Anda di halaman 1dari 17

PENGELOLAAN TAKABONERATE SEBAGAI DESA WISATA DI SULAWESI SELATAN

Oleh :
Helen Patrecia Tiur S 26050117140032
Oseanografi B

Dosen Pengampu :
Ir. Nur Taufiq SPJ, M.AppSc.
NIP 196004181987031001

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “PENGELOLAAN
TAKABONERATE SEBAGAI DESA WISATA DI SULAWESI SELATAN” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan proposal penelitian ini adalah untuk mengetetahui dan
memberikan pengetahuan mengenai pengelolaan takbonerate sebagai desa wisata untuk
menambah kesejahteraan penduduknya. Pada kesempatan ini, penulis hendak
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril
maupun materiil sehingga proposal penelitian ini dapat selesai. Ucapan terima kasih ini
penulis tujukan kepada:
1. Bapak Dadan Ramdhani, SE, Msi, Akt selaku Dosen yang telah mendidik dan
memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.
berjuang bersama-sama penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.
Meskipun telah berusaha menyelesaikan proposal peelitian ini sebaik mungkin, penulis
menyadari bahwa proposal penelitian ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca guna
menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan proposal penelitian ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga proposal penelitian ini berguna bagi para pembaca dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Bandung, Juli 2016


