Anda di halaman 1dari 25

TUGAS

PENYAJIAN ILMIAH

PENGENDALIAN BISING

OLEH: YUYUN OKTAVIA, ST

DOSEN:

Prof. Ir. Urip Santoso, S.Ikom., M.Sc., Ph.D

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA (S2)


PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2009
PENGENDALIAN BISING
OLEH:
YUYUN OKTAVIA, ST
E2A 009026

ABSTRAK

Bising merupakan suatu polusi lingkungan yang tidak terlihat namun efeknya cukup besar.
Kebisingan juga dapat diartikan sebagai bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan
waktunya. Kebisingan apabila tidak dikendalikan dapat menimbulkan berbagai gangguan
kesehatan bagi manusia berdasarkan besar dan lamanya bising terjadi mulai dari tidak
mengganggu, penyempitan pembuluh darah sampai menyebabkan tuli permanen. Komponen
utama timbulnya bising adalah sumber bising, media penghantar dan objek pendengar atau
manusia. Pengendaliannya dapat dilakukan terhadap salah satu bagian maupun keseluruhan
dari komponen tersebut. Berdasarkan hasil pengukuran, tingkat kebisingan di PT. Pupuk
Sriwijaya berada pada taraf yang mengganggu. Usaha–usaha yang telah dilakukan oleh PT.
Pusri untuk mengurangi kebisingan di perusahaannya meliputi pengendalian di sumber
(pemeliharaan mesin secara berkala, menempatkan mesin pada ruangan khusus, memasang
penutup mesin dan menggunakan alat peredam bising pada vent gas), medium penghantar
(Green Barrier, memasang dinding pemisah antara sumber bising dan ruang karyawan) dan
pekerjanya (Pembinaan dan pelatihan karyawan mengenai K3, melengkapi karyawan dengan
ear muff dan ear plug).

Kata kunci: Bising, pengendalian kebisingan, kebisingan PT. Pusri

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap aktifitas manusia disadari atau tidak, dapat menjadi sumber bising. Seiring
perkembangan zaman manusia pun membutuhkan industri untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Namun kebanyakan aktifitas dalam suatu industri terutama proses produksi, dapat
menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu pekerja maupun masyarakat sekitarnya.
Kebisingan adalah bentuk energi yang bila tidak disalurkan pada tempatnya akan
berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Upaya pengawasan dan
pengendalian kebisingan menjadi faktor yang menentukan kualifikasi suatu perusahaan
dalam menangani masalah lingkungan yang muncul.
Kebisingan merupakan salah satu aspek lingkungan yang perlu diperhatikan. Karena
termasuk polusi yang mengganggu dan bersumber pada suara / bunyi. Oleh karena itu bila

2
bising tidak dapat dicegah atau dihilangkan, maka yang dapat dilakukan yaitu mereduksi
dengan melakukan pengendalian melalui berbagai macam cara.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan mata kuliah
Penyajian Ilmiah bagi mahasiswa Program Pasca Sarjana Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Universitas Bengkulu.

Tujuan penulisan makalah ini adalah:


 Memberikan gambaran umum kebisingan sebagai salah satu faktor yang dapat
menurunkan derajat kesehatan masyarakat;
 Dapat memahami kondisi kebisingan, alat-alat monitoring pengendalian yang digunakan
dan fasilitas-fasilitas lainnya sehingga dapat dijadikan sebagai penambah dan
pengembangan ilmu bagi mahasiswa khususnya dan Jurusan Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan umumnya.

1.3 Batasan Masalah


Makalah ini membatasi pembahasan hanya pada pengendalian bising secara umum sebagai
bagian dari mata kuliah Penyajian Ilmiah.

1.3 Sistematika Penulisan


penulisan makalah ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
PENDAHULUAN
Menjelaskan tentang latar belakang, maksud dan tujuan serta batasan masalah
penulisan makalah pengendalian bising.
ISI
Berisikan uraian tentang teori bising dan cara pengendaliannya, menjelaskan tentang
pengendalian bising yang dilakukan pada PT Pupuk Sriwijaya (Pusri).
PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan mengenai kebisingan.

ISI

2.1 Pengertian Kebisingan


Pengertian kebisingan menurut beberapa ahli, antara lain:

3
 Menurut Doelle (1993): “suara atau bunyi secara fisis merupakan penyimpangan tekanan,
pergeseran partikel dalam medium elastis seperti misalnya udara. Secara fisiologis
merupakan sensasi yang timbul sebagai akibat propagasi energi getaran dari suatu sumber
getar yang sampai ke gendang telinga.”
 Menurut Patrick (1977): “kebisingan dapat pula diartikan sebagai bentuk suara yang tidak
sesuai dengan tempat dan waktunya.”
 Menurut Prabu, Putra (2009) bising adalah suara yang mengganggu
 Menurut Ikron I Made Djaja, Ririn A.W, (2005) bising adalah bunyi yang tidak
dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan.
 Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996
definisi bising adalah “bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat
dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan
lingkungan.”

Kebisingan dapat juga diartikan bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya,
sehingga secara umum kebisingan dapat diartikan sebagai suara yang merugikan manusia dan
lingkungan. Bising dikategorikan pada polutan lingkungan/buangan yang tidak terlihat, tapi
efeknya cukup besar. Kebisingan adalah bahaya yang umum di tempat kerja.

