Anda di halaman 1dari 5

Khutbah Idul Adha: Tiga Makna di Balik

Ibadah Haji
2019 idul adha

ُ‫ اَهلل‬.‫ اَهللُ أ َ ْكبَ ُر اَهللُ أ َ ْكبَ ُر اَهللُ أ َ ْك َب ُر‬.‫اَهللُ أ َ ْكبَ ُر اَهللُ أ َ ْكبَ ُر اَهللُ أ َ ْكبَ ُر‬
‫ اَهللُ أ َ ْكبَ ْر َك ِبي ًْرا َوا ْل َح ْمدُ هللِ َكثِي ًْرا‬.‫أ َ ْكبَ ُر اَهللُ أ َ ْكبَ ُر اَهللُ أ َ ْكبَ ُر‬
ُ‫صدَقَ َو ْعدَه‬ َ ،ُ‫ ََل ِإلهَ ِإَلَّ هللاُ َو ْحدَه‬،ً‫ص ْيال‬ ِ َ ‫هللا بُ ْك َرة ً َوأ‬
ِ َ‫س ْب َحان‬ ُ ‫َو‬
ُ‫ َلَ ِإلهَ ِإَلَّ هللا‬،ُ‫اب َو ْحدَه‬ َ َ‫ص َر َع ْبدَهُ َوأَ َع َّز ُج ْندَهُ َو َهزَ َم ْاْل َ ْحز‬ َ َ‫َون‬
َ‫الز َمان‬ ّ َ‫ِي َخلَق‬ ْ ‫لِل الَّذ‬
ِ ِ ُ‫ ال َح ْمد‬.ُ‫ اَهللُ أ َ ْكبَ ُر َوهللِ اْل َح ْمد‬،‫َوهللاُ أ َ ْكبَ ُر‬
‫ش ُه ْو ِر َواْلَي َِّام‬ ُّ ‫ض ال‬ ُ ‫َص بَ ْع‬ َّ ‫ض فَخ‬ ٍ ‫ضهُ َعلَى بَ ْع‬ َ ‫ض َل بَ ْع‬ َّ َ‫َوف‬
ُ ‫ أ َ ْش َهد‬. ُ‫سنَات‬ َ ‫ظ ُم ِف ْي َها اْل َ ْج ُر وال َح‬ َّ َ‫ضا ِئ َل يُع‬َ َ‫َوالَليَا ِلي ِب َمزَ ايَا َوف‬
‫س ِيّدَنا ُم َح َّمدًا‬ َ ‫أ َ ْن َلَ ِإلَهَ ِإَلَّ هللاُ َو ْحدَهُ َلَ ش َِري َْك لَهُ َوأ َ ْش َهدُ أ َ َّن‬
‫ص ّل‬ َ ‫ اللّ ُه َّم‬.ِ‫الرشَاد‬ َّ ‫س ْولُهُ الدَّا ِعى ِبقَ ْو ِل ِه َوفِ ْع ِل ِه ِإلَى‬ ُ ‫َع ْبدُهُ َو َر‬
ِ‫ص َحا ِب ِه ُهدَاة‬ ْ ‫س ْو ِل َك ُم َح ّم ٍد ِو َعلَى آ ِله وأ‬ ُ ‫ِك َو َر‬ َ ‫س ِلّ ْم علَى َع ْبد‬ ّ ‫و‬
‫اس اتَّقُوا هللاَ تَعَالَى‬ ُ َّ‫ فيَا أَيُّ َها الن‬،ُ‫ أ َّما ب ْعد‬.ِ‫اء البِالَد‬ ِ ‫اْلَن َِام في أ َ ْن َح‬
‫َاك‬َ ‫ط ْين‬ َ ‫ ِإنَّا أ َ ْع‬:‫الى فِي ِكتَا ِب ِه ْال َك ِري ِْم‬
َ َ‫ قَا َل هللاُ تَع‬.ِ‫الطا َعات‬ َّ ‫ِب ِف ْع ِل‬
‫ ِإ َّن شَا ِنئَ َك ُه َو ْاْل َ ْبت َ ُر‬.‫ص ِّل ِل َر ِبّ َك َوا ْن َح ْر‬ َ َ‫ ف‬.‫ْال َك ْوث َ َر‬
Jamaah shalat Idul Adha hafidhakumullah,

Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu dari empat bulan haram (dimuliakan) di
dalam Islam. Tiga bulan lainnya adalah Muharram, Rajab, dan Dzulqa’dah.
Keistimewaan Dzulhijjah ditandai antara lain dengan adanya ibadah-ibadah tertentu
yang tidak mungkin dikerjakan umat Islam di bulan-bulan lainnya, yakni haji dan
kurban. Secara bahasa dzulhijjah merupakan frasa yang terdiri dari
kata dzû(memiliki) dan al-hijjah (haji). Dinamakan demikian karena hanya di bulan
ke-12 dalam kalender hijriah ini, ada pelaksanaan ibadah haji.

