penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh.

Lansia dikatakan bahagia apabila kontak sosial berkurang dan tanggung jawab

telah diambil oleh generasi lebih muda (Stanley & Beare, 2006 dalam Putri,

2013).
 Teori aktivitas
Teori ini menegaskan bahwa kelanjutan aktivitas dewasa tengah penting untuk

keberhasilan penuaan. Menurut Lemon et al (1972) dalam (Marta, 2012) orang

tua yang aktif secara sosial lebih cendrung menyesuaikan diri terhadap

penuaan dengan baik.

3 .Batasan Usia Lansia

Menurut WHO (2009), lanjut usia meliputi :

1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45-54 tahun

2. Lanjut suia (elderly) : antara 60-74 tahun

3. Lanjut usia tua (old) : antara 75-90 tahun

4. Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun


4. Perubahan Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

1. Perubahan fisik

a. Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan

intra dan extra seluler

b. Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam respon

waktu untuk meraksi, mengecilnya saraf panca indra sistem pendengaran,

presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya pengumpulan serum karena

meningkatnya keratin

c. Sistem penglihatan : spinkter pupil timbul sklerosis dan hlangnya respon

terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh,

meningkatnya ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi, menurunnya

lapang pandang.

d. Sistem Kardivaskuler : katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan

jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun setelah berumur 20 tahun

sehingga menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume, kehilangan elastisitas

pembuluh darah, tekanan darah meninggi.

e. Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga menyebabkan

menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan elastisitasnya sehingga kapasitas

residu meingkat, nafas berat. Kedalaman pernafasan menurun.

f. Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan gizi buruk, indera

pengecap menurun krena adanya iritasi selaput lendir dan atropi indera pengecap

sampai 80 %, kemudian hilangnya sensitifitas saraf pengecap untuk rasa manis

dan asin
g. Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi sehingga

aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, GFR menurun sampai 50 %. Nilai

ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat. Vesika urinaria, otot-ototnya

menjadi melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 cc sehingga vesika urinaria

sulit diturunkan pada pria lansia yang akan berakibat retensia urine. Pembesaran

prostat, 75 % doalami oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang

vagina terjadi selaput lendir kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi

berkurang dan menjadi alkali.

h. Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon

menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, aktifitas

tiroid menurun sehingga menurunkan basal metabolisme rate (BMR). Porduksi sel

kelamin menurun seperti : progesteron, estrogen dan testosteron.

i. Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan

lemak, kulit kepala dan rambut menuipis menjadi kelabu, sedangkan rambut

dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan rapuh.

j. Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh

menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut discusine

vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut erabit otot , sehingga

lansia menjadi lamban bergerak. otot kam dan tremor.

2. Perubahan Mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :

a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa

b. Kehatan umum

c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan

e. Lingkungan

Kenangan (memori) ada 2 :

a. kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu

b. kenangan jangka pendek : 0-10 menit, kenangan buruk

Intelegentia Question :

a. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal

b. Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor terjadi

perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.

3. Perubahan Perubahan Psikososial

a. Pensiun : nilai seorang dukur oleh produktifitasnya, identits dikaitkan dengan

peranan dalam pekerjaan

b. Merasakan atau sadar akan kematian

c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih

sempit.

4. Perubahan Perubahan Psikososial

a. Pensiun : nilai seorang dukur oleh produktifitasnya, identits dikaitkan dengan

peranan dalam pekerjaan

b. Merasakan atau sadar akan kematian

c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih

sempit.

Low Back Pain

1. Definisi
Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan manifestasi

keadaan patologik yang dialami oleh jaringan atau alat tubuh yang merupakan

bagian pinggang atau yang ada di dekat pinggang (Amien et al, 2012). Salah satu

masalah yang sering ditemukan pada lansia adalah nyeri punggung bawah atau

LBP. ( Bandiyah, 2009)

Nyeri
punggung bawah (NPB) merupakan salah
satu gangguan muskuloskeletal yang
disebabkan oleh aktivitas tubuh yang
kurang baik (Ningsih, 2009)
Nyeri
punggung bawah (NPB) merupakan salah
satu gangguan muskuloskeletal yang
disebabkan oleh aktivitas tubuh yang
kurang baik (Ningsih, 2009)
Nyeri ini terasa di antara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu

didaerah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke

arah tungkai. Nyeri yang berasal dari daerah punggung bawah dapat dirujuk ke

daerah lain atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah

punggung bawah (refered pain).

LBP lebih sering terjadi antara usia 25 sampai 64 tahun (World Health

Organization [WHO], 2001), meskipun dapat terjadi pada semua rentang usia.