2.2 Sifat dan Sumber Bising


a. Sifat Bising
Sifat dari kebisingan antara lain (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):
 Kadarnya berbeda;
 Jumlah tingkat bising bertambah, maka gangguan akan bertambah pula;
 Bising perlu dikendalikan karena sifatnya mengganggu.
b. Sumber Bising
Sumber-sumber bising sangat banyak, namun dikelompokkan menjadi kebisingan industri,
kebisingan kegiatan konstruksi, kebisingan kegiatan olahraga dan seni, dan kebisingan lalu
lintas. Selanjutnya, emisi kebisingan dipantulkan melalui lantai, atap, dan alat-alat.
Sumber bising secara umum (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):
 Indoor : manusia, alat-alat rumah tangga dan mesin;
 Outdoor: lalu lintas, industri dan kegiatan lain.
Pembagian sumber bising lain dapat dibedakan menjadi:
 Sumber terbesar: lalu lintas (darat, laut dan udara)
Tingkat tekanan suara dari lalu lintas dapat diprediksi dari:
- Kecepatan lalu lintas;

4
- Kecepatan kendaraan;
- Kondisi permukaan jalan.
 Industri: tergantung kepada jenis industri dan peralatan
- Mesin-mesin proses, pemotong, penggerinda, blower, kompresor, kipas dan pompa;
- Sumber terbesarnya abrasi gas pada kecepatan tinggi, fan dan katup ketel uap.
 Bidang jasa gedung: ventilasi, pembangkit pendingin ruangan, pompa pemanas,
plambing dan elevator;
 Bidang domestik: kegiatan rumah tangga, vaccum cleaner, mesin cuci, dan pemotong
rumput;
 Aktivitas waktu luang: balap mobil, diskotik, ski dan menembak.

Diantara pencemaran lingkungan yang lain, pencemaran/polusi kebisingan dianggap istimewa


dalam hal (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003):
[1] Penilaian pribadi dan penilaian subyektif sangat menentukan untuk mengenali suara
sebagai pencemaran kebisingan atau tidak. Terdapat kesulitan dalam menempatkan
kebisingan antara tingkat penilaian subjektif seorang individu yang menangkapnya
sebagai "kebisingan" dan tingkat fisik yang dapat diukur secara obyektif
[2] Kerusakannya setempat dan sporadis dibandingkan dengan pencemaran air dan
pencemaran udara (bising pesawat udara merupakan pengecualian).
Tidak ada perbedaan jelas antara siapa agresornya dan siapa korbannya, sebagaimana
yang sering terjadi ada korban-korban dari kebisingan akibat piano dan karaoke.
Meskipun jumlah keluhan yang terdaftar di kota-kota besar selama beberapa tahun
terakhir ini telah berkurang, kebisingan masih merupakan bagian besar dari keluhan-
keluhan masyarakat.

2.3 Jenis-Jenis Bising


Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan:
1. Bising terus menerus (continuous noise)
Bising terus menerus dihasilkan oleh mesin yang beroperasi tanpa henti, misalnya
blower, pompa, kipas angin, gergaji sirkuler, dapur pijar, dan peralatan pemprosesan
(Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
Bising terus-menerus (Prabu,Putra, 2009) adalah bising dimana fluktuasi dari
intensitasnya tidak lebih dari 6 dB dan tidak putus-putus. Bising kontinyu dibagi menjadi
2 (dua) yaitu:

5
 Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi yang luas. bising ini relatif
tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut, seperti
suara kipas angin, suara mesin tenun.
 Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya mempunyai
frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000, 4000) misalnya gergaji sirkuler, katup
gas.
2. Bising terputus-putus (intermittent noise)
Adalah kebisingan saat tingkat kebisingan naik dan turun dengan cepat, seperti lalu lintas
dan suara kapal terbang di lapangan udara (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu bising yang berlangsung
secar tidak terus-menerus, melainkan ada periode relatif tenang, misalnya lalu lintas,
kendaraan, kapal terbang, kereta api (Prabu,Putra, 2009).
3. Bising tiba-tiba (impulsive noise)
Merupakan kebisingan dengan kejadian yang singkat dan tiba-tiba. Efek awalnya
menyebabkan gangguan yang lebih besar, seperti akibat ledakan, misalnya dari mesin
pemancang, pukulan, tembakan bedil atau meriam, ledakan dan dari suara tembakan
senjata api (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Bising jenis ini memiliki
perubahan intensitas suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya
mengejutkan pendengarnya seperti suara tembakan suara ledakan mercon, meriam
(Prabu,Putra, 2009).
4. Bising berpola (tones in noise)
Merupakan bising yang disebabkan oleh ketidakseimbangan atau pengulangan yang
ditransmisikan melalui permukaan ke udara. Pola gangguan misalnya disebabkan oleh
putaran bagian mesin seperti motor, kipas, dan pompa. Pola dapat diidentifikasi secara
subjektif dengan mendengarkan atau secara objektif dengan analisis frekuensi
(Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
5. Bising frekuensi rendah (low frequency noise)
Bising ini memiliki energi akustik yang penting dalam range frekuensi 8-100 Hz. Bising
jenis ini biasanya dihasilkan oleh mesin diesel besar di kereta api, kapal dan pabrik,
dimana bising jenis ini sukar ditutupi dan menyebar dengan mudah ke segala arah dan
dapat didengar sejauh bermil-mil (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
6. Bising impulsif berulang
Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi berulang-ulang, misalnya mesin
tempa (Prabu,Putra, 2009).

Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, bising dapat dibagi atas (Prabu,Putra, 2009):

6
1. Bising yang mengganggu (Irritating noise).
Merupakan bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.
2. Bising yang menutupi (Masking noise)
Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas, secara tidak langsung bunyi ini
akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja , karena teriakan atau isyarat
tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.
3. Bising yang merusak (Damaging/Injurious noise)
Merupakan bunyi yang intensitasnya melampui Nilai Ambang Batas. Bunyi jenis ini akan
merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

2.4 Efek Kebisingan


Kebisingan mempunyai pengaruh terhadap manusia, yaitu:
1. Gangguan kenyamanan dan stress pada anak-anak (Freddy Hernawan, 2008);
2. Kebisingan pada intensitas tinggi dan pemaparan yang lama dapat
menimbulkan gangguan pada fungsi pendengaran dan juga pada fungsi non
pendengaran yang bersifat subyektif seperti gangguan pada komunikasi, gangguan
tidur, gangguan pelaksanaan tugas dan perasaan tidak senang/mudah marah (Dian
Anggraeni, 2006);
3. Gangguan pendengaran sebesar 3,85 % untuk kebisingan impulsif dan gangguan
pendengaran sebesar 27,78% untuk kebisingan kontinyu pada pekerja di industri kompor
dan bengkel las Malang (Pasaoran Tamba I, 2001);
4. Gangguan terhadap konsentrasi kerja yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas dan
kuantitas kerja (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003);
5. Gangguan dalam kenikmatan bekerja terutama pada orang yang sangat rentan terhadap
kebisingan sehingga dapat menimbulkan rasa pusing, gangguan konsentrasi dan
kehilangan semangat kerja (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003);
6. Menurut (Prabu, Putra, 2009) dampak kebisingan bagi pekerja:
1. Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus
atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10
mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan
kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini
disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam
yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur dan sesak

7
nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ,
kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur,
dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan
penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi
pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi
pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan
terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak
mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung
membahayakan keselamatan seseorang.
4. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau
melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo)
atau mual-mual.
5. Efek pada pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran,
yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara umum
dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan
pemuliahan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan
tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan
tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian
makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya
digunakan untuk percakapan.
7. Penurunan daya dengar.
Penurunan daya dengar dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
1. Trauma Akustik
Trauma akustik adalah efek dari pemaparan yang singkat terhadap suara yang keras
seperti sebuah letusan. Dalam kasus ini energi yang masuk ke telinga dapat mencapai
struktur telinga dalam dan bila melampaui batas fisiologis dapat menyebabkan
rusaknya membran thympani, putusnya rantai tulang pendengaran atau rusak organ
spirale (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Trauma akustik adalah setiap
perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan

8
oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas
yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara
ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang
pendengaran atau saraf sensoris pendengaran (Prabu,Putra, 2009).

2. Temporary Threshold Shift (TTS)/Tuli Sementara


Tuli sementara merupakan efek jangka pendek dari pemaparan bising berupa kenaikan
ambang pendengaran sementara yang kemudian setelah berakhirnya pemaparan
bising, akan kembali pada kondisi semula. TTS adalah kelelahan fungsi pada reseptor
pendengaran yang disebabkan oleh energi suara dengan tetap dan tidak melampui
batas tertentu. Maka apabila akhir pemaparan dapat terjadi pemulihan yang sempurna.
Akan tetapi jika kelelahan melampaui batas tertentu dan pemaparan terus berlangsung
setiap hari, maka TTS secara berlahan-lahan akan berubah menjadi PTS (Goembira,
Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). TTS diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan
intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya
sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja
diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali
(Prabu,Putra, 2009).
3. Permanent Threshold Shift (PTS)/Tuli Permanen
Tuli permanen adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversible
sehingga tidak mungkin tejadi pemulihan. Gangguan dapat terjadi pada syaraf-syaraf
pendengaran, alat-alat korti atau dalam otak sendiri. Ini dapat diakibatkan oleh efek
kumulatif paparan terhadap bising yang berulang-ulang selama bertahun (Goembira,
Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).

Fase-fase perkembangan kurangnya pendengaran akibat bising tetap menurut Parmeggiani


(dikutip dalam Rozita E.,Wahyuni T, 2005) adalah:
a. Fase I
Terjadi pada 10-20 hari pertama pemaparan bising. Pada saat sudah bekerja, telinga
penderita terasa penuh, mendenging, sakit kepala ringan, pusing, dan merasa lelah.
b. Fase II
Terjadi pada jangka waktu pemaparan beberapa bulan sampai beberapa tahun. Pada fase
ini semua gejala subjektif hilang, kecuali telinga yang mendenging secara intermitten.
Gejala lain tergantung dari sifat bising, lama waktu pemaparan, dan prediposisi individual.
c. Fase III

9
Terjadi sebagai lanjutan fase II. Pada kondisi ini penderita merasa pendengarannya tidak
normal lagi. Penderita tidak dapat lagi mendengar pembicaraan-pembicaraan terutama jika
terdapat bising latar belakang.

d. Fase IV
Pada fase ini, diikuti oleh tinnitus yang tetap (terus menerus) yang menunjukan bahwa
terjadi kerusakan pada struktur syaraf dari cochlea. Hal ini tidak hanya mengganggu
pendengaran, tetapi juga mengganggu istirahat, tidur, dll.

