Anda di halaman 1dari 9

Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkatNya saya dapat
menyelesaikan tugas Critical Book Review (CBR) untuk pemenuhan tugas Dasar Perencanaan
dan Rekayasa Lingkungan tanpa suatu halangan apapun.
Dalam kesempatan ini tidak lupa saya mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen
kami yaitu bapak Dr.Rachmat Mulyana, M.Si dan ibu Ir. Siti Zulfa, M.Si selaku dosen pengampu
mata kuliah Dasar perancangan dan Rekayasa Lingkungan yang telah membina dan
mengarahkan saya untuk dapat menyelesaikan tugas ini dengan hasil yang baik dan tepat waktu.
Saya juga berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam penyusunan
CBR ini.
Mengingat bahwa manusia memiliki kelebihan maupun kekurangan dalam mengerjakan
sesuatu hal, maka saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca.

Medan, Oktober 2019

Nicolaus Igansius Marbun


Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sering kali kita bingung memilih buku referensi untuk kita baca dan pahami. Terkadang kita
memilih satu buku, namun kurang memuaskan hati kita. Misalnya dari segi analisis bahasa,
pembahasan mengenai kepemimpinan. Oleh karena itu, kami membuat Critical Book Review
untuk mempermudah pembaca dan memilih referensi terkhusus pada pokok pembahasan
mengenai Dasar Perencanaan dan Rekayasa Lingkungan .

B. Tujuan Penulisan CBR

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Perencanaan dan Rekayasa Lingkungan

2. Mengulas dua buku yang di kritik

3. Membandingkan isi buku

4. Mencari dan mengetahui informasi yang ada didalam buku

C. Manfaat Penulisan CBR

1. Untuk memahami materi yang ada didalam buku

2. Melatih kemampuan penulis dalam mengkritik buku

3. Mengajak pembaca untuk tanggap terhadap materi penting dari buku ini.

BAB II
ISI BUKU

A. Identitas Buku

Buku Utama

Judul : Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota

Pengarang : Prof. Dr. Ir. Budhy Tjahjati S. Soegijoko

Penerbit : ANDI

Tahun Terbit :1997

Kota Terbit : Yogyakarta

Edisi : Pertama

Isbn : 979-533-458-1

Buku Pembanding

Judul :

Pengarang :

Penerbit :

Tahun Terbit :

Kota Terbit :

Edisi :

Isbn :
B. Ringkasan Buku Utama

BAB I ( Sumberdaya Alam, Teknologi dan Manusia di Perkotaan)

Gebrakan yang paling mutakhir dari walikotamadya Semarang tentang bentuk


"hutan kota" seluas lebih dari 50 hektar, sungguh sangat melegahkan hati. Kasus serupa
terjadi juga di Jakarta, Bandung dan berbagai kota besar lain yang pengelola
pembangunannya mengidap obsesi berlebihan terhadap modernisasi dari lingkungan
binaan nya dengan bilamana perlu mengorbankan elemen lamanya

Tersirat kesan, modernisasi kota dilambangkan semata-mata dengan


pembangunan gedung-gedung baru yang serbah canggih dan pintar, pembuatan jalan
tol, jalan layang dan lebaran jalan. Aspek pelestarian alam maupun konservasi
lingkungan cenderung dilecehkan, padahal pembangunan dan pelestarian sepatutnya
dilihat ibarat "kembar siam" atau dua muka dari keping uang yang sama, bukan dipilih
salah satu saja.

Seorang rekan dosen arsitek pertamanan pernah mencoba menghitung-hitung


berapa sebetulnya harga sebuah pohon. Hasilnya cukup mengejutkan, karena ternyata
tidak murah. Berlandaskan pada standar ISTEM yang menetapkan patokan harga 40
dolas AS untuk setiap inci persegi dari potongan batang pohon, diperoleh angka untuk
pohon asam yang ukuran diameter batangnya sudah mencapai 70 cm, seharga lebih dari
15 juta rupiah. Sedangkan pohon beringin yang batang nya berdiameter 1 meter akan
mencapai tingkat harha tidak kurang dari 32 juta rupiah. Itupun baru dari harga nominal
sebagai pohon biasa pada umumnya, belum lagi harga simbolis atau nilai spiritual yang
disandang oleh pohon tersebut

Kehadiran pohon dalam lingkungan kehidupan manusia khususnya di perkotaan,


memeberikan nuansa kelembutan tersendiri. Perkembangan kota yang lazimnya di
warnai dengan aneka rona kekerasan dalam arti harfiah atau kiasan, sedikit banyak
dapat dilunakkan dengan elemen alamiah seperti air dan aneka tanaman. Bila kita
perhatikan jalan layang maupun jembatan penyebrangan di Singapura, boleh dikata
tidak ada yang dibiarkan telanjang memperlihatkan kekerasan betonnya. Hampir
semuanya terhias dengan tanaman menjalar, merambat dan menempel yang berwarna-
warni sangat indah. Penghijauan tidak hanya dalam arah horizontal belaka, melainkan
juga yang berarah vertikal, misalnya pada bangunan - bangunan pancakar langit sampai
dengan taman - taman di atapnya

Sejak zaman primitif manusia telah melakukan "serangan" terhadap lingkungan


alam dengan api, air, dan alat-alat buatannya. Akan tetapi sampai dengan kurang lebih
seabad yang lalu, serangan tersebut hanya berlangsung pada tempat yang terbatas dan
dengan langkah gradual yang pelan. Hubungan manusia dengan alam masih terasa
akrab dengan pola yang disebut I-Thou

