Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Imunohematologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari system ilmu pada
darah. Penyakit pada system imun yang sering kita kenal antara lain: Hipersensitivitas,
Autoimun, HIV/AIDS, dll. Autoimun, seperti dengan namanya adalah keadaan
abnormal dimana sistem imun tubuh menyerang bagian ubuh itu sendiri seperti
jaringan atau organ dalam karena dianggap oleh system imun sebagai benda asing.
Salah satu penyakit autoimun adalah systemic lupus erythematosus atau yang sering
dikenal sebagai penyakit lupus.
Penyakit lupus berasal dari bahasa Latin yang berarti “Anjing hutan,” atau
“Serigala,” memiliki ciri yaitu munculnya bercak atau kelainan pada kulit, dimana di
sekitar pipi dan hidung akan terlihat kemerah-merahan seperti kupu-kupu. Lupus juga
menyerang organ dalam lainnya seperti ginjal, jantung, dan paru-paru.Oleh karena itu
penyakit ini dinamakan “Sistemik,” karena mengenai hampir seluruh bagian tubuh
kita. Jika Lupus hanya mengenai kulit saja, sedangkan organ lain tidak terkena, maka
disebut Lupus Kulit (lupus kutaneus) yang tidak terlalu berbahaya di bandingkan
lupus yang sistemik (Sistemik Lupus /SLE) .
Berbeda dengan HIV/AIDS, SLE adalah suatu penyakit yang di tandai dengan
peningkatan sistem kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya ditujukan
untuk melawan bakteri maupun virus yang masuk ke dalam
tubuh berbalik merusak organ tubuh itu sendiri seperti ginjal, hati, sendi, sel darah
merah, leukosit, atau trombosit. Karena organ tubuh yang diserang bisa berbeda antara
penderita satu dengan lainnya, maka gejala yang tampak sering berbeda, misalnya
akibat kerusakan di ginjal terjadi bengkak pada kaki dan perut, anemia berat, dan
jumlah trombosit yang sangat rendah (Sukmana, 2004).
Perkembangan penyakit lupus meningkat tajam di Indonesia. Menurut hasil
penelitian Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ), pada tahun 2009 saja, di RS Hasan
Sadikin Bandung sudah terdapat 350 orang yang terkena SLE ( sistemiclupus
erythematosus). Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang seringterl ambat
diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat,

1
penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapioleh penderita
SLE. Masalah lain yang timbul adalah belum terpenuhinya kebutuhan penderita SLE
dan keluarganya tentang informasi, pendidikan, dan dukunganyang terkait dengan
SLE. Manifestasi klinis dari SLE bermacam-macam meliputi sistemik,
muskuloskeletal, kulit, hematologik, neurologik, kardio pulmonal, ginjal,saluran
cerna, mata, trombosis, dan kematian janin (Hahn, 2005).
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka ditemukan beberapa rumusan
masalah adalah sebagai berikut :
1. Jelaskan dan sebutkan apa saja konsep teori tentang SLE (Sistemik lupus
eritematosus) ?
2. Jelaskan dan sebutkan apa saja konsep asuhan keparawatan tentang SLE (Sistemik
lupus eritematosus) ?
1.3 MANFAAT PENULISAN
1.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini bagi Institusi pendidikan kesehatan adalah untuk
mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam
mempelajari konsep teori dan asuhan keperawatan tentang SLE (Sistemik
lupus eritematosus).
1.3.2 Bagi Tenaga Kesehatan (Perawat)
Makalah ini bagi tenaga kesehatan khususnya untuk perawat adalah
untuk mengetahui pentingnya bagaimana konsep teori dan asuhan keperawatan
tentang SLE (Sistemik lupus eritematosus).
1.3.3 Bagi Mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik menyusun maupun pembaca
adalah untuk menambah wawasan tentang konsep teori dan asuhan
keperawatan tentang SLE (Sistemik lupus eritematosus).
1.4 TUJUAN PENULISAN
1.4.1 Tujuan Umum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Keperawatan medikal
bedah 2.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Untuk memahami dan mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan
tentang SLE (Sistemik lupus eritematosus).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP TEORI

A. Definisi
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisystem yang disebabkan
oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya
gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan
produksi autoantibodi yang berlebihan.
Penyakit lupus termasuk penyakit autoimun, artinya tubuh menghasilkan
antibodi yang sebenarnya untuk melenyapkan kuman atau sel kanker yang ada di
tubuh, tetapi dalam keadaan autoimun, antibodi tersebut ternyata merusak organ
tubuh sendiri. Organ tubuh yang sering dirusak adalah ginjal, sendi, kulit, jantung,
paru, otak, dan sistem pembuluh darah. Semakin lama proses perusakan terjadi,
semakin berat kerusakan tubuh. Jika penyakit lupus melibatkan ginjal, dalam waktu
lama fungsi ginjal akan menurun dan pada keadaan tertentu memang diperlukan
cuci darah. (Dr. Samsuridjal Djauzi, 2009)
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) atau dikenal penyakit lupus adalah suatu
penyakit autoimun menahun yang menimbulkan peradangan dan biasa menyerang
berbagai organ tubuh, termasuk kulit, persendian dan organ dalam tubuh manusia.

