Anda di halaman 1dari 6

ُ‫هيُأ َ ْنعَ َُمُ َعلَ ْينَا‬ ُْ ‫سلَّ َُمُالَّذ‬ َ ‫صلَّىُللاُُ َعلَ ْي هُهُ َو‬

َ ُ‫لُنَبهيَّهُُم َح َّمدًا‬ َُ ‫س‬ َ ‫هيُأ َ ْر‬ُْ ‫ُا َ ْل َح ْمدُُهللهُُالَّذ‬،‫ا َ ْل َح ْمدُُهلل‬


ُْ ‫نُم َح َّمدًاُﷺُالَّذ‬
ُ‫هي‬ َُّ َ ‫ُ َوأ َ ْش َهدُُا‬،‫ْكُلَه‬ َُ ‫لَُش هَري‬ َُّ ‫لَُاهلَ ُهَُا‬
ُ ُُ‫هلُللاُُ َو ْح َده‬ ُ ُ‫ن‬ ُْ َ ‫ُأ َ ْش َهدُُأ‬،‫اعهُ ْامتهنَانه هه‬
ُ ‫هبأ َ ْن َو‬
ُ:‫ُأَماُبعد‬.‫فُ هعبَا هدهُه‬ ُ‫سيه هدنَاُم َح َّمدُُﷺُُا َ ْش َر ه‬ َ ُ‫س هل ُْمُ َعلَى‬
َ ‫لُ َو‬ ُ‫ص ه‬ َ َ‫ُاَللَّه َُّمُف‬.‫ْرُخ َْل هق هُه‬ َُ ‫َج َعلَهُُللاُُ َخي‬
ُ‫لُللاُُت َ َعالَىُ هفي‬ َُ ‫ُقَا‬.َُ‫ُفَقَ ُْدُفَازَُُ ْالمتَّق ْون‬،‫يُ َو هإيَّاك ُْمُ هبت َ ْق َوىُللاه‬ ُْ ‫يُنَ ْف هس‬ ‫ُا ْو ه‬،‫فَ َياُ هع َبا َُدُللاه‬
ُْ ‫ص ْي هن‬
َُ ‫قُتقَاته هُهُ َو‬
ُ‫ل‬ َُّ ‫ّللاُ َح‬ ََُّ ُ‫ُيَاُأَيُّ َهاُالَّذهينَُُآ َمنواُاتَّقوا‬.‫الر هحي هُْم‬َّ ُ‫ن‬ َّ ُ‫للاه‬
ُ‫الر ْح َم ه‬ ُ ُ‫ُبه ْس هُم‬،‫هكتَا هب هُهُ ْال َك هري هْم‬
َُ‫لُ َوأ َ ْنت ُْمُم ْس هلمون‬ َُّ ‫نُإه‬
َُّ ‫تَموت‬

Hadirin jama’ah Jumah hafidhakumullâh,


Saya berpesan kepada pribadi saya sendiri, juga kepada para hadirin sekalian, marilah kita terus
berusaha meningkatkan taqwa kita kepada Allah dengan mematuhi semua perintah dan menjauhi
aneka macam larangan-larangan-Nya.
Hadirin hafidhakumullâh,
Dalam rangka meningkatkan taqwa kita kepada Allah, kita perlu melakukan ibadah dengan ikhlas,
setulus hati. Tujuan kita diciptakan oleh Allah subhânau wa ta’âlâ tiada lain kecuali untuk
beribadah atau mempersembahkan semua gerak tubuh kita sepanjang hidup hanya karena Allah
subhânau wa ta’âlâ. Allah berfirman:

ِ ‫س ِإ ََّّل ِل َي ْعبُد‬
‫ُون‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اْل ْن‬
Artinya: “Dan saya tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (QS
Adz-Dzâriyât: 56)
Bukan berarti selama 24 jam kita hanya boleh menghabiskan waktu untuk shalat dan membaca Al-
Quran saja. Namun sekolah, belajar di pesantren, bekerja mencari nafkah, membantu orang tua,
berbaik budi kepada teman, makan, minum dan sejenisnya bisa juga bernilai ibadah tergantung
niat kita. Semua itu merupakan bagian dari ibadah, persisnya ibadah ghairu mahdlah.
Ibadah baik mahdlah maupun ghairu mahdlah, masing-masing membutuhkan niat yang ikhlas,
murni karena Allah. Jika tidak mampu ikhlas secara penuh, seseorang hanya akan diberi pahala
dengan presentase sebesar mana ikhlasnya.
Jika persentase ikhlas seseorang dalam hati hanya sebesar 40 persen, selebihnya dia berniat bukan
karena Allah—untuk tujuan supaya mendapatkan materi, misalnya—niscaya ia hanya akan
mendapatkan balasan dari 40 persen niatnya tersebut. Artinya kadar balasan keikhlasan seseorang
bergantung pada persentase ikhlasnya dalam hati. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih
Bukhari yang pertama kali disebut, riwayat dari Sayyidina Umar bin Khattab radliyallâhu anh:

ٍ ‫ َو ِإنَّ َما ِل ُك ِل ْام ِر‬،ِ‫ِإنَّ َما األ َ ْع َما ُل ِبالنِيَّات‬


‫ئ َما ن ََوى‬

1
Artinya: “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung dengan niatnya. Dan setiap orang tergantung
atas apa yang ia niatkan.”
Abdurrahman bin Abdussalam ash-Shafûriy dalam kitabnya Nuzhatul Majâlis mengisahkan
petuah Syekh Ma’ruf al-Karkhi sebagai berikut:

‫ار‬ ِ ‫وف ْال َك ْر ِخي َم ْن َع ِم َل ِللث َّ َوا‬


ِ ‫ب فَ ُه َو ِمنَ الت ُّ َّج‬ ْ ‫َوقَا َل َم ْع ُر‬
Artinya: “Barangsiapa beramal supaya dapat pahala, maka ia bagaikan orang yang sedang
berdagang.” (Maksudnya, ia beramal dengan angan-angan mendapatkan keuntungan itu seolah-
olah seperti sedang tukar-menukar, yakni amal dengan pahala)

‫ار فَ ُه َو ِمنَ ْال َع ِب ْي ِد‬


ِ َّ‫َو َم ْن َع ِم َل خ َْوفا ً ِمنَ الن‬
“Barangsiapa melakukan sebuah tindakan karena takut neraka, ia termasuk hamba Allah.”

‫َو َم ْن َع ِم َل هللِ فَ ُه َو ِمنَ ْاأل َ ْح َر ِار‬


“Dan barangsiapa yang bertindak karena Allah semata, ia merupakan orang yang merdeka.”
Orang yang ikhlas, diibaratkan dalam hadits qudsiy seperti tangan kanan memberikan sesuatu,
namun tangan kirinya tidak sampai tahu. Maksudnya, amal-amal baik kita seharusnya kita
sembunyikan serapat mungkin hingga kepada orang terdekat pun.
Uwais al-Qarni, salah satu orang shalih yang hidup pada zaman Nabi walupun beliau tidak pernah
bertemu secara fisik dengan Nabi mengatakan, “Orang yang mendoakan saudaranya atas tanpa
sepengetahuan yang didoakan itu lebih baik daripada mengunjungi rumahnya, silaturahim, dan
bertemu secara langsung.
Bagaimana bisa demikian?
Iya, karena orang yang bertemu secara langsung, mengunjungi secara langsung, terdapat
kemungkinan unsur riya’ (pamer) menyelinap pada hati orang yang mendoakan. Namun jika
mendoakan tanpa sepengetahuan saudara yang kita doakan, itu ibadah yang benar-benar ikhlas.
Ada orang di tengah keheningan malam, dalam kamar sendirian, menyebut nama-nama saudaranya
kemudian mendoakan mereka. Inilah di antara contoh ikhlas yang betul-betul ikhlas.
Bahkan dalam hadits dikisahkan, orang yang mendoakan saudaranya seperti demikian, akan
mendapatkan doa balik yang sama sebagaimana yang ia panjatkan, ia didoakan serupa dari
malaikat. Malaikat mendoakan dengan kalimat ‫َولَ َك بِ ِمثْ ٍل‬ (kamu juga akan mendapatkan
sebagaimana yang kamu panjatkan)

