Anda di halaman 1dari 10

PENGUNGKAPAN DAN TRANSPARANSI

1. Pengertian Transparansi
Bushman & Smith (2003: 76) mendefinisikan transparansi perusahaan sebagai
ketersediaan relevansi yang tersebar luas, informasi yang dapat dipercaya mengenai kinerja
perusahaan dalam suatu periode yang terkait, posisi keuangan, kesempatan investasi,
pemerintah, nilai dan risiko perusahaan dagang yang bersifat umum. Dalam tingkatan
negara, Bushman, dkk (2004) mengidentifikasikan dua jenis transparansi perusahaan yaitu
transparansi keuangan dan transparansi pemerintah. Transparansi keuangan tingkat negara
disusun berdasarkan intensitas pelaporan perusahaan, waktu pelaporan, jumlah analisis, dan
media penyebarannya. Sedangkan transparansi pemerintah disusun berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2. Pengungkapan
Kerangka tata kelola perusahaan harus memastikan bahwa pengungkapan yang tepat
waktu dan akurat dibuat pada semua hal material mengenai perusahaan, termasuk situasi
keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola perusahaan. Pengungkapan merupakan
langkah akhir dalam proses akuntansi, yaitu penyajian informasi dalam bentuk statemen
keuangan. Pengungkapan harus mencakup standar sebagai berikut :
1) Pengungkapan harus mencakup informasi material tentang:
a) Hasil keuangan , operasi perusahaan dan tujuan perusahaan.
b) Kepemilikan saham mayoritas dan hak suara.
c) Kebijakan remunerasi bagi anggota dewan dan eksekutif, dan informasi tentang
anggota dewan, termasuk kualifikasi, proses seleksi, direktur perusahaan lain dan
apakah mereka dianggap independen oleh dewan.
d) Transaksi dengan pihak terkait.
e) Faktor risiko mendatang.
f) Isu mengenai karyawan dan stakeholders lainnya.
g) Struktur dan kebijakan tata kelola, khususnya isi kebijakan tata kelola perusahaan dan
proses yang diimplementasikan.
h) Informasi harus disiapkan dan diungkapkan sesuai dengan standar kualitas akuntansi
yang tinggi dan pengungkapan keuangan dan non-keuangan.
2) Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor independen, kompeten dan berkualitas dalam
rangka memberikan jaminan eksternal dan obyektif kepada dewan dan pemegang saham
bahwa laporan keuangan cukup mewakili posisi keuangan dan kinerja perusahaan dalam
semua hal yang material.

1
3) Auditor eksternal harus bertanggung jawab kepada pemegang saham dan berkewajiban
kepada perusahaan untuk melakukan kerja profesional dalam melakukan audit.
4) Saluran untuk menyebarkan informasi harus memberikan akses yang adil, tepat waktu,
dan akses yang hemat biaya kepada informasi yang relevan oleh pengguna.
5) Kerangka Corporate Governance harus dilengkapi dengan pendekatan yang efektif yang
membahas dan mempromosikan penyediaan analisis atau nasihat oleh analis, broker,
lembaga pemeringkat yang relevan dengan keputusan oleh investor, bebas dari konflik
kepentingan material yang mungkin meragukan integritas analisis atau nasihat mereka.

Good Corporate Governance mutlak diperlukan jika ada potensi konflik kepentingan
diantara pihak tertentu. Hal ini terjadi karena adanya asimetri informasi (information
asymmetry), yaitu keadaan di mana salah satu pihak memiliki pengetahuan yang tidak
dimiliki pihak lain. Ada dua tipe utama asimetri informasi :

1) Adverse selection yaitu satu pihak atau lebih yang melakukan transaksi usaha potensial
memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Contoh : informasi internal perusahaan
kepada investor yang dibatasi oleh manajer.
2) Moral hazard yaitu satu pihak atau lebih tidak dapat mengamati tindakan pihak lain,
padahal tindakan tersebut mempengaruhi kepentingan semua pihak dalam transaksi.
Contoh : memotivasi usaha manajer (terkait dengan pemisahan tugas).
Dalam pengungkapan terdapat biaya-biaya yang dibutuhkan dalam pengungkapan,
seperti sebagai berikut :
1) Out-of-pocket costs yaitu biaya administrasi, bahan baku, dan sebagainya.
2) Indirect costs yaitu biaya untuk mengungkapkan informasi kepada kompetitor
(potensial).
Perusahaan akan meningkatkan jumlah pengungkapan selama manfaat pengungkapan
melebihi biaya yang dikeluarkan.

