Anda di halaman 1dari 12

PENANAMAN KARAKTER

DAN JIWA NASIONALISME MELALUI KARIKATUR

BERMUATAN KEARIFAN LOKAL

1.1 Pendahuluan

Dewasa ini nilai-nilai budaya adi luhung mulai dikesampingkan oleh

generasi muda seiring dengan perkembangan jaman, budaya dan kemajuan

teknologi dan informasi. Generasi muda lebih meniru budaya luar seperti cara

berpakian, cara berkomunikasi, demikian pula kebanyakan generasi muda

sekarang cenderung menghabiskan waktu mereka dengan gadget dibandingkan

dengan melakukan kegiatan-kegiatan positif lainnya.

Memudarnya nilai-nilai budaya adi luhung ini membuat generasi muda sekarang

kehilangan jati diri mereka dan berimbas pada menurunnya jiwa nasionalisme

mereka. Seperti mulai hilangnya rasa bangga terhadap bangsa sendiri dan lebih

mencintai budaya luar. Seperti budaya gotong royong yang mulai hilang seiring

dengan tuntutan ekonomi yang menyebabkan masyarakat lebih pada sifat

individualistis (http://pustaka-makalah.blogspot.co.id/2011/03/lunturnya-nilai-

kebudayaan-di-dalam.html)

Padahal nilai-nilai budaya tersebut sangat penting ditanamkan sebagai

pondasi awal yang dapat memperkokoh karakter yang berbudaya pada generasi

muda. Sebagai generasi muda selayaknyalah melestarikan nilai-nilai budaya adi

luhung tersebut sebagai warisan leluhur dan dapat menjadi jati diri bangsa dan

mampu membangkitkan jiwa nasionalisme.

1
Selaras dengan itu Presiden Joko Widodo juga mengajak untuk menjaga,

merawat, dan melestarikan nilai-nilai budaya adiluhung yang telah membentuk

karakter bangsa Indonesia menjadi sebuah bangsa yang besar. Ajakan tersebut

disampaikan Kepala Negara saat menghadiri Peresmian Pembukaan Festival

Keraton Nusantara XI, yang digelar di Istana Maimun, Kota Medan, Provinsi

Sumatera Utara, pada Minggu malam, 26 November 2017

(http://presidenri.go.id/berita-aktual/tegaskan-pentingnya-pelestarian-nilai-

budaya-adiluhung.html)

Oleh karena itu penanaman karakter sadar budaya ini perlu digalakkan

melalui upaya-upaya yang kreatif dan inovatif. Salah satunya adalah melalui

penyampaian pesan-pesan terkait nilai-nilai budaya pada media karikatur.

Karikatur merupakan media yang sangat familiar dikalangan generasi muda.

Karikatur merupakan salah satu media yang paling sederhana digunakan untuk

menyampaikan pesan. Demikian pula sebaliknya pesan yang ada pada karikatur

mudah dipahami oleh anak muda, dan tampilannya juga menarik.

Berkenaan dengan hal tersebut ketertarikan menyusun artikel ilmiah

dengan judul “Penanaman Karakter Sadar Budaya dan Menumbuhkan Jiwa

Nasionalisme melalui Karikatur Bermuatan Kearifan Lokal”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang terurai diatas maka penulis membuat rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Nilai-nilai karakter sadar budaya dan menumbuhkan jiwa nasionalisme apa saja

yang bisa ditanamkan melalui karikatur bermuatan kearifan lokal?

2
2. Bagaimanakah wujud karikatur bermuatan kearifan lokal yang dapat digunakan

dalam penanaman karakter sadar budaya dan menumbuhkan jiwa nasionalisme?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pendidikan Karakter dan Jiwa Nasionalisme pada Karikatur Bermuatan

Kearifan Lokal

Pendidikan karakter sangat penting untuk menanamkan sikap sadar budaya

dan menumbuhkan jiwa nasionalisme. Karakter adalah cara berpikir dan

berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama,

baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun Negara (Suyanto :

2009)

Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur,

Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu,

Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi,

Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan,

Peduli social, Tanggung jawab.

Pendidikan karakter sangat erat hubungannya dengan budaya. Budaya

adalah adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh

sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya

terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat

istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,

3
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia

sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.

Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda

budaya, dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya

itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks,

abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.

Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial

manusia. https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya

Dari pengertian budaya diatas dapat disimpulkan bahwa budaya setiap

daerah berbeda-beda. Demikian halnya dengan budaya masyarakat Bali. Bali

memiliki kebudayaan yang mengandung nilai-nalai pendidikan karakter yang adi

luhung dan erat dengan agama Hindu.

Agar budaya tersebut tidak memudar seiring dengan perkembangan jaman

maka salah satu cara yang digunakan untuk menyampaikan budaya tersebut

adalah dengan cara yang kreatif, dan inovatif yaitu dengan media karikatur.

