Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu
tempat, saling berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta
mempunyai minat yang sama. Komunitas adalah kelompok dari
masyarakat yang tinggal di suatu lokasi yang sama dengan dibawah
pemerintahan yang sama, area atau lokasi yang sama dimana mereka
tinggal, kelompok sosial yang mempunyai minat yang sama (Riyadi,
2007). Salah satu kelompok khusus dalam keperawatan komunitas adalah
kelompok balita. Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun
(batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun) Menurut Sutomo. B. dan
Anggraeni. DY, (2010),
Masalah kesehatan balita di Indonesia masih menjadi perhatian
serius, karena masih tingginya angka kematian balita di Indonesia bila
dibandingkan dengan target RPJM 2005-2009 dan RPJM 2010-2014
dimana targetnya adalah menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB)
menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup, menurunkan Angka Kematian Balita
(AKBal) menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup. Masalah utama yang
menyebabkan tingginya angka kematian balita di Indonesia adalah gizi
buruk.Hampir lebih dari 2 juta anak anak balita mengalami gizi buruk
(Atmaria, 2005). Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun 2007 ke 2010 untuk gizi kurang
tetap 13,0 dan untuk gizi buruk dari 5,4 menjadi 4,9. Pada saat ini masalah
terbesar yang disebabkan oleh gizi buruk yang banyak dijumpai di
kalangan anak-anak Indonesia adalah penghambatan pertumbuhan intra-

1
uterin, malnutrisi protein energi, defisiensi yodium, defisiensi vitamin A,
anemia defisiensi zat besi dan obesitas (Atmaria, 2005).
Diare dan pneumonia merupakan penyebab kematian berikutnya
pada bayi dan balita, disamping penyakit lainnya serta dikontribusi oleh
masalah gizi. Untuk mengatasi masalah yang sering menimbulkan
kematian pada balita, pemerintah telah membuat program dan kebijakan
yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian pada bayi dan balita,
diantaranya adalah kegiatan Posyandu, BKB (Bina Keluarga Balita), dan
program PAUD. Sementara sebagai perawat, yang dapat dilakukan di
komunitas adalah memberi penyuluhan atau pendidikan kesehatan baik
untuk topik sehat atau pun sakit seperti nutrisi, latihan, penyakit dan
pengelolaan penyakit pada balita, serta member informasi kepada ibu
tentang pentingnya pemberian ASI dan tahap perkembangan yang terjadi
pada masa balita.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep dan asuhan keperawatan pada kelompok khusus
balita dengan masalah gizi?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai asuhan
keperawatan pada kelompok khusus balita dengan masalah gizi.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep balita dan tumbuh kembang yang terjadi pada
masa balita
b. Mengetahui masalah kesehatan yang terjadi pada kelompok balita
c. Mengetahui indikator kesehatan kelompok balita

2
d. Mengetahui program dan kebijakan Pemerintah untuk kesehatan
balita
e. Mengetahui ruang lingkup keperawatan dan peran perawat
komunitas pada kelompok balita
f. Mengetahui bagaimana konsep gangguan gizi
g. Mengetahui klasifikasi dari kekurangan gizi
h. Mengetahui penyakit yang muncul akibat kekurangan gizi
i. Menyusun asuhan keperawatan komunitas pada kelompok balita

D. MANFAAT
Mahasiswa mampu memahami konsep dan proses asuhan
keperawatan komunitas pada agregat balita sehingga dapat menjadi bekal
saat melakukan proses asuhan keperawatan komunitas pada masyarakat

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Balita
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh
kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi
penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode
selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang
berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering
disebut golden age atau masa keemasan. Balita adalah masa anak mulai
berjalan dan merupakan masa yang paling hebat dalam tumbuh
kembang, yaitu pada usia 1 sampai 5 tahun. Masa ini merupakan masa
yang penting terhadap perkembangan kepandaian dan pertumbuhan
intelektual. (Mitayani, 2010)
Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini
ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat. Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan
anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung
penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti
mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan
sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas.
(Sutomo, 2010).

