Anda di halaman 1dari 13

TUGAS ASESMEN

KRITERIA PERANGKAT TES

OLEH :
MAHGFIRA ABDULLAH 2018-41-069
WA ODE SARWINDI 2018-41-
MOSES RIUPASSA 2018-41-067
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Salah satu teknik penilaian yang digunakan yang digunakan untuk menilai
kemampuan belajar anak adalah dengan tes. Agar tes yang disusun itu dapat kita harapkan
sesuai dengan prinsipnya, maka dalam menyusun soal tes harus benar-benar memenuhi
beberapa kriteria. Sehingga tes itu benar-benar menilai secara tepat, sesuai dengan keadaan
anak yang kita nilai.
Sebuah tes harus memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai alat pengukur, sebab memang
tidak jarang kesimpulan penting ditarik dan keputusan penting diambil berdasarkan
informasi-informasi yang berhasil diperoleh melalui penggunaan tes, padahal di lain pihak
kita menyadari kelemahan-kelemahannya yang sebagaian terletak pada kurang cermatnya
kita memerikasa alat pengukur (tes) itu sendiri. Kadang-kadang tes yang dipergunakan tidak
benar-benar mengukur apa yang mau diukur, hasil pengukuran tidak cukup mantap, tidak
ada patokan interpretasi yang cukup tegas tentang benar tidaknya suatu jawaban, dan kadang
tes itu tidak cukup mampu menunjukkan perbedaan-perbedaan kemampuan. Untuk itu,
diperlukan karakteristik atau syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan tes yang
baik. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai apa pengertian dari tes, bagaimana
karakteristik tes yang baik, dan hubungan karakteristik tes yang satu dengan yang lainnya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan tes?
2. Bagaimana karakteristik tes yang baik itu?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tes.
2. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik tes yang baik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TES
Istilah tes secara bahasa diambil dari kata “testum” yaitu suatu pengertian dalam bahasa
Perancis kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam mulia. Seorang ahli bernama
Jamea Ms. Cattel, pada tahun 1890 telah memperkenalkan pengertian tes ini melalui bukunya
yang berjudul “Mental Test and Measurement”. Tes dapat didefinisikan sebagai seperangkat
pertanyaan dan/atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang atribut
pendidikan, psikologik atau hasil belajar yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut
mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
Adapun dalam pengertian yang lebih luas, para ahli memberikan beberapa pengertian
tentang tes, yaitu:
1. Anne Anastasi dalam karya tulisnya yang berjudul “Psychological Testing” mengatakan
bahwa tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar objektif, sehingga dapat
digunakan secara meluas dan akurat untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis
atau tingkah laku individu.
2. Drs. Amir Daien Indrakusuma dalam bukunya “Evaluasi Pendidikan” mengatakan bahwa
tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk mengukur dan
memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang
atau kelompok dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat.
3. Bimo Walgito mengatakan tes adalah suatu metode atau alat untuk mengadakan
penyelidikan yang menggunakan soal-soal, pertanyaan atau tugas-tugas dimana
persoalan-persoalan atau pertanyaan-pertanyaan itu telah dipilih dengan seksama dan
telah distandardisasikan.
4. Muchtar Bukhari dalam bukunya yang berjudul “Teknik-teknik Evaluasi” mengatakan
bahwa tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hasil pelajaran tertentu pada seorang individu atau kelompok.
5. Dikutip dari Webster’s Collegiate, tes adalah sederet pertanyaan atau latihan yang
digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau
bakat yang dimiliki individu atau kelompok.

Dari beberapa definisi tersebut diatas, dapat kita pahami bahwa dalam dunia pendidikan
yang dimaksud dengan tes adalah serangkaian cara atau prosedur-prosedur yang digunakan
untuk memperoleh data atau informasi yang akurat tentang suatu objek dalam rangka
pengukuran dan penilaian, yang nantinya akan digunakan untuk mengembangkan dan
meningkatkan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan.

