Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum dimana hukum menjadi panglima


tertinggi negara.Kedudukan hukum sebagai supremasi tertinggi dalam
tatanan masyarakat bernegara. Negara Republik Indonesia yang
berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, mengatur setiap
tingkah laku warga negaranya tidak terlepas dari segala peraturan-
peraturan yang bersumber dari hukum.

Hukum sengaja dibentuk untuk melindungi keteraturan dalam


masyarakat, agar dapat terwujud keseimbangan dalam masyarakat dimana
masyarakat tidak bisa sebebas-bebasnya dalam bermasyarakat, mesti ada
batasan agar ketidakbebasan tersebut dapat menghasilkan keteraturan.
Mustahil suatu Negara mampu berdiri tanpa kehadiran hukum di
dalamnya, sebab masyarakat Negara tersebut membutuhkan hukum,
hukum pun membutuhkan masyarakatnya. .Ibi ius ibi societis dimana ada
masyarakat disitu ada hukum. Jadi hukum ada untuk kepentingan diri
sendiri, orang lain dan kepentingan bersama.

Norma hukum dalam masyarakat dianggap sebagai peraturan hidup


yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi yang tegas. Peraturan yang
timbul dari norma hukum dibuat oleh penguasa negara. Isinya mengikat
setiap orang dan pelaksanaanya dapat dipertahankan dengan segala
paksaaan oleh alat – alat Negara agar dapat senantiasa ditegakkan,
dihormati, dan ditaati di bawah sebuah payung yang dinamakan Negara.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dapat


merumuskan masalah sebagai berikut:

A. Bagaimana cara menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi?


B. Bagaimana kondisi hukum dan penegakan hukum di Indonesia?
C. Bagaimana momentum hukum sebagai panglima tertinggi?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini yaitu:

A. Mengetahui cara menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi


B. Mengetahui kondisi hukum dan penegakan hukum di Indonesia
C. Mengetahui momentum hukum sebagai panglima tertinggi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Cara Menjadikan hukum Sebagai Panglima Tertinggi

Menjadikan Hukum Sebagai Panglima membanjirnya dukungan


terhadap Jokowi-JK sebelum terpilih menjadi presiden dan wakil
presiden adalah realitas bahwa rakyat sangat mendambakan mereka
untuk menjadi pemimpin di pemerintahan yang baru.Setelah terpilih dan
resmi menjadi Presiden dan wakil presiden, maka terjawablah kehendak
publik. Tentu tidak berakhir sampai disini apa yang didambakan oleh
bangsa Indonesia. Bangsa kita sedang membutuhkan suatu perubahan
menuju besetuurzorg (kesejahteraan umum) atau cita-cita yang tertuang
di dalam konstitusi.Maraknya korupsi adalah realitas yang menghambat
cita-cita bangsa kita, menghambat perubahan menuju bonum commune.

Kesejahteraan umum hanya menjadi slogan tanpa langkah nyata yang


benar-benar membebaskan keterpurukan bangsa. Tak hanya korupsi,
narkoba beredar dengan cepatnya dan telah menggerogoti bangsa kita
dan dapat menguburkan masa depan bangsa. Kongkalikong antara
penguasa dan pengusaha juga tidakkalah mengerikan dampaknya bagi
kehidupan bangsa kita.Problematika bangsa kita sangat kompleks dan
salah satu penyebabnya adalah hukum tidak lagi menjadi
panglima.Hukum sebagai penglima bertujuan untuk menciptakan
bestuurszorg yang dicita-citakan oleh bangsa kita.Ketika hukum menjadi
panglima maka kita mengedapan kedaulatan hukum bukan kedaulatan
negara.

Kedaulatan negara mengasumsikan bahwa negara itu berada di atas


hukum dan semua aktivitas negara tidak dapat dijangkau hukum.Jika
dikritisi maka kedaulatan negaralah yang masih kita anut selama ini.Kita
mengakui, misalnya KPK sudah bekerja keras untuk menegakan hukum
tanpa memandang bulu.Tetapi yang kita harapkan adalah bukan kerja

3
lembaga tertentu saja untuk menjadikan hukum sebagai panglima. Semua
lembaga penegak hukum seharusnya bekerja keras dan total dalam
mengedepankan hukum. Dengan itu maka semua penjahat tidak akan
luput dari jeratan hukum.