4
B. Tumbuh Kembang Balita
Menurut Ngastiyah (2005) secara umum tumbuh kembang setiap anak
berbeda-beda, namun prosesnya senantiasa melalui tiga pola yang
sama, yakni:
1. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah
( sefalokaudal ). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke
ujung kaki, anak akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu
dilanjutkan belajar menggunakan kakinya.
2. Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya
adalah anak akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan
untuk menggenggam, sebelum ia mampu meraih benda dengan jari.
3. Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar
mengeksplorasi keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar,
menendang, berlari dan lain-lain.
Menurut Sigmun Freud tahap perkembangan manusia terdiri dari lima
fase, yaitu fase oral, fase anal, fase phallic, fase laten, dan fase genital.
Dari kelima fase ini, tiga fase awal yaitu fase oral, anal dan laten
dilalui saat masa balita. (Wong, 2009)
1. Fase Oral
Fase oral dimulai dari saat dilahirkan sampai dengan 1-2
tahun.Pada fase ini bayi merasa dipuaskan dengan makan dan
menyusui dan terjadi kelekatan dan hubungan yang emosional
antara anak dan ibu. Beberapa mengatakan bahwa pada saat anak
yang mengalami gangguan pada fase ini akan sering mengalami
stres dengan gejala gangguan pada lambung seperti maag atau
gastritis.
2. Fase Anal
Fase anal berkembang pada saat balita menginjak umur 15 bulan
sampai dengan umur 3 tahun.Pada fase ini balita merasa puas dapat
melakukan aktivitas buang air besar dan buang air kecil. Fase ini

5
dikenal pula sebagai periode "toilet training". Kegagalan pada fase
ini akan menciptakan orang dengan kepribadian agresif dan
kompulsif, beberapa mengatakan kelainan sado-masokis
disebabkan oleh kegagalan pada fase ini.

3. Fase Phallic
Fase phallic disebut juga sebagai fase erotik, fase ini berkembang
pada anak umur 3 sampai 6 tahun.Yang paling menonjol adalah
pada anak laki-laki dimana anak ini suka memegangi penisnya, dan
ini seringkali membuat marah orangtuanya. Kegagalan pada fase
ini akan menciptakan kepribadian yang imoral dan tidak tahu
aturan.

C. Masalah Kesehatan pada Kelompok Balita di Indonesia


Menurut Efendi & Makhfudi (2013) bayi dan anak-anak di bawah
lima tahun (balita) adalah kelompok yang rentan terhadap berbagai
penyakit karena sistem kekebalan tubuh mereka belum terbangun
sempurna. Pada usia ini, anak rawan dengan berbagai gangguan kesehatan,
baik jasmani maupun rohani.
1. Gizi kurang dan Gizi buruk
Hampir lebih dari 2 juta anak anak balita mengalami gizi buruk
(Atmaria, 2005). Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk berdasarkan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun 2007 ke 2010 untuk gizi
kurang tetap 13,0 dan untuk gizi buruk dari 5,4 menjadi 4,9. Pada saat
ini masalah terbesar yang disebabkan oleh gizi buruk yang banyak
dijumpai di kalangan anak-anak Indonesia adalah penghambatan
pertumbuhan intra-uterin, malnutrisi protein energi, defisiensi yodium,
defisiensi vitamin A, anemia defisiensi zat besi dan obesitas (Atmaria,
2005). Anak-anak yang mengalami defisiensi gizi, berat badan lahir
rendah dan penghambatan pertumbuhan akan tumbuh menjadi remaja

6
dan juga orang dewasa yang mengalami malnutrisi (Atmaria, 2005).
Masalah malnutrisi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan pada anak anak dan remaja. Penyebab gizi kurang dan
gizi buruk dapat dipilah menjadi tiga hal, yaitu: pengetahuan dan
perilaku serta kebiasaan makan, penyakit infeksi, ketersediaan pangan.
Tingginya AKB dan masalah gizi pada bayi dapat ditangani sejak awal
dengan cara pemberian Air Susu Ibu (ASI). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh UNICEF, risiko kematian bayi bisa berkurang sebanyak
22% dengan pemberian ASI ekslusif dan menyusui sampai 2 tahun.
Melalui pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dapat menjamin
kecukupan gizi bayi serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit infeksi. Manfaat lain yang diperoleh dari pemberian ASI
adalah hemat dan mudah dalam pemberiannya serta manfaat jangka
panjang adalah meningkatkan kualitas generasi penerus karena ASI
dapat meningkatkan kecerdasan intelektual dan emosional anak.
2. Diare
Diare masih merupakan problema kesehatan utama pada anak terutama
di negara berkembang seperti Indonesia.Menurut data World Health
Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian
kedua pada anak dibawah 5 tahun. Penyakit diare sering menyerang
bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih lanjut akan menyebabkan
dehidrasi yang mengakibatkan kematian. Sekitar lima juta anak di
seluruh dunia meninggal karena diare akut. Di Indonesia pada tahun 70
sampai 80-an, prevalensi penyakit diare sekitar 200-400 per 1000
penduduk per tahun. Dari angka prevalensi tersebut, 70-80%
menyerang anak dibawah lima tahun. Data nasional Depkes
menyebutkan setiap tahunnya di Indonesia 100.000 balita meninggal
dunia karena diare. Itu artinya setiap hari ada 273 balita yang
meninggal dunia dengan sia-sia, sama dengan 11 jiwa meninggal setiap
jamnya atau 1 jiwa meninggal setiap 5,5 menit akibat diare (Depkes