B. Etiologi
System kekebalan tubuh berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh dalam
melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya,sistem pertahanan
tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel
tubuhnya sendiri. Antibody ini menyerang sel darah,organ dan jaringan tubuh
shingga terjadi penyakit menahun. Penyebab dari lupus tidak di ketahui tetapi di
duga melibatkan factor lingkungan dan keturunan , beberapa faktor lingkungan
yang dapat memicu timbulnya lupus :
a. Infeksi
b. Antibiotic( trutama golongan sulfa dan penisilin)
c. Sinar ultraviolet
d. Stres yang berlebihan

3
e. Obat-obatan tertentu
f. Hormone
Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tapi gen
penyebabnya tidak di ketahui. Penemuan terahir menyebutkan tentang gen dari
kromoson 1. Prognosa 10% dari penderita yang memiliki krabat (orang tua maupun
saudara kandung) yang telah maupun akan mendrita lupus. Prognosa hanya seitar
5% anak dari penderita lupus yang akan menderita penyakit ini.
Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa di derita
oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapa saja. Baik pada pria maupun wanita,
meskipun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita, faktor hormonal mungkin
bisa menjelaskan bagaimana lupus lebih sering menyerang wanita. Meningkatnya
gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi dan/ atau sebelum masa
kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon(trutama estrogen) mungkin
berperan dalam timbulnya penyakit ini, namun penyebab yang pasti dari lebih
tingginya angka kejadian pada wanita dan pada masa pra-menstruasi,masih belum
di ketahui.

C. Klasifikasi
Penyakit lupus dapat di klasifikasikan mrnjadi 3 macam,yaitu:
Discoid lupus, systemic lupus erythematosus, dan lupus yang di induksi oleh
obat:
1. Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan di tandai oleh batas eritma yang
meninggi,skuama,sumbatan polikuler,dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit
kepala,telinga,wajah,lengan,punggung dan dada. Penyakit ini dapat
menimbulkan kecacatan karna lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut
di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap
2. Systemic Lupus Erythematosus
SLE merupakan penyakit radang atau inplamasi multi sistem yang di sebabkan
oleh faktor dan di karakteristisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun
merupakan peningkatan sistem imun dan produksi auto antibodi yang
berlebihan. Terbentuknya auto antibodi terhadap dsDNA, berbagai macam
rebonukleoprotein intra seluler, sel-sel darah,dan pospolifit dapat menyebabkan
kerusakan jaringan melalui maknime pengaktifan komplemen.

4
3. Lupus Yang Di Induksi Oleh Obat
Lupus yang di sebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilasi
lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi
lambat, obat banyak terakomulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan
obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini di respon sebagai benda
asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi anti
nuklear(ANA) untuk menyerang benda asing tersebut.

D. Manifestasi Klinis
Jumlah dan jenis antibodi pada lupus lebih besar di bandingkan dengan pada
penyakit lain. Antibodi ini (bersama dengan faktor lainnya yang tidak di ketahui)
menentukan gejala apa yang akan berkembang. Makanya berat ringan penyakit ini
bervariasi pada setiap penderita,perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai dari
penyakit yang ringan sampai penyakit yang berat. Gejala di tandai oleh masa bebas
gejala( remisi) dan masa kekambuhan (eksaser basi). Pada mulanya lupus hanya
menyearang 1 organ,namun lama kelamaan akan melibatkan organ lainnya.
1. Tanda Gejala Pada Otot Dan Kerangka Tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan
mendrita atritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari
tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul
dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri daerah tersebut.
2. Tanda Gejala Pada Kulit
Hampir 50 % penderita di temukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan
pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin buruk jika terkena sinar
matahari. Ruam yang lebih besar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar
oleh sinar matahari.
3. Tanda Gejala Pada Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-
sel ginjal,tetapi hanya 50% yang menderita nepritis lupus (pradangan ginjal yang
menetap). Bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu menjalani dialisa
atau pencakokan ginjal.
4. Tanda Gejala Pada Sistem Saraf
Kelainan saraf di temukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering di
temukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan,tetapi kelainan bisa terjadi

5
pada bagian apapun dari otak, korda spinalis maupun sistem saraf. Kejang,
psikosa, sindrom otak organik dan sakit kepala merupakan beberapa kelainan
sistem saraf yang bisa terjadi
5. Tanda Gejala Pada Darah
Kelainan darah dapat ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk
bekuan darah dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan setroke dan
emboli paru. Jumlah trombosit berkurang dan tumbuh membentuk antibodi yang
melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang
berarti. Kebanyakan terjadi anemia akibat penyakit menahun.
6. Tanda Gejala Pada Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti prikarditis, endokarditis
maupun miokarditis. Dari keadaan tersebut menimbulkan nyeri dada dan aritmia.
7. Tanda Gejala Pada Paru-Paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (pradangan selaput paru) dan efusi
pleura(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibatnya sering
timbul nyeri dada dan sesak nafas.