Pengaruh yang ditimbulkan pada setiap tingkat bising dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Pengaruh Bunyi terhadap Fisiologis dan Psikologis Manusia

Bunyi (dBA)
Pengaruh terhadap Manusia
39-40 Tidak mengganggu
55-65 Penyempitan pembuluh darah dan peningkatan frekuensi denyut jantung
70 Kontinu akan berdampak penyakit jantung
80 Kelelahan mental dan fisik, psikomatis dan perasaan jengkel
90 Kerusakan alat pendengaran dan penurunan daya pendengaran
Kontinu dapat kehilangan pendengaran secara permanen dan pada waktu
100
singkat dapat mengurangi daya dengar
120 Rasa nyeri dan sakit
150 Kehilangan pendengaran pada saat itu juga
Sumber: Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003

2.5 Pengendalian Bising


Permasalahan kebisingan bisa diuraikan menjadi tiga komponen, (Goembira, Fadjar, Vera
S Bachtiar, 2003), yaitu:
1. Sumber radiasi;
2. Jalur tempuh radiasi;
3. Penerima (telinga).
Antisipasi kebisingan dapat dilakukan dengan intervensi terhadap ketiga komponen ini.
Secara garis besar, ada dua jenis pengendalian kebisingan, yaitu pengendalian bising aktif
(active noise control) dan pengendalian bising pasif (passive noise control).

A. Active Noise Control


1. Kontrol Sumber

10
Pengontrolan kebisingan pada sumber dapat dilakukan dengan modifikasi sumber, yaitu
penggantian komponen atau mendisain ulang alat atau mesin supaya kebisingan yang
ditimbulkan bisa dikurangi. Program maintenance yang baik supaya mesin tetap
terpelihara, dan penggantian proses. Misalnya mengurangi faktor gesekan dan kebocoran
suara, memperkecil dan mengisolasi elemen getar, melengkapi peredam pada mesin, serta
pemeliharaan rutin terhadap mesin. Tetapi cara ini memerlukan penelitian intensif dan
umumnya juga butuh biaya yang sangat tinggi (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003).
Beberapa upaya untuk mengurangi kebisingan di sumber antara lain (Tambunan, 2005):
 Mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan tingkat kebisingan yang
lebih rendah
 Mengganti “jenis proses” mesin (dengan tingkat kebisingan yang lebih rendah)
dengan fungsi proses yang sama, contohnya pengelasan digunakan sbg
penggantian proses riveting.

Sumber: Tambunan, 2005


 Modifikasi “tempat” mesin, spt pemberian dudukan mesin dengan material-
material yang memiliki koefisien redaman getaran lebih tinggi
 Pemasangan peredam akustik (acoustic barrier) dalam ruang kerja

Gambar 2.1 Hanging baffles (Tambunan, 2005)

11
Antisipasi kebisingan dengan kontrol sumber ternyata 10 kali lebih murah (unit harga
terhadap reduksi dB) daripada antisipasi pada propagasi atau kontrol lingkungan. Pada
area kerja dengan kebisingan > 100 dB A, kontrol sumber berupa kontrol rekayasa mesin
adalah hal yang mutlak dilakukan menurut Standard Basic Requirement OSHA.
 Cladding
Cladding adalah salah satu jenis pengendali bising untuk mengurangi pancaran bising
dari pipa akibat aliran fluida di dalamnya. Cladding terdiri atas lapisan penyerap suara
dan bahan impermeable. Lapisan ini ada berbagai jenis dengan tingkat atenuasi yang
bervariasi.
 Silencer, Attenuator, Muffler
Silencer (ditunjukkan pada Gambar 2.2), attenuator, muffler digunakan untuk
mereduksi bising fluida dengan meletakkannya di daerah atau jalur aliran fluida.

Gambar 2.2 Silencer


(Sumber: Rozita, 2005)

2. Kontrol Lingkungan
Rekayasa terhadap kebisingan di industri kurang diterapkan dengan baik. Beberapa
industri menyertakan spesifikasi tingkat kebisingan saat memilih alat baru, namun
terkadang masih mengalami masalah kebisingan. Hal lain yang dapat dilakukan antara
lain yaitu dengan pengendalian pada medium perambatan. Sebenarnya upaya
pengendalian ini memiliki tujuan untuk menghalangi perambatan suara dari sumber suara
yang menuju ke telinga manusia. Untuk menghalangi perambatan, ditempatkanlah sound
barrier antara sumber suara dan telingan. Pemblokiran rambatan ini hanya akan berhasil
jika sound barrier tidak ikut bergetar saat tertimpa gelombang yang merambat (tidak
beresonansi). Faktor terpenting yang akan mempengaruhi keberhasilan sound barrier
adalah bahan dimensi. Pengendalian kebisingan pada medium rambat terpaut pada:
 Pemisahan ruangan dengan sekat atau pembatas akustik;
 Menggunakan material yang memiliki daya serap suara;

12
 Pembuatan barrier. Barrier digunakan untuk menghalangi paparan bising dari sumber
ke penerima dan dibangun di jalur propagasi antara sumber dan penerima;
 Memasang panel dan penghalang;
 Memperluas jarak antar sumber dan melakukan pemagaran.
3. Proteksi Personal
Proteksi personal yang bisa diterapkan adalah penggunaan earplugs dan earmuffs.
Pemilihan antara kedua proteksi ini disesuaikan dengan kondisi. Pada kenyataannya,
earmuffs bisa mengurangi desibel yang masuk ke telinga lebih besar dari earplugs.
Namun, pengalaman menunjukkan bahwa over proteksi juga dapat mengurangi efektifitas
proses.
1. Earmuffs
Earmuffs terbuat dari karet dan plastik. Earmuffs bisa digunakan untuk intensitas
tinggi (>95 dB), bisa melindungi seluruh telinga, ukurannya bisa disesuaikan untuk
berbagai ukran telinga, mudah diawasi dan walaupun terjadi infeksi pada telinga alat
tetap dapat dipakai. Kekurangannya, penggunaan earmuffs menimbulkan
ketidaknyamanan, rasa panas dan pusing, harga relatif lebih mahal, sukar dipasang
pada kacamata dan helm, membatasi gerakan kepala dan kurang praktis karena
ukurannya besar. Earmuffs lebih protektif daripada earplugs jika digunakan dengan
tepat, tapi kurang efektif jika penggunaannya kurang pas dan pekerja menggunakan
kaca mata.