Haji merupakan rukun Islam yang kelima. Karena masuk rukun atau pilar, ibadah
ini tentu bukan ibadah yang remeh. Ia wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang
mampu. Kemampuan ini meliputi kemampuan secara fisik, ekonomi, juga
keamanan. Dengan bahasa lain, ketika seseorang sudah memiliki biaya yang
mencukupi, kesehatan fisik yang memadai, dan kondisi aman yang memungkinkan
ia sampai ke Tanah Suci, maka ia wajib melaksanakan ibadah tersebut.

Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 97 menyatakan:

ٌّ ِ‫َّللاَ َغن‬
‫ي‬ ً ِ‫سب‬
َّ ‫يال َو َم ْن َكفَ َر فَإ ِ َّن‬ َ ‫ع إِلَ ْي ِه‬
َ ‫طا‬ ِ ‫اس ِح ُّج ْالبَ ْي‬
َ َ ‫ت َم ِن ا ْست‬ ِ َّ‫َو ِ َّلِلِ َعلَى الن‬
َ‫َع ِن ْال َعالَ ِمين‬
Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi
orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari
kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu)
dari semesta alam.”

Namun demikian, ibadah haji juga kadang terkait dengan pengalaman spiritual
orang. Karena betapa banyak orang Muslim kaya raya yang tak kunjung
menunaikan ibadah haji. Sebaliknya, betapa banyak orang bergaji rendah, justru
diberi kemampuan untuk ibadah haji. Semangat dan pengalaman batin seseorang
amat berpengaruh terhadap seberapa kuat niat berhaji itu tumbuh.

Jamaah shalat Idul Adha hafidhakumullah,

Dalam ibadah haji, banyak sekali ritual atau manasik yang tak serta merta bisa
ditangkap alasannya secara nalar. Jika kita diperintahkan untuk berpuasa Ramadhan
tiap tahun, orang mungkin bisa menjelaskan secara rasional dari sudut pandang
medis. Demikian juga dengan perintah zakat, yang bisa ditemukan alasannya secara
sosial dan ekonomi, yakni agar harta tidak hanya berputar pada segelintir orang
saja. Tidak demikian dengan haji. Rukun kelima dalam Islam ini sarat ritual-ritual
yang bisa dipahami dengan memosisikannya sebagai simbol-simbol yang penuh
makna.

Pertama yang bisa ditangkap adalah makna tauhid. Makna ini tersirat dalam posisi
Ka’bah sebagai sentra kedatangan para jamaah dari berbagai belahan dunia. Jutaan
orang dari berbagai penjuru dan bangsa berkumpul dalam satu pusat, tanpa
dibedakan bahwa satu daerah lebih utama dibanding daerah lainnya. Ini adalah
simbol bahwa tujuan dari keseluruhan hidup ini adalah satu, yakni Allah ‫ﷻ‬.
Penjulukkan Ka’bah sebagai “baitullah” (rumah Allah) harus dipahami dalam
makna tersebut, bukan Allah bersemayam di dalam Ka’bah.

Begitu pula dengan Hajar Aswad yang terletak di sudut timur laut Ka'bah.
Kedudukannya yang mulia hingga orang-orang berebut menyentuh dan
menciumnya tidak boleh sampai membuat mereka menyembahnya. Anjuran
menyentuh dan mencium Hajar Aswad muncul sekadar karena mengikuti sunnah
Nabi. Sebagaimana dikatakan Sayyidina Umar bin Khattab:
َ‫سلَّ َم يُقَ ِبّلُكَ َما قَب َّْلتُك‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ِ‫ َولَ ْوَلَ أ َ ِنّي َرأَيْتُ النَّب‬،‫ض ُّر َوَلَ ت َ ْنفَ ُع‬
َ ‫ي‬ ُ َ ‫ َلَ ت‬،‫ِإ ِنّي أ َ ْعلَ ُم أَنَّكَ َح َج ٌر‬

Artinya: “Sungguh aku tahu, engkau hanyalah batu. Tidak bisa mendatangkan
bahaya atau manfaat apa pun. Andai saja aku ini tak pernah sekalipun melihat
Rasulullah shallahu alaihi wa sallam menciummu, aku pun enggan menciummu.”
(HR: Bukhari)