7
RI, 2011). Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali sehari
disertai adanya perubahan bentuk dan konsistensi tinja penderita
(Sutanto, 1984; Winardi, 1981). Dikenal diare akut yang timbul dengan
tiba-tiba dan berlangsung beberapa hari dan diare kronis yang
berlangsung lebih dari tiga minggu bervariasi dari hari ke hari yang
disebabkan oleh makanan tercemar atau penyebab lainnya (Winardi,
1981). Diare pada anak merupakan masalah yang sebenarnya dapat
dicegah dan ditangani. Terjadinya diare pada balita tidak terlepas dari
peran faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman, terutama
yang berhubungan dengan interaksi perilaku ibu dalam mengasuh anak
dan faktor lingkungan dimana anak tinggal. Faktor perilaku yang
menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan resiko terjadinya
diare yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secara penuh pada bulan
pertama kehidupan, tidak menjaga hygiene alat makan dan minum
anak.(Assiddiqi, 2009).
3. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan sekelompok penyakit
kompleks dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan
dapat mengenai setiap lokasi de sepanjang saluran nafas (WHO,
1986).ISPA merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya
angka kematian dan angka kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia.
Berbagai laporan menyatakan ISPA anak merupakan penyakit yang
paling sering terjadi pada anak, mencapai kira-kira 50% dari semua
penyakit balita dan 30% pada anak usia 5-12 tahun. Umumnya infeksi
biasanya mengenai saluran nafas bagian atas, hanya kurang dari 5%
yang mengenai saluran pernapasan bawah. Kejadian ISPA pada balita
lebih sering terjadi di daerah perkotaan dibandingkan pada balita di
daerah pedesaan. Seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan akan
mengalami ISPA sebanyak 5-8 periode setahun, sedangkan bila tinggal

8
di pedesaan sebesar 3-5 episode (WHO, 1992) Secara klinis ISPA
adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap
bagian saluran pernapasan dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
Adapun yang termasuk ISPA adalah influenza, campak, faringitis,
trakeitis, bronkitis akut, brokhiolitis dan pneumonia.Angka kematian
yang tinggi karena ISPA khususnya adalah pneumonia. Menurut
beberapa faktor yang telah mempengaruhi pneumonia dan kematian
akibat ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup, imunisasi
tidak lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan
hunian, udara dingin, jumlah kuman yang banyak di tenggorokan,
terpapar polusi udara oleh asap rokok, gas beracun dan lain-lain (WHO,
1992)

D. Indikator Kesehatan Kelompok Balita


Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam
bidang kesehatan yang saat ini terjadi di Negara Indonesia (Kompas, 2006).
Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa
indikator yang dapat digunakan, antara lain angka kematian bayi, angka
kesakitan bayi, status gizi, dan angka harapan hidup waktu lahir.
1. Angka Kematian Bayi
Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan
derajat kesehatan anak (WHO, 2002) karena merupakan cerminan dari
status kesehatan anak saat ini.Tingginya angka kematian bayi di
Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah faktor
penyakit infeksi dan kekurangan gizi.Penyakit yang hingga saat ini
masih menjadi penyebab kematian terbesar dari bayi, diantaranya
penyakit diare, tetanus, gangguan perinatal, dan radang saluran napas
bagian bawah (Hapsari, 2004). Kematian pada bayi juga dapat
disebabkan oleh trauma persalinan dan kelainan bawaan yang
kemungkinan besar disebabkan oleh rendahnya status gizi ibu pada saat

9
kehamilan serta kurangnya jangkauan pelayanan kesehatan dan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (WHO, 2002). Indonesia
masih memiliki angka kematian bayi dan balita yang cukup
tinggi.Masalah tersebut terutama dalam periode neonatal dan dampak
dari penyakit menular terutama pneumonia, malaria, dan diare
ditambah dengan masalah gizi yang dapat mengakibatkan lebih dari
80% kematian anak (WHO, 2002).
2. Angka Kesakitan Bayi
Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam menentukan
derajat kesehatan anak, karena nilai kesakitan merupakan cerminan dari
lemahnya daya tahan tubuh bayi dan anak balita.Angka kesakitan
tersebut juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan pelayanan
kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak, faktor sosial ekonomi,
dan pendidikan ibu.
3. Status Gizi
Status gizi menjadi indikator ketiga dalam menentukan derajat
kesehatan anak. Status gizi yang baik dapat membantu proses
pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai kematangan
yang optimal. Kecukupan gizi dapat memperbaiki ketahanan tubuh
sehingga diharapkan tubuh akan bebas dari segala penyakit. Status gizi
ini dapat membantu untuk mendeteksi lebih dini resiko terjadinya
masalah kesehatan.Pemantauan status gizi dapat digunakan sebagai
bentuk antisipasi dalam merencanakan perbaikan kesehatan anak.
4. Angka Harapan Hidup Waktu Lahir
Angka harapan hidup waktu lahir dapat dijadikan tolok ukur
selanjutnya dalam menentukan derajat kesehatan anak.Dengan
mengetahui angka harapan hidup, maka dapat diketahui sejauh mana
perkembangan status kesehatan anak.Hal ini sangat penting dalam
menentukan program perbaikan kesehatan anak selanjutnya. Usia
harapan hidup juga dapat menunjukkan baik atau buruknya status

