Anda di halaman 1dari 3

Mereka bersimpuh dihadapanku dengan kepal tertunduk.

"Buuu…. maafkan kami bu",


aku bergeming diam, kaku dan membisu, fokus pada layar
notebookdepanku

.
"bu tolong maafkan kami bu, tadi kami ada keperluan keluar, rupanya
keperluannya lama jadinya kami gak masuk d jam pelajaran ibu. Kami
salah bu maafkan kami bu"
mereka terus saja berbicara tanpa kuminta sambil terisak-isak. Aku tetap
diam dan sibuk dengan pekerjaanku.
"Buuu.... ayolah... keluarkan suaranya, marahlah sama kami bu, tolong
jangan diam begini bu..huu..hu..ampun bu gak akan kami ulangi lagi bu"
Dini terus memohon sambil memegang lututku.
Semarah-marahnya aku akhirnya luluh juga dengan isak tangis mereka
yang sepertinya "tulus" dalam penyesalan.
ku pandangi mereka bergantian, sejenak muncul berbagai macam rasa
dihatiku, marah, sedih, kecewa, kasihan, cemas semuanya menyatu
mengaduk-ngaduk naluri ke"guruanku"

MasyaAllah.....bagaimana tidak, mereka adalah anak-anak


kebanggaanku, anak- anak KI kelas internasional yang kata orang satu
sekolahan adalah anak-anak pinter, jago fisika, jago mtk, jago english,
jawara kimia semua ngumpul di kelas itu. Saat itu 6 tahun aku sudah
mengabdi disekolah keren ini, belum kujumpai satu kalipun kasus anak-
anak cabut dan tidak masuk di jam pelajaranku. Bahkan cowok-cowok yg
terkenal degil sekalipun gak pernah hilang dijamku, mereka tetap d kelas

walau terkadang untuk tidur .


Lah ini perempuan, anak "baek-baek" kelas KI pula, cabut dijam
walikelasnya sendiri.

Mmmhhhhh.... aku menghela nafas berat. Apa yang harus aku lakukan.
Marah? tentu saja, tapi melampiaskannya dalam bentuk ceramah panjang
rasanya gak "ngena" karena bagiku mereka bukan anak biasa, mereka
adalah aset bangsa yang harus diselamatkan dari kepolosan yang
terkadang terlalu polos sehingga mudah diracuni oleh lintasan-lintasan
pikiran liar. Jika terus dibiarkan bisa menghancurkan mereka secara
perlahan namun pasti.
Mmmm...Sesuatu terlintas dalam pikiranku

"Baiklah dini, tisa, buayu akan memanggil orang tua kalian. Silahkan
masuk kelas sekarang, bawa tas kalian dan tunggu surat
pemanggilannya"

Mereka diam mematung, tidak segera merespon apa yang kuperintahkan.

"Ayo kekelas tunggu apalagi"

"Buu....janganlah panggil orang tua bu, dini mohon bu, dini gak sanggup
bilangnya ke mama bu. Apa nanti kata mama bu...ghnghuu..huu.."

dini kembali terisak

"i..ibuu teer..serah mo huu..kuumm aapa aajjjaa.....a ..assal jjaanģann


ppaa..nggil oorraang ttua..nnghuuu...uhnguu"

"Iya bu..tolonglah kami bu, janganlah panggil orang tua bu..hu..hu suara
tisa terdengar lemah disertai isakan tangisnya yang pilu.
"Naak...kenapa tidak berfikir seperti itu sebelum melakukannya", ucapku
lembut. "Semuanya sudah terjadi, bagaimanapun orang tua kalian harus
tau perangai anaknya disekolah ini"

"Ibuuuuuu....nghuu...nghuu.."

"Dini dan tisa harus berani menghadapi kemarahan orang tua, berani
berbuat, berani bertanggung jawab" ucapku tegas.

"Hayooo... sekarang cuci mukanya segera kekelas, tunggu surat


pemanggilan oramg tuanya ya"

Mereka akhirnya mengalah, mungkin karena lelah, menuju kelas dengan


langkah gontai.

Segera ku selesaikan sepucuk surat untuk mereka


............
\
Kubaca sekali lagi kertas ketikan yang baru saja ku print rangkap dua itu,
entah apa namanya. Suratkah atau puisikah atau ungkapan kecemasan
yang berlebihan entahlah...
Yang jelas aku sedikit lega menemukan cara yang mudah- mudahan bisa
menyentuh bagian terdalam dari lubuk hati mereka

Kumasukkan surat tersebut masing-masing kedalam amplop resmi berkop


SMAN 8 PEKANBARU
..............

Anda mungkin juga menyukai