Kedua adalah makna kemanusiaan. Pakaian ihram yang dikenakan orang-orang saat
memulai haji adalah simbol kesamaan dan kesetaraan semua manusia. Dalam ihram
seluruh pakaian dianjurkan berwarna putih. Bagi jamaah haji laki-laki bahkan harus
mananggalkan semua pakaian berjahit dan menggantinya dengan hanya dua helai
kain. Kaum laki-laki dilarang mengenakan topi atau peci, sedangkan jamaah
perempuan dilarang mengenakan cadar. Ritual ini menandai kesatuan identitas
manusia sebagai hamba Allah, dan melepaskan identitas-identitas selainnya, seperti
suku, ras, nasab, jabatan politik, kelas ekonomi, dan ketokohan. Pemulung,
selebritis, ulama, menteri, atau presiden datang ke Tanah Suci sebagai hamba Allah,
bukan sebagai orang dengan kedudukan duniawinya.

Makna kedua ini sekaligus mempertegas makna pertama, yakni nilai tauhid.
Konsekuensi dari menjunjung tinggi tauhid adalah mengakui bahwa tidak ada yang
lebih dimuliakan selain Allah ‫ﷻ‬. Manusia pada hakikatnya berada dalam
kesetaraan. Standar kedudukan hanya bisa dinilai dari sudut pandang Allah, melalui
tingkat ketakwaannya. Manusia paling mulia adalah mereka yang paling takwa
kepada Allah ‫ﷻ‬. Sebagaimana firman-Nya:

ۚ ‫ارفُوا‬َ َ‫شعُوبًا َوقَبَائِ َل ِلتَع‬ ُ ‫اس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوأ ُ ْنث َ ٰى َو َجعَ ْلنَا ُك ْم‬
ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬
َّ ‫َّللاِ أَتْقَا ُك ْم ۚ إِ َّن‬
ٌ ِ‫َّللاَ َع ِلي ٌم َخب‬
‫ير‬ َّ َ‫إِ َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم ِع ْند‬
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha-Mengetahui lagi Maha-Mengenal.” (QS al-Hujurat: 13)

Tak hanya pakaian-pakaian “kehormatan” duniawi yang dilepas, jamaah haji dari
berbagai bangsa dan negara juga bersama-sama meninggalkan tempat asalnya
untuk berkumpul di tempat yang sama. Pemandangan ini lebih tampak ketika
mereka sedang bersama-sama wukuf di Arafah. Mereka harus berdiam di lokasi
yang sama dan di bawah terik matahari yang sama. Ini menandakan bahwa
sesungguhnya manusia—siapa pun itu—pada akhirnya akan kembali pada Dzat
yang tunggal. Ibadah haji adalah gambaran bahwa manusia harus kembali ke fitrah
aslinya sebagai hamba, baik ketika hidup maupun mati.
Ketiga adalah makna napak tilas sejarah kenabian. Haji juga menjadi momen
mengenang jejak nabi-nabi terdahulu, khususnya Nabi Adam, Nabi Ibrahim, dan
Nabi Muhammad. Perjalanan mereka bukanlah sejarah hidup yang kosong makna,
melainkan mengandung berbagai pelajaran yang penting diingat. Ritual melontar
Jumrah, misalnya, adalah jejak permusuhan Nabi Adam kepada setan. Kita
diingatkan tentang pentingnya selalu waspada terhadap berbagai tipu daya musuh
terlaknat ini.

Begitu juga tentang ritual Sa’i. Ia menyimpan sejarah perjuangan Siti Hajar mencari
air untuk putranya, Ismail, ketika ditinggal sang suami, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.
Lari-lari yang berulang sampai tujuh kali merupakan simbol kegigihan ikhtiar yang
tak kenal putus asa. Hingga akhirnya pertolongan Allah pun datang dengan
memancar air secara tiba-tiba dari bawah kaki Nabi Ismail. Mata air itu kita kenal
hingga sekarang sebagai sumur Zamzam.

Jamaah shalat Idul Adha hafidhakumullah,

Allah tak mewajibkan haji untuk setiap orang sebagaimana shalat. Kewajiban haji
hanya diperuntukkan bagi mereka yang mampu. Untuk yang sudah atau sedang
berhaji, penting baginya tak menyia-nyiakan kewajiban ini dengan memenuhi
segala ketentuan haji, juga makna-makna dalam segenap ritual yang dijalankan.
Bagi yang belum mampu ke Tanah Suci, cukup baginya berikhtiar semampunya
dan menyerap makna haji untuk kemudian kita terapkan dalam kehidupan sehari-
hari.