Kita tidak lagi menggunakan paham sebagaimana yang pernah


dilontarkan olehseorang ahli hukum, John Austin bahwa law is a
command of lawgiver.Hukum bukanlah perintah dari penguasa karena
jika demikian maka tidak logis jika buatan itu menghakimi pembuatnya.

Tantangan Pemerintahan Jokow-JK adalah bagaimana menjadikan


hukum sebagai panglima dalam pelaksanaannya.Kekecewaan publik
terhadap aparat penegak hukum tentu sudah menjadi pemandangan
biasa.Banyak kalangan menilai bahwa hukum tidak bisa diandalkan,
tidak berguna atau hanya menguntungkan pihak tertentu.Penilaian itu
mencerminkan hukum yang tidak berwibawa, tidak tegas, tidak konsisten
apalagi jika dikatakan sebagai panglima.Maka, jika Pemerintahan
Jokowi-JK adalah jawaban atas kehendak publik, inilah momentum yang
tepat untuk mengedepankan kedaulatan hukum. Jikahukum ditegakan
maka bonum commune (kesejahteraan bersama) yang didambakan
pastiakan tercapai.Kedaulatan hukum menghendaki bahwa hukum adalah
yang tertinggi.Hukum tidak berada dibawah politik, hukum tidak berada
di bawah kekuasaan negara, tetapi berada di atassegala-galanya. Oleh
karena itu, siapapun yang bertindak untuk menghambat cita-cita
bangsadengan melanggar hukum maka ia bertanggungjawab atas
perbuatannya. Semua orang adalahsama di hapadan hukum (equal before
the law).

Dalam sejarah bangsa kita, peluang orangyang berkuasa untuk


menyalahgunakan wewenang demi kepentingannya atau
golongansangatlah besar, meski tidak semuanya. Kenyataan ini seolah-
olah menegaskan kebenaran dari paham power tends to corrupt.

4
Maka dalam hal inilah hukum harus benar-benar menjadi panglima
tanpa memandang bulu.Inilah bagian dari tugas negara yang menganut
konsepsi welfare state,dimana pemerintah dibebani tugas melayani
kepentingan umum dan kewajibanmewujudkan kesejahteraan umum.

B. Kondisi hukum dan Penegakan hukum di Indonesia

Indonesia adalah negara hukum yang senantiasa mengutamakan


hukum sebagai landasan dalam seluruh aktivitas negara dan
masyarakat.Komitmen Indonesia sebagai negara hukum pun selalu dan
hanya dinyatakan secara tertulis dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 hasil
amandemen.

Dimanapun juga, sebuah Negara menginginkan Negaranya memiliki


penegak- penegak hukum dan hukum yang adil dan tegas dan bukan
tebang pilih.Tidak ada sebuah sabotase, diskriminasi dan pengistimewaan
dalam menangani setiap kasus hukum baik PIDANA maupun
PERDATA.

Seperti istilah di atas, 'Runcing Kebawah Tumpul Keatas' itulah


istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi penegakkan hokum di
Indonesia. Apakah kita semua merasakannya? Apakah kita bisa melihat
kenyataannya? Saya yakin pasti seluruh masyarakat Indonesia juga
melihat kenyataannya.

Kondisi Hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik


daripada pujian. Berbagai kritik diarahkan baik yang berkaitan dengan
penegakkan hukum , kesadaran hukum , kualitas hukum, ketidakjelasan
berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungya hukum dan
juga lemahnya penerapan berbagai peraturan.

Kritik begitu sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum


di Indonesia. Kebanyakan masyarakat kita akan bicara bahwa hukum di
Indonesia itu dapat dibeli, yang mempunyai jabatan, nama dan

5
kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman dari gangguan hukum
walau aturan negara dilanggar.

Ada pengakuan di masyarakat bahwa karena hukum dapat dibeli


maka aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan
penegakkan hukum secara menyeluruh dan adil.Sejauh ini, hukum tidak
saja dijalankan sebagai rutinitas belaka tetapi tetapi juga dipermainkan
seperti barang dagangan .Hukum yang seharusnya menjadi alat
pembaharuan masyarakat, telah berubah menjadi semacam mesin
pembunuh karena didorong oleh perangkat hokum yang morat-marit.

Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti,


mafia hukum di peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa
proses peradilan merupakan realitas yang gampang ditemui dalam
penegakan hukum di negeri ini. Orang biasa yang ketahuan melakukan
tindak pencurian kecil, seperti anak dibawah umur saudara Hamdani
yang 'mencuri' sandal jepit bolong milik perusahaan di mana ia bekerja di
Tangerang, Nenek Minah yang mengambil tiga butir kakao di
Purbalingga, serta Kholil dan Basari di Kediri yang mencuri dua biji
semangka langsung ditangkap dan dihukum seberat beratnya.

Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang


milyaran rupiah milik negara dapat bebas berkeliaran dengan bebasnya.
Berbeda halnya dengan kasus-kasus yang hukum dengan tersangka dan
terdakwa orang-orang yang memiliki kekuasan, jabatan dan nama. Proses
hukum yang dijalankan begitu berbelit-belit dan terkesan menunda-
nunda. Seakan-akan masyarakat selalu disuguhkan sandiwara dari tokoh-
tokoh Negara tersebut.Tidak ada keputusan yang begitu nyata.
Contohnya saja kasus Gayus Tambunan, pegawai Ditjen Pajak Golongan
III menjadi miliyader dadakan yang diperkirakan korupsi sebesar 28
miliar, tetapi hanya dikenai 6 tahun penjara, kasus Bank Century dan

6
yang masih hangat saat ini Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akhil
Mochtar ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan.

Dalam operasi itu, KPK telah menyita uang dollar Singapura senilai
Rp 3 miliar yang menunjukkan penegakan hukum di bangsa Indonesia
dalam kondisi awas, hampir semua kasus diatas prosesnya sampai saat ini
belum mencapai keputusan yang jelas. Padahal semua kasus tersebut
begitu merugikan Negara dan masyarakat kita.

Kondisi yang demikian buruk seperti itu akan sangat berpengaruh


besar terhadap kesehatan dan kekuatan demokrasi Indonesia. Mental
rusak para penegak hukum yang memperjualbelikan hukum sama artinya
dengan mencederai keadilan. Merusak keadilan atau bertindak tidak adil
tentu saja merupakan tindakan gegabah melawan kehendak rakyat.

Pada kondisi tertentu, ketika keadilan terus menerus dihindari bukan


tidak mungkin pertahanan dan keamanan bangsa menjadi taruhannya.
Ketidak adilan akan memicu berbagai tindakan alami berupa perlawanan-
perlawanan yang dapat terwujud ke dalam berbagai aksi-aksi anarkis atau
kekerasan yang kontra produktif terhadap pembangunan bangsa.

Dengan kata lain, situasi ketidakadilan atau kegagalan mewujudkan


keadilan melalui hukum menjadi salah satu titik problem yang harus
segera ditangani dan negara harus sudah memiliki kertas biru atau blue
print untuk dapat mewujudkan seperti apa yang dicita citakan pendiri
bangsa ini .

Namun mental dan moral korup yang merusak serta sikap


mengabaikan atau tidak hormat terhadap sistim hukum dan tujuan hukum
dari pada bangsa Indonesia yang memiliki tatanan hukum yang baik ,
menurut penulis , sebagai gambaran bahwa penegakkan hukum
merupakan karakter atau jati diri bangsa Indonesia sesuai apa yang
terkandung dalam isi dari Pancasila dan Pembukaan Undang Undang
Dasar 1945 .

7
Dengan situasi dan kondisi seperti sekarang ini norma dan kaidah
yang telah bergerasar kepada rasa egoisme dan individual tanpa
memikirkan orang lain dan inilah nilai ketidakadilan akan meningkatkan
aksi anarkhisme, kekerasan yang jelas-jelas tidak sejalan dengan karakter
bangsa yang penuh memiliki asas musyawarah untuk mufakat seperti
yang terkadung dan tersirat dalam isi Pancasila.

C. Momentum hukum sebagai panglima tertinggi

Tuduhan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahya


Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu berjalan sesuai prosedur hukum
yang ada.Rabu (16/11), Mabes Polri telah resmi menetapkan Ahok
sebagai tersangka kasus penistaan agama. Penetapan Ahok ini
menunjukkan bahwa proses hukum menjadi pilihan yang logis dan
rasional dalam menjawab kegelisahan masyarakat. Demonstrasi yang
dilakukan oleh masyarakat beberapa waktu lalu merupakan hak asasi,
namun untuk penyelesaian sebuah kasus harus tetap melalui prosedur
hukum yang berlaku di Indonesia.