Pendidikan karakter yang sadar budaya yang bisa diampaikan melalui

karikatur adalah,

Pengucapan panganjali umat yaitu sapaan atau salam ketika bertemu

dengan seseorang merupakan konsep tri kaya parisuda. Tri Kaya Parisudha

berasal dari kata “Tri” yang berarti tiga, “Kaya” berarti perilaku atau perbuatan,

dan “Parisudha” yang berarti baik, bersih, mulya, suci atau disucikan. Jadi Tri

4
Kaya Parisudha artinya tiga perilaku manusia berupa pikiran, perkataan, dan

perbuatan yang baik dan benar yang dilandaskan pada ajaran Dharma. Tri Kaya

Parisudha dapat juga diartikan sebagai tiga dasar prilaku manusia yang harus

disucikan, yaitu manacika, wacika, dan kayika. Manacika berarti berfikir yang

baik, wacika berarti berkata yang baik, dan kayika berarti perbuatan yang baik.

Adanya pikiran yang suci, bersih dan baik akan mendasari perkataan yang baik,

sehingga terwujudlah perbuatan yang baik pula.

Tiga macam implementasi pengendalian pikiran (manacika) dalam usaha untuk

menyucikannya yaitu:

1. Tidak menginginkan sesuatu yang tidak layak atau halal. Hal yang dimaksud

adalah selalu berusaha untuk mendapatkan segala sesuatu dengan cara yang baik

dan benar.

2. Tidak berpikiran negatif terhadap makhluk lain. Kita sering kali berfikir negatif

berdasarkan sesuatu yang baru saja kita lihat. Tentunya hal itu bukanlah jaminan,

akan jauh lebih baik dan bijak jika kita selalu mengutamakan pemikiran yang

positif dibandingkan dengan pikiran negatif.

3. Tidak mengingkari hukum karma phala. Hukum karma adalah hukum yang

mengikat seluruh makluk hidup yang ada di dunia ini, hal yang paling gampang

utnuk dibuktikan adalah ketika kita menanam jambu maka jambulah yang akan

kita panen dimasa depan, bukan jeruk atau buah lainnya. Begitu pula dengan

pebuatan kita, jika kita selalu berbuat baik dan iklas tentu saja kebaikan dan

kedamaian yang akan kita temui, dan begitu pula sebaliknya.

5
Terdapat empat macam perbuatan melalui perkataan (wacika)yang patut di

kendalikan, yaitu:

1. Tidak suka mencaci maki.

2. Tidak berkata-kata kasar pada siapapun.

3.Tidak menjelek-jelekan, apalagi memfitnah makhluk lain.

4. Tidak ingkar janji atau berkata bohong.

Terdapat tiga macam perbuatan fisik (kayika) yang harus dikendalikan

yaitu:

1. Tidak menyakiti, menyiksa, apalagi membunuh-bunuh makhluk lain.

2. Tidak berbuat curang, sehingga berakibat merugikan siapa saja.

3. Tidak berjinah atau yang serupa itu.

Mencintai lingkungan ini adalah konsep Tri Hita Karana. Tri Hita Karana

merupakan tiga unsur yang menyebabkan kesejahteraan. Hal ini tepat maknanya

sebagaimana makna dalam rumusan tujuan hidup menurut agama Hindu, yaitu

untuk mencapai sejahtera itu sendiri. Namun demikian, sejahtera yang

dimaksudkan adalah adanya keseimbangan antara faktor sekala dan niskala, yakni

Moksartam Jagathita Ya Ca Iti Dharma. Dalam bukunya yang berjudul

Subagiasta tidak membahas tentang bagaimana cara mengimplementasikan ajaran

Tri Hita Karana dalam pendidikan dasar, sehingga buku ini hanya sebagai acuan

saja

Bagian-bagian Tri Hita Karana adalah (1) Parhyangan, (2) Pawongan

dan (3) Palemahan. Setiap bagian tersebut diuraikan secara ringkas berikut ini.

6
1) Parhyangan

Parhyangan merupakan bagian Tri Hita Karana yang menekankan pada

penciptaan keharmonisan dalam kehidupan manusia melalui menjaga

keselarasan hubungan antara manusia dan Tuhan atau Ida Sang Hyang Widi

Wasa.

2) Pawongan

Pawongan merupakan bagian Tri Hita Karana yang menekankan pada

pencapaian kebahagiaan atau kesejahteraan hidup manusia melalui jalinan

yang harmonis antara manusia yang satu dan manusia yang lainnya.

3) Palemahan

Palemahan merupakan bagian Tri Hita Karana yang menekankan pada

pencapaian kesejarteraan hidup melalui menjalin hubungan yang harmonis antara

manusia dan lingkungan atau alam sekitarnya (Subagiasta, 2006:16).