Hadirin, hafidhakumullâh,
Ada sebuah kisah isrâîliyyat dalam kitab Ihya’ Ulumiddin. Imam al-Ghazali bercerita, terdapat
satu kaum penyembah pohon. Salah seorang ahli ibadah yang mengetahui fenomena ini hendak
menghancurkan tempat peribadatan penyembahan pohon tersebut.
2
Pada hari pertama saat hamba tersebut datang, iblis menghadang. “Sudahlah, kamu jangan potong
ini pohon. Andai saja kamu potong, penyembah-penyembahnya akan bisa mencari tuhan sejenis.
Percuma kamu potong. Sudahlah, kamu beribadah sendiri saja sana!” goda iblis pada ahli ibadah.
Mendapat penghadangan demikian, ahli ibadah ini marah. Ia kemudian menghantam tubuh iblis
yang datang menjelma sebagai sosok orang tua. Iblis pingsan seketika. Iblis tak patah arang. Iblis
mencoba melanjutkan godaannya bisikannya yang kedua.
“Begini saja, Kamu ini hamba yang melarat. Kamu beribadah saja sana kepada Allah, setiap malam
kamu akan aku kasih uang dua dinar. Kamu ini bukan rasul. Kamu bukan utusan Tuhan. Biarkan
rasul saja yang bertugas memotong pohon ini!” rayu Iblis.
Ahli ibadah terbujuk rayu. Ia terbuai dengan bujuk rayu setan. Ia membayangkan, bagaimana ini
tidak solusi yang indah. Pohon aka nada yang motong. Ia tetap bisa beribadah kepada Allah,
Sedangkan kemelaratannya akan segera berakhir. Ia tinggalkan lokasi. Ia beribadah di malam
harinya. Pagi harinya, ia temukan dua dinar secara tiba-tiba.

Hadirin,
Pada hari ketiga, iblis ternyata tidak menunaikan janjinya. Sekarang, iblis tidak lagi mengirim uang
dua dinar. Atas tipuan ini, karena merasa kesal atas perilaku iblis yang berbohong, hamba yang
ahli ibadah menjadi naik pitam. Darahnya mendidih. Ia kembali tergerak untuk meruntuhkan
pohon yang disembah masyarakat sekitar yang baru saja ia urungkan kemarin hari.
Saat akan memotong, ia kembali dihalangi iblis. Kemarin lusa, pada hari pertama, saat terjadi duel,
ia yang menang. Iblisnya jatuh pingsan. Kali ini, ia justru yang pingsan, iblis yang menang. Sebab
apa? Ia keheranan. Setelah siuman dari pingsan, hamba ini bertanya kepada iblis. “Bagaimana saya
yang kemarin menang, pada hari ini berubah menjadi kalah?” tanyanya.
Iblis menjelaskan, “Iya, kalau kemarin kamu marah sebab niat hatimu murni, ikhlas karena Allah.
Namun pada hari ini kamu marah bukan karena Allah. Hari ini kamu marah sebab tadi malam
tidak aku kasih dua dinar. Marahmu bukan karena Allah. Oleh karena itu, aku bisa
mengalahkanmu.”

Hadirin, hafidhakumullâh,
Dalam sebuah hadits dikisahkan, ada orang yang dikasih kekayaan oleh Allah subhânahu wa ta’âlâ.
Pada hari kiamat, ia ditanya oleh Allah, “Apa yang kamu lakukan atas semua kenikmatan yang
telah aku berikan?”
“Ya Tuhan, aku telah menyedekahkan harta-hartaku sepanjang siang-malam.” Jawab hamba ini.
Kemudian Allah menjawab balik “kamu berbohong.”

3
Tidak hanya Allah saja yang menjawab, malaikatpun mengatakan demikian. “Kamu berbohong.
Kamu melakukan hal demikian hanya supaya akan kebanjiran komentar masyarakat ‘oh, si Fulan
ini orang yang tajir, murah hati, suka menolong’.”
Akhirnya, amal Fulan tersebut menjadi hangus, tidak berbuah sama sekali.