Gejala Dari Penyakit Lupus :


a Demam
b Lelah
c Merasa tidak enak badan
d Penurunan berat badan
e Ruam kulit
f Ruam kupu-kupu
g Ruam kulit yang di perburuk oleh sinar matahari
h Sensitif terhadap sinar matahari
i Pembekakan dan nyeri persendian
j Pembekakan kelenjar
k Nyeri otot
l Mual dan muntah
m Nyeri dada pleuritik
n Kejang
o Psikosa.

6
Gejala Lain Yang Mungkin Di Temukan :
a Hematuria(air kemih mengandung darah)
b Batuk darah
c Mimisan
d Gangguan menelan
e Bercak kulit
f Bintik merah di kulit
g Perubahan warna jari tangan bila di tekan
h Mati rasa dan kesemutan
i Luka di mulut
j Krontokan rambut
k Nyeri perut
l Gangguan penglihatan

E. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini
ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana
terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan
lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti
hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat
antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam
penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Patofiologi penyakit SLE dihipotesiskan sebagai berikut : adanya satu atau
beberapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai predisposisi
genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel TCD 4+,
mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap sel-antigen.
Sebagai akibatnya munculah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan
induksi serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi autoantibodi maupun yang
berupa sel memori. Ujud pemicu ini masih belum jelas. Sebagian dari yang diduga
termasuk didalamnya ialah hormon seks, sinar ultraviolet dan berbagai macam
infeksi.
Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan terhadap antigen yang
terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein

7
histon dan non histon.Kebanyakan diantaranya dalam keadaan alamiah terdapat
dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks protein RNA yang disebut partikel
ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak
tissue-spesific dan merupakan komponen integral semua jenis sel.Antibodi ini
secara bersama-sama disebut ANA (anti-nuclear antibody). Dengan antigennya
yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi.
Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada SLE terganggu. Dapat
berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemprosesan
kompleks imun dalam hati, dan penurun
Uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan ini memungkinkan
terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear. Kompleks
imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya
fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi
komplemen yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi radang.
Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan/ gejala pada organ atau
tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit dan
sebagainya. Bagian yang penting dalam patofisiologi ini ialah terganggunya
mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas patologis
pada individu yang resisten.

F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Imunologi
Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE
adalah tes ANA generic (ANA IF dengan Hep 2 Cell). Tes ANA
dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada
SLE. Pada penderita SLE ditemukan tes ANA yang positif sebesar 95-100%, akan
tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit lain yang mempunyai
gambaran klinis menyerupai SLE misalnya 8 infeksi kronis (tuberkulosis),
penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease (MCTD), artritis
rematoid, tiroiditis autoimun), keganasan atau pada orang normal.
Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan,
tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk SLE seringkali dinamis dan
berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan datang
terutama jika didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan. Bila tes ANA

8
dengan menggunakan sel Hep-2 sebagai substrat; negatif, dengan gambaran klinis
tidak sesuai SLE umumnya diagnosis SLE dapat disingkirkan.
Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes
antibody terhadap antigen nuklear spesifik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNP,
Ro(SSA), La (SSB), Scl-70 dan anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai profil
ANA/ENA. Antibodi anti-dsDNA merupakan tes spesifik untuk SLE, jarang
didapatkan pada penyakit lain dan spesifitasnya hampir 100%. Titer anti-dsDNA
yang tinggi hampir pasti menunjukkan diagnosis SLE dibandingkan dengan titer
yang rendah. Jika titernya sangat rendah mungkin dapat terjadi pada pasien yang
bukan SLE.
Kesimpulannya, pada kondisi klinik adanya anti-dsDNA positif menunjang
diagnosis SLE sementara bila anti ds-DNA negatif tidak menyingkirkan adanya
SLE. Meskipun anti-Sm didapatkan pada 15%-30% pasien SLE, tes ini jarang
dijumpai pada penyakit lain atau orang normal. Tes anti-Sm relatif spesi ik untuk
SLE, dan dapat digunakan untuk diagnosis SLE. Titer anti-Sm yang tinggi lebih
spesifik untuk SLE. Seperti anti-dsDNA, anti-Sm yang negatif tidak
menyingkirkan diagnosis. Rekomendasi:
1) Test ANA merupakan test yang sensitif, namun tidak spesifik untuk SLE
2) Test ANA dikerjakan hanya jika terdapat kecurigaan terhadap SLE
3) Test Anti dsDNA positif menunjang diagnosis SLE, namun jika negatif tidak
menyingkirkan diagnosis SLE

Tabel 2. Jenis autoantibodi pada SLE dan makna klinisnya (Buyon, 2008)

Antibodi Frekuensi Makna klinis

Anti Nuclear Antibody 90% Tidak spesifik untuk manifestasi klinis


tertentu; hanya digunakan untuk tujuan
diagnosis

Anti-dsDNA 40-60% Terkait manifestasi klinis nefritis; dapat


memprediksi flare atau peningkatan
aktivitas penyakit.