Penuli
Semarang, 20 Oktober 2019
SUMMARY
Potensi wilayah pesisir Lampung barat sampai saat ini belum dikelola secara optimal,
karena pemanfaatan yang dilakukan cenderung eksploitatif dan bersifat sektoral. Oleh
karenanya dalam jangka panjang perlu dilakukan re-orientasi kebijaksanaan terhadap pola
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir. Adapun dalam proyek ini
pengelolaan wilayah dilakukan dengan mengutamakan kelestarian alam wilayah pesisir
Lampund dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dengan melakukan berbagai
pembangunan, rekontruksi dan pelatihan pada masyarakat pesisir.
Proyek pengelolaan wilayah pesisir Wilayah Lampung ini akan menghabiskan anggaran
sebesar Rp. 11.590.000.00 dengan NPV (Net Present Value) yang diperkirakan pada masa
yang akan datang yang didiskonkan pada saat ini adalah sebesar 18%. IRR (Internal Rate of
Return) pada proyek sebesar 13.17 %. PbP (Pay Back Period) proyek selama 9 tahun 6 bulan
1 hari. Berdasarkan NPV, IRR dan PbP maka proyek “Pengelolaan Wilayah Pesisir Lampung
Barat” tersebut layak untuk dijalankan.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah pesisir yang merupakan sumber daya potensial di Indonesia adalah suatu
wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Sumber daya ini sangat besar yang didukung
oleh adanya garis pantai sepajang sekitar 81.000 km . Garis pantai yang panjang ini
menyimpan potensi kekayaan sumber alam yang besar. Potensi itu diantaranya potensi hayati
dan non hayati. Potensi hayati misalnya: perikanan, hutan mangrove, dan terumbu karang,
sedangkan potensi nonhayati misalnya: mineral dan bahan tambang serta pariwisata. Di
daerah ini juga berdiam para nelayan yang sebagian besar masih prasejahtera. Keadaan pantai
di Indonesia sangat bervariasi, yaitu mulai dari pantai pasir putih-berbatu, landai-terjal,
bervegetasi-berlumpur, teduh, bergelombang yang semua ini sangat cocok dengan berbagai
peruntukannya, seperti perikanan pantai, budidaya perikanan, industri perhotelan, turisme,
dan lain-lain.
Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan 35.376,5 km2, panjang
garis pantai Lampung 1.105 km (termasuk 69 pulau kecil) dengan dua teluk besar yaitu Teluk
Lampung dan Teluk Semangka, serta 184 desa pantai dengan luas total 414.000 ha. Mengacu
pada Pasal 3 UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah, daerah Lampung memiliki luas
wilayah perairan pesisir lebih kurang 16.625,3 km2 sehingga secara keseluruhan Propinsi
Lampung memiliki luas wilayah 51.991,8 km2.
Pengelolaan berbasis masyarakat atau biasa disebut Community-Based
Management (CBM) menurut Nikijuluw 1994 dalam Zamani dan Darmawan 2000,
merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumber daya alam, misalnya perikanan, yang
meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar
pengelolaannya. Dalam sistem pengelolaan ini, masyarakat diberikan kesempatan dan
tanggung jawab dalam melakukan pengelolaan terhadap sumber daya yang dimilikinya,
dimana masyarakat sendiri yang mendefinisikan kebutuhan, tujuan dan aspirasinya serta
masyarakat itu pula yang membuat keputusan demi kesejahteraannya. Dengan demikian
pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat adalah pendekatan pengelolaan yang
melibatkan kerja sama antara masyarakat setempat dan pemerintah dalam bentuk pengelolaan
secara bersama dimana masyarakat berpartisipasi aktif baik dalam perencanaan sampai pada
pelaksanaannya.
Pemikiran ini sangat didukung oleh tujuan jangka panjang pembangunan wilayah
pesisir di Indonesia antara lain untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan
lapangan kerja dan kesempatan usaha, pengembangan program dan kegiatan yang mengarah
kepada peningkatan pemanfaatan secara optimal dan lestari sumber daya di wilayah pesisir
dan lautan, peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pantai dalam pelestarian
lingkungan, dan peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengembangan di wilayah pesisir
dan lautan.Dari beberapa tujuan tersebut di atas maka pemanfaatan secara optimal dan lestari
adalah salah satu yang menjadi pertimbangan utama di dalam pengelolaan sumber
daya. Pemanfaatan secara lestari hanya akan dicapai jika sumber daya dikelola secara baik,
proporsional dan transparan. Sumber daya yang dimaksud adalah sumber daya manusia, alam,
buatan dan sosial. Pengembangan dan pengelolaan daerah pesisir di Indonesia bukan hanya
tanggung jawab dari pemerintah pusat tetapi kewenangan tersebut telah dilimpahkan kepada
pemerintah daerah dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999 yang memberikan
kewenangan pada daerah dalam mengelola pesisir dan lautnya sejauh 12 mil untuk propinsi
dan 1/3 untuk kabupaten (UU No. 22 tahun 1999).
Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai
potensi sumber daya alam yang beraneka ragam, yang membentang di sepanjang Teluk
Lampung dengan panjang garis pantai 27,01 km dan luas wilayah pesisir 56,57 km2 . Pada
wilayah ini terkonsentrasi beragam aktivitas ekonomi, serta merupakan simpul produksi dan
distribusi barang dan jasa kepelabuhan dengan lingkup pelayanan kota, provinsi, nasional, dan
bahkan internasional. Wilayah ini telah mengalami banyak perubahan fungsi untuk dapat
memberikan manfaat dan sumbangan yang besar dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat
melalui peningkatan devisa negara. Aktivitas perekonomian tersebut yang mengkonversi
lahan pesisir dari rawa dan mangrove menjadi kawasan industri, pariwisata dan pemukiman
telah menyebabkan proses abrasi dan sedimentasi yang cukup parah.Wilayah pesisir kota
Bandar Lampung yang kaya dan berpotensi, mendorong berbagai pihak pengguna
(stakeholders) untuk mengeksploitasinya secara berlebihan sesuai dengan kepentingan
masing-masing. Ancaman terhadap status kawasan ini dapat berasal dari pencemaran perairan
laut akibat limbah domestik dan limbah industri, masalah penimbunan (reklamasi) pantai,
pola penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, serta adanya konflik pemanfaatan ruang
antara masyarakat dengan para stakeholder lainnya yang berakibat pada terjadinya konflik
sosial.Sehingga perlunya pengelolaan wilayah pesisir lampung yang bijaksana dan memenuhi
aturan agar terdapat keseimbangan antara pendapatan wilayah, pembangunan dan kelestariaan
wilayah pesisir lampung.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka pertanyaan masalah yang
diangkat dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana hasil pengelolaan wilayah pesisir Lampung?