Menurut penelitian dan bukti empiris, terdapat asosiasi negatif tehadap


pengungkapan yaitu antara :
1) Tingkat pengungkapan dan cost of equity capital. Ada dua penjelasan:
a) Peningkatan pengungkapan meningkatkan likuiditas pasar saham dan mengurangi
cost of equity capital, bisa melalui pengurangan biaya transaksi atau peningkatan
permintaan untuk saham perusahaan.

2
b) Peningkatan pengungkapan mengurangi risiko estimasi yang disebabkan estimasi
investor tentang parameter return asset.
2) Tingkat pengungkapan dan cost of debt. Alasan lenders dan underwriters
mempertimbangkan kebijakan pengungkapan perusahaan dalam estimasi mereka tentang
default risk.
Menurut Andrew Sheng (2000), manfaat pengungkapan adalah untuk memelihara
integritas dan untuk berfungsi secara adil dan efisien, pasar perlu informasi berkualitas tinggi,
pengungkapan tepat waktu, dan akses efisien untuk informasi tersebut. Para investor
membutuhkan informasi ini untuk membuat keputusan investasi dan untuk berdagang.
Sebenarnya tanpa regulasi pun, perusahaan memiliki insentif pribadi untuk melakukan
pengungkapan informasi. Dengan alasan, yaitu :
1) Perusahaan mengadakan kontrak dengan berbagai pihak. Kontrak ini perlu informasi
untuk mengawasi apakah hak dan kewajiban tiap pihak sudah terpenuhi.
2) Tekanan pasar (pasar modal dan tenaga kerja). Manajer yang berkinerja baik akan dinilai
tinggi oleh pasar, apalagi jika manajer bisa meningkatkan nilai perusahaan.

3. Perkembangan Pengungkapan dan Transparansi Di Indonesia


Berdasarkan pada Jurnal Corporate Governance, Disclosure and Its Evidence in
Indonesia yang dibuat oleh Siddharta Utama, pengungkapan pada emiten di Indonesia pada
awalnya berdasarkan pada PP no. 64 tahun 1999 tentang Laporan Tahunan. Menurut
peraturan tersebut pengungkapan hanya boleh dilakukan oleh perusahaan listed saja,
sehingga akhirnya muncul peraturan baru yang mengharuskan semua perusahaan, termasuk
yang tidak listed harus di audit dan diungkapkan laporan keuangannya apabila memiliki nilai
aset atau aset bersih melebihi Rp. 25.000.000.000.
Selain itu, tertera juga dalam peraturan Bapepam-LK VIII.G.2. pengungkapan
laporan tahunan meliputi :
1) Deskripsi umum, yang berisi profil perusahaan, produk, sistem organisasi dan lainnya.
2) Deskripsi khusus, yang berisi mengenai informasi saham, nilai aset, kebijakan dividen,
dan lainnya.
3) Ringkasan mengenai data keuangan yang meliputi perbandingan penjualan selama 5
tahun, laba kotor, laba operasi, laba bersih, EPS, dan analisa laporan keuangan lainnya.

3
4) Diskusi dan analisis manajemen, yang berisi tentang analisis dan informasi yang
berpotensi material yang terjadi sejak laporan tahun lalu.
5) Laporan Keuangan, penyajian laporan keuangan berdasarkan standar yang berlaku.
Kemudian Herwidiyatmo mengusulkan agar detail pengungkapan harus sesuai
dengan standar internasional, seperti hal-hal yang menyangkut kepentingan minority
shareholder. Agar tidak terjadi adanya benturan kepentingan maka dibutuhkan persetujuan
oleh pemilik saham minoritas. Penerapan ini pertama kali diikuti oleh 22 perusahaan yang
listed dan pedoman yang digunakan berdasarkan peraturan Bapepam, Regulasi Industri, dan
Standar akuntansi yang berlaku umum.
Dalam perkembangan pengungkapan laporan tahunan pada bank di Indonesia,
terutama bank sentral (Bank Indonesia), pengungkapan tidak hanya ditujukan pada publik
saja, namun juga diungkapkan di bank-bank yang beroperasi di Indonesia. Informasi yang
diungkapkan adalah :
1) Informasi umum, yang berisi mengenai profil emiten (struktur, produk, pemilik dan
lainnya).
2) Laporan Keuangan 2 tahun terakhir, yang berisi laporan audit, neraca, laporan rugi laba,
laporan perubahan modal, arus kas, komitmen dan kontijensi, dan catatan atas laporan
keuangan.
3) Hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu berisi analisis kredit, persentase kredit nasabah,
kredit relasi, kredit yang kolektif, dan loan dari dalam dan luar negeri.
Berdasarkan studi, skor (level) pengungkapan perusahaan listed yang ada di Indonesia
masih dibawah 60%. Hal ini berarti syarat-syarat pemenuhan pengungkapan
berdasarkan peraturan Bapepam-LK masih rendah, dan dibutuhkan perhatian khusus
mengenai hal ini. Lebih menarik, ternyata auditor memainkan peran juga dalam menentukan
skor (level) pengungkapan ini. Skor pengungkapan akan makin rendah pada saat emiten
berganti dengan auditor yang baru. Dalam hal ini, pengungkapan dalam laporan keuangan
merupakan hal yang penting dalam menunjukkan identias perusahaan yang sebenarnya.