Gambar 2.3 Earmuff (Tambunan, 2005)

2. Earplugs
Earplugs lebih nyaman dari earmuffs, berlaku untuk tingkat kebisingan sedang (80-95
dB) untuk waktu paparan 8 jam. Jenis earplugs ada bermacam-macam: padat dan
berongga. Bahannya terbuat dari karet lunak, karet keras, lilin, plastik atau kombinasi
dari bahan-bahan tersebut.

13
Gambar 2.4 Earplug (Tambunan, 2005)

Keuntungan dari ear plug adalah: mudah dibawa karen akecil, lebih nyaman bila
digunakan pada tempat yang panas, tidak membatasi gerakan kepala, lebih murah
daripada ear muff, lebih mudah dipakai bersama dengan kacamata dan helm.
Sedangkan kekurangan dari ear plug yaitu atenuasi lebih kecil, sukar mengontrol atau

Gambar 2.5 Earplug


(Sumber: Defi P,Iferta Inafalia, 2005)

diawasi, saluran telingan lebih mudah terkena infeksi dan apabila sakit ear plug tidak
dapat dipakai.

B. Passive Noise Control


Cara ini dilakukan dengan mereduksi sumber bising yang berbeda fase 180 o dari sumber
bising. Misalnya suatu sumber bising di satu titik dalam ruang merambat dengan gelombang
p1. Jika dapat dibangkitkan suatu gelombang anti bising p2 dengan komponen amplitudo dan
frekuensi yang sama dengan gelombang p1, dan berbeda fasa 180o, maka super posisi kedua
gelombang akan saling meniadakan.

C. Antisipasi Lain
Selain cara-cara pengendalian di atas, harus dilakukan antisipasi terhadap pekerja. Salah satu
tekniknya adalah dengan tes audiometric berkala terhadap pekerja, pendidikan/pelatihan dan
penghitungan fraksi dosis kebisingan. Tes audiometric biasanya dilakukan oleh ahli THT
secara medis.

2.6 Pengukuran Kebisingan


Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak suara kita
lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk mencapai
jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah desibel (dB). Skala
desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti

14
kenaikan tingkat kebisingan yang cukup besar. Contoh, jika bunyi bertambah 3 dB, volume
suara sebenarnya meningkat 2 kali lipat.

Kebisingan bisa menggangu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara
berfrekuensi tinggi lebih menggangu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan
tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat:

a. Noise Level Meter dan Noise Analyzer, untuk mengidentifikasi paparan;


b.
c. Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk
menganalisis dampak paparan pada pekerja.

Ada beberapa macam peralatan pengukuran kebisingan, antara lain sound survey meter, sound
level meter, octave band analyzer, narrow band analyzer, dan lain-lain. Untuk permasalahan
bising kebanyakan sound level meter dan octave band analyzer sudah cukup banyak
memberikan informasi.
 Sound Level Meter (SLM)
SLM (gambar 2.5) adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran kebisingan.
SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator, 3 jaringan
perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi
sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam
pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam
sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi
lemah maupun tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi,
ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga pembobotan tersebut
berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia.

Gambar 2.4 Sound Level Meter


(Sumber: Defi P,Wahyuni T, 2005)

15
 Octave Band Analyzer (OBA)
Saat bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf yang
berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu
saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi,
maka alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf
dengan satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan
tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah 37,5 – 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400,
2400-4800, dan 4800-9600 Hz.

2.6 Standar Kebisingan


Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut
dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh
berbagai pihak.
1. Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999 tentang nilai ambang
batas kebisingan. lihat Tabel 2.3 untuk lebih jelas.

2. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No.SE 01/MEN/1978
“Nilai Ambang Batas yang disingkat NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah
intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja
tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu kerja yang terus
menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu”
“NAB untuk kebisingan di tempat kerja ditetapkan 85 dB (A)”
Tabel 2.3 Nilai Ambang Kebisingan
Menurut Kep Menaker No. KEP-51/MEN/1999
Waktu Pemaparan per hari Intensitas (dB A)
8 85
4 88
Jam
2 91
1 94
30 97
15 100
7,5 103
Menit
3,75 106
1,88 109
0,94 112
28,12 Detik 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,75 127
0,88 13
0,44 133
0,22 136

16
0,11 139
Sumber: Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-51/MEN/1999

3. Department of Labor (DOL) OSHA CFR 1910.95


Tabel 2.4 Kriteria Kebisingan
Menurut DOL OSHA

Waktu (jam/hari) Tingkat Kebisingan (dB A)


8 90
6 92
4 95
3 97
2 100
1,5 102
1 105
0,5 110
<0,25 115
Sumber: Barry H. Kartowitz (dikutip pada Defi P., Iferta Inafalia., 2005)

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.718/Men/Kes/Per/XI/1987, tentang


kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan
Tabel 2.6 Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan

Tingkat Kebisingan (dB A)


No Zona Maksimum yang Maksimum yang
dianjurkan diperbolehkan
1 A 35 45
2 B 45 55
3 C 50 60
4 D 60 70
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan No. 718/Men/Kes/Per/XI/1987

Keterangan:
Zona A = tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan dsb;
Zona B = perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya;
Zona C = perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya;
Zona D = industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya.