Anti-RNP 30%-40% Terkait manifestasi klinis

9
Raynaud’s, musculoskeletal; tidak dapat
menilai aktivitas penyakit.

Anti Ribosomal-P 10%-20% Terkait manifestasi klinis gangguan SSP


difus, psikosis, depresi mayor; tidak
dapat menilai aktivitas penyakit.

Anti-SSA/ Ro 30%–45% Terkait manifestasi klinis kekeringan


konjungtiva dan mukosa mulut, SCLE,
lupus neonatal, fotosensitivitas; tidak
dapat menilai aktivitas penyakit.

Anti-SSB/ La 10%-15% Terkait manifestasi klinis kekeringan


konjungtiva dan mukosa mulut, SCLE,
lupus neonatal, fotosensitivitas; tidak
dapat menilai aktivitas penyakit.

Antiphospholipid 30% Terkait manifestasi klinis gangguan


pembekuan darah; tidak dapat menilai
aktivitas penyakit.

b. Pemeriksaan Darah Lengkap


Pemeriksaan DL bertujuan untuk melihat kadar hemoglobin, trombosit, serta
leukosit dalam darah. Pada pasien dengan SLE kemungkinan pemeriksaan darah
lengkap menunjukkan hasil sebagai berikut:
1) Anemia hemolitik
2) Leukosit <4.000/mm3
3) Limfosit <1.500/mm3
4) Trombosit <100.000/mm3
c. Pemeriksaan Urine Lengkap
Pada pasien dengan SLE kemungkinan pemeriksaan UL menunjukkan hasil
sebagai berikut:
1) Proteinuria> 0,5 gr/24 jam
2) Hematuria

10
G. Penatalaksanaan
a. Medis
1. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan
dipakaibersama kortikosteroid, secara topikal untuk kutaneus.
2. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan
SLE.
3. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.
4. Kortikosteroid (prednison 1-2 mg/kg/hr s/d 6 bulan postpartum)
(metilprednisolon 1000 mg/24jam dengan pulse steroid th/ selama 3 hari, jika
membaik dilakukan tapering off).
5. AINS (Aspirin 80 mg/hr sampai 2 minggu sebelum TP).
6. Imunosupresan (Azethiprine 2-3 mg/kg per oral).
7. Siklofospamid, diberikan pada kasus yang mengancam jiwa 700-1000 mg/m
luas permukaan tubuh, bersama dengan steroid selama 3 bulan setiap 3
minggu.
b. Keperawatan
1. Diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien
memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang
mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien
disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.
2. Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk
mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh
berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan.
Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus
terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof
sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan
timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.
H. Komplikasi
Lupus adalah penyakit yang mengganggu sistem kekebalan, sehingga
banyak sistem atau jaringan tubuh lain yang mengalami gangguan. Ada
beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada odapus, yaitu:

11
a) Gagal ginjal
b) Gangguan pada darah, seperti anemia
c) Tekanan darah tinggi
d) Vaskulitis, peradangan pada pembuluh darah
e) Gangguan ingatan
f) Mengalami perubahan perilaku, seperti sering berhalusinasi
g) Kejang
h) Stroke
i) Penyakit jantung
j) Masalah pada paru-paru, contohnya peradangan pada selaput paru-paru
dan pneumonia
k) Mudah terserang berbagai penyakit infeksi
l) Kanker

12
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (Lupus bisa menyerang pria maupun wanita,
namun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita), umur (Lupus bisa
menyerang usia berapapun, meningkatnya gejala penyakit ini pada masa
sebelum menstruasi dan/atau selama kehamilan/ anatara usia 15-40 tahun),
alamat (cahaya matahari, luka bakar termal), agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan (untuk mengetahui penularan melalui cairan tubuh atau cairan
vagina), pendidikan(Tingkat pendidikan mempengaruhi persepsi terhadap
penggunaan terapi komplementer bagi penderita yang memiliki pendidikan
tinggi maka terapi komplementer dianggap sebagai pelengkap terapi medis
bahkan ada penderita yang tidak mau menggunakan terapi komlementer sebagai
terapi yang didapat menyembuhkan atau mengganti terapi medis), pekerjaan
(lebih berisiko pada pekerjaan yang banyak terkena cahaya matahari, luka bakar
termal), ras, suku/bangsa(Lupus biasanya terdapat pada RAS afrika, Hispanics
dan Asia), no. register, tanggal masuk rumah sakit, alasan berobat ke fasilitas
kesehatan serta harapan pasien.

b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Biasanya kilen yang mempunyai penyakit SLE ini megeluh mudah
lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut
terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien biasanya mengeluh mudah lelah, nyeri dan kaku, tetapi respon tiap
orang berbeda terhadap tanda dan gejala SLE tergantung imunitas masing-
masing.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu walaupun tidak terlalu spesifik biasanya akan
didapatkan adanya keluhan mudah lelah, nyeri, kaku, anorksia dan penurunan
berat badan secara signifikan.