Haji adalah perjalanan suci, bukan wisata untuk meraih kebanggaan diri. Karena
itu, bagi yang belum diberi kemampuan menunaikan haji tak perlu berkecil hati
selama kita selalu berusaha menjadi pribadi-pribadi yang bertakwa: memegang
prinsip tauhid, menghargai kemanusiaan, dan menjalankan ketentuan syariat
sebagaimana diajarkan Rasulullah. Wallahu a’lam.

‫ َونَفَ َعنِي َو ِإيَّا ُك ْم ِب َمافِ ْي ِه ِم ْن آيَ ِة َو ِذ ْك ِر‬،‫آن اْل َع ِظي ِْم‬ ِ ‫ار َك هللا ِلي َولَ ُك ْم فِى اْلقُ ْر‬ َ َ‫ب‬
‫ َوأَقُ ْو ُل قَ ْو ِلي َهذَا‬،‫س ِم ْي ُع ال َع ِل ْي ُم‬ َّ ‫ْال َح ِكي ِْم َوتَقَبَّ َل هللاُ ِمنَّا َو ِم ْن ُك ْم تِالَ َوتَهُ َو ِإنَّهُ ُه َو ال‬
‫الر ِحيْم‬َّ ‫فَأ ْست َ ْغ ِف ُر هللاَ ال َع ِظي َْم ِإنَّهُ ُه َو الغَفُ ْو ُر‬

Khutbah II

‫اَهللُ أ َ ْك َب ُر اَهللُ أ َ ْك َب ُر اَهللُ أ َ ْك َب ُر اَهللُ أ َ ْك َب ُر اَهللُ أ َ ْك َب ُر اَهللُ أ َ ْك َب ُر اَهللُ أ َ ْك َب ُر‬.


َّ‫ َوأ َ ْش َهدُ أ َ ْن َلَ اِلَهَ ِإَل‬.‫لى ت َ ْوفِ ْي ِق ِه َوا ِْم ِتنَا ِن ِه‬ َ ‫ش ْك ُر لَهُ َع‬ ُّ ‫سا ِن ِه َوال‬ َ ‫لى ِإ ْح‬ َ ‫ا َ ْل َح ْمدُ هللِ َع‬
‫س ْولُهُ الدَّا ِعى‬ ُ ‫ع ْبدُهُ َو َر‬ َ ‫سيِّدَنَا ُم َح َّمدًا‬ َ ‫أن‬ َّ ُ ‫هللاُ َوهللاُ َو ْحدَهُ َلَ ش َِري َْك لَهُ َوأ َ ْش َهد‬
‫س ِلّ ْم ت َ ْس ِل ْي ًما‬ ‫س ِيّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد ِو َعلَى ا َ ِل ِه َوا َ ْ‬
‫ص َحا ِب ِه َو َ‬ ‫ص ِّل َعلَى َ‬
‫إلى ِرض َْوانِ ِه‪ .‬الل ُه َّم َ‬
‫َ‬
‫ِكثي ًْرا‬