Formula ACGIH dan NIOSH untuk menghitung waktu maksimum yang diperkenankan
bagi seorang pekerja untuk berada dalam tempat kerja dengan tingkat kebisingan tidak
aman adalah sebagai berikut:

17
480
T (L -85)
2 3

di mana:
T = waktu maksimum di mana pekerja boleh berhadapan dengan tingkat
kebisingan (dalam menit)
L = tingkat kebisingan (dB) yang dianggap berbahaya
3 = exchange rate

5. ACGIH dan NIOSH

Tabel 2.5 Kriteria Kebisingan Menurut ACGIH dan NIOSH

Waktu Paparan yang Waktu Paparan yang


DB DB
diperbolehkan (jam) diperbolehkan(jam)
80 25,4 106 37,5
81 20,16 107 2,98
82 16 108 2,36
83 12,7 109 1,88
84 10,08 110 1,49
85 8 111 1,18
86 6,35 112 0,94
87 5,04 113 0,74
88 4 114 0,59
89 3,17 115 0,47
90 2,52 116 0,37
91 2 117 0,3
92 1,59 118 0,23
93 1,26 119 0,19
94 1 120 0,15
95 0,79 121 0,12
96 0,63 122 0,09
97 0,5 123 0,07
98 0,4 124 0,06
99 0,31 125 0,05
100 0,25 126 0,04
101 0,2 127 0,03
102 0,16 128 0,02
103 0,13 129 0,02
104 0,1 130 0,01
105 0,08
Sumber: Draft Document (dikutip pada Defi P., Iferta Inafalia., 2005)

STUDI KASUS DI PT. PUPUK SRIWIJAYA

18
2.8 Sumber Kebisingan di PT PUSRI
Sumber-sumber kebisingan di PT PUSRI berasal dari mesin-mesin produksi pada Pabrik
Amoniak-Urea IB, II, III, IV, dan PT Sri Melamin Rezeki (anak perusahaan PT PUSRI).
Kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan kebisingan di PT PUSRI antara lain:
1. Proses Produksi
Proses produksi pupuk urea yang menghasilkan kebisingan seperti pada pembentukan
butir-butir urea kristal pada Prilling Tower, pompa gas ammonia, compressor urea, vent-
vent gas, area plant dan yang lainnya.
2. Pengantongan
Sumber kebisingan di proses pengantongan ini berasal dari mesin dan peralatan packer
pupuk
3. PLTD
Sumber kebisingan di PLTD ini berasal dari mesin atau generator pembangkit tenaga
listrik
4. Perbengkelan
Sumber kebisingan pada bengkel berasal dari kegiatan perbaikan mesin-mesin dan
peralatan lainnya, seperti memotong besi dan sebagainya.
Lokasi masing-masing kegiatan ini dapat dilihat pada lampiran.

2.9 Tingkat Bising pada Sumber


Pengukuran tingkat bising di PT. PUSRI dilakukan pada tempat-tempat tertentu yang
memiliki tingkat bising tinggi dimana sumber bising berada pada tempat tersebut. Pengukuran
tingkat bising dilakukan dengan menggunakan Sound Level Meter Type CR-274. Tingkat
bising pabrik PT PUSRI dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Tingkat Bising Pabrik PT PUSRI

Tingkat Arah
Tanggal Pukul Tempat
Bising (dBA) Angin
Prilling Tower bagian bawah 88 T
Sebelah timur Prilling Tower 83 T
7 Januari
09.00 Depat Kantor Kabag Shift PPU 81 T
2005
Demin Plant PUSRI III 83 T
Dermaga PUSRI II/III 75 T
Prilling Tower Urea 88 S
10.00 Dermaga 5 65 S
Green Barier 68 S
13.00 Prilling Tower Urea 89 S
Dermaga 5 66 S

19
Green Barier 67 S
Depan CR UR PII 87 S
24 Januari
14.00 Sebelah barat Prim.Ref Amoniak PII 89 S
2005
Selatan Demin Plant PII 88 S
Sebelah Barat Pril. Ref. Amn PII 91 S
25 Januari Depan CR UR PII 86 S
08.30
2005 Sekitar Demin lant PII 87 S
Sekitar Dermaga II 78 S
Depan CR UR PII 85 S
Sekitar Carb Tank UR PII 86 S
14.30
Sekitar Dermaga III 71 S
Sekitar Demin Plant PII 79 S
Depan CR UR PII 85 S
Sekitar Carb Tank UR PII 88 S
17.30
Sekitar Dermaga III 70 S
Sekitar Demin Plant PII 86 S
26 Januari
08.10 Sekitar Demin Plant PUSRI II 78 S
2005
08.20 Dermaga III 71 S
08.40 Depan Control Room Urea PII 76 S
14.30 Depan Control Room UR P2 75 S
14.40 Sekitar Demin Plant PII 76 S
14.50 Dermaga III 70 S
Depat CR Urea PUSRI II 85 S
27 Januari Sekitar Carbamat Tank PII 80 S
08.30
2005 Sekitar Dermaga III 65 S
Sekitar Demin Plant PUSRI II 70 S
Sekitar CR UR PIV 89 S
Carb Tank UR PIV 87 S
14 Februari
00.00 Depan CR PIB 88 S
2005
Depan CR PIII 88 S
Green Barier 72 S
Compressor UR PIII 107 S
Compressor PIV 87 S
16 Februari
10.00 Pabrik Amoniak PIV 93 S
2005
Pabrik Amoniak PIB 90 S
Primary Ref 104 S
21 Februari
00.00 Sekitar Stack UR PII 92 S
2005
00.10 Sekitar Musi Sewer 1 80 S
00.30 Depan CR UR PII 98 S
05.10 Sekitar Carb Tank UR PII 85 S
05.15 Sekitar Control Resource UR PII 90 S
05.20 Sekitar Musi Sewer 1 70 S