Prevalensi LBP menurun dari 33% pada tahun 2000 menjadi 24,7% pada tahun

2005 di Eropa (Paoli dan Merllie, 2001; Parent-Thirion et al., 2007 dikutip dari

Norasteh, 2012).

Penyebab LBP bervariasi, LBP diklasifikasikan menjadi spondylogenic,

neurogenic, viscerogenic, vascular and psychogenic (Wong dan Transfeldt, 2007

dikutip dari Norasteh, 2012). Faktor risiko yang mempengaruhi LBP yaitu

merokok, obesitas, usia di atas 50 tahun, wanita, secara fisik pekerjaan berat atau
menetap, tingkat pendidikan rendah, ketidakpuasan kerja dan depresi, gangguan

somatisasi, dan kecemasan.

2. Klasifikasi

NPB disebabkan oleh berbagai kelainan atau perubahan patologik yang

mengenai berbagai macam organ atau jaringan tubuh. Oleh karena itu beberapa

ahli membuat klasifikasi yang berbeda atas dasar kelainannya atau jaringan yang

mengalami kelainan tersebut. Macnab menyusun klasifikasi NPB sebagai berikut:

a. Viserogenik : NPB yang bersifat viserogenik disebabkan oleh adanya proses

patologik di ginjal atau visera di daerah pelvis, serta tumor retroperitoneal.

b. Neurogenik : NPB yang bersifat neurogenik disebabkan oleh keadaan patologik

pada saraf yang dapat menyebabkan NPB.

c. Vaskulogenik : Aneurisma atau penyakit vaskular perifer dapat menimbulkan

NPB atau nyeri yang menyerupai iskialgia.

d. Psikogenik : NPB psikogenik pada umumnya disebabkan oleh ketegangan jiwa

atau kecemasan, dan depresi, atau campuran antara kecemasan dan depresi.

e. Spondilogenik : NPB spondilogenik ini ialah suatu nyeri yang disebabkan oleh

berbagai proses patologik di kolumna vertebralis yang terdiri dari unsur tulang

(osteogenik), diskus intervertebralis (diskogenik), dan miofasial (miogenik), dan

proses patologik di artikulasio sakroiliaka.

3. Etiologi

Etiologi nyeri punggung bermacam – macam, yang paling banyak adalah

penyebab sistem neuromuskuloskeletal. Disamping itu LBP dapat merupakan

nyeri rujukan dari gangguan sistem gastrointestinal, sistem genitorinaria atau


sistem kardiovaskuler. Proses infeksi, neoplasma dan inflasi daerah panggul dapat

juga menimbulkan LBP. Penyebab sistem neuromuskuloskeletal dapat diakibatkan

beberapa faktor, ialah (a) otot, (b) discus intervertebralis, (c) sendi apofiseal,

anterior, sakroiliaka, (d) kompresi saraf / radiks, (e) metabolik, (f) psikogenik, (g)

umur (Dachlan, 2009).

Penyebab lain dari LBP antara lain (Sidharta, 2008) :

a. Kongenital, misalnya Faset tropismus (asimetris), kelainan vertebra misalnya

sakralisasi, lumbalisasi, dan skoliosis serta Sindrom ligamen transforamina yang

menyempitkan ruang untuk jalannya nervus spinalis hingga dapat menyebabkan

NPB.

b. Trauma dan gangguan mekanik: Trauma dan gangguan mekanik merupakan

penyebab utama NPB. Orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau

sudah lama tidak melakukannya dapat menderita NPB akut, atau melakukan

pekerjaan dengan sikap yang salah dalam waktu lama akan menyebabkan NPB

kronik. Trauma dapat berbentuk lumbal strain (akut atau kronik), fraktur (korpus

vertebra, prosesus tranversus), subluksasi sendi faset (sindroma faset), atau

spondilolisis dan spondilolistesis.

c. Radang (Inflamasi), misalnya Artritis Rematoid dan Spondilitis ankilopoetika

(penyakit Marie-Strumpell).

d. Tumor (Neoplasma): Tumor menyebabkan NPB yang lebih dirasakan pada

waktu berbaring atau pada waktu malam. Dapat disebabkan oleh tumor jinak

seperti osteoma, penyakit Paget, osteoblastoma, hemangioma, neurinoma,

meningioma. Atau tumor ganas, baik primer (mieloma multipel) maupun


sekunder: (metastasis karsinoma payudara, prostat, paru tiroid ginjal dan lain-

lain).

