NIM : 1803010161
Prodi : Teknik Sipil (C)
Merantau memang sudah menjadi tradisi rakyat Indonesia, apalagi sebagian daerah
sudah menjadikan merantau sebagai budaya khas daerah itu, seperti Sumatra Barat. Merantau
bukan lah hal yang mudah, karena pindah ke daerah yang baru itu memang butuh perjuangan.
Mulai dari beradaptasi dengan lingkungan baru, orang baru, bahkan bahasa dan budaya yang
baru. Untuk beradaptasi itu lah yang membutuhkan energi, kadang hal yang biasa kita lakukan
di daerah kita menjadi hal yang aneh dan tabu bagi masyarakat baru kita di rantau.
Memang itulah yang dirasakan oleh perantau di seluruh negeri, mereka meninggalkan
kampung halaman untuk menimba ilmu dan berbagai urusan lainnya. Dan jika ditanyakan
kepada orang itu apakah saat pertama kali merantau merasa sedih? Pasti semuanya menjawab
sedih, namun jika ditanya apakah mereka beruntung pergi merantau? Pasti kebanyakan orang
akan menjawab beruntung. Kenapa kita pergi merantau dikatakan beruntung? Padahal
merantau itu kan tidak enak, jauh dari orang tua, jika ada masalah tidak ada keluarga yang akan
membantu dirantau, semua itu hanya alasan bagi orang yang takut untuk keluar dari tempat
nyaman mereka di kampung halaman.
Saya sebagai pelajar perantau mendapatkan banyak keuntungan ketika pergi merantau
untuk menimba ilmu, keuntungannya adalah sebagai berikut :
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek
bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi
tidak akan merugikanmu; engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal
engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak
mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya
yang tidak enak.” HR. Bukhari
“(Yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku.
Dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku. Dan apabila aku sakit,
Dialah Yang menyembuhkan aku. Dan Yang akan mematikan aku. Kemudian akan
menghidupkan aku (kembali). Dan yang amat kuinginkan akan mengampuni
kesalahanku pada hari kiamat”. (QS. As Syu’ara [26] : 78 – 82)
Ibarat kata Imam Syafii R.A bahwa singa yang tak pernah keluar dari kandang
tak akan pernah memangsa, dan anak panah yang tak lepas dari busurnya tak akan
pernah melukai dan air yang tak mengalir tak akan pernah bisa menjadi jernih. Imam
Syafii menyadari akan pentingnya merantau, oleh sebab itu beliau menyemangati
muridnya dengan kalimat tersebut.