20
05.30 Sekitar Kolam Limbah 60 S
Compressor NH3 PIB 98 S
23 Februari
16.00 Compressor PII 96 S
2005
Green Barrier 78 S
Sumber: Data LABLING PT PUSRI (dikutip pada Rozita E, Wahyuni T), 2005

2.10 Pengukuran Kebisingan di Lingkungan


Untuk mengetahui tingkat kebisingan lingkungan, pengukuran dilakukan mulai tanggal 3-25
Februari 2005. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat kebisingan yang
terjadi telah melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan berdasarkan SK Menaker
No. KEP-51/MEN/1999 tentang NAB faktor fisika di tempat kerja, dan prosedur pelaksanaan
pengukuran berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup tentang metode pengukuran,
perhitungan dan evaluasi kebisingan lingkungan, Kep.Men LH NO.48/Men-LH/II/1996.
A. Tujuan dan Waktu Pengukuran
Pengukuran dilakukan untuk menentukan Ls yaitu nilai tertentu kebisingan yang berubah-
ubah (fluktuasi selama waktu tertentu, yang setara dengan tingkat kebisingan dari
kebisingan yang steady pada selang waktu yang sama) pada siang hari dalam satuan dB.
Waktu pengukuran dilakukan pada aktivitas paling tinggi pada siang hari selama 10 jam
dengan selang waktu 06.00-22.00 dengan menetapkan 4 waktu pengukuran yang mewakili
selang waktu tertentu yaitu:
o L1 pada jam 08.00, mewakili jam 06.00-09.00
o L2 pada jam 11.00, mewakili jam 09.00-11.00
o L3 pada jam 14.00, mewakili jam 14.00-17.00
o L4 pada jam 17.00, mewakili jam 17.00-22.00
B. Alat yang Digunakan
1. Sound Level Meter Type CR-274
2. Stop Watch
C. Lokasi Pengukuran
Pengukuran dilakukan pada dua titik/lokasi pengukuran yaitu:
 Titik 1: berada pada sebelah utara gedung Dinas Lingkungan Hidup
 Titik 2: berada pada sebelah barat gedung Dinas Lingkungan Hidup
Lokasi kedua titik ini dapat dilihat pada peta lokasi pengukuran pada lampiran.

D. Prosedur Pengukuran
Prosedur Pengukuran:
i. Pasang baterai pada tempatnya
ii. Kalibrasikan alat dengan noise calibrator

21
iii. Atur skala dalam satuan desibel yang diperlukan pada tampilan skala meter, untuk
kondisi yang normal adalah dari 30–130 dBA
iv. Berdiri pada titik pengukuran dan pegang alat dan mircophone diarahkan pada sumber
bising pada derah tersebut
v. Pengukuran dilakukan selama 10 menit untuk masing-masing titik dan pembacaan
dilakukan setiap 1 menit pada empat waktu pengukuran yaitu pada pukul 08.00, 11.00,
14.00, dan 17.00.
vi. Lakukan pengukuran yang sama untuk titik 2.

Contoh Perhitungan:
Untuk data pada tanggal 3 Februari 2005:
Titik 1
 L1 (jam 08.00) = 64,6 dBA
 L2 (jam 11.00) = 66 dBA
 L3 (jam 14.00) = 63,8 dBA
 L4 (jam 17.00) = 65,6 dBA
Sehingga, LS = 10 log 1/16 (3 . 100,1.64,6 + 2. 10 0,1.66 + 3.10 0,1..63,8 + 5 . 10 0,1.65,6)
= 64,2 dBA

Titik 2
 L1 (jam 08.00) = 67,4 dBA
 L2 (jam 11.00) = 78,2 dBA
 L3 (jam 14.00) = 69,8 dBA
 L4 (jam 17.00) = 71,4 dBA
Sehingga, LS = 10 log 1/16 (3 . 100,1..67,4 + 2. 10 0,1.78,2 + 3.10 0,1..69,8 + 5 . 10 0,1.71,4)
= 71,87 dBA

3.4 Sistem Pengendalian Kebisingan di PT PUSRI


Usaha-usaha yang dilakukan oleh PT PUSRI dalam rangka mengurangi tingkat kebisingan
meliputi:
a. Pengendalian pada sumber
i. Pemeliharaan mesin-mesin secara kontinu;
ii. Penempatan mesin-mesin pada ruangan khusus dan jauh dari kegiatan masyarakat atau
karyawan;
iii. Melengkapi mesin-mesin dengan penutup mesin sehingga dapat mengurangi kebisingan;
iv. Penggunaan alat peredam bising pada vent gas

22
Alat pengendalian kebisingan yang selama ini digunakan PT PUSRI adalah Silencer.
Silencer ini dipasang pada vent. Vent gas yang merupakan salah satu sumber kebisingan
terbesar di pabrik. Penyerapan bunyi oleh silencer mencapai 50%, namun alat ini hanya
dipasang pada pabrik amoniak PUSRI IV.

Silencer dapat digunakan untuk mengurangi kebisingan dengan frekuensi tinggi,


kompresor, blower, dan pompa vakum. Alat ini didisain sedemikian rupa sehingga aliran
udara melewati tabung akustik berlubang yang dikelilingi oleh lapisan tebal dari material
penyerap suara yang akan menurunkan kebisingan dengan range frekuensi tinggi dengan
penurunan tekanan minimum.