1.3 Tujuan dan Manfaat Proyek


Secara khusus ditetapkan 4 (empat) tujuan utama penyusunan Rencana Strategis Pengelolaan
Wilayah Pesisir Lampung:
 Tujuan Pembangunan Sosial: Memulihkan dan menjamin hak dan kewajiban
masyarakat dalam mengelola sumberdaya wilayah pesisir secara berkelanjutan Š
 Tujuan Konservasi Ekologis: melindungi dan memperbaiki ekosistem wilayah pesisir
Lampung Š
 Tujuan Pembangunan Ekonomi, yaitu mengembangkan sistem pemanfaatan
sumberdaya wilayah pesisir secara optimal, efisien dan berkelanjutan Š
 Tujuan Administrasi : meminimalkan adanya konflik pemanfaatan dan kewenangan
dalam pengelolaan wilayah pesisir, sehingga dapat dicapai suatu keterpaduan dan
keberlanjutan program.
1.4 Prospek Proyek
1. Memfasilitasi Pemerintah Daerah dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan daerah
khususnya dan pembangunan nasional secara menyeluruh
2. Memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam kawasan pesisir Lampung
kepada masyrakat sekitar maupun wisatawan.
3. Mengelola sekaligus menjaga kelestarian dari sumber daya alam yang telah ada di
pesisir wilayah Lampung

1.4 Profil Wilayah Proyek


Profil Wilayah Pesisir Lampung Wilayah pesisir Lampung merupakan pertemuan antara
dua fenomena, yaitu laut (Laut Jawa dan Samudra Hindia) dan darat (pegunungan Bukit
Barisan Selatan dan dataran rendah alluvial di bagian timur propinsi ini). Wilayah pesisir ini
bermula dari daratan pasang air tinggi sampai ke pinggiran paparan benua (continental shelf).
Semua itu menunjukkan perbedaan dua dunia dengan perbedaan flora dan fauna. Fenomena
alam tersebut memberikan pengembangan proses di wilayah pesisir yang sangat unik dan
spesifik. Dengan demikian, secara ekologis wilayah pesisir ini tidak berdiri sendiri, melainkan
terpengaruh oleh faktor eksternal.
Wilayah pesisir Propinsi Lampung dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) bagian yaitu
Pantai Barat (210 km), Pantai Timur (270 km), Teluk Semangka (200 km), dan Teluk
Lampung (160 km). Keempat wilayah tersebut mempunyai karakteristik biofisik, sosial,
ekonomi, dan budaya yang berbeda. Keadaan alam daerah Lampung dapat dijelaskan sebagai
berikut: sebelah Barat dan Selatan, di sepanjang pantai, merupakan daerah yang berbukit-
bukit sebagai lanjutan dari jalur pegunungan Bukit Barisan. Di tengah-tengah merupakan
dataran rendah, sedangkan ke dekat pantai sebelah Timur, di sepanjang tepi Laut Jawa terus
ke Utara, merupakan daerah rawa-rawa perairan yang luas.
Terdapat perbedaan yang jelas antara wilayah pesisir Barat dengan wilayah pesisir Timur.
Pantai Barat merupakan jalur wilayah pesisir yang sempit, berlereng hingga terjal (cliffs;
rocky shores), sedangkan Pantai Timur merupakan hamparan peneplein atau dataran pantai
yang landai dan luas, jauh ke pedalaman. Iklim di perairan pesisir, terutama Pantai Barat
Lampung dipengaruhi oleh Samudera Hindia yang dicirikan oleh adanya angin munson dan
curah hujan yang tinggi, sekitar 2.500 - 3.000 mm/tahun. Angin berhembus dari arah Selatan
selama bulan Mei sampai September, dan dari arah yang berlawanan selama bulan November
sampai Maret. Gelombang besar di Pantai Timur dan Teluk Lampung terjadi pada bulan Juni-
November. Tinggi gelombang berkisar antara 0,50 - 1,00 meter. Pertumbuhan penduduk
mempunyai efek balik yang serius terhadap lingkungan pesisir karena migrasi dari daerah lain
terutama di tempattempat yang padat populasinya seperti Bandar Lampung (4.500 jiwa/ km2)

Gambar 1. Lokasi Daerah Pengelolaan Wilayah Pesisir Lampung Barat

1.5 Kendala Proyek


1. Biaya Survei yang cukup besar
2. Kurangnya dukungan dari masyarakat sekitar
3. Perolehan subsidi pemerintah yang disulitkan
4. Rendahnya kualitas SDM
II. GAMBARAN UMUM