Toleransi, budaya tat tawam asi. Dilihat dari arti kata, Tat Twam Asi

terdiri dari tiga kata, yaitu Tat berarti itu (dia), Twam berarti kamu, Asi berarti

adalah. Jadi, Tat Twam Asi artinya itu/dia adalah kamu/engkau, dan juga saya

adalah kamu. Tat Twam Asi adalah kata-kata dalam filsafat Hindu yang

mengajarkan kesusilaan tanpa batas. Pada dasarnya semua mahluk adalah sama,

sama-sama diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tat twam asi (itu adalah

kamu), yaitu tidak saling menyakiti kepada semua mahluk. Kita di agama hindu

meyakini bahwa setiap mahluk hidup memiliki jiwa atau atma yang merupakan

sumber kehidupan pemberian Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Oleh karena itu sudah

tentu kita dilarang untuk menyakiti sesama mahluk ciptan-Nya. Implementasi tat

7
twam asi pada kehidupan sehari –hari yaitu misalnya setiap orang tua selalu

mengajarkan dan menyarankan kepada anak-anaknya untuk tidak saling menyakiti

kepada sesama makhluk. ataupun selalu menghormati (Kadek Juni Setiawan)

http://banggajadihindu.blogspot.co.id/2014/11/tat-twam-asi-tri-hita-karana-dan-

tri.html

2.2. Wujud Karikatur Bermuatan Kearifan Lokal

Gambar merupakan media penyampaian pesan yang paling sederhana. Ada

beberapa jenis gambar, yaitu gambar bentuk, gambar model, gambar

mistar/teknik, gambar dekoratif/ornament, gambar ilustrasi dll. Dari beberapa

gambar tersebut memiliki visialiasi dan tujuan pembuatan yang berbeda-beda.

Khususnya gambar ilustrasi adalah gambar yang difungsikan untuk

memperkelas sebuah situasi/keadaan atau gambar yang digunakan untuk

memperjelas sebuah wacana/bacaan. Gambar ilustrasi sangat identik dengan

gambar kartun dan karikatur.

Gambar kartun dan gambar karikatur memiliki perbedaan, yaitu perbedaan

dalam penyampaian pesan. Gambar kartun adalah gambar yang menekankan pada

kesan lucu/humoris, sedangkan karikatur gambar yang tidak hanya menekankan

kesan lucu/humoris tetapi berisi muatan kritik, persuasif bahkan menyindir.

Ciri-ciri bentuk visual karikatur adalah gambarnya dilebih-lebihkan,

seperti kepala yang dibuat besar, tidak terikat dengan bentuk dan proporsi, ada

kesan lucu/humoris.

8
Karena sifat karikatur yang lucu/humoris tetapi mengandung pesan, maka

gambar karikatur sekarang ini tidak sulit ditemukan. Karikatur sering kita

temuakan di surat-surat kabar, papan pengumuman, papan iklan, brosur-brosur, di

website, media sosial, dan di media-media lainnya.

Karikatur juga merupakan media gambar yang efektif dan inovatif

digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan yang positif seperti memberikan

pendidikan karakter membangun kesadaran budaya yang selama ini telah

memudar.

Berikut ini adalah wujud karikatur budaya kearifan lokal yang mampu

menumbuhkan kesadaran budaya dan jiwa nasionalisme.

Pada gambar 1 menunjukkan karikatur orang yang sedang menari “jogeg

bumbung” yaitu sebuah tari pergaulan di Bali. Karikatur ini mengajak untuk

9
kembali melestarikan tarian jogged bumbung sesuai dengan pakem tradisinya, dan

terlepas dari pengaruh budaya luar yang bersifat erotis, pornografi.

Sekarang ini telah terjadi perubahan tentang tarian jogeg bumbung, yang awalnya

diperuntukkan untuk tarian pergaulan anak muda tetapi sekarang gerakannya lebih

erotis dan bahkan menjurus kea rah pornografi. Hal ini perlu diluruskan kembali

tentang konsep tarian jogeg bumbung agar kembali ke pakemnya dan tetap tampil

indah dan dan sopan.

Gambar 2

Gambar 2 menunjukkan dua orang ibu-ibu yang akan sembahyang ke Pura dengan

membawa persembahan berupa pajegan, yaitu buah yang dirangkai sedemikian

rupa diatas dulang. Terlihat sesuatu yang kontras seorang ibu dengan pakaian adat

10
bali lengkap dengan pajegan, sementara gambar ibu yang berikutnya

menggunakan pakaian yang glamor dipenuhi perhiasan dan cukup terbuka, untuk

persembahan sembahyang isi dari pajegan bukan buah-buahan namun makanan

cepat saji “mac Donald”

11
12

Anda mungkin juga menyukai