13
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien yang mempunyai keluarga yang pernah terkena penyakit Lupus ini
dicurigai berkecenderungan untuk terkena penyakit ini, kurang lebih 5-12%
lebih besar dibanding orang normal.

c. Riwayat Bio-Psiko-Sosial
a) Persepsi – Manajemen Kesehatan
Biasanya klien tidak sadar akan penyakitnya, meski gejala demam dirasakan
klien menganggap hanya demam biasa.
b) Nutrisi – Metabolik
Biasanya, penderita SLE akan banyak kehilangan berat badan karena kurang
nafsu makan serta mual muntah yang dirasakan.
c) Eliminasi
Secara klinis, biasanya penderita SLE akan mengalami diare.
d) Aktivitas – Latihan.
Penderita SLE biasanya mengeluhkan kelelahan serta nyeri pada bagian
sendinya, sehingga pola aktivitas – latihan klien terganggu.
e) Istirahat – Tidur
Klien dapat mengalami gangguan dalam tidur karena nyeri sendi yang
dirasakannya.
f) Kognitif – Persepsi
Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu bila terdapat
lesi pada jari – jari tangannya. Pada sistem neurologis, penderita dapat
mengalami depresi dan psikologis.
g) Konsep diri
Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversible yang menimbulkan bekas
dan warna yang buruk pada kulit, penderita SLE akan merasa terganggu dan
malu.
h) Peran – Hubungan
Penderita SLE tidak mampu melakukan pekerjaan seperti biasanya selama
sakit, namun masih dapat berkomunikasi.
i) Seksual – Reproduksi
Biasanya, penderita SLE tidak mengalami gangguan dalam aktivitas seksual
dan reproduksi.

14
j) Koping – Stress
Biasanya penderita mengalami depresi dengan penyakitnya dan juga stress
karena nyeri yang dirasakan. Untuk menghadapi penyakitnya, klien butuh
dukungan dari keluarga serta lingkungannya demi kesembuhan klien.
k) Nilai – Kepercayaan
Biasanya aktivitas ibadah klien terganggu karena keterbatasan aktivitas
karena nyeri yang dirasakan.

d. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Biasanya pada penderita SLE mengalami lesi pada kulit kepala dan
kerontokan yang sifatnya reversibel dan rambut yang hilang akan tumbuh
kembali.
b) Muka
Biasanya pada penderita SLE terdapat ruam kupu-kupu pada muka.
c) Telinga
Biasanya pada penderita SLE tidak selalu ditemukan lesi di telinga.
d) Mulut
Biasanya pada penderita SLE sekitar 20% terdapat lesi di mukosa mulut.
e) Leher
Biasanya penderita SLE tiroidnya mengalami abnormal,
hyperparathyroidisme, intolerance glukosa.
f) Paru – paru
Biasanya penderita SLE mengalami pleurisy, pleural effusion, pneumonitis,
interstilsiel fibrosis. Biasanya penderita SLE sering timbul nyeri dada dan
sesak nafas.
g) Jantung
Biasanya penderita SLE dapat mengalami perikarditis, myokarditis,
endokarditis, vaskulitis.
h) Gastro Intestinal
Biasanya penderita SLE mengalami hepatomegaly / pembesaran hepar, nyeri
pada perut

15
i) Ekstrimitas
Pada penderita SLE sering dijumpai lesi vaskulitik pada jari-jari tangan dan
jari jari-jari kaki, juga sering merasakan nyeri sendi.
j) Sistem Integumen
Pada penderita SLE cenderung mengalami kelainan kulit eritema molar yang
bersifat irreversibel. Biasanya pada penderita SLE dapat ditemukan bercak di
kulit dan bintik merah di kulit
k) Gastro Intestinal
Biasanya penderita SLE mengalami hepatomegaly / pembesaran hepar, nyeri
pada perut.
l) Muskuluskletal
Biasanya penderita mengalami arthralgias, symmetric polyarthritis, efusi dan
joint swelling.
m) Sensori
Biasanya pada penderita SLE dapat mengalami konjungtivitis, photophobia.
n) Neurologis
Baisanya pada penderita mengalami depresi, psychosis, neuropathies

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
2) Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan pembengakakn
sensi
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa
nyeri, depresi.
4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan
fisik serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.
5) Gangguan integritas Kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit,
penumpukan kompleks imun.
6) Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraksi jantung.
7) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efusi pleura.
8) Ansietas berhungan dengan perubahan neurologis terganggu, depresi.
3. Implementasi
Implementai dilaksanakan sesuai dengan intervensi.