2.1 Fasilitas Pengelolaan Wilayah


a. Wisata Taman Mangrove
Hutan Mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis yang hidup di dalam kawasan yang
lembab dan berlumpur serta dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove sering juga
disebut sebagai hutan pantai, hutan payau ataupun hutan bakau

Kawasan Ekowisata Hutan Mangrove adalah kawasan kegiatan wisata alam di daerah
bertanggungjawab yang memperhatikan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan
terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam, serta peningkatan pendapatan
masyarakat lokal pesisir Lampung. Kawasan Ekowisata Hutan Mangrove di direncanakan
dengan menyertakan prinsip berbasis masyarakat di dalam pengelolaannya, sehingga
masyarakat dapat berpartisipasi di dalam melestarikan dan mengelola hutan mangrove
secara layak dan berkelanjutan. Konsep perancangan yang diterapkan pada Kawasan
Ekowisata Hutan Mangrove Desa Kuala Karang yaitu konsep Hijau dan Adil (Green &
Fair). Konsep Hijau dan Adil merupakan konsep yang menjaga keseimbangan lingkungan
di kawasan ekowisata dan sekitarnya melalui upaya penyelesaian permasalahan dari aspek
ekonomi, sosial dan lingkungan dengan upaya konservasi. Pemecahan permasalahan
ekonomi, sosial dan lingkungan di dalam perencanaan dari aspek ekonomi melalui
penyediaan paket kegiatan wisata dan ruang pendukungnya berupa ruang workshop, toko,
restoran, dan kantor di kawasan ekowisata yang dibangun dengan menggunakan material
lokal. Aspek sosial, melalui penyediaan fasilitas edukasi berupa ruang kelas, galeri, ruang
workshop dan perpustakaan. Aspek lingkungan, melalui penyediaan ruang untuk kegiatan
budidaya biota laut dan hutan mangrove serta penyediaan ruang untuk antisipasi bahaya
abrasi, dan penyediaan areal untuk persemaian dan penanaman mangrove. Perencanaan
kawasan ekowisata yang mengkaji aspek sosial, ekonomi dan lingkungan bertujuan untuk
menyelesaikan permasalahan eksisting dan mendukung keberlanjutan Kawasan Ekowisata
Hutan Mangrove di Desa Kuala Karang.
b. Wisata Air
Wisata air di pesisir lampung sangat melibatkan masyrakat pesisir dalam
pengelolaannya sepeerti untuk mendapatkan wilayah atau daerah snorkeling yang sesuai
dan menarik perhatian wisatawan, penggunaan toilet dan adanya masyarakat yang
berjualan barang maupaun jasa di daerah pesisir untuk para wisatawan yang datang
berkunjung.

c. Seafood Restaurant
Bahan atau sumber makanan yang didapatkan diutamakan 100% merupakan hasil
tangkapan nelayan dan masyarakat pesisir dengan sudah adanya persetujuan penyetoran
jumlah hasil tangkapan tiap harinya yang akan dijual belikan oleh restoran sehingga lebih
menarik perhatian konsumen dengan kesegaran makanan yang dijual .
d. Penginapan Hotel
Terdapat dua pilihan penginapan dengan wilayah di darat dan pengianapan apung
diatas laut dengan design yang sederhana