B. KARAKTERISTIK TES YANG BAIK


Sebagai suatu alat pengukur yang digunakan untuk mengukur, membandingkan dan
memperoleh suatu informasi yang akurat, maka suatu tes yang baik harus memiliki
karakteristik-karakteristik tertentu. Berikut adalah pandangan para ahli mengenai
karakteristik suatu tes yang baik:
1. Prof. Drs. Anas Sudijono dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Evaluasi Pendidikan”
(2005: 93) mengatakan bahwa setidak-tidaknya ada empat karakteristik yang harus
dimiliki oleh tes yang baik yaitu: valid, reliable, objektif, dan praktis.
2. Masrun MA dan Dra. Sri Mulyani Martaniah (1974: 117) mengatakan bahwa suatu tes
yang baik harus memiliki minimal tiga hal, yaitu: validitas, reliable, dan kemampuan
membandingkan.
3. Dra. Suharsimi AK mengatakan bahwa suatu tes yang baik harus memenuhi empat syarat,
yaitu: validitas, reliabilitas, objektifitas, dan praktikabilitas.
4. Arikunto & Suharsimi dalam bukunya “Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan” mengatakan
bahwa syarat-syarat tes yang baik adalah: validitas, reliabilitas, objektivitas,
praktikabilitas, dan ekonomis.
5. Miller (1991: 91) dan Gronlund & Lin (1990: 47) menyatakan bahwa ada tiga hal yang
harus diperhatikan dalam menentukan suatu alat ukur yang berkualitas, yaitu: validitas,
reliabilitas, dan praktikabilitas.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat kita lihat bahwa tidak ada yang
bertentangan antara yang satu dengan yang lain, tetapi saling melengkapi, sehingga
dapat disimpulkan bahwa kriteria tes yang baik melingkupi:

1. Validitas Alat Tes


Kata valid sering diartikan dengan tepat, benar, dan shahih. Jadi, kata validitas dapat
diartikan dengan ketepatan, kebenaran, dan kesahihan. Dan apabila kata valid atau validitas
itu dikaitkan dengan fungsi tes sebagai pengukur, maka sebuah tes dapat dikatakan valid dan
memiliki validitas apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Anas
Sudijono, 2005: 93). Dengan kata lain, Validitas adalah kesesuaian antara materi ujian dan
materi yang telah dipelajari (Djemari Mardapi (1996: 22). Misalnya: apabila kita memberikan
tes bidang studi IPA pada anak SD kelas V, tetapi apabila tes tersebut mengukur kemampuan
IPS kelas VI SD maka tes tersebut tidak mengukur pelajaran IPA tetapi mengukur
kemampuan pelajaran IPS, maka jelas tes tersebut tidak memiliki validitas. Atau misalkan
juga: alat thermometer dikatakan valid apabila mengukur suhu badan, tetapi dikatakan sebagai
alat yang tidak valid apabila untuk mengukur tekanan udara.
 Validitas isi (content validity)
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang
sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Oleh karena materi yang diajarkan
tertera dalam kurikulum maka validitas isi ini sering juga disebut validitas kurikuler.
Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat penyusunan dengan cara memerinci
materi kurikulum atau materi buku pelajaran. Bagaimana cara memerinci materi untuk
kepentingan diperolehnya validitas isi sebuah tes akan dibicarakan secara lebih mendalam
pada waktu menjelaskan cara penyusunan tes.
Analisis validitas isi dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatatif. Analisis
secara kualitatif dilakukan berdasar masukkan dari para ahli melalui diskusi atau focus group
discussion. Analisis validitas isi secara kuantitatif dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
1. Validitas isi dari lawshe yang dikenal dengan CVR
Lawshe (1975) mengusulkan rasio validitas isi (CVR) untuk mrngukur derajat
kesepakatan para ahli dari satu item dan yang mengekspresikan tingkat validitas
konten melalui indictors tunggal yang berkisar dari -1 sampai 1.
FORMULA CVR

ne = jumlah ahli atau subject matter experts (SMEs) yang memberi respon essential pada
suatu butir.
N = jumlah ahli atau SMEs
Perhitungan CVR dilakukan pada tiap item. Skor CVR tiap item ini selanjutnya
dibandingkan dengan skor minimal CVR dengan taraf penerimaan 0.05 sebagaimana diteliti
oleh lawshe (1975:568) sebagaimana terdapat pada tabel.
Number of penelists Minimum value
5 .99
6 .99
7 .99
8 .75
9 .78
10 .62
11 .59
12 .56
13 .54
14 .51
15 .49
20 .42
2. V aiken
Aiken (1985) merumuskan formula aiken’s V untuk menghitung content-validity
coefficient yang didasarkan pada hasil penilaian dari panel ahli sebanyak n orang terhadap
suatu item dari segi sejauh mana item tersebut mewakili konstrak yang diukur.