Hadirin, hafîdhakumullâh,
Kata ikhlas dalam Al-Qur’an di antaranya disebut untuk menggambarkan susu yang murni. Susu
keluar dari perut hewan yang mana dalam perut hewan terdapat darah dan kotoran, namun susu
sama sekali tidak tercampur kedua kotor tersebut. Susu keluar murni sebagai susu.
Kita di dunia ini, atas kekotoran-kekotoran yang ada, kita perlu memurnikan segala perilaku kita,
kita persembahkan kepada Allah subhânahu wa ta’âlâ.

‫سا ِئغًا‬ ً ‫ث َودَ ٍم لَ َبنًا خَا ِل‬


َ ‫صا‬ ُ ُ‫َو ِإ َّن لَ ُك ْم ِفي ْاأل َ ْن َع ِام لَ ِعب َْرة ً نُ ْس ِقي ُك ْم ِم َّما ِفي ب‬
ٍ ‫طو ِن ِه ِم ْن َبي ِْن فَ ْر‬
َ‫ار ِبين‬ِ ‫ش‬ َّ ‫ِلل‬

Artinya: “Dan sungguh, pada hewan ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami
memberimu minum dari apa yang ada dalam perutnya (berupa) susu murni antara kotoran kotoran
dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya.” (QS Al An’am: 66)

Ahli hikmah mengatakan:

ِ َ‫ َو ْالع‬، َ‫ َو ْالعَا ِل ُم ْونَ ُكلُّ ُه ْم ه َْل َكى اَِّلَّ ْالعَا ِملُ ْون‬، َ‫اس ُكلُّ ُه ْم ه َْل َكى اَِّلَّ ْالعَا ِل ُم ْون‬
‫املُ ْونَ ُكلُّ ُه ْم‬ ُ َّ‫اَلن‬
‫ط ٍر َع ِظي ٍْم‬ َ ‫ص ْونَ ِف ْى َخ‬ ُ ‫ َو ْال ُم ْخ ِل‬، َ‫ص ْون‬ ُ ‫ه َْل َكى ا ََِّّل ْال ُم ْخ ِل‬.
Artinya: “Semua manusia akan binasa kecuali orang yang berilmu. Semua orang berilmu akan
binasa kecuali orang yang mengamalkan ilmunya. Orang yang mengamalkan ilmunya akan binasa
kecuali orang yang ikhlas. Mereka yang ikhlas masih dalam kekhawatiran yang agung.”

Hadirin…
Dengan demikian, perlu kita ketahui, ikhlas mempunyai definisi sebagai berikut:

‫ب‬ َّ ‫ب اِلَى هللاِ تَعَالَى َع ْن َج ِميْعِ ال‬


ِ ‫ش َوا ِه‬ ِ ‫ص ِد التَّقَ ُّر‬ ُ َ‫ا َ ْ ِْل ْخال‬
ْ َ‫ص ُه َو ت َ ْج ِر ْيد ُ ق‬
Artinya: Ikhlas adalah memurnikan tujuan taqarrub kepada Allah ta’âlâ dari segala hal yang
mencampurinya.

4
‫‪Oleh karena itu, ikhlas menduduki posisi kunci dalam semua kegiatan kita. Mari kita selalu‬‬
‫‪berusaha dan berdoa kepada Allah, semoga kita dipermudah oleh Allah dalam beribadah dengan‬‬
‫‪balutan ikhlas lillâhi ta’âlâ.‬‬

‫الذ ْك ِر‬
‫ت َو ِ‬ ‫آن ال َع ِظي ِْم‪َ ،‬و َج َعلَنِي َو ِإيَّا ُك ْم ِبما َ فِ ْي ِه ِمنَ اآل َيا ِ‬ ‫ار َك هللاُ ِل ْي َولَ ُك ْم ِفي ْالقُ ْر ِ‬ ‫َب َ‬
‫ع ْوذ ُ ِباهللِ ِمنَ الشيطن َّ‬
‫الر ِجي ِْم‪ ،‬بِ ْس ِم هللاِ‬ ‫الر ِحي ِْم‪ .‬أ ُ‬‫ف َّ‬ ‫الرؤ ُْو ُ‬ ‫اب َّ‬ ‫ْال َح ِكي ِْم‪ِ .‬إنَّهُ ُه َو ْالبَ ُّر الت َّ َّو ُ‬
‫صينَ لَهُ الدِينَ ‪ْ ،‬ال َح ْمدُ ِ َّّلِلِ َر ِ‬
‫ب‬ ‫عوهُ ُم ْخ ِل ِ‬ ‫ي ََّل إِلَهَ إِ ََّّل ُه َو فَا ْد ُ‬‫الر ِحي ِْم‪ُ ،‬ه َو ْال َح ُّ‬‫الر ْحمٰ ِن َّ‬ ‫َّ‬
‫اح ِميْنَ‬‫الر ِ‬ ‫ت أ َ ْر َح ُم َّ‬‫ار َح ْم َوأ َ ْن َ‬‫ب ا ْغ ِف ْر َو ْ‬ ‫ْال َعالَ ِمينَ ‪َ .‬وقُ ْل َر ِ‬