2.2 Market Share


Adapun sasaran konsumen dari proyek ini adalah wisatawan dalam negeri maupun luar
negeri selain dalam memajukan Sasaran perencanaan ini adalah kepada kalangan pemerintah
dan kalangan masyarakat sekitar sebagai stakeholder dalam membantu perencanaan
pembangunan. Dengan ini kami akan mempresentasikan atau memperkenalkan perencanaan
pembangunan daerah wisata di Pesisir Lampung kepada instansi Dinas PU dan Dinas
Pariwisata guna mencapai target pasaran. Selain itu, juga perlu mengadakan sosialisasi
terhadap masyarakat setempat untuk mengetahui pembangunan daerah wisata dalam
melibatkan masyarakat sebagai stakeholder.
2.3 Sumber Daya
2.3.1 Sumber Daya Alam
Wilayah pesisir lampung sudah memberikan akomodasi yang cukup besar dalam
pembangunan proyek ini yaitu pada bidang :
a. Wisata Hutan Mangrove
Mangrove yang berkembang dengan baik akan memberikan fungsi dan keuntungan yang
besar, baik untuk mendukung sumberdaya perikanan laut dan budidaya, memberi pasokan
bahan bangunan dan produk-produk lain, maupun untuk melindungi pantai dari ancaman erosi.
Potensi mangrove di Lampung mengalami penurunan sangat drastis dalam kurun waktu 10
tahun terakhir, sebagai akibat konversi dan pembabatan hutan mangrove yang tidak terkendali.
Saat ini, hanya sekitar 2.000 ha mangrove yang tersisa dari 20.000 ha mangrove yang pernah
ada (tahun 1990-an). Menumbuh-kembangkan luasan mangrove merupakan tantangan bagi
masyarakat Lampung, untuk meningkatkan manfaat mangrove bagi kehidupan.
b. Wisata Air dan Taman Konservasi
Wilayah pesisir Lampung dicirikan dengan produktifitas ekosistem yang tinggi, sehingga
dapat mendukung kegiatan perekonomian Propinsi Lampung selama ini. Ditinjau dari segi
ekonomi, sumberdaya alam dan jasa lingkungan pesisir Lampung cukup tahan terhadap
pengaruh krisis total yang melanda negara ini. Terumbu karang, terutama di Teluk Lampung,
merupakan aset sumberdaya alam pesisir yang mampu menopang kelestarian perikanan serta
jasa lingkungan, baik keindahannya maupun fungsi perlindungan pantainya, merupakan
kekuatan yang spesifik untuk menunjang perekonomian di propinsi ini. Hasil survei (CRMP,
1998) menunjukkan bahwa potensi terumbu karang sebagai obyek wisata dan habitat ikan
masih cukup besar, dengan penutupan lebih dari 50% di kawasan Teluk Lampung.
c. Seafood Restaurant
Penangkapan ikan di laut merupakan kegiatan ekonomi yang penting untuk propinsi
ini, karena kontribusinya dalam penyediaan protein hewani. Produksi perikanan laut yang
didaratkan di Teluk Lampung sekitar 51.000 ton/tahun, di Pantai Timur sekitar 43.000
ton/tahun, dan di Pantai Barat sekitar 10.000 ton/tahun (data 1997). Pemanfaatan sumberdaya
ikan di perairan Pantai Barat diduga baru mencapai 62 %, sehingga peluang pengembangan
perikanan tangkap di perairan ini masih besar apalagi untuk daerah lepas pantai dan ZEE.
Sampai saat ini, perairan Pantai Barat merupakan habitat berbagai jenis lobster (Panulirus
spp.) yang merupakan produk dari nelayan lobster di Pantai Barat.
2.3.2 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia adalah tenaga kerja yang tersedia, termasuk jumlah dan
pengetahuan mereka, keterampilannya, dan kemampuannya. Pendidikan merupakan
instrumen yang penting bagi setiap bangsa untuk meningkatkan daya saingnya antar Negara
bahkan antar masyarakat. Rendahnya pendidikan masyarakat pesisir juga berpengaruh
terhadap tingkat kesehatan masyarakat, dan ternyata permasalahannya sama dengan proses
pendidikan. Secara keseluruhan pengembangan tingkat pendidikan dan kesehatan tersebut
sangat tersendat-sendat karena sangat minimnya sarana dan prasarana pendidikan dan
kesehatan yang tersedia di wilayah pesisir.Sehingga dibutuhkan berbagai pelatihan dan
endidikan yang akan menunjan pengelolaan wilayah pesisir Lampung agar masyarakat pesisir
dapat menjadi peluan sumber daya manusia yang utama dalam pengelolaan wilayah pesisir ini