10
kesehatan anak yang sangat terkait dengan berbagai faktor, sperti factor
social, ekonomi, budaya, dan lain-lain

E. Program dan Kebijakan Pemerintah untuk Kesehatan Balita


1. Meningktakan mutu pelayanan kesehatan dan pemerataan pelayanan
kesehatan. Untuk meningkatkan mutu pelayanan serta pemerataan
pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat telah dilakukan berbagai
upaya, salah satunya adalah dengan meletakkan dasar pelayanan
kesehatan pada sektor pelayanan dasar. Pelayanan dasar dapat
dilakukan di puskesmas induk, puskesmas pembantu, posyandu, serta
unit-unit terkait di masyarakat.
2. Meningkatkan status gizi masyarakat
Peningkatan status gizi masyarakat merupakan bagian dari upaya untuk
mendorong terciptanya perbaikan status kesehatan.Dengan pemberian
gizi yang baik untuk mendorong terciptanya perbaikan status
kesehatan. Dengan pemberian gizi yang baik diharapkan pertumbuhan
dan perkembangan anak akan baik pula, disamping dapat memperbaiki
status kesehatan anak.
3. Meningkatkan peran serta masyarakat
Peningkatan peran serta masyarakat dalam membantu perbaikan status
kesehatan ini penting, sebab upaya pemerintahan dalam rangka
menurunkan kematian bayi dan anak tidak dapat dilakukan hanya oleh
pemerintah, melainkan peran serta masyarakat dengan keterlibatan atau
partisipasi secara langsung.
4. Meningktakan manajemen kesehatan
Upaya pelaksanaan program pelayanan kesehatan anak dapat berjalan
dan berhasil dengan baik bila didukung dengan perbaikan dalam
pengelolahan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini adalah peningkatan
manajemen pelayanan kesehatan melalui pendayagunaan tenaga

11
kesehatan professional yang mampu secara langsung mengatasi
masalah kesehatan anak.

F. Ruang Lingkup Asuhan Keperawatan Kelompok Khusus Balita


Menurut Efendi & Makhfudi (2013) ruang lingkup kegiatan
keperawatan kelompok khusus balita mencakup upaya-upaya promotif,
preventif, kuratif, rehabilitatif, dan resosilitatif melalui berbagai
kegiatan yang terorganisisasi sebagai berikut:
1. Upaya Promotif
a. Penyuluhan untuk memberikan informasi kepada orangtua,
terutama ibu tentang pemenuhan dan peningkatan gizi bayi dan
balita sesuai usia tumbuh kembangnya. Bayi usia 1 sampai 6
bulan hanya boleh diberikan ASI, lebih dari 6 bulan
diperbolehkan untuk diberikan makanan pendamping ASI.
b. Memberikan informasi tentang kebersihan diri bayi meliputi
cara memandikan bayi yang benar, cara perawatan tali pusat,
cara mengganti popok bayi, dsb.
c. Penyuluhan tentang pentingnya imunisasi yang meliputi jenis-
jenis imunisasi, usia pada saat dilakukan imunisasi, manfaat,
efek samping, dan akibat yang akan timbul jika tidak dilakukan
imunisasi.
d. Memberikan informasi tentang pentingnya memeriksakan bayi
dan balita yang sakit ke petugas kesehatan
e. Memberikan informasi tentang pemantauan tumbuh kembang
bayi dan balita.
2. Upaya Preventif
a. Imunisasi terhadap bayi dan balita.
b. Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui posyandu,
puskesmas, maupun kunjungan rumah.

12
c. Posyandu untuk penimbangan dan pemantauan kesehatan balita.
d. Pemberian vitamin A, yodium, dan obat cacing.
e. Skrining untuk deteksi penyakit atau kelainan pada bayi dan
balita sejak dini
3. Upaya Kuratif
a. Melakukan pelayanan kesehatan dan keperawatan.
b. Melakukan rujukan medis dan kesehatan. Bayi atau balita
dengan penyakit tertentu perlu diberikan perawatan lebih lanjut.
c. Perawatan lanjutan dari Rumah Sakit, dilakukan oleh orangtua
tetapi masih dalam pengawasan petugas kesehatan untuk
memulihkan kondisi kesehatan bayi atau balita.
d. Perawatan tali pusat terkendali pada bayi baru lahir.
4. Upaya Rehabilitatif
Bayi dan balita pasca sakit, perlu waktu untuk masa
pemulihan.Upaya pemulihan yang dapat dilakukan yaitu latihan
fisik dan fisioterapi.
5. Resosialitatif
Upaya mengembalikan ke dalam pergaulan masyarakat. Misal:
kelompok balita yang diasingkan karena autis, ADHD