3. Formula validitas isi dari Gregory


Dalam Validitas isi berbagai cara yang dapat digunakan yang tujuannya adalah untuk
melihat kesepakatan dari 2 pakar atau lebih dalam menilai keseluruhan konten. Menurut
Gregory (2000) validitas isi menunjukkan sejauhmana pertanyaan, tugas atau butir dalam
suatu tes atau instrumen mampu mewakili secara keseluruhan dan proporsional perilaku
sampel yang dikenai perlakuan tersebut. Artinya instrument yang ada mencerminkan
keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau yang seharusnya dikuasai secara
proporsional.
Cara Analisis validitas isi oleh 2 pakar/expert dengan menggunakan rumus Gregory

(Kolom D dibagi dengan A+B+C+D) atau dengan bantuan tabel


tabulasi silang 2x2 seperti dibawah ini:
 Validitas kontruksi (construct validity)
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang
membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebutkan dalam
Tujuan Instruksional Khusus. Dengan kata lain jika butir-butir soal mengukur aspek berpikir
tersebut sudah ssesuai dengan aspek berpikir yang menjadi tujuan instruksional.
Sebagai contoh jika rumusan Tujuan Instruksional Khusus (TIK): “Siswa dapat
membandingkan antara efek biologis dan efek kologis”, maka butir soal pada tes merupakan
perintah agar membedakan antara dua efek tersebut.
“Konstruksi” dalam pengertian ini bukanlah “susunan” seperti yang sering dijumpai
dalam teknik, tetapi merupakan rekaan psikologis yaitu suatu cara tertentu “memerinci” isi
jiwa atas beberapa aspek seperti: ingatan (pengetahuan), pemahaman, aplikasi, dan
seterusnya. Dalam hal ini, mereka menganggap seolah-olah jiwa dapat dibagi-bagi. Tetapi
sebenarnya tidak demikian. Pembagian ini hanya merupakan tindakn sementara untuk
mempermudah mempelajari.
Seperti halnya validitas isi, validitas konstruksi dapat diketahui dengan cara memerinci
dan memasangkan setiap soal dengan setiap aspek dalam TIK. Pengerjaannya dilakukan
berdasarkan logika, bukan pengalaman. Dalam pembicaraan mengenai penyusunan tes hal ini
akan disinggung lagi.
 Validitas kriteria
Validitas kriteria (Criterion validity). Adalah validasi suatu instrumen dengan
membandingkannya dengan instrumen-pengukuran lainnya yang sudah valid dan reliabel
dengan cara mengkorelasikannya, bila korelasinya signifikan maka instrumen tersebut
mempunyai validitas kriteria. Terdapat dua bentuk Validitas kriteria yaitu :
a. Validitas konkuren (Concurrent validity),
b.Validitas ramalan (Predictive validity),
Validitas konkuren adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran untuk mengukur gejala
tertentu pada saat sekarang kemudian dibandingkan dengan instrumen pengukuran lain untuk
konstruk yang sama.
Validitas ramalan adalah kemampuan suatu instrumen pengukuran memprediksi secara tepat
dengan apa yang akan terjadi di masa datang. Contohnya apakah test masuk sekolah
mempunyai validitas ramalan atau tidak ditentukan oleh kenyataan apakah terdapat korelasi
yang signifikan antara hasil test masuk dengan prestasi belajar sesudah menjadi siswa, bila
ada, berarti test tersebut mempunyai validitas ramalan.

2. Reliabilitas
Kata reliabilitas diambil dari bahasa Inggris “Reliability” yang berasal dari kata
“Reliable” yang berarti dapat dipercaya dan juga sering diterjemahkan dengan keseimbangan
(stability) atau kemantapan (consistency). Apabila istilah tersebut dikaitkan dengan fungsi tes
sebagai alat ukur, maka suatu tes dapat dikatakan reliabel dan memiliki reliabilitas jika hasil-
hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara berulang kali
terhadap subjek yang berbeda, kapan saja, dimana saja dan oleh siapa saja diperiksa atau dinilai
senantiasa menunjukkan hasil yang relatif sama (Anas Sudijono, 2005: 95).
Reliabilitas juga dikatakan menentukan validitas, jika suatu tes tidak reliable berarti tes
tersebut tidak valid (Fernandes,1984:43). Ebel (1980:224) mengemukan bahwa suatu tes tidak
dapat dikatakan bagus apabila tidak menunjukkan kualitas reliabilitasnya. Oleh karena itu,
semakin tinggi reliabilitas suatu tes, maka semakin bagus kualitas tes tersebut. Dan jika
dihubungkan dengan validitas, maka reliabilitas adalah ketetapan sedangkan validitas adalah
ketepatan.
Misalnya: sebuah soal tes IPS sebanyak 100 soal, diberikan kepada siswa dan hasilnya
siswa tersebut betul 80. Kemudian selang beberapa hari tes itu (tes yang sama) diberikan lagi
pada anak tersebut dan hasilnya ternyata 81. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa tes
tersebut memiliki reabilitas. Karena menunjukkan hasil yang mantap dan hasil tetap (walaupun
ada perbedaan, tetapi perbedaab itu tidak berarti karena hanya 1).
A. Pendekatan Tes Ulang
Pendekatan tes ulang merupakan pemberian perangkat tes yang sama terhadap sekelompok
subjek sebanyak dua kali dengan selang waktu yang berbeda. Asumsinya adalah bahwa skor
yang dihasilkan oleh tes yang sama akan menghasilkan skor tampak yang relatif sama.
Estimasi dengan pendekatan tes ulang akan menghasilkan koefisien stabilitas. Untuk
memperoleh koefisien reliabilitas melalui pendekatan tes ulang dapat dilakukan dengan
menghitung koefisien korelasi linear antara distribusi skor subyek pada pemberian tes
pertama dengan skor subyek pada pemberian tes kedua. Pendekatan tes ulang sangat sesuai
untuk mengukur ketrampilan terutama ketrampilan fisik.