dan tewujudkanya tujuan proyek ini untuk memajukan taraf hidup masyarakat pesisir
Lampung.
III. PEMBAHASAN
Potensi wilayah pesisir Lampung barat sampai saat ini belum dikelola secara optimal,
karena pemanfaatan yang dilakukan cenderung eksploitatif dan bersifat sektoral. Oleh
karenanya dalam jangka panjang perlu dilakukan re-orientasi kebijaksanaan terhadap pola
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir. Salah satu tahapan dalam re-
orientasi tersebut adalah diperlukan adanya perencanaan strategis sebagai acuan dalam
pendayagunaan dan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir. Rencana Strategis Pengelolaan
wilayah Pesisir disusun dengan mengacu kepada kebijakan-kebijakan pembangunan daerah
yang merupakan penjabaran dari kebijakan pembangunan nasional.
Sesuai dengan letak geografisnya, wilayah pesisir Lampung memiliki keragaman
potensi sumberdaya pesisir dan laut. Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam
pendayagunaannya maka perlu ada satu keterpaduan pengelolaan. Secara khusus terdapat 3
(tiga) jenis keterpaduan yang diharapkan dalam implementasi konsep pengelolaan wilayah
pesisir terpadu, yaitu : 1) keterpaduan sistem (dimensi spasial dan temporal), 2) keterpaduan
fungsi (harmonisasi antar lembaga), dan 3) keterpaduan kebijakan (konsistensi program
daerah dan pusat).
Secara kelembagaan, usaha pengembangan wilayah pesisir propinsi ini memiliki
beberapa kekuatan. Dengan dasar UU No. 22 tahun1999, kewenangan daerah akan menjadi
lebih besar dalam mengurus wilayahnya sendiri.Adanya komitmen instansi terkait, seperti
Bappeda, Dinas Perikanan, Kehutanan, Bapedalda, PU Pengairan dan Perguruan Tinggi
dikoordinasikan oleh Bappeda untuk melaksanakan pengembangan di wilayah pesisir,
merupakan kekuatan yang dapat diandalkan baik di tingkat propinsi maupun di tingkat
kabupaten/kota. Komitmen dari institusi pemerintah yang ingin membangun bersama wilayah
pesisir bersama dengan stakeholders dari non-pemerintah, diharapkan masing-masing instansi
terkait akan membuat program yang terpadu dalam pengelolaan wilayah pesisir Lampung.
Habitat penting di sepanjang pesisir Lampung meliputi mangrove, terumbu karang,
padang lamun, pantai berpasir dan hutan pantai. Pantai Barat hampir seluruhnya didominasi
oleh pantai berpasir, hutan pantai tipe Barringtonia, dengan sisipan tanaman perkebunan
rakyat, dan dataran rendah berhutan Meranti (Dipterocarpaceae) sebagai kelanjutan dari
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Lebar luasan mangrove yang tersisa
bervariasi dari 0 hingga 100. Hamparan vegetasi mangrove di kawasan ini membujur dari
daerah Way Sekampung bagian Selatan hingga ke Utara sampai ke perbatasan Taman
Nasional Way Kambas (TNWK). Terumbu karang jenis karang tepi (fringing reefs) terdapat
di Teluk Lampung, Teluk Semangka dan Pantai Barat. Terumbu karang tersebar (patch reefs)
tumbuh dengan baik pada kedalaman 10-17 meter dan dapat dijumpai di sisi barat Teluk
Lampung. Ada sekitar 213 jenis karang keras di perairan sekitar Selat Sunda (termasuk
kepulauan Krakatau, Teluk Lampung, pulau-pulau di pesisir barat Pulau Jawa). Terumbu
karang di Teluk Lampung sangat mendukung usaha-usaha perikanan yang produktif, sehingga
sekitar 1.600 bagan menggantungkan penghasilannya dari keberadaan terumbu karang.
Dengan kayanya sumber daya alam di wilayah pesisir Lampung dan masih banyaknya
masyrakat yang hidup di daerah pesisir memberi harapan besar dalam kemajuan wilayah
pesisir Lampung.
IV. STUDI KELAYAKAN
4.1 Investasi
No Item Jumlah Total
1 Wisata Air 1 Rp 100,000,000.00
2 Wisata Hutan Mangrove 1 Rp 120,000,000.00
3 Restaurant Seafood 2 Rp 350,000,000.00
4 Penginapan Apung 1 Rp 2,220,000,000.00
5 Hotel 1 Rp 8,000,000,000.00
6 Transport 2 Rp 600,000,000.00
7 Taman Konservasi Laut 1 Rp 200,000,000.00
Total Rp 11,590,000,000.00