G. Masalah Gizi
Menurut Ngastiyah (2005) ganguan gizi dapat berupa gizi lebih atau
gizi kurang. Gizi lebih akan menyebabkan terjadinya obesitas.keadan
tersebut umumnya disebabkan karena masukan energi yang lebih.kelebihan
zat makanan ini akan menjadi penumpukan jaringan lemak dibawah kulit
yang berlebihan dan terdapat di seluruh tubuh. Obesitas dapat
menyebabkan terjadinya penyakit seperti DM ,tekanan darah tinggi
,kelainan jantung dll.
Defisiensi gizi terjadi pada anak yang kurang mendapatkan
masukan makanan yang cukup bergizi dalam waktu lama. Tidak cukup asal

13
anak mendapatkan makanan banyak saja (mis.sehari makan 3x1 piring nasi
hanya dengan krupuk atau kuah sayur saja )tetapi harus mengdung
nutrienyang cukup,yaitu karbohidrat ,protein,lemak ,vitamin mineral dan
air. Istilah dan klasifikasi gizi kurang amat berfariasi,dan masih merupakan
masalah yang pelik. Namun secara sederhana ,diklinik dapat dipakai
malnutrisi energi protein (MEP) sebagai nama umum.penentuan jenis
MEP yang tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang
lengkap (tinggi dan berat badan, lingkar lengan atas,tebal kelipatan
kulit)dibantu dengan pemeriksaan laboratorium.namun untuk kepentingan
praktis diklinik maupun dilapangan,klasifikasinya dengan patokan awal
yang membandingkan dengan berat badan terhadap umur.
Klasifikasi gangguan gizi
Berat badan >120% baku :gizi lebih
Berat badan 80-120% baku :gizi cukup/baik
Berat badan 60-80% baku, tanpa edema:gizi kurang (MEP ringan)
Berat badan 60-80% baku,dengan edema:kwashiorkor (MEP berat)
Berat badan <60% baku, dengan edema marasmik-kwashiorkor (MEP
berat)
Berat badan <60% baku ,tanpa edema marasmus
MEP ringan ( gizi kurang ) pada keadaan awalnya tidak ditemukan
kelainan biokimia tetapi pada keadaan lanjut akan didapatkan kadar
albumin rendah,sedangkan globulin meninggi. Penyakit kwasiorkor
umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan sosial-ekonomi yang
rendah karena tidak mampu membeli bahan makanan yang mengandung
protein hewani ( seperti daging,telur,hati,sus,dsb). Sebenarnya selain
protein hewani,protein nabati yang terdapat pada kedelai,kacang-kacangan
juga dapat menghindarkan kekurangan protein tersebut apabila diberikan
tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua,anak menderita defisiensi
protein ini. Selain kekurangan pengetahuan juga ada faktor ‘takhayul’yang
turut menjadi penyebab pula,kwasiorkor biasanya dijumpai pada anak

14
dengan golongan umur tertentu,yaitu bayi pada masa disapih dan anak
prasekolah (balita)karena pada umur ini relatif memerlukan lebih banyak
protein untuk tumbuh sebaik-baiknya. Walaupun defisiensi protein menjadi
penyeabab utama penyakit ini namun selalu disertai defisiensi pelbagai
nutrien lainya.
Pada kwasiorkor yang klasik,gangguan metabolik dan perubahan
sel menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kelainan ini merupakan
gejala yang mencolok. Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan
kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis.
Karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat,maka produksi insulin akan
meningkat dan sebagai asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah
kurang tersebut akan disalurkan keotot. Berkurangnya asam amino dalam
serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh hepar
sehingga kemudian timbul edema. Perlemakan hari terjadi karena
gangguan pembentukan lipoprotein bata hingga transpor lemak dari hati ke
depot lemak juga terganggu dan terjadi akumulasi lemak dalam hepar.
Marasmus timbul akibat kekurangan energi ( kalori ) sedangkan
kebutuhan protein relatif cukup. Yang mencolok ialah pertumbuhan yang
kurang atau berhenti disertai atrofi otot dan menghilangkan lemak dibawah
kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk
kelangsungan hidup jaringan tubuh memerlukan energi,namun tidak
didapat dan dipenuhi oleh makanan yang diberikan sehingga harus didapat
dari tubuh sendiri dan cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi
kebutuhan energi tersebut. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori
tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi,tetapi juga untuk
memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainya seperti asam
amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu,pada maramus barat
kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal,sehingga hati
masih dapat membentuk cukup albumin