‫‪5‬‬
‫‪Khutbah II‬‬

‫لى ت َ ْوفِ ْي ِق ِه َوا ِْمتِنَانِ ِه‪َ .‬وأ َ ْش َهدُ أ َ ْن َّلَ اِلَهَ ِإَّلَّ هللاُ َوهللاُ‬‫ش ْك ُر لَهُ َع َ‬ ‫سانِ ِه َوال ُّ‬ ‫لى ِإ ْح َ‬
‫الحمد هللِ َع َ‬
‫إلى ِرض َْوا ِن ِه‪ .‬الل ُه َّم‬ ‫س ْولُهُ الدَّا ِعى َ‬ ‫ع ْبدُهُ َو َر ُ‬ ‫س ِيدَنَا ُم َح َّمدًا َ‬ ‫أن َ‬ ‫َو ْحدَهُ َّلَ ش َِري َْك لَهُ َوأ َ ْش َهدُ َّ‬
‫س ِل ْم ت َ ْس ِل ْي ًما ِكثي ًْرا‬ ‫س ِي ِدنَا ُم َح َّم ٍد ِو َعلَى ا َ ِل ِه َوأ َ ْ‬
‫ص َحا ِب ِه َو َ‬ ‫ص ِل َعلَى َ‬ ‫َ‬
‫اس اِتَّقُوا هللاَ فِ ْي َما أ َ َم َر َوا ْنت َ ُه ْوا َع َّما نَ َهى َوا ْعلَ ُم ْوا أ َ َّن هللاَ أ َ َم َر ُك ْم بِأ َ ْم ٍر‬ ‫أ َ َّما بَ ْعدُ فَيا َ اَيُّ َها النَّ ُ‬
‫لى النَّ ِبى يآ‬ ‫صلُّ ْونَ َع َ‬ ‫َبدَأ َ فِ ْي ِه ِبنَ ْف ِس ِه َوثَـنَى ِب َمآل ئِ َكتِ ِه ِبقُ ْد ِس ِه َوقَا َل تَعاَلَى ِإ َّن هللاَ َو َمآلئِ َكتَهُ يُ َ‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه‬ ‫سيِ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َ‬ ‫ص ِل َعلَى َ‬ ‫صلُّ ْوا َعلَ ْي ِه َو َ‬
‫س ِل ُم ْوا ت َ ْس ِل ْي ًما‪ .‬الل ُه َّم َ‬ ‫اَيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا َ‬
‫ض الل ُه َّم َع ِن‬ ‫ار َ‬ ‫س ِل َك َو َمآل ِئ َك ِة اْل ُمقَ َّر ِبيْنَ َو ْ‬ ‫س ِيدِنا َ ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ا َ ْنبِيآ ِئ َك َو ُر ُ‬‫س ِل ْم َو َعلَى آ ِل َ‬ ‫َو َ‬
‫ص َحابَ ِة َوالتَّا ِب ِعيْنَ َوتَا ِب ِعي‬ ‫عثْ َمان َو َع ِلى َو َع ْن بَ ِقيَّ ِة ال َّ‬ ‫ع َمر َو ُ‬ ‫الرا ِش ِديْنَ أ َ ِبى بَ ْك ٍر َو ُ‬ ‫اء َّ‬ ‫اْل ُخلَفَ ِ‬
‫اح ِميْنَ‬‫الر ِ‬ ‫ض َعنَّا َم َع ُه ْم ِب َر ْح َم ِت َك َيا أ َ ْر َح َم َّ‬ ‫ار َ‬ ‫الدي ِْن َو ْ‬ ‫ان اِلَى َي ْو ِم ِ‬
‫س ٍ‬ ‫التَّا ِب ِعيْنَ لَ ُه ْم ِبا ِْح َ‬