4.2 Biaya Operasional


BIAYA OPERASIONAL
No. Item Harga Jumlah Total 1 Tahun Total Harga
1 Pajak Rp 250,000.00 1
2 ATK Rp 2,500,000.00 1 Rp 2,500,000.00 12 Rp 30,000,000.00
3 Transport Rp 2,000,000.00 2 Rp 4,000,000.00 12 Rp 48,000,000.00
4 Listrik Rp 20,000,000.00 1 Rp 20,000,000.00 12 Rp 240,000,000.00
5 Telp Rp 3,000,000.00 2 Rp 6,000,000.00 12 Rp 72,000,000.00
6 Air Rp 15,000,000.00 1 Rp 15,000,000.00 12 Rp 180,000,000.00
7 Wifi Rp 3,500,000.00 4 Rp 14,000,000.00 12 Rp 168,000,000.00
8 Biaya Perawatan Rp 20,000,000.00 1 Rp 20,000,000.00 12 Rp 240,000,000.00
9 Logistik Rp 3,000,000.00 1 Rp 3,000,000.00 12 Rp 36,000,000.00
10 Teknisi Rp 1,500,000.00 4 Rp 6,000,000.00 8 Rp 48,000,000.00
11 Security Rp 1,300,000.00 7 Rp 9,100,000.00 12 Rp 109,200,000.00
12 office boy Rp 1,200,000.00 17 Rp 20,400,000.00 12 Rp 244,800,000.00
13 cheff Rp 3,500,000.00 5 Rp 17,500,000.00 12 Rp 210,000,000.00
14 kepala bagian Rp 5,000,000.00 6 Rp 30,000,000.00 12 Rp 360,000,000.00
15 bendahara bagian Rp 4,500,000.00 6 Rp 27,000,000.00 12 Rp 324,000,000.00
16 Pemasaran Rp 3,000,000.00 3 Rp 9,000,000.00 12 Rp 108,000,000.00
Total Rp 20,000,000.00 48 Rp 119,000,000.00 80 Rp 1,404,000,000.00

4.3 Income
INCOME
No. Item Nilai 1 Tahun Nilai total
1 APBD Rp 2,500,000,000.00 Rp 2,500,000,000.00
2 Tiket masuk Rp 25,000.00 tahun Rp 9,125,000.00
3 Sewa Kapal Hutan Mangrove Rp 50,000.00 tahun Rp 182,500,000.00
4 Pendapatan Restaurant Rp 1,250,000.00 tahun Rp 456,250,000.00
5 Sewa Penginapan Apung Rp 3,000,000.00 tahun Rp 1,095,000,000.00
6 Sewa Hotel Rp 4,500,000.00 tahun Rp 1,642,500,000.00
7 Tiket Masuk Konservasi Rp 30,000.00 tahun Rp 10,950,000.00
Total Rp 5,896,325,000.00
4.4 Cash Flow
Tahun Investasi Inv df 8 Operational Cost C df 8% Income B df 8 % Net Benefit DF 18% PV 18% DF 8% PV 8%
0 6,954,000,000 6,954,000,000 6,954,000,000 0 0 (6,954,000,000) 1.00 (6,954,000,000.00) 1 (6,954,000,000)
1 4,636,000,000 4,292,592,593 702,000,000 4,942,592,593 0 0 (5,338,000,000) 0.85 (4,523,728,813.56) 0.925926 (4,942,592,593)
2 1,404,000,000 1,203,703,704 5,306,692,500 4549633488 3,902,692,500 0.72 2,802,852,987.65 0.857339 3,345,929,784
3 1,404,000,000 1,114,540,466 2,948,162,500 2340346444 1,544,162,500 0.61 939,824,969.93 0.793832 1,225,805,978
4 1,404,000,000 1,031,981,913 3,537,795,000 2600384938 2,133,795,000 0.52 1,100,587,722.85 0.73503 1,568,403,025
5 1,404,000,000 955,538,809 4,127,427,500 2809057803 2,723,427,500 0.44 1,190,435,259.99 0.680583 1,853,518,995
6 1,404,000,000 884,758,156 4,717,060,000 2972547940 3,313,060,000 0.37 1,227,261,915.19 0.63017 2,087,789,784
7 1,404,000,000 819,220,515 4,717,060,000 2752359204 3,313,060,000 0.31 1,040,052,470.50 0.58349 1,933,138,689
8 1,404,000,000 758,537,514 4,717,060,000 2548480744 3,313,060,000 0.27 881,400,398.73 0.540269 1,789,943,230
9 1,404,000,000 702,349,550 4,717,060,000 2359704393 3,313,060,000 0.23 746,949,490.45 0.500249 1,657,354,843
10 1,404,000,000 650,323,657 4,717,060,000 2184911475 3,313,060,000 0.19 633,008,042.75 0.463193 1,534,587,818
11,590,000,000.0 11,246,592,592.6 13,338,000,000.0 20,017,546,876.7 39,505,377,500.0 25,117,426,429.7 14,577,377,500.0 NPV 18% (4,765,454,873.93) NPV 8% 5,099,879,553

