Anda di halaman 1dari 2

Nama : Aditya Wardana

NIM : 1803010135
Kelas : C

Hikmah Di Balik Musibah

Seluruh umat manusia yang hidup di dunia ini tidak akan terlepas dari cobaan atau
musibah yang menimpa mereka baik itu musibah yang ringan maupun yang berat yang
datang kapan saja. Musibah berasal dari kata ashaaba, yushiibu, mushiibatan yang berarti
segala yang menimpa pada sesuatu baik berupa kesenangan maupun kesusahan. Namun,
umumnya dipahami musibah selalu identik dengan kesusahan. Padahal, kesenangan yang
dirasakanpun dapat dikatakan musibah juga. Dengan musibah, Allah SWT hendak menguji
siapa yang paling baik amalnya.
''Sesungguhnya kami telah jadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya,
karena Kami hendak memberi cobaan kepada mereka, siapakah di antara mereka yang paling
baik amalnya.'' (Q.S. Al-Kahfi (18 ) : 7). Ada tiga golongan manusia dalam menghadapi
musibah. Pertama, yaitu orang-orang yang menganggap bahwa musibah adalah sebagai
hukuman dan azab kepadanya. Sehingga, ia selalu merasa sempit dada dan selalu mengeluh.
Contohnya jika seseorang mendapatkan cobaan hilangnya semua kekayaannya sehingga ia
menjadi orang yang sangat miskin. Tindakan yang dilakukan orang tersebut tidak ingin
bekerja keras dan uring uringan karena didalam hatinya sudah diisi oleh keputus asaan yang
disebabkan hartanya benda yang dimilikinya hilang seketika. Ia selalu mengeluh kepada
orang orang terdekatnya, sehingga ia tidak menyerahkan semua musibahnya kepada Allah
SWT.
Kedua, yaitu orang-orang yang menilai bahwa musibah adalah sebagai penghapus
dosa atau bisa disebut golongan orang orang yang menghadapi musibah dengan kesabaran. Ia
tidak pernah menyerahkan apapun yang menimpanya kecuali kepada Allah SWT. Orang yang
sabar dalam menghadapi musibah senantiasa berdoa agar Allah menyingkirkan dan
meringankan musibah yang menimpanya. Golongan yang terakhir yaitu, golongan orang-
orang yang meyakini bahwa musibah adalah ladang peningkatan iman dan takwanya. Orang
yang seperti ini selalu tenang serta percaya bahwa dengan musibah itu Allah SWT
menghendaki kebaikan bagi dirinya.
Musibah yang dijatuhkan kepada manusia ada dua macam yaitu musibah dunia dan
musibah akhirat. Musibah dunia salah satunya ialah ketakutan, kelaparan, kematian, dan
sebagainya sebagaimana Allah SWT jelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 155. ''Dan pasti
akan kami uji kalian dengan sesuatu dari ketakutan, dan kelaparan, dan kekurangan harta dan
jiwa dan buah-buahan, dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.'' Adapun
musibah akhirat adalah orang yang tidak punya amal saleh dalam hidupnya, sehingga jauh
dari pahala. Rasulullah SAW pernah bersabda, ''Orang yang terkena musibah, bukanlah
seperti yang kalian ketahui, tetapi orang yang terkena musibah yaitu yang tidak memperoleh
kebajikan (pahala) dalam hidupnya.''
Orang yang terkena musibah berupa kesusahan di dunia, Contoh musibah di dunia
yaitu berupa kecelakaan kendaraan misalnya kecelakaan kereta dan menyebabkan banyak
korban jiwa. Maka keluarga yang ditinggalkan oleh keluargnya yang menjadi korban
kecelakaan tersebut harus menghadapinya dengan kesabaran, ikhtiar, dan tawakal kepada
Allah SWT, sehingga mereka dapat dikatakan tidak terkena musibah. Tetapi justru yang di
dapatkan adalah pahala. Baik pula untuk korban yang selamat dan hanya luka kecil harus
menghadapi musibah tersebut dengan bersyukur kepada Allah SWT karena masih diberi
kesempatan masih merasakan kehidupan di dunia ini.
Sebaliknya, musibah kesenangan selama hidupnya, jika ia tidak pandai
mensyukurinya, maka itulah musibah yang sesungguhnya. Karena, bukan pahala yang ia
peroleh, melainkan dosa. Contohnya jika kita diberikan rizeki yang selalu datang tidak ada
habis habisnya. Tetapi kita tidak mensyukurinya dan tidak dekat dengan Allah SWT itulah
yang dikatakan musibah berupa kesenangan.
Berkenaan dengan hal tersebut, dalam hadis Qudsi Allah SWT berfirman, ''Demi
keagungan dan kemuliaan-Ku, Aku tiada mengeluarkan hamba-Ku yang Aku inginkan
kebaikan baginya dari kehidupan dunia, sehingga Aku tebus perbuatan-perbuatan dosanya
dengan penyakit pada tubuhnya, kerugian pada hartanya, kehilangan anaknya. Apabila masih
ada dosa yang tersisa dijadikan ia merasa berat di saat sakaratul maut, sehingga ia menjumpai
Aku seperti bayi yang baru dilahirkan.”

Anda mungkin juga menyukai