‫ت الل ُه َّم‬ ‫ت اََّلَ ْحيآ ُء ِم ْن ُه ْم َواَّْلَ ْم َوا ِ‬ ‫ت َواْل ُم ْس ِل ِميْنَ َواْل ُم ْس ِل َما ِ‬‫اَلل ُه َّم ا ْغ ِف ْر ِل ْل ُمؤْ ِمنِيْنَ َواْل ُمؤْ ِمنَا ِ‬
‫ص ْر‬‫ص ْر ِع َبادَ َك اْل ُم َو ِح ِديَّةَ َوا ْن ُ‬ ‫أ َ ِع َّز اْ ِْل ْسالَ َم َواْل ُم ْس ِل ِميْنَ َوأ َ ِذ َّل الش ِْر َك َواْل ُم ْش ِر ِكيْنَ َوا ْن ُ‬
‫الدي ِْن َوا ْع ِل َك ِل َماتِ َك ِإلَى يَ ْو َم‬ ‫اخذُ ْل َم ْن َخذَ َل اْل ُم ْس ِل ِم ْينَ َو دَ ِم ْر أ َ ْعدَا َء ِ‬ ‫الديْنَ َو ْ‬ ‫ص َر ِ‬ ‫َم ْن نَ َ‬
‫ظ َه َر‬‫س ْو َء اْل ِفتْنَ ِة َواْ ِلم َحنَ َما َ‬ ‫الزَّلَ ِز َل َواْ ِلم َحنَ َو ُ‬ ‫الدي ِْن‪ .‬الل ُه َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا اْل َبالَ َء َواْ َلو َبا َء َو َّ‬ ‫ِ‬
‫ان اْل ُم ْس ِل ِميْنَ عآ َّمةً يَا َربَّ‬ ‫سائِ ِر اْلبُ ْلدَ ِ‬ ‫صةً َو َ‬ ‫طنَ َع ْن بَلَ ِدنَا اِ ْندُونِ ْي ِسيَّا خآ َّ‬ ‫ِم ْن َها َو َما بَ َ‬
‫ظلَ ْمنَا‬ ‫ار‪َ .‬ربَّنَا َ‬ ‫سنَةً َوقِنَا َعذَ َ‬
‫اب النَّ ِ‬ ‫آلخ َرةِ َح َ‬ ‫سنَةً َوفِى اْ ِ‬ ‫اْلعَالَ ِميْنَ ‪َ .‬ربَّنَا آتِنا َ فِى الدُّ ْنيَا َح َ‬
‫اإن لَ ْم ت َ ْغ ِف ْر لَنَا َوت َ ْر َح ْمنَا لَنَ ُك ْون ََّن ِمنَ اْلخَا ِس ِريْنَ ‪ِ .‬ع َبادَ هللاِ ! إِ َّن هللاَ َيأ ْ ُم ُرنَا ِباْل َع ْد ِل‬ ‫سنَا َو ْ‬ ‫ا َ ْنفُ َ‬
‫ظ ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم‬
‫شآء َواْل ُم ْن َك ِر َواْلبَ ْغي يَ ِع ُ‬ ‫بى َويَ ْن َهى َع ِن اْلفَ ْح ِ‬ ‫ْتآء ذِي اْلقُ ْر َ‬ ‫ان َو ِإي ِ‬ ‫س ِ‬ ‫َواْ ِْل ْح َ‬
‫لى ِن َع ِم ِه َي ِز ْد ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هللاِ أ َ ْك َب ْر‬
‫تَذَ َّك ُر ْونَ َوا ْذ ُك ُروا هللاَ اْل َع ِظي َْم يَ ْذ ُك ْر ُك ْم َوا ْش ُك ُر ْوهُ َع َ‬

‫‪6‬‬

Anda mungkin juga menyukai