15
H. Gambaran Klinis
Menurut Ngastiyah (2005) adapun beberapa gambaran klinisnya yaitu:
1. Pertumbuhan tergangu (merupakan gejala terpenting).selain berat juga
tinggi badan kurang dibandingkan dengan anak sehat.
2. Perubahan mental. biasa pasien cengeng atau apatis
3. Pada sebagian besar pasien ditemukan edema baik ringan maupun berat
4. Gejalalain ialah gejala gastrointestinal.anoreksia kadang hebat
sehinggaberbagi mkanan ditolaknya.makan hnya dapat dberikat melalui
sonde. Kadang mkanan yang sudah dengan susah payah atau dengan
bujukan telah masuk kemudian dimuntahkan.diare hampir selalu ada.
Hal tersebut mungkin karnaadanya ganguan fungsi hati,pangkreas dan
usus. Sering terjadi intoleransi susu sehingga pemberian susu
mnyebbkan diare bertambah.
5. Perubahan rarmbut, sering dijumpai baik bentuk bangun maupun
warna.khas pada pasien kwashiorkor rambut kepala mudah dicabut dan
mencabut seberkas rambut tanpa reaksi si pasien.pada kwashiorkor
rambutnya akan tampak kusam,kering , halus jarang dan berubah warna
menjadi putih.tetapi pada bulu mata bahkan lebih panjang dari anak
normal.
6. Kulit pasien biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang
lebih dalam,lebar,sering ditemukan hiperpigmentasi danbersisik.
Sebagian pasien kwashiorkor menderita kelainan kulit, yang khas untuk
penyakit kwashiorkor yaitu crazy pavement dermatosis berupa bercak-
bercak putih merah muda dengan tepi hitam yang ditemukan pada
bagian tubuh yang sering tertekan, misalnya di bokong, fosa poplitea,
lutut, buku kaki, lipat paha. Perubahan kulit ini dimulai dari bercak-
bercak merah yang dengan cepat bertambah dan berpadu dan pada
akhirnya menjadi hitam dan mengelupas, memperlihatkan bagian-
bagian yang tidak mengandung pigmen dibatasi oleh tepi yang masih
hitam oleh hiperpigmentasi. crazy pavement dermatosis ditemukan

16
terutama pada kasus dengan odema dan mempunyai prognosis buruk.
Jarang ditemukan luka yang bundar/bujur dengan dasar dalam dan batas
jelas serta tak ada radang disekitarnya.
7. Pembesaran hati,kadang-kadang batas hati setinggi pusat. Hati teraba
kenyal,permukaanya licin dan tepinya tajam. Pada hati yang membesar
ini terdapat perlemakan hebat( yang tidak membesar juga terjadi
perlemakan juga).
8. Anemia juga selalu ditemukan. Bila pasien menderita cacingan anemia
lebih menjadi berat. Jenis anemia pada pasien kwashiorkor bermacam-
macam tetapi yang terbanyak normositik normokrom,jumlah sel sistem
sum-sum tulang ini disebabkan oleh defisiensi protein dan infeksi yang
menahun. Juga karena defisiensi zat besi,kerusakan hati insufiensi
hormon,dan sebagainya.
9. Kelainan kimia darah: kadar albumin serum rendah, kadar globulin
normal atau sedikit meninggi, sehingga perbandingan albumin/globulin
terbalik kurang dari 1. Kadar kolestrol serum rendah.
10. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan yang kadang-kadang demikian
hebat, hampir semua sel hati mengandung vakuol lemak besar. Sering
ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus.
11. Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan hampir
semua organ mengalami perubahan seperti degenerasi otot jantung
osteoporosis tulang, dan sebagainya.
Penyakit yang sering menyertai kwashiorkor ialah defisiensi vitamin A,
tuberkolosis paru, bronkopneumonia, askaris, dean sebagainya.Gambaran klinis
marasmus ditunjukkan oleh pertumbuhan berkurang atau berhenti, anak
cengeng, sering bangun tengah malam, sering diare atau konstipasi. Bila anak
diare akan terlihat bercak hijau tua yang terdiri dari lendir dan sedikit tinja.
Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang sehingga kulit kehilangan
turgornnya dan menjadi kriput. Pada keadaan yang berat,lemak pipi juga hilang
sehingga wajah pasien seperti wajah orang tua. Vena supervisialis tampak lebih

17
jelas,ubun-ubun besar cekung,tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol,mata
tampak besar dan dalam. Ujung kaki tangan terasa dingin dan tampak
sianosis,perut membuncit/cekung dengan gambaran usus yang jelas,otot-otot
atrofi. Mula-mula anak tampak penakut bila keadaan berlanjut menjadi apatis.