4. Insider Trading
Insider trading merupakan istilah teknis yang hanya dikenal dalam pasar modal.
Istilah tersebut mengacu kepada praktek di mana orang dalam (corporate insider),

4
melakukan transaksi sekuritas dengan menggunakan informasi eksklusif yang mereka miliki
yang belum tersedia bagi masyarakat atau investor.
Praktek insider trading bertentangan dengan prinsip keterbukaan. Keterbukaan
merupakan suatu kewajiban bagi setiap perusahaan yang menjual sahamnya melalui bursa
efek. Prinsip keterbukaan (disclosure principle) merupakan sesuatu yang harus ada, baik
untuk kepentingan pengelola bursa (BEJ), pengawas (Bapepam), dan calon investor. Oleh
karena itu, dapat ditentukan bahwa perdagangan efek dapat tergolong sebagai praktek
insider trading apabila memenuhi tiga unsur minimal, yaitu :
1) Adanya orang dalam (insider).
2) Informasi material yang belum tersedia bagi masyarakat atau belum di disclosed
(unpublished inside information).
3) Orang dalam melakukan transaksi dengan menggunakan informasi material yang belum
tersedia untuk umum tersebut (insider trading).
Insider trading berbahaya bagi mekanisme pasar yang fair dan efisien. Dampak
negatif insider trading adalah:
1) Pembentukan harga yang tidak fair. Pembentukan harga tersebut disebabkan kurangnya
informasi yang merata yang dimiliki para pelaku bursa, artinya hanya dimiliki oleh
orang dalam atau sekelompok orang tertentu yang mempunyai akses terhadap orang
dalam.
2) Berbahaya bagi kelangsungan hidup pasar modal. Hilangnya kepercayaan investor
terhadap bursa akan menyebabkan perubahan kebijakan investasinya dan akhirnya bursa
tidak lagi dianggap sebagai alternatif sumber pembiayaan yang menguntungkan.
3) Menurunkan kepercayaan investor atas pasar saham karena ambiguitas dan rendahnya
reliabilitas informasi yang mengemuka, sehingga menghambat perkembangan pasar
modal yang pada akhirnya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi karena
menurunnya minat investasi.
4) Memperburuk citra emiten. Hilangnya kepercayaan investor terhadap emiten
merupakan salah satu penyebab hilangnya image positif investor, dan apabila hal
tersebut terjadi maka sulit bagi emiten merebut kembali simpati masyarakat. Hal ini
berdampak negatif secara luas dari aspek ekonomis, sumber daya serta pangsa pasar
yang ada.

5
5) Kerugian bagi investor. Kerugian tersebut disebabkan karena investor membeli efek
pada harga yang mahal dan menjualnya pada harga yang murah, sehingga investor
merasa dirugikan dan tidak mendapatkan perlindungan.
6) Menurunkan nilai perusahaan yang tercermin dari turunnya harga.
7) Mencegah pembeli potensial dari better deal on the stock.
8) Menurunkan likuiditas saham maupun likuiditas pasar.