Misalnya seorang guru hendak melihat reliabilitas tes yang telah dibuatnya. Setelah
melakukan dua kali pengukuran didapatkan skor tes sebagai berikut:

Koefisien reliabilitas test di atas dapat dihitung dengan menggunakan formula korelasi
produk momen dari Pearson sebagai berikut:
Dengan demikian, korelasi sebesar 0,954 menggambarkan bahwa reliabilitas tes cukup
tinggi.
Salah satu kelemahan mendasar dari teknik test-retest adalah carry-over effect. Masalah ini
disebabkan oleh adanya kemungkinan pada test yang kedua dipengaruhi oleh test pertama.
Misalnya, jika peserta tes masih ingat dengan soal-soal dan bahkan jawaban ketika dilakukan
test pertama. Hal ini dapat meningkatkan korelasi serta overestimasi terhadap PXX’.

2. Pendekatan Tes Paralel


Estimasi koefisien reliabilitas dengan menggunakan bentuk pararel sangat sulit untuk
diwajudkan. Hal ini dikarenakan sulitnya membuat dua tes yang benar-benar dapat dikatakan
pararel. Dalam teori tes klasik, dua tes dikatakan pararel jika skor mumi yang didapat dari
kedua tes tersebut sama. (T = T')dan varian skor-skor kesalahannya sama. Karena itulah
dalam prakteknya, estimasi reliabilitas dengan menggunakan tes pararel jarang digunakan
untuk melakukan estimasi reliabilitas tes dengan menggunakan bentuk pararel dibutuhkan
sebuah tes yang benar-benar pararel dengan tes yang ingin diestimasi koefisien reliabilitasnya
dalam hal sekor tes dan sekor kesalahan. hal ini sangat sulit untuk diwujudkan. akan tetapi
seandainya kita bisa menemukan tes yang demikian tersebut, maka kita dapat melakukan
estimasi reliabilitas dengan membuat korelasi antara kedua tes tersebut sebagaimana kita
menghitung korelasi pada pendekatan tes ulang. hasil korelasi itu bisa dianggap sebagai
koefisien reliabilitas tes.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tes adalah serangkaian cara atau prosedur-prosedur yang digunakan untuk
memperoleh data atau informasi yang akurat tentang suatu obyek dalam rangka pengukuran
dan penilaian, yang nantinya akan digunakan untuk mengembangkan dan meningkatkan hal-
hal yang berkaitan dengan pendidikan.
Sebagai suatu alat pengukur yang digunakan untuk mengukur, membandingkan dan
memperoleh suatu informasi yang akurat, mak suatu tes yang baik harus memiliki karakteristik-
karakteristik tertentu, yaitu:

1. Valid atau Validitas.


2. Reliabilitas.
DAFTAR PUSTAKA

Sudijono, Anas. 1998. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Grafindo Persada.


______, 1984. Teknik Penilaian Pendidikan. Mojokerto.
Tim PEKERTI AA. 2007. Panduan Evaluasi Pembelajaran. Surakarta: UNS.
Trasidi, Iding. Kontribusi Pengetahuan Guru SLB-C tentang Kontribusi Tes Hasil Belajar
dengan Kualitas Tes Matetakita SLDP Tunagrahita Kelas Enam yang Dibuatnya.
Bandung: FIP UPI.

Anda mungkin juga menyukai