Σ Tp-1 15,461,884,328 IRR 13.17%


Tp-1 9 NB 8% (+) 16,996,472,146
PbP 6.253 NB 8% (-) (11,896,592,593)
Year 9 NBC 8% 1.42868
Months 5
Days 30.5
Hours 20
Analisis kelayakan finansial adalah alat yang digunakan untuk mengkaji kemungkinan
keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman modal. Tujuan dilakukan analisis
kelayakan finansial adalah untuk menghindari ketelanjuran penanaman modal yang terlalu
besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Aspek finansial berkaitan dengan
penentuan kebutuhan jumlah dana dan sekaligus alokasinya serta mencari sumber dana yang
berkaitan secara efisien sehingga memberikan keuntungan maksimal. Untuk menghitung
NPV diperlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya operasi, dan pemeliharaan serta
perkiraan manfaat/benefit dari proyek yang direncanakan. NPV pada proyek ini mempunyai
nilai positif pada present value sebesar 8% dan negative pada present value 18%. Hal tersebut
berarti pada present value sebesar 8% maka proyek dapat dijalankan, karena memberikan
keuntungan pada perusahaan. Sedangkan pada present value 18%, maka proyek tersebut tidak
dapat dijalankan dan investasi yang diberikan memberikan kerugian bagi perusahaan.
Internal Rate of Return (IRR) merupakan metode penilaian kelayakan proyek dengan
menggunakan perluasan metode nilai sekarang. Pada posisi NPV = 0 akan diperoleh tingkat
persentase tertentu. Proyek dinilai layak jika IRR lebih besar dari persentase biaya modal
(bunga kredit) atau sesuai dengan persentase keuntungan yang ditetapkan oleh investor, dan
sebaliknya, proyek dinilai tidak layak jika IRR lebih kecil dari biaya modal atau lebih rendah
dari keinginan investor. pada proyek ini yaitu sebesar 13,17 %. IRR tersebut berarti pada nilai
present value 13,17 %. Dalam hal lain berarti proyek tersebut dapat dijalankan ataupun layak,
karena nilai IRR bernilai positif
PBP (Pay Back Period) merupakan jangka waktu periode yang diperlukan untuk
membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan dalam investasi suatu proyek
dengan hasil yang diperoleh oleh investasi tersebut. Alasan dasar metode payback period
adalah semakin cepat suatu investasi dapat ditutup kembali maka semakin diinginkan
investasi tersebut. Pada proyek ini yaitu selama 9 tahun 6 bulan 1 hari. Jadi pengembalian
investasi yang diberikan akan selesai pada tahun ke 9 tahun 6 bulan 1 hari.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data dan rencana proyek pengelolaan wilayah Pesisir Lampung Barat dapat
disimpulkan bahwa :
1. Pengelolaan Wilayah Pesisir Lampung Barat dapat dilakukan karena dari hasil
perhitungan proyek ini layak dengan nilai IRR sebesar 13,17 %
2. Kekeayaan sumberdaya alam wilayah Lampung Barat memiliki peran besar besar
dalam pengelolaan wilayah pesisir
3. Pembangunan wisata daerah pantai Anyer sesuai perhitungan menghasilkan Payback
Period yaitu 9 Tahun 6 Bulan 1 Hari.

Anda mungkin juga menyukai