16
4. Evaluasi
1) Nyeri akut teratasi dengan klien tampak rileks, klien mampu tidur/istirahat
dengan tenang, klien tidak gelisah, tidak merintih.
2) Defisit nutrisi teratasi, klien mendapatkan nutrisi yang adekuat sesuai dengan
kebutuhan, menunjukakan BB tetap, klien akan menunjukan peningkatan BB
ideal.
3) Dapat melakukan aktivitas yang dapat ditoleransi dengan klien
mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
4) Mampu menerima keadaan yang sedang berlangsung dengan pasien dapat
bergaul dengan lingkungannya, pasien tidak menunjukkan rasa malu terhadap
dirinya
Bantu klien menggali faktor penguat yang ada pada dirinya, keluarga dan
lingkungannya
5) Integritas kulit klien membaik dengan menunjukkan membran tempratur baik,
sensasi baik, hidrasi baik dan tidak ada lesi atau luka.
6) Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan Stabilitas hemodinamik baik
(tekanan darah dalam batas normal), curah jantung kembali meningkat, input
dan outpt sesuai, tidak menunjukkan tanda-tanda disritmia.
7) Pola nafas kembali efektif dengan menunjukkan sesak napas (-), frekuensi
napas 16-20 x/ menit, tidak menggunakan otot bantu napas, dan gerakan dada
normal.
8) Ansietas bisa teratasi dengan klien tidak cemas lagi, klien rileks dan tidak
bingung lagi, klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan
mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.

17
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN
Dari penjelasan dalam makalah tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) merupakan penyakit multifaktorial yang
melibatkan interaksi kompleks antar faktor genetik, hormonal dan faktor lingkungan,
yang semuanya dianggap ikut memainkan peran untuk menimbulkan aktivitasi hebat
sel B, sehingga menghasilkan pembuatan berbagai autoantibody polispesifik.
Selain itu, pada banyak penderita SLE gambaran klinisnya membingungkan.
Tampaknya semacam penyakit dengan demam yang tidak jelas asalnya, temuan urine
yang abnormal atau penyakit sendi yang menyamar sebagai arthritis rematoid atau
demam rheumatic.

2. SARAN
Sebaiknya apabila ada salah satu anggota keluarga atau saudara kita terkena
penyakit SLE dan sedang menjalani pengobatan, lebih baik jangan dihentikan. Karena,
apabila dihentikan maka penyakit akan muncul kembali dan kumatlagi. Prognosisnya
bertambah baik akhir-akhir ini, kira-kira 70% penderita akan hidup 10 tahun setelah
timbulnya penyakit ini. Apabila didiagnosis lebih awal dan pengenalan terhadap
bentuk penyakit ini ketika masih ringan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Desmawati. 2013. Sistem Hematologi & Imunologi Asuhan Keperawatan Umum dan
Maternitas Dilengkapi dengan Latihan Soal-Soal. Jakarta: In Media

Herdman, T.Heather. 2015. NANDA International Inc Diagnosis Keperawatan. Jakarta:EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Hasdianah. dkk. 2014. Imunologi Diagnosis dan Teknik Biologi Molekuler. Yogyakarta: Nuha
Medika

19
Pathway

Genetik, kuman, virus, lingkungan, hormon, obat-batan


tertentu

Gangguan imunoregulasi

Antibodi yang berlebihan

Sel T sepresor yang abnormal

Antibody menyerang organ-organ


tubuh (sel, jaringan).

Penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan

Penyakit SLE

Mencetus penyakit inflamasi pada organ

20
Muskuluskletal Integumen Cardiak Respirasi Vaskuler Hemato Saraf Hati

Pembengkakan Adanya lesi Perikarditis Pleuritis Inflamasi Kegagalan sus-sum Gangguan Kerusakan
sendi akut pada pada tulang membentuk spektrum pada sintesa zat-
kulit (ruam arteriole sel-sel darah merah saraf meluas zat tubuh
Penumpukan Penumpukan
berbentuk terminalis
- Artlargia cairan efusi cairan pada
kupu-kupu)
pada pleura Tubuh proses Defisit
- Arthritis
pangkal Lesi papuler
(sinovitis) perikardium mengalami neurologis nutrisi
hidung dan eritematous
- Nyeri tekan kekurangan sel terganggu
pipi Efusi pleura dan purpura di
dan rasa darah merah
Penebalan
ujung kaki,
nyeri ketika perikardium Depresi
tumit dan siku
bergerak Pasien merasa Ekspansi dada Anemia
malu dengan tidak adekuat
Kontraksi Gangguan
kondisinya Ansietas
jantung integritas Keletihan
Nyeri akut
Kulit
Pola nafas
Gangguan
Penurunan tidak efektif
citra tubuh
curah jantung