18
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Penerapan Kasus
Di kelurahan Pantang Mundur posyandu Agung Berkembang terdapat
80 balita yang terdiri diri dari : 0-12 bulan = 35, 13- 36 bulan = 25, 37-
60 bulan = 20. Berdasarkan informasi dari kader posyandu Balita yang
gizi buruk 15 orang, Balita yang diare karena tidak cocok dengan susu
formula 10 orang, Balita yang berat badannya tidak sesuai dengan umur
(Berat badan balita yang berada digaris kuning dan digaris merah ) 10
orang.Kebiasaan: balita yang berumur 36 - 60 bulan sering tidak mau
makan serta mual muntah apabila diberikan makanan, makanan yang
dikonsumsi pun tidak teridiri dari lauk pauk serta sayuran melainkan
hanya dari nasi saja. Serta sering mengkonsumsi mie instant.Dan
sebagian balita mengalami penurunan berat badan.Sebagian besar
ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga dan kepala keluarganya
sebagian bekerja di pabrik sebagai buruh pabrik. Antar rumah saling
berdekatan sehingga jika terjadi kebakaran sangat sulit buat petugas
pemadam kebakaran untuk memadamkan api, pembangunan gorong-
gorong di sungai, sehingga air di bendung dan tidak mengalir lancar,
selokan di depan rumah warga banyak yang tersumbat, jalan di depan
rumah kotor, banyak kardus basah sisa sampah banjir yang di buang
sembarangan, mayoritas warga beragama islam.

19
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 15 September 2015 pada jam :
10.00 WIB secara allo anamnesa.
Di kelurahan Pantang Mundur posyandu Agung Berkembang
a. Data Inti
Di kelurahan Pantang Mundur posyandu Agung Berkembang
terdapat 80 balita
Umur : 0-12 bulan = 35 (44%)
13- 36 bulan = 25 (31,25%)
37- 60 bulan = 20 (25%)

Persentanse balita menurut usia

25.00%
44%
0-12

13-36
31.25%
37-60

Pekerjaan : sebagian besar ibu yang memiliki balita bekerja


sebagai ibu rumah tangga, sedangkan kepala keluarganya
sebagian bekerja di pabrik sebagai buruh pabrik.
Agama : mayoritas islam
Data statistik:
Berdasarkan informasi dari kader setempat
 Balita yang gizi buruk 15 orang (18.75%),

20
 Diare karena tidak cocok dengan susu formula 10 orang
(13%)
 Balita yang berat badannya tidak sesuai dengan umur (Berat
badan balita yang berada digaris kuning dan digaris merah )
10 orang.(13%)

Persentanse balita gizi


buruk dan balita sehat

18.75% 15

45
56.25%

b. Data Subsistem
1) Data Balita
Kebiasaan: balita yang berumur 36 - 60 bulan sering tidak mau
makan serta mual muntah apabila diberikan makanan, makanan
yang dikonsumsi pun tidak teridiri dari lauk pauk serta sayuran
melainkan hanya dari nasi saja.Serta balita sering mengkonsumsi
mie instant.Dan sebagian balita mengalami penurunan berat
badan.
2) Pelayanan Kesehatan Dan Sosial Pelayanan kesehatan terdapat 1
posyandu dan 1 puskesmas.
3) Ekonomi Berdasarkan hasil wawancara, penghasilan rata- rata
kepala keluarga perbulan Rp. 300.000 – 500.000

21
4) Politik
Pemerintah sudah memberikan pelatihan kepada kader, untuk
memberikan MT kepada anak yang mengalami gizi buruk, dan
pada balita yang mengalami berat badan kurang yang berada di
garis kuning atau berada pada bawah garis merah kemudian
lansung di bawa ke puskesmas untuk tindakan lebih lanjut.
Pemerintahan Posyandu Agung Berkembang merupakan RT 03
dan RW 09 di kelurahan Pantang Mundur.Kader yang dimiliki
sebanyak 5 orang.
5) Pendidikan
Tingkat pendidikan orang tua balita 25 orang lulusan SD,25
orang SMP dan selebihnya SMA/ SMK.Terdapat 10 TK, 10
Paud, 10 atap SDN Pantang Mundur.