e. Gangguan metabolik: Osteoporosis dapat disebabkan oleh kurangnya

aktivitas/imobilisasi lama, pasca menopouse, malabsorbsi/intake rendah kalsium

yang lama, hipopituitarisme, akromegali, penyakit Cushing,

hipertiroidisme/tirotoksikosis, osteogenesis imperfekta, gangguan nutrisi misalnya

kekurangan protein, defisiensi asam askorbat, idiopatik, dan lain-lain. Gangguan

metabolik dapat menimbulkan fraktur kompresi atau kolaps korpus vertebra hanya

karena trauma ringan. Penderita menjadi bongkok dan pendek dengan nyeri difus

di daerah pinggang.

f. Degenerasi, misalnya pada penyakit Spondylosis (spondyloarthrosis deforman),

Osteoartritis, Hernia nukleus pulposus (HNP), dan Stenosis Spinal.

g. Kelainan pada alat-alat visera dan retroperitoneum, pada umumnya penyakit

dalam ruang panggul dirasakan di daerah sakrum, penyakit di abdomen bagian

bawah dirasakan didaerah lumbal.

h. Infeksi : Infeksi dapat dibagi ke dalam akut dan kronik. NPB yang disebabkan

infeksi akut misalnya : disebabkan oleh kuman pyogenik (stafilokokus,

streptokokus, salmonella). NPB yang disebabkan infeksi kronik misalnya

spondilitis TB (penyakit Pott), jamur, osteomielitis kronik.

i. Problem psikoneurotik : NPB karena problem psikoneuretik misalnya

disebabkan oleh histeria, depresi, atau kecemasan. NPB karena masalah

psikoneurotik adalah NPB yang tidak mempunyai dasar organik dan tidak sesuai

dengan kerusakan jaringan atau batas-batas anatomis, bila ada kaitan NPB dengan
patologi organik maka nyeri yang dirasakan tidak sesuai dengan penemuan

gangguan fisiknya.

j. Adapun faktor resiko untuk NPB antara lain adalah: usia, jenis kelamin,

obesitas, merokok, pekerjaan, faktor psikososial, dan cedera punggung

sebelumnya.

4. Patofisiologi

Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus

menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri

disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas dari system ini dapat dipengaruhi

oleh sejumlah factor dan intensitas yang dirasakan berbeda diantara tiap individu.

Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon

hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak, dimana stimuli

tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik, ataupun termal. Kornu dorsalis dari

medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori, dimana agar nyeri dapat

diserap secara sadar, neuron pada system assenden harus diaktifkan.

Stimulus ini akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator

inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri merupakan

proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses

penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang

selanjutnya dapat menimbulkan iskemia. Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri

inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri

neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada system saraf. Iritasi neuropatik pada

serabut saraf dapat menyebabkan dua kemungkinan.


Pertama, penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang

kaya nosiseptor dari nervinevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri

dirasakan sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan peregangan serabut saraf

misalnya karena pergerakan. Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut

saraf. Pada kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi

saluran ion Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya

mechano-hot spot yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal. Hal

ini merupakan dasar pemeriksaan Laseque.

5. Tanda dan Gejala

Keluhan LBP sangat beragam, tergantung dari patofisiologi, perubahan

biokimia atau biomekanik dalam discus intervertebralis. Bahkan pola patofisiologi

yang serupa pun dapat menyebabkan sindroma yang berbeda dari pasien. Pada

umumnya sindroma lumbal adalah nyeri. Sindroma nyeri muskulo skeletal yang

menyebabkan LBP termasuk sindrom nyeri miofasial dan fibromialgia. Nyeri

miofasial khas ditandai nyeri dan nyeri tekan seluruh daerah yang bersangkutan

(trigger points), kehilangan ruang gerak kelompo otot yang tersangkut (loss of

range of motion) dan nyeri radikuler yang terbatas pada saraf tepi. Keluhan nyeri

sering hilang bila kelompok otot tersebut diregangkan. Fibromialgia

mengakibatkan nyeri dan nyeri tekan daerah punggung bawah, kekakuan, rasa

lelah, dan nyeri otot (Dachlan, 2009). Gejala penyakit punggung yang sering

dirasakan adalah nyeri, kaku, deformitas, dan nyeri serta paraestesia atau rasa

lemah pada tungkai. Gejala serangan pertama sangat penting. Dari awal kejadian

serangan perlu diperhatikan, yaitu apakah serangannya dimulai dengan tiba – tiba,

mungkin setelah menggeliat, atau secara berangsur – angsur tanpa kejadian


apapun. Dan yang diperhatikan pula gejala yang ditimbulkan menetap atau kadang

– kadang berkurang. Selain itu juga perlu memperhatikan sikap tubuh, dan gejala

yang penting pula yaitu apakah adanya sekret uretra, retensi urine, dan

inkontinensia (Appley, 2013).