‫اس اِتَّقُوهللاَ فِ ْي َما أ َ َم َر َوا ْنت َ ُه ْوا َع َّما نَ َهى َوا ْعلَ ُم ْوا أ َ َّن هللاَ‬ ‫أ َ َّما بَ ْعد ُ فَيا َ اَيُّ َها النَّ ُ‬
‫أ َ َم َر ُك ْم ِبأ َ ْم ٍر بَدَأ َ فِ ْي ِه ِبنَ ْف ِس ِه َوثَـنَى ِب َمآل ئِ َكتِ ِه ِبقُ ْد ِس ِه َوقَا َل تَعاَلَى ِإ َّن هللاَ‬
‫س ِلّ ُم ْوا ت َ ْس ِل ْي ًما‪.‬‬
‫صلُّ ْوا َعلَ ْي ِه َو َ‬‫لى النَّ ِبى يآ اَيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا َ‬ ‫صلُّ ْونَ َع َ‬ ‫َو َمآلئِ َكتَهُ يُ َ‬
‫سيِّ ِدنا َ ُم َح َّم ٍد‬ ‫س ِلّ ْم َو َعلَى آ ِل َ‬ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َ‬ ‫س ِيّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َ‬ ‫ص ِّل َعلَى َ‬ ‫الل ُه َّم َ‬
‫اء‬ ‫ض اللّ ُه َّم َع ِن اْل ُخلَفَ ِ‬ ‫ار َ‬ ‫س ِل َك َو َمآل ِئ َك ِة اْل ُمقَ َّر ِبيْنَ َو ْ‬ ‫َو َعلَى ا َ ْن ِبيآ ِئ َك َو ُر ُ‬
‫ص َحابَ ِة َوالتَّابِ ِعيْنَ‬ ‫عثْ َمان َو َع ِلى َو َع ْن بَ ِقيَّ ِة ال َّ‬ ‫ع َمر َو ُ‬ ‫الرا ِش ِديْنَ أَبِى بَ ْك ٍر َو ُ‬ ‫َّ‬
‫ض َعنَّا َم َع ُه ْم بِ َر ْح َمتِ َك يَا‬ ‫ار َ‬ ‫سا ٍن اِلَىيَ ْو ِم ال ِدّي ِْن َو ْ‬ ‫َوتَابِ ِعي التَّابِ ِعيْنَ لَ ُه ْم بِا ِْح َ‬
‫اح ِميْنَ‬
‫الر ِ‬‫ا َ ْر َح َم َّ‬
‫ت اََلَ ْحيآ ُء ِم ْن ُه ْم‬ ‫ت َواْل ُم ْس ِل ِميْنَ َواْل ُم ْس ِل َما ِ‬ ‫اَلل ُه َّم ا ْغ ِف ْر ِل ْل ُمؤْ ِمنِيْنَ َواْل ُمؤْ ِمنَا ِ‬
‫ص ْر‬ ‫ش ِْر َك َواْل ُم ْش ِر ِكيْنَ َوا ْن ُ‬ ‫ت الل ُه َّم أ َ ِع َّز اْ ِإل ْسالَ َم َواْل ُم ْس ِل ِميْنَ َوأ َ ِذ َّل ال ّ‬ ‫َواَْلَ ْم َوا ِ‬
‫اخذُ ْل َم ْن َخذَ َل اْل ُم ْس ِل ِميْنَ َو دَ ِ ّم ْر‬ ‫ص َر ال ِدّيْنَ َو ْ‬ ‫ص ْر َم ْن نَ َ‬ ‫ِعبَادَ َك اْل ُم َو ِ ّح ِديَّةَ َوا ْن ُ‬
‫أ َ ْعدَا َءال ِدّي ِْن َوا ْع ِل َك ِل َماتِ َك ِإلَى َي ْو َم ال ِدّي ِْن‪ .‬الل ُه َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا اْل َبالَ َء َواْ َلو َبا َء‬
‫ع ْن َبلَ ِدنَا‬ ‫طنَ َ‬ ‫ظ َه َر ِم ْن َها َو َما َب َ‬ ‫س ْو َء اْل ِفتْنَ ِة َواْ ِلم َحنَ َما َ‬ ‫الزَلَ ِز َل َواْ ِلم َحنَ َو ُ‬ ‫َو َّ‬
‫ان اْل ُم ْس ِل ِميْنَ عآ َّمةً َيا َربَّ اْل َعالَ ِميْنَ ‪َ .‬ربَّنَا آ ِتنا َ‬ ‫سائِ ِر اْلبُ ْلدَ ِ‬ ‫صةً َو َ‬‫اِ ْندُونِ ْي ِسيَّا خآ َّ‬
‫سن ََاوا ِْن‬ ‫ظلَ ْمنَا ا َ ْنفُ َ‬
‫ار‪َ .‬ربَّنَا َ‬ ‫اب النَّ ِ‬ ‫سنَةً َوقِنَا َعذَ َ‬ ‫آلخ َرةِ َح َ‬ ‫سنَةً َوفِى اْ ِ‬ ‫فِى الدُّ ْنيَا َح َ‬
‫لَ ْم ت َ ْغ ِف ْر لَنَا َوت َ ْر َح ْمنَا لَنَ ُك ْون ََّن ِمنَ اْلخَا ِس ِريْنَ ‪ِ .‬عبَادَهللاِ ! ِإ َّن هللاَ يَأ ْ ُم ُرنَا بِاْل َع ْد ِل‬
‫ظ ُك ْم‬ ‫شآء َواْل ُم ْن َك ِر َواْلبَ ْغي يَ ِع ُ‬ ‫بى َويَ ْن َهى َع ِن اْلفَ ْح ِ‬ ‫ْتآء ذِي اْلقُ ْر َ‬ ‫ان َو ِإي ِ‬ ‫س ِ‬ ‫َواْ ِإل ْح َ‬
‫لى نِ َع ِم ِه َي ِز ْد ُك ْم‬ ‫لَ َعلَّ ُك ْم تَذَ َّك ُر ْونَ َوا ْذ ُك ُروا هللاَ اْل َع ِظي َْم َي ْذ ُك ْر ُك ْم َوا ْش ُك ُر ْوهُ َع َ‬
‫َولَ ِذ ْك ُر هللاِ أ َ ْك َب ْر‬

Anda mungkin juga menyukai