21
22
I KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
5. Intervensi
No. DX Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
1 Tujuan : 1. Berikan tindakan nyaman, misalnya 1. Untuk mengalihkan rasa nyeri.
Setelah dilakukan tindakan pijatan punggung, ciptakan lingungan 2. Untuk mengurangi rasa nyeri
keperawatan selama ...x24 jam yang tenang. klien.
diharapkan nyeri bisa teratasi. 2. Ajarkan tekhnik relaksasi, distraksi. 3. Untuk membantu meringankan
Kriteria Hasil: 3. Kontrol lingkungan yang dapat kecemasan klien
1. Klien tampak rileks. mempengaruhi nyeri seperti suhu, 4. Untuk meningaktkan kesehatan
2. Klien mampu pencahayaan dan kebisingan. tubuh.
tidur/istirahat dengan tenang. 4. Anjurkan untuk meningkatkan istirahat. 5. Untuk mengetahui keadaan umum
3. Klien tidak gelisah, 5. Monitor tanda-tanda vital klien
tidak merintih 6. Kolaborasi pemberian obat nyeri. 6. Untuk mengurangi rasa nyeri
klien

2 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi BB setiap hari 1. Untuk mengetahui perkembangan


keperawatan selama …x24 jam 2. Identifikasi faktor pencetus mual keadaan klien.
diharapkan defisit nutrisi bisa muntah. 2. Untuk mengetahui penyebab mual
teratasi. 3. Berikan makanan dengan porsi sedikit muntah.
Kriteria hasil : tapi sering. 3. Meningkatkan intake nutrisi.
1. Klien mendapatkan 4. Anjurkan keluarga untuk oral hygiene 4. Untuk meningkatkan nafsu makan.
nutrisi yang adekuat sesuai sebelum makan. 5. Untuk meningkatkan nafsu
dengan kebutuhan 5. Berikan lingkungan yang aman dan pemberian makan menurunkan
2. Menunjukakan BB tenang dalam waktu pembrian makan. efek mual muntah.
tetap 6. Jadwal pengobatan pernafasan 6. Mencegah rasa mual atau
3. Klien akan menunjukan setidaknya 1 jam sebelum makan. hilangnya nafsu makan
peningkatan BB ideal. 7. Kaji kemampuan mengunyah, merasakan 7. Lesi pada mulut, esophagus dapat
dan menelan. menyebabkan disfagia.
8. Auskultasi bising usus 8. Hipermetabolisme saluran
gastrointestinal akan menurunkan

23
tingkat penyerapan usus.

3 Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan lingkungan yang aman misalnya 6. menghindari cedera akibat
keperawatan selama ...x24 menaikkan restrain, menggunakan kecelakaan atau terjatuh.
jam, pasien dapat melakukan pegangan tangga pada toilet. 7. istirahat dianjurkan untuk mencegah
aktivitas yang dapat 2. Pertahankan istirahat tirah baring atau kelelahan dan mempertahankan
ditoleransi dengan kriteria duduk. kekuatan.
hasil : mendemonstrasikan 3. Kolaborasi : konsul dengan fisioterapi. 8. Berguna dalam memformulasikan
perilaku yang memungkinkan program latihan.
melakukan aktivitas

4 Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan waktu untuk pasien dan orang 1. faktor penguat yang ada dapat
keperawatan selama ...x24 jam, terdekat untuk mengekspresikan membangkitkan semangat klien dan
pasien mau dan mampu perasaan. menerima terapi.
menerima keadaan yang sedang 2. Observasi makna perubahan yang dialami 2. mengekspresikan perasaan
berlangsung dengan kriteria oleh klien. membantu memudahkan koping.
hasil : pasien dapat bergaul 3. Catat perilaku menarik diri : peningkatan 3. mengetahui perasaan klien tentang
dengan lingkungannya,pasien ketergantungan, manipulasi atau tidak keadaannya dan kontrol emosinya.
tidak menunjukkan rasa malu terlibat pada perawatan. 4. untuk mengetahui dugaan masalah
terhadap dirinya 4. Jelaskan bahwa keadaan klien masih pada penilaian yang dapat
Bantu klien menggali faktor dapat berubah ke arah yang lebih baik memerlukan evaluasi lanjut dan
penguat yang ada pada dirinya, asalkan klien menaati pengobatan. terapi lebih ketat.
keluarga dan lingkungannya

5 Setelah dilakukan tindakan 1. monitor warna kulit 1. mengetahui perubahan warna kulit
keperawatan selama ...x24 jam, 2. monitor adanya infeksi 2. mengetahui infeksi yang terjadi
integritas kulit klien membaik 3. monitor tempratur kulit 3. menegtahui kelembaban kulit.
Kriteria Hasil: 4. jaga kebersihan kulit agar tetap bersih 4. mempermudah proses
1) membran tempratur baik. dan kering penyembuhan.
2) sensasi baik 5. anjurkan klien untuk menggunakan 5. agar kulit dapat mendapatkan udara
3) hidrasi baik pakaian longgar. yang cukup.
4) tidak ada lesi atau luka 6. monitor status nutrisi klien 6. agar kebutuhan nutrisi tercukupi