Sebuah negara tentunya dibangun tidak hanya dengan suatu


konsensus masyarakat yang memiliki kepentingan bersama dan terikat
pada persamaan nasib, suku bangsa, atau mendiami wilayah tertentu.
Untuk mengatur tata tertib berkehidupan berbangsa dan bernegara
diperlukan adanya hukum, baik yang merupakan perintah maupun yang
merupakan larangan.Immanuel Kant mengatakan, hukum adalah
instrumen yang memberikan batasan terhadap kebebasan manusia,
sehingga mencegah tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh
seseorang maupun sekelompok orang terhadap hak yang dimiliki
masyarakat lainnya.

Dalam banyak kasus, kita dapat menemukan hukum dilanggar oleh


orang yang mempunyai kepentingan – bahkan kewenangan, atau orang
yang masih menganggap tidak pentingnya sebuah hukum yang berlaku

8
dalam kehidupan bernegara. Hal ini sesuai dengan pendapat Robert
Seidman yang mengatakan bahwa seseorang barangkali akan mematuhi
undang-undang atau aturan hukum, bila kebaikan atau keuntungan dari
kepatuhannya itu melebihi kerugiannya bila ia melanggar hukum.
Sehingga dapat diartikan bahwa aturan hukum memiliki subjektivitas
tergantung dari pelaku yang menjalankan aturan hukum tersebut.

Kesadaran dan kepatuhan hukum di Indonesia cenderung masih


rendah.Salah satunya ditunjukkan oleh Corruption Perception Index 2015
yang dikeluarkan oleh lembaga Transparency International.Lembaga ini
mengukur tingkat korupsi pada organisasi publik pada 168 negara di
dunia dimana peringkat Indonesia berada pada posisi yang cukup rendah
yaitu 88.Dari data tersebut menunjukkan bahwa hukum dapat dilanggar
oleh oknum birokrat untuk kepentingan pribadi maupun
golongannya.Contoh lainnya yang menunjukkan di Indonesia masih
rendah dalam kesadaran hukum, yaitu mengenai banyaknya rambu lalu
lintas yang masih dilanggar oleh pengguna jalan.Dari data kecelakaan
lalu lintas yang dilansir oleh The Indonesian Center for Police and
Security Studies, setiap tahun jumlah kecelakaan lalu lintas cenderung
mengalami peningkatan dan diiringi dengan korban jiwa maupun
kerugian materi yang juga meningkat.

Selain dua kasus di atas, tahun 2016 ini muncul beberapa konflik
sosial yang menyangkut SARA.Peristiwa ini terjadi di beberapa daerah
seperti Tanjungbalai, Karo, dan Mimika yang diselesaikan secara
inkonstitusional oleh pihak-pihak yang terlibat. Penyelesaian yang tidak
berpedoman pada hukum untuk menyelesaikan konflik tersebut justru
akan memperparah keadaan dan menimbulkan akibat hukum baru.

Oleh sebab itu, untuk menumbuhkan kesadaran dan kepatuhan


hukum dalam kehidupan bernegara di Indonesia, hukum harus dijadikan
sebagai panglima.

9
Hukum sebagai penglima bertujuan untuk menciptakan bestuurszorg
yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.Ketika hukum menjadi
panglima maka kita mengedepankan kedaulatan hukum bukan kedaulatan
negara.Kedaulatan negara mengasumsikan bahwa negara itu berada di
atas hukum dan semua aktivitas negara tidak dapat dijangkau hukum –
sehingga seringkali menimbulkan tindakan abuse of power oleh oknum
pemerintah.

Kita mengakui, misalnya KPK sudah bekerja keras untuk


menegakkan hukum tanpa memandang bulu. Tetapi yang kita harapkan
adalah bukan kerja lembaga tertentu saja untuk menjadikan hukum
sebagai panglima. Semua lembaga penegak hukum harus bekerja keras
secara profesional dalam mengedepankan hukum. Dengan begitu, maka
semua penjahat tidak akan luput dari jeratan hukum. Kita tidak lagi
menggunakan paham yang disebutkan oleh, John Austin bahwa law is a
command of lawgiver.

Proses hukum yang berjalan sesuai aturan, sebagaimana dalam kasus


Ahok merupakan momentum yang tepat bagi Presiden Jokowi-JK untuk
menjadikan hukum sebagai panglima dalam pelaksanaannya. Apalagi,
dalam beberapa kali pernyataannya, Presiden akan melakukan reformasi
di sektor hukum, baik dari aturan perundang-undangan, maupun dari
aparat penegak hukumnya.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa


proses penegakan hukum itu dipengaruhi oleh: Pertama, faktor
hukumnya sendiri yakni undang-undang. Kedua, faktor penegak hukum,
yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.Ketiga,
faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.Keempat,
faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku;
dan Kelima, faktor budaya hukumnya.