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Sinar X vertebra ; mungkin memperlihatkan adanya fraktur, dislokasi, infeksi,

osteoartritis atau scoliosis.

b. Computed tomografhy ( CT ) : berguna untuk mengetahui penyakit

yangmendasari seperti adanya lesi jaringan lunak tersembunyi disekitar kolumna

vertebralis dan masalah diskus intervertebralis.

c. Ultrasonography : dapat membantu mendiagnosa penyempitan kanalis spinalis.

d. Magneting resonance imaging ( MRI ) : memungkinkan visualisasi sifat dan

lokasi patologi tulang belakang.

e. Meilogram dan discogram : untuk mengetahui diskus yang mengalami

degenerasi atau protrusi diskus.

f. Venogram efidural : Digunakan untuk mengkaji penyakit diskus lumbalis

dengan memperlihatkan adanya pergeseran vena efidural.

g. Elektromiogram (EMG) : digunakan untuk mengevaluasi penyakit serabut

syaraf tulang belakang ( Radikulopati )

7. Penatalaksanan

a. Penatalaksanaan Keperawatan.

Informasi dan edukasi.


Pada NPB akut: Imobilisasi (lamanya tergantung kasus), pengaturan berat

badan, posisi tubuh dan aktivitas, modalitas termal (terapi panas dan dingin)

masase, traksi (untuk distraksi tulang belakang), latihan : jalan, naik sepeda,

berenang (tergantung kasus), alat Bantu (antara lain korset, tongkat)

NPB kronik: psikologik, modulasi nyeri (TENS, akupuntur, modalitas

termal), latihan kondisi otot, rehabilitasi vokasional, pengaturan berat badan posisi

tubuh dan aktivitas

b. Medis

Formakoterapi.

1) NPB akut: Asetamenopen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri berat), injeksi

epidural (steroid, lidokain, opioid) untuk nyeri radikuler

2) NPB kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin) antikonvulsan (gabapentin,

karbamesepin, okskarbasepin, fenitoin), alpha blocker (klonidin, prazosin), opioid

(kalau sangat diperlukan)

- Invasif non bedah

a) Blok saraf dengan anestetik lokal (radikulopati)

b) Neurolitik (alcohol 100%, fenol 30 % (nyeri neuropatik punggung bawah)


DAFTAR PUSTAKA

Asghar Norasteh. (2012). Low back pain. Advances in Neurology (Vol. 90)

Amien et al (2012). Pengaruh Senam Lansia Terhadap Penurunan Low Back Pain
Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kandangserang Kabupaten
Pekalongan. Jurnal Universitas Muhammdiyah Semarang Vol. 5 No.2

Appley, G.A & Solomon, Louis. (2013). Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.
Jakarta: Widya Medika

Aru WS, Setiyohadi B, Simadribrata M, Setiati S. 2009. Proses Menua dan


Implikasi Kliniknya Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi 4.
Jakarta : Internal Publishing.

Bandiyah, S. (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Muha


Medika.

Dachlan L.M., 2009. Pengaruh Back Exercise Pada Nyeri Punggung Bawah. Tesis
Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Dewi, Putri Rossyana & I Wayan Sudhana. (2013). Gambaran Kualitas Hidup
pada Lansia dengan Normotensi dan Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Gianyar I Periode Bulan November Tahun 2013. Jurnal Medika Udayana vol.
3 no 9 (2014)

Juwita R. 2013. Hubungan Keluarga dengan Dpresi Pada Lansia di UPTD Rumoh
Sejahtera Geunaseh Sayang Ulee Kareng Banda Aceh Tahun 2013. Penelitian.
STIKES U’Budiyah Banda Aceh. Banda Aceh

Marta, O. F. (2012). Determinan Tingkat Depresi Pada Lansia Di Panti Sosial


Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan. Universitas Indonesia.

Prasetya, Anton Surya., Hamid, Achir Yani S., Susanti, Herni. (2010). Penurunan
Tingkat Depresi Klien Lansia Dengan Terapi Senam Latih Otak di Panti
Wreda. http://journal.ui.ac.id/index.php/jkepi/article/viewFile/2357/1805

Sidharta P, Mardjono M.(2008). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat


Supraba N.P., 2015. Hubungan antara Aktifitas Sosial, Interaksi Sosial dan Fungsi
Keluarga dengan Kualitas Hidup di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar
Denpasar Utara Kota Denpasar. Universitas Udayana, Badung. Thesis.

Anda mungkin juga menyukai