STUDI KASUS
Kasus Insider Trading yang Pernah dialami PT Gas Negara Tbk
Kasus yang dialami oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk yang berindikasi bermula pada
jatuhnya dalam penjualan saham dibursa efek. Terjadinya pada periode 12 september 2006
sampai dengan 11 januari 2007. Terdapat indikasi terjadinya pelangaran terhadap peraturan
undang-undang pasar modal pada transaksi penjualan saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk.
Semuanya terjadi bermula dari penurunan secara signifikan harga saham PT Perusahaan Gas

6
Negara Tbk di Bursa Efek Jakarta, yaitu dari Rp 9.650,00 (harga penutupan pada tanggal 11
januari 2006) menjadi Rp 7.400,00 per lembar saham pada tanggal 12 januari 2007.
Dugaan adanya insider trading sangat terasa pada saat harga saham PGN anjlok pada
harga Rp 7.400,00. Jatuhnya harga saham tersebut dilihat tidak wajar, karena merujuk pada harga
sebelumnya Rp 9.650,00 berarti telah jatuh sebanyak 23,36%. Melihat dengan jatuhnya harga
saham dalam penjualan dibursa efek, patut diduga bahwa adanya kesalahan atau pun kesengajaan
dalam hal transaksi yang dilakukan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk.
Kala itu, saham PGN merosot hingga 23,32% atau Rp 2.250 menjadi Rp 7.400
dibandingkan posisi sebelumnya di Rp 9.650. sebanyak 186,2 juta saham ditransaksikan. Dan
katagori orang dalam kasus PGN sebagaimana dimaksud di Undang-undang Pasar Modal adalah
Kementrian BUMN, sebagai pemegang saham, manajemen emiten, serta Danareksa Sekuritas,
Bahana Securitas dan Credit Suisse sebagai konsultan.
Pada masa periode 12 September 2006 sampai dengan 11 Januari 2007, yang dimana
telah terjadi penurunan dalam penjualan saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk diduga
dikarenakan adanya tindakan Insider trading yang dilakukan. Namun, pembuktian terhadap
dugaan insider trading tidaklah gampang, membutuhkan waktu yang cukup lama, karena
keterbatasan teknologi yang tertinggal kemajuannya dibandingkan pada perkembangan pasar.
Ada dugaan bahwa beberapa pelaku pasar telah mengetahui informasi penting mengenai
penundaan komersialisasi gas tersebut sebelum diumumkan secara resmi oleh manajemen PT
Perusahaan Gas negara Tbk. Dalam arti lain, tidak semua pelaku pasar mengetahui informasi
penting tersebut. Sehingga bagi mereka yang mengetahui informasi penting tersebut, langsung
mengambil langkah yang dapat menguntungkan mereka sendiri, dengan menjual saham PGN
lebih dulu dibanding investor lainnya. Puncaknya pada tanggal 12 Januari 2007, para investor
lainnya ikut-ikutan menjual saham PGN secara besar-besaran, yang mengakibatkan jatuhnya
harga saham PGN 23,32% dari harga Rp 9.650,00 menjadi Rp 7.400,00.
Dari melihat dan memahami posisi kasus diatas, terdapat beberapa fakta-fakta hukum
yang dapat dijadikan sebagai bahan penelitian lebih lanjut, antara lain sebagai berikut :
1) Penurunan atau jatuhnya harga saham PT Perushaan Gas Negara Tbk pada saat penjualan
dibursa efek Indonesia. Pada harga Rp 9.650 (harga penutupan pada tanggal 11 januari 2006)
23,36% anjlok pada harga Rp 7.400 perlembar saham pada tanggal 12 januari 2007.
2) Adanya bukti-bukti yang menunjuk pada praktek transaksi saham perusahaan yang
dilakukan oleh pihak orang dalam perusahaan, yang terjadi pada periode 12 september 2006
sampai dengan 11 januari 2007.