2. Analisa Data
No Hari dan Data Fokus Diagnosa TTD
Tanggal
1. 15 - Data dari kader Ketidak
September terdapat 15 balita seimbangan
2015 yang mengalami Nutrisi
gizi buruk kurang dari
- Kebiasaan: balita kebutuhan
yang berumur 36 tubuh
- 60 bulan sering (00002)
tidak mau makan
serta mual
muntah apabila
diberikan
makanan,

22
makanan yang
dikonsumsi pun
tidak terdiri dari
lauk pauk serta
sayuran
melainkan hanya
dari nasi saja.
Serta sering
mengkonsumsi
mie instant
- Penghasilan rata-
rata kepala
keluarga
perbulan Rp.
300.000 –
500.000
- Tingkat
pendidikan orang
tua balita 25
orang lulusan
SD,25 orang
SMP dan
selebihnya SMA/
SMK

23
3. Skoring

N Tersedianya sumber

program

Potensi menjadi parah

Kemungkinan Penkes

Tersediannya sumber
Kemungkinan diatasi
O

Minat Masyarakat
Dx Keperawatan

Sesuai program

Resti masalah
pemerintah

Setempat
Fasilitas

Petugas

Waktu
Sesuai

Biaya

Total
1 I 5 5 4 4 4 2 4 4 3 4 4 5 5 51

Diagnose dan Prioritas MasalahKeperawatan :


1. Ketidak seimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
(00002)
Faktor yang berhubungan :
1. Factor biologis
2. Factor ekonomi

4. Intervensi Keperawatan

NIC
Hari/
No Tujuan NOC Intervensi
tanggal Intervensi Mayor
Disarankan
1 15 Setelah a. Nutrion a. Kaji adanya
September dilakukan management alergi
2015 tindakan (0100) makanan
keperawatan di b. Kolaborasi
komunitas dengan ahli
selama 3 gizi untuk
minggu menentukan
diharapkan ibu jumlah kalori
yang memiliki dan nutrisi
balita mampu yang

24
a. Nutrional dibutuhkan
status (1004) pasien
b. Nutrional c. Yakinkan diet
status : food yang dimakan
and fluid mengandung
intake tinggi serat
(1008) untuk
c. Nutrional mencegah
status : konstipasi
nutrient d. Berikan
intake makanan yang
(1009) terpilih (sudah
d. Weight dikonsultasika
control n ke ahli gizi)
(1006) e. Ajarkan
Kriteria hasil : pasien
a. Adanya bagaimana
peningkatan membuat
berat badan catatan makan
sesuai harian
dengan f. Monitor
tujuan jumlah nutrisi
b. Berat badan dan
ideal sesuai kandungan
dengan kalori
tinggi badan g. Berikan
c. Mampu informasi
mengidentifi tentang
kasi kebutuhan

25
kebutuhan nutrisi
nutrisi h. Kaji
d. Tidak ada kemampuan
tanda – pasien untuk
tanda mendapatkan
malnutrisi nutrisi yang
e. Tidak terjadi b. Nutrision dibutuhkan
penurunan monitoring
berat badan (1160) a. BB pasien
yang berarti dalam batas
Skala normal
1. Tidak
b. Monitor
ditunjukka
n adanya
2. Jarang
penurunan
3. Kadang
4. Sering berat badan
5. Selalu
c. Monitor tipe
dan jumlah
aktifitas yang
biasa
dilakukan
d. Monitor
interaksi anak
atau orang tua
selama makan
e. Monitor
lingkungan
selama makan
f. Jadwalkan
pengobatan

26
dan tindakan
tidak selama
jam makan
g. Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
h. Monitor mual
muntah
i. Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan

27
BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh
kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi
penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode
selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang
berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering
disebut golden age atau masa keemasan (Mitayani, 2010).
Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini
ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat. Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan
anak prasekolah 3-5 tahun (Sutomo, 2010).

B. SARAN
1. Bagi Perawat
Perawat sebagai giver care diharapkan mampu memberikan
pelayanan kesehatan kepada balita dan keluarga dalam bentuk
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative.
2. Bagi Keluarga
Keluarga terutama ibu merupakan pemegang peran penting dalam
menentukan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan balita.
Oleh karena itu keluarga diharapkan mampu memahami konsep
tumbuh kembang pada balita dan mampu mendampingi
pertumbuhan dan perkembangan balita dengan baik sehingga bisa
mengoptimalkan tumbuh kembang balita.

28
DAFTAR PUSTAKA

Ilmi, Ani Auli, 2011, Keperawatan Komunitas. Makassar: Alauddin University Press

Norfatmawati, Prayudha, Puskesmas: BAB II Tinjauan Pustaka2011.


http://digilib.unismus.ac.id/files/disk1/105/jtpunimus-gdl-agussantos-5214-3-
bab2.pdf. Diakses tanggal 10 November 2012.

Sudiharto, 2007, Asuhan Keperawatan Keluarga: dengan Pendekatan Keperawatan


Transkultural. Jakarta: EGC

Sudayasa, Putu, 2010, Berbagi Info Tentang Puskesmas. http//www.puskel.com.


Diakses tanggal 10 November 2012.

Widiastuti, Thanty, 2008, Tinjauan Umum Tentang Puskesmas, http:/


/id.scribd.com/doc/91211249/13/E-Tinjauan-Umum-Tentang-Puskesmas.
Diakses tanggal 10 November 2012

29

Anda mungkin juga menyukai