10
Kelima hal inilah yang perlu menjadi perhatian dari Presiden agar
momentum hukum sebagai panglima ini tetap terjaga. Jika hukum
ditegakan maka bonum commune (kesejahteraan bersama) yang
didambakan pasti akan tercapai.

Kedaulatan hukum menghendaki bahwa hukum sebagai panglima.


Hukum tidak berada dibawah politik, hukum tidak berada di bawah
kekuasaan negara, tetapi berada di atas segala-galanya. Oleh karena itu,
siapapun yang bertindak untuk menghambat cita-cita bangsa dengan
melanggar hukum maka orang tersebut bertanggungjawab atas
perbuatannya dihadapan hukum. Semua orang adalah sama di hadapan
hukum. Dalam sejarah bangsa kita, peluang orang atau golongan yang
berkuasa untuk melakukan abuse of power sangatlah besar, meski tidak
semuanya. Kenyataan ini seolah-olah menegaskan kebenaran dari paham
power tends to corrupt. Maka dalam hal inilah hukum harus benar-benar
menjadi panglima tanpa memandang bulu. Inilah bagian dari tugas
negara yang menganut konsepsi welfare state, dimana pemerintah
dibebani tugas melayani kepentingan umum dan kewajiban mewujudkan
kesejahteraan umum.Dengan demikian upaya menumbuhkan kesadaran
dan kepatuhan hukum dalam berkehidupan bernegara adalah
mengembalikan kedaulatan hukum sebagai panglima.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan materi diatas, maka dapat diperoleh


beberapa kesimpulan antara lain :

1. Cara menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi yaitu dengan


mengeataskan hokum diatas segala galanya karena kedaulatan hukum
menghendaki bahwa hukum adalah yang tertinggi. Hukum tidak
berada dibawah politik, hokum juga tidak berada di bawah kekuasaan
Negara. Oleh karena itu, siapapun yang bertindak untuk menghambat
cita-cita bangsadengan melanggar hukum maka ia bertanggung jawab
atas perbuatannya. Semua orang adalah sama di hapadan hukum
(equal before the law).
2. Kondisi hukum dan penegakan hukum di Indonesia saat ini lebih
sering menuai kritik daripada pujian. Berbagai kritik diarahkan baik
yang berkaitan dengan penegakkan hukum , kesadaran hukum ,
kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan
dengan proses berlangsungya hukum dan juga lemahnya penerapan
berbagai peraturan.
3. Momentum hukum sebagai panglima tertinggi hukum bertujuan untuk
menciptakan bestuurszorg yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
Ketika hukum menjadi panglima maka kita mengedepankan
kedaulatan hukum bukan kedaulatan negara. Kedaulatan negara
mengasumsikan bahwa negara itu berada di atas hukum dan semua
aktivitas negara tidak dapat dijangkau hukum – sehingga seringkali
menimbulkan tindakan abuse of power oleh oknum pemerintah.

12
B. Saran

Kita mengakui, misalnya lembaga penegak hukum sudah bekerja keras


untuk menegakkan hukum tanpa memandang bulu. Tetapi yang kita
harapkan adalah bukan kerja lembaga penegak hukum tertentu saja untuk
menjadikan hukum sebagai panglima. Semua lembaga penegak hukum
harus bekerja keras secara profesional dalam mengedepankan hukum.
Dengan begitu, maka semua penjahat tidak akan luput dari jeratan hukum.
Kita tidak lagi menggunakan paham yang disebutkan oleh, John Austin
bahwa law is a command of lawgiver.

13
DAFTAR PUSTAKA

Palestinus,petrus.2016.Peristiwa 411 Momentum Jadikan Hukum Sebagai


Panglima.Jakarta:Redaksi

Paat,Yustinus.2016.Proses Hukum Ahok Momentum Jadikan Hukum


SebagaiPanglima.Jakarta:Berita Satu

Hakim,Abdul.2016.Momentum Hukum Sebagai Panglima.Jakarta:Antara News

Pramudia,Teday.2019.Bagaimana Kondisi Hukum dan Penegak Hukum di


Indonesia.Jakarta:Kompasiana

Wirawan labut,hipation.2016.Hukum Sebagai Panglima.Jakarta.Universitas


nasional

14

Anda mungkin juga menyukai