Sekarang ini kegiatan manusia telah sampai pada taraf "memperkosa" alam.
Keberingasannya memanfaatkan sumber daya alam secara drastis telah melampaui
kapasitas proses alami dalam pengembalian kesuburan tanah, yang nota bene
pembentukan nya telah memakan waktu ribuan tahun. Hubungan manusia dengan alam
mulai berubah tidak lagi akrab tetapi terkesan eksploitatif, nyaris bermusuhan, dengan
pola yang disebut I-It

Lahan merupakan benda yang banyak dicari tetapi sedikit dimengerti oleh manusia.
Hampir selalu lahan dilihat sebagai pemuas kebutuhan atau bahkan keserakahan
manusia akan ruang kehidupan nya. Tidak sebagai etentitas kehidupan atau sebagai
sumber daya yang terbatas dan seringkali yang sangat menentukan dalam perencanaan
dalam penggunaan lahan adalah pertimbangan ekonomis yang biasanya berjangka
pendek

Selain lahan atau tanah, yang tak kalah penting adalah air "Everything originated in
the water.Everything is sustained by water". Tanpa air, seluruh gerak kehidupan akan
berhenti. Dua pertiga tubuh manusia terdiri dari air, dan 70% permukaan bumi tertutup
oleh air yang ada di dunia ini adalah air asin, dan sepertiga sisanya yang tidak asin
membeku dalam bentuk es atau glacier. Tidak heran jika sampai saat ini masih banyak
juga manusia, binatang dan tanaman yang mati kehausan atau kekeringan. Yang terasa
ironis adalah bahwa kekeringan datang silih berganti dengan banjir. Berarti pada suatu
saat kekurangan air, tetapi pada saat yang lain justru kelebihan air. Mestinya manusia
bisa mengatur sedemikian hingga sepanjang waktu bisa kecukupan air, tidak kurang dan
tidak lebih.

Selain lahan dan air, ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak kalah penting tetapi
sering terlupakan atau dianggap sepele adalah udara. Padahal tanpa udara takkan
pernah ada kehidupan. Penting nya udara sering terabaikan terutama karena sampai
kini kita masih bisa memperolehnya tanpa harus mengeluarkan uang dari kocek kita
sendiri sepeserpun

BAB II ( Kebijakan Strategi dan Rencana Tata Ruang)

Sampai saat ini boleh dikata masih belum juga sama sekali jelas, siapa
sesungguhnya yang memiliki kewenangan penuh dalam penyusunan rencana tata ruang.
Setiap instansi, baik di tingkat pusat maupun daerah, seolah absah saja melakukan
kegiatan penataan ruang dengan visi masing - masing, menggunakan kaca mata kuda.
Terkesan kurang adanya kepedulian pada apa yang dilakukan oleh instansi lain yang
terkait, kemubaziran lantas tidak terelakkan, saking banyaknya tumpang tindih. Menilik
kenyataan bahwa dalam masyarakat modern yang jamak takkan pernah terdapat
struktur tunggal yang serba rapi tanpa friksi, penataan yang berkonotasi fisik (spasial)
seyogyanya di perkaya dengan wawasan nir-fisik (kultural). Asumsi bahwa masyarakat
akan selalu bertindak rasional, dari sudut pandang perencana dan penentu kebaikan,
acapkali terbukti meleset. Beberapa tahun terakhir ini, teori perencanaan kota dan
daerah bertubi-tubi di kecam, karena terlepas secara diameteral dari teori proses
pembangunan yang berangkat dari pemahaman terhadap perilaku masyarakat yang
hidup di dunia nyata. Penyajian gagasan perencanaan yang prosedural menggunakan
analisis sistem dengan metode kuantatif yang canggih dan penampilan teknis serta
kemasan yang kemilau, seolah jauh lebih penting daripada bobot kepentingan
masyarakat yang terkandung dalam substansi perencanaan nya.
Bila kita simak pertumbuhan apartemen dan kondominum mewah di pusat-pusat
kota, akan nampak sekali betapa kontras nya dengan lingkungan permukiman atau
kampung kumuh yang menjamur di periferi kota. Kecenderungan terperasnya penduduk
kota berpenghasilan rendah di pinggirin kota, memang terkadang sulit dihindari akibat
harga lahan yang kian meroket. Pada saat yang hampir bersamaan dengan merebaknya
apartemen, kondominum dan superblok di pusat kota, bermunculan pulalah kota-kota
baru di sekitar kota Jakarta

Penyusunan strategi nasional pengembangan perkotaan (SNPP) dilatar belakangi


oleh indikasi kekurang berhasilan rencana pengembangan perkotaan konvensional /
tradisional, dalam hal sebagai berikut

a. Rencana kota kurang mendukung tujuan pengembangan nasional ; ada


kesenjangan antara aspirasi nasional yang makro, perencanaan regional yang
meso dan perencanaan lokal yang mikro

b. Landasan konseptualnya terpancang pada aspek fisik/spatial yang sempit ;


sehingga timbul kesulitan dalam pelaksanaannya

c. Program investasi (sumber dana) dan kelembagaan tidak banyak di sentuh, pada
hal kedua hal tersebut berperan kunci dalam menunjang keberhasilan
perencanaan.

Di tambah dengan kenyataan semakin terbatasnya sumber dana, yang berarti kota-kota tidak
akan tumbuh bersamaan pada tingkat kecepatan yang seragam, dirasakan sekali perlunya SNPP
sebagai suatu wahana untuk panduan, acuan dan penentuan prioritas agar pembangunan
perkotaan dapat berlangsung secara efesien dan mengena sasaran

Anda mungkin juga menyukai