24
7. oleskan lotion pada daerah yang tertekan. sehingga mempercepat proses
8. Lakukan latihan rentang gerak secara penyembuhan.
konsisten, diawali dengan pasif kemudian 7. untuk mengurangi infeksi pada
aktif kulit.
8. Mencegah secara progresif
mengencangkan jaringan,
meningkatkan pemeliharaan fungsi
otot/sendi.
6 Setelah di lakukan tindakan 1. Auskultasi TD: di bandingkan kedua 1. Hipotensi dapat terjadi sampai
keperawatan selama...x24 jam lengan, ukur dalam keadaan berbaring, dengan dispungsi vertikel,
di harapkan penurunan curah dudu, atau berdiri bila memungkinkan . hipertensi juga penomena umum
jantung tidak terjadi dengan 2. Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi . sampai dengan nyeri cemas
kreteria hasil: 3. Catat murmur pengeluaran katekolamin.
1. Stabilitas hemodinamik 4. Pantau frekuensi jantung dan irama 2. Penurunan curah jantung
baik (tekanan darah 5. Kolaborasi berikan O2 tambahan sesuai mengakibatkan menurunnya
dalam batas normal). indikasi kekuatan nadi.
2. Curah jantung kembali 3. Menunjukkan gangguan aliran
meningkat darah dalam jantung (kelainan
3. Input dan outpt sesuai katub, kerusakan septum, atau
4. Tidak menunjukkan pebrasi otot papilar).
tanda-tanda disritmia 4. Perubahan frekuensi dan irama
jantung menunjukan komplikasi
disritmia.
5. Oksigen yang dihirup akan
lansunng meningkatakan saturasi
oksigen darah.

7 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pungsi paru adanya bunyi napas 1. Menjadi bahan parameter
keperawatan selama ...x 24 jam, tambahan ,perubhan irama dan kedalaman , monitoring serangan gagal napas
pola nafas kembali efektif penggunaan otot-otot aksesori dan menjadi data dasar intervensi
dengan kriteria hasil : 2. Epaluasi keluhan sesak napas, baik secara selanjutnya.
1. Sesak napas (-) verbal dan non verbal 2. Tanda dan gejala meliputi adanya

25
2. Frekuensi napas 16-20 x/ 3. Beri pentilasi mekannik kesulitan bernapas saat bicara,
menit 4. Lakukan pemeriksaan kapasitas vital pernapasan dangkal dan
3. Tidak menggunakan otot pernapsan. iregular,menggunakan otot-otot
bantu napas 5. Posisikan klien pada keadaan semi fowler. aksesoris,takikardi dan perubahan
4. Gerakan dada normal 6. Berikan oksigen sesuai i ndikasi pola napas.
3. Ventilasi mekanik di gunakan jika
pengkajian sesuai kapasitas vital,
klien memperlihatkan
perkembangan ke arah
kemundurran, yang mengindikasi ke
arah memburuknya kekuatan otot-
otot pernapasan.
4. Kapsitas vital klien di pantau lebih
sering dan dengan interval yang
tertur dalam penambahan kecepatan
pernapasan dan kualitas pernapasan,
sehingga pernapasan efektif dan di
antisipasi. Penurunana kapasitas
vital karena kelemahan otot-otot
yang di gunakan saat menelan,
sehingga hal ini menyebabkan
kesulitan saat batuk dan menelan,
danadnya indikasi memburuknya
pungsi pernapasan.
5. Agar memaksimalkan ekspansi paru
6. Untuk memenuhi kebutuhan
oksigen
8 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tingkat kecemasan 1. Mengetahui tingkat kecemasan
keperawatan selama …x24 jam 2. Jelaskan dengan sederhana tentang klien.
diharapkan ansietas bisa tindakan yang akan di lakukan tujuan, 2. Untuk mengurangi tingkat
teratasi. manfat. kecemasan klien
Kriteria Hasil : 3. Berikan reinforcement untuk prilaku 3. Mengurangi kecemasan

26
1. Klien Tidak cemas lagi. yang positif. 4. Persepsi klien mempengaruhi
2. Klien rileks Dan tidak 4. Kaji respon psikologis klien terhadap intensitas cemasnya
bingung lagi kehamilan 5. Perubahan tanda vital
3. Klien dapat 5. Kaji respon fisiologis klien( takikardia, menimbulkan perubahan pada
mengungkapkan secara takipnea, gemetar ) respon fisiologis
verbal rasa cemasnya dan 6. Bantu klien mengidentifikasi rasa 6. Ungkapan perasaan dapat
mengatakan perasaan cemas cemasnya mengurangi cemas
berkurang atau hilang. 7. Jelaskan pentingnya keluarga pada masa 7. Untuk meminimalisir kecemasan
kehamilan 8. Keluarga bisa membuat klien lebih
8. Libatakan keluarga untuk mendampingi merasa lebih nyaman.
klien 9. Meningkatkan kepercayaan klien.
9. Gunakan pendekatan yang 10. Mengidentifikasi peneyebab
menyenangkan kecemasan
10. Dorong klien untuk mrngungkapkan
perasaan, ketakutan dan persepsi

27
28

Anda mungkin juga menyukai