7
3) Adanya informasi yang tergolong sebagai informasi material dan dapat mempengaruhi
harga saham. Antaranya :
a) Penurunan harga saham PT Perusahaan Gas Negara sangat erat dengan siaran pers yang
dilakukan manajemn perusahan sehari sebelumnya tertanggal 11 jaunari 2007.
b) Pernyataan bahwa ditundanya proyek komersialisasi pemipaan gas PT Perusahaan Gas
Negara Tbk yang semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006 tertunda menjadi
Maret 2007.
c) Informasi tentang penurunan volume gas telah diketahui para pihak perusahaan sejak
tertanggal 12 September 2006 dan informasi tentang tertundanya gas in sejak tanggal 18
Desember 2006, para pihak perusahaan baru menjelaskan pada tanggal 11 januari 2007.
Ada 3 hal yang di alami perusahaan dalam kasus ini diantaranya :
1. Pelanggaran prinsip disclosure terhadap keterlambatan penyampaian laporan kepada
Bapepam dan masyarakat tentang peristiwa material.
Dalam Pasal 86 ayat (2) UU No. 5 tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan
bahwa perusahaan publik menyampaikan laporan kepada Bapepam dan mengumumkan
kepada masyarakat tentang peristiwa material yang dapat mempengaruhi harga efek
selambat-lambatnya pada akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya peristiwa tersebut.
Pada kenyataannya PT. Gas Negara terlambat melaporkan fakta atas penundaan
proyek pipanisasi yang dilakukan oleh PT PGN. Dalam hal ini keterlambatan pelaporan
keterbukaan informasi sebanyak 35 hari. Mengenai informasi penurunan volume gas dan
informasi tertundanya gas ini Dikategorikan sebagai fakta material dalam Peraturan Nomor
X.K.1. Sehingga telah jelas, bahwa PT. Gas Negara melanggar pasal 86 ayat (2) UU No.
5/1995 jo. Peraturan Nomor X.K.1. dengan pelanggaran ini PT. PGN dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp. 35 juta .
2. Pelanggaran prinsip disclosure terhadap pemberian keterangan yang secara material
tidak benar.
Ada beberapa hal yang seringkali dilarang dalam hal keterbukaan informasi,
diantaranya sebagai berikut :
1) Memberikan informasi yang salah sama sekali.
2) Memberikan informasi yang setengah benar.
3) Memberikan informasi yang tidak lengkap.
4) Sama sekali diam terhadap fakta/informasi material.
Keempat hal ini dilarang karena oleh hukum dianggap dapat menimbulkan
”misleading” bagi investor dalam memberikan judgement nya untuk membeli atau tidak
suatu efek.

8
Ketentuan ini juga diadopsi dalam pasal 93 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal,
yang menyebutkan bahwa tiap pihak dilarang, dengan cara apa pun, memberikan keterangan
yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di
Bursa Efek .
Dalam kasus ini PT. PGN yakni memberikan keterangan material tidak benar tentang
rencana volume gas yang dapat dialirkan melalui proyek SSWJ (South Sumatera-West Java).
Fakta itu sudah diketahui atau sewajarnya diketahui oleh direksi, yang kemudian seharusnya
keterangan itu disampaikan kepada publik, namun tidak disampaikan. Sehingga jelas terjadi
bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap pasal 93 UU No. 8/1995 dan diancam dengan
pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 15 milyar . Oleh karena
itu, sudah sepatutnya dan sewajarnya Bapepam-LK menjatuhkan sanksi administratif berupa
denda sebesar Rp. 5 miliar kepada Direksi PT PGN yang menjabat pada periode bulan Juli
2006 s.d. Maret 2007 yaitu Sutikno, Adil Abas, Djoko Pramono, WMP Simanjuntak dan
Nursubagjo Prijono.

3. Keterlibatan fiduciary position dalam kasus insider trading transaksi efek PGAS
Dalam pasal 95 UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal menerangkan bahwa orang
dalam dari perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan
transaksi atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud.
Penjelasan pasal 95 memberi arti kepada orang dalam sebagai pihak-pihak yang tergolong
dalam:
1) Komisaris, Direktur, atau pengawas perusahaan terbuka.
2) Pemegang saham utama perusahan terbuka.
3) Orang yang karena kedudukannya, profesinya atau karena hubungan usahanya dengan
perusahaan terbuka memungkinkan memperoleh informasi orang dalam. Dengan
kedudukan disini dimaksudkan sebagai lembaga, institusi atau badan pemerintahan.
Sementara yang merupakan “hubungan usaha” adalah hubungan kerja atau kemitraan
dalam kegiatan usahanya, seperti, nasabah, pemasok, kontraktor, pelanggan, kreditur,
dan lain-lain

9
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Arridho dkk. 2011. PT. Perusahaan Gas Negara. Report Magister Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Riau. Diunduh pada 17 November 2017.

OECD Principle 5

Rachmat, Dani dkk. 2015. Tata Kelola Perusahaan Mengenai Pengungkapa Dan Transparansi
Analisis Kasus PT. Perusahaan Gas Negara (Persero). Makalah Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Indonesia. Diunduh pada 17 November 2017.

10

Anda mungkin juga menyukai