Silencer terbuat dari konstruksi baja dimana permukaan luar dilapisi dengan baik. Alat
ini didisain untuk menangani udara kering dengan temperatur di bawah 93oC. Untuk
temperatur tinggi digunakan kemasan fiberglass.

Gambar 3.1 Konstruksi Silencer


(Sumber: Rozita E, Wahyuni T, 2005)
b. Pengendalian pada medium propagasi
i. Adanya Green Barrier yang membatasi daerah pabrik dengan daerah pemukiman
masyarakat;
ii. Memasang dinding pemisah antara sumber-sumber bising dengan ruangan karyawan
atau ruang kerja karyawan yang kedap suara.

c. Pengendalian pada penerima


i. Melakukan pembinaan dan pelatihan karyawan mengenai Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) secara berkala;
ii. Melengkapi karyawan dengan alat pelindung diri (ear muff dan ear plug).

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bising merupakan suatu polusi lingkungan yang tidak terlihat namun efeknya cukup besar.
Kerusakan yang diakibatkan oleh bising kebanyakan merupakan kerusakan setempat dan

23
sporadis. Selain berpengaruh pada fisiologis dan psikologis manusia, bising juga berpengaruh
terhadap auditori manusia.

Komponen utama timbulnya bising adalah sumber bising, media penghantar dan objek
pendengar atau manusia. Pengendaliannya dapat dilakukan terhadap salah satu bagian
maupun keseluruhan dari komponen tersebut.

Berdasarkan hasil pengukuran, tingkat kebisingan di PT Pupuk Sriwijaya berada pada taraf
yang mengganggu. Usaha–usaha yang telah dilakukan oleh PT Pusri untuk mengurangi
kebisingan di perusahaannya meliputi pengendalian di sumber, medium penghantar dan
pekerjanya.
Ucapan Terima Kasih

Syukur Alhamdulillah kita ucapkan kepada Allah SWT. Karena dengan rahmat dan ridho-
Nya, makalah ini dapat diselesaikan.
Dalam penulisan makalah ini penulis mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.
Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Orang tua dan saudara-saudara yang telah memberikan dorongan moril dan materil.
2. Bapak Prof. Ir. Urip Santoso, S.Ikom., M.Sc., Ph.D sebagai dosen mata kuliah Penyajian
Ilmiah yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan tentang materi perkuliahan.
3. Rekan-rekan yang telah ikut membantu dalam dorongan dalam pembuatan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Dian. 2006. Hubungan Antara Lama Pemaparan Kebisingan Menurut Masa
Kerja Dengan Keluhan Subyektif Tenaga Kerja Bagian Produksi PT. Sinar Sosro
Ungaran Semarang. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri
Semarang. Jawa Tengah.
http://digilib.unnes.ac.id. diakses pada 09 September 2009.
Doelle, L. Leslie., Akustik Lingkungan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1993.
Defi P., Iferta Inafalia., 2005. Monitoring Kualitas Lingkungan Kerja di Billet Steel Plant PT.
Krakatau Steel. Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas. Padang.
Freddy Hernawan. 2008. Gangguan Kebisingan Selama Di Wonodadi.
http://Orlyn.wordpress.com/2008/11/20/gangguan kebisingan selama di Wonodadi.
diakses pada 09 september 2009.
Goembira, Fadjar., Vera S Bachtiar, Diktat Mata Kuliah Pengendalian Bising, 2003, Jurusan
Teknik Lingkungan, Universitas Andalas. Padang.
Ikron, I Made Djaja, Ririn Arminsih Wulandari. 2005. Pengaruh Kebisingan Lalu lintas
Terhadap Psikologi Anak Di Sekolah Dasar Cipinang Muarakabupaten Jatinegara,
Jakarta Timur, Provinsi Jakarta. Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia.
http://www.suaramerdeka.com/harian/0607. diakses pada 09 September 2009.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku
Tingkat Kebisingan.

24
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas
Kebisingan.
Patrick, Cunniff F., Enviromental Noise Pollution, John Wiley & Sons Inc. Canada. 1977.
Pasaoran Tamba, I. 2001. Analisis Paparan Kebisingan Implusif dan Kontinyu terhadap
Gangguan Pendengaran Pekerja (Studi di Industri Kompor dan Bengkel Las Malang).
Program Pasca sarjana, Universitas Airlangga. Malang.
http://adln.fkm.unair.ac.id. diakses pada 09 September 2009.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 718/MEN/Kes/Per/XI/1987 tentang
Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan.
Prabu, Putra. 2009. Dampak Kebisingan Terhadap Kesehatan.
http://putraprabu.wordpress.com, diakses pada 09 September 2009.
Prabu, Putra. 2009. Jenis dan Penyebab Kebisingan Kesehatan Lingkungan.
http://lingkungan.infogue.com/jenis_dan_penyebab kebisingan.kesehatan.lingkungan,
diakses pada 09 September 2009.
Rozita E., Wahyuni T., 2005. Pengendalian dan Pengukuran Kebisingan di Lingkungan Kerja
PT. Pupuk Sriwidjaja. Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas. Padang.
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor SE 01/MEN/1978
tentang Nilai Ambang Batas (NAB).
Surat Keputusan Menaker No. KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas (NAB)
Faktor Fisika Di Tempat Kerja.
Tambunan. 2005. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
http://www.freewebs.com/stb_tambunan/OSH.htm, diakses pada 09 September 2009.

25

Anda mungkin juga menyukai