Anda di halaman 1dari 8

Sebagai manusia, kadang kadang kita diberikan rasa sakit melalui penyakit, melalui perasaan yang terluka ataupun

melalui musibah yang kita lihat yang terjadi terhadap sesama kita yang lain, maupun yang meniumpa diri kita sendiri. Semua kejadian itu merupakan ujian keimanan bagi kita sebagai makhlukNya yang kelak akan mempertanggung jawabkan semua amalan kita diakhirat kelak. Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (QS An Nisaa 4 : 79) Ibnu Katsir mengatakan bahwa makna : Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah adalah dari karunia dan kasih sayang Allah subhanahu wataala. Sedangkan makna dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Berarti dari dirimu sendiri dan dari perbuatanmu sendiri, sebagaimana firman-Nya : Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS Asy Syuura 42 : 30) Sebenarnya ujian itu diberikan Allah hanyalah untuk orang orang yang beriman, untuk diketahui apakah benar dia telah beriman kepada Allah dan masih beriman saat dia diuji dengan suatu kejadian yang tidak menyenangkan? Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan, sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS At Taubah 9 : 16) Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi? (QS Al Ankabuut 29 : 2) Karena itulah, sebenarnya musibah atau bencana yang menimpa orang yang beriman yang tidak lalai dari keimanannya, sifatnya adalah ujian dan cobaan. Allah ingin melihat bukti keimanan dan kesabaran kita. Jika kita bisa menyikapi dengan benar, dan mengembalikan semuanya kepada Allah, maka Allah akan memberikan pertolongan dan rahmat sesudah musibah atau bencana tersebut. Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan (QS Ali Imraan 3 : 186) Sebaliknya bagi orang-orang yang bergelimang dosa dan kemaksiatan, bencana atau musibah yang menimpa, itu adalah siksa atau azab dari Allah atas dosa-dosa mereka. Apabila ada orang yang hidupnya bergelimang kejahatan dan kemaksiatan, tetapi lolos dari bencana atau musibah, maka Allah sedang menyiapkan bencana yang lebih dahsyat untuknya, atau bisa jadi ini merupakan siksa atau azab yang

ditangguhkan, yang kelak di akhirat-lah balasan atas segala dosa dan kejahatan serta maksiat yang dilakukannya. Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab. (QS Al Mumin 40 : 40) Sesungguhnya kita telah punya jawabannya dari ayat-ayat Alquran. Ketika Allah membinasakan suatu kaum, di satu sisi hal tersebut adalah azab yang Allah timpakan kepada mereka lantaran kekufuran mereka kepada Allah swt. Namun, di sisi lain itu merupakan ujian bagi kaum yang beriman, supaya mereka lebih dapat meningkatkan keimanannya kepada Allah swt. Contoh, kisah Nabi Nuh a.s. yang dipaparkan Allah dalam surat ayat 25-49. Di sana Allah mengisahkan kaum Nabi Nuh senantiasa ingkar dan tidak mau beriman kepada Allah swt., maka Allah timpakan azab kepada mereka berupa banjir yang sangat besar. Bahkan, Alquran menggambarkan banjir itu datang dengan gelombang seperti gunung. (Hud: 42). Peristiwa ini jika dilihat dari satu sisi adalah azab yang Allah timpakan kepada kaum Nabi Nuh karena keingkaran dan kekufuran mereka. Namun di sisi yang lain peristiwa itu adalah ujian dan cobaan sekaligus rahmat bagi orang-orang beriman yang mengikuti Nabi Nuh. Bagi Nabi Nuh sendiri, kejadian tersebut merupakan ujian berat. Karena dengan mata kepalanya sendiri dari bahtera yang dinaikinya, ia menyaksikan anak kandungnya lenyap ditelan ombak besar (Hud: 43). Orang tua mana yang tega melihat anaknya meregang nyawa ditelan ombak besar, sementara ia aman di atas sebuah bahtera? Jadi, ini adalah cobaan yang begitu berat bagi Nabi Nuh, sekaligus peringatan bagi Nabi Nuh sendiri maupun bagi umatnya. Dalam Alquran banyak sekali diceritakan tentang musibah dan bencana yang menimpa orang-orang terdahulu. Dan, semua musibah dan bencana besar yang pernah menimpa manusia diterangkan oleh Alquran adalah selalu terkait dengan kekufuran dan keingkaran manusia itu sendiri kepada Allah swt. Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).

Makna Ujian Allah 1. Ujian bisa jadi sebagai peringatan Ujan ini diberikan kepada kaum mukmin yang merosot keimanannya. Peringatan ini karena kasih sayang Allah SWT. Misalnya seseorang yang berada dalam kesempitan rezki. Kemudian ia bermunajat di malam hari agar Allah memberikannya keluasan rezeki. Shalat tahajjud, shalat Dhuha, puasa sunah senin kamis dan perbaikan ibadah lainnya dengan semaksimal mungkin. Hingga Allah SWT memberikan jalan keluar. Bisnisnya berkembang, karyawan bertambah, kesibukan semakin meningkat. Tapi justru dikarenaka sibuknya satu persatu ibadah sunahnya mulai ia tinggalkan. Shalat-shalatnya pun semakin tidak khusyu.

Seharusnya bertambahnya nikmat, membuat ia bertambah syukur dan semakin dekat dengan Allah, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, nikmat bertambah malah membuatnya semakin jauh dari Allah.

Orang ini sebenarnya sedang mengundang datangnya musibah,atau azab Allah. Ujian yang datang kepadanya sebagai peringatan untuk meningkatkan kembali keimanannya yang merosot itu. Bisa saja terjadi tiba-tiba usahanya macet dan banyak mengalami kerugian. Akibatnya ia terlilit hutang. Dalam keadaan bangkrut tadi tidak ada yang mau menolongnya. Ketika itulah ia kembali kepada Allah untuk memohon pertolongan dengan cara memperbaiki ibadah-ibadahnya yang selama ini sudah tidak ia perhatikan lagi. Tercapailah tujuan ujian yaitu pemberi peringatan. Ujian juga bisa sebagai penggugur dosa-dosa kita. Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut ini: Tak seorang muslim pun yang ditimpa gangguan semisal tusukan duri atau yang lebih berat daripadanya, melainkan dengan ujian itu Allah menghapuskan perbuatan buruknya serta menggugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon kayu yang menggugurkan daun-daunnya. (HR Bukhari dan Muslim). Perhatikan dengan seksama firman Allah SWT berikut ini : Dan Sesungguhnya kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), Mudahmudahan mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. As Sajdah : 21) Jadi sebenarnya, Allah SWT menurunkan uijian pada kita di dunia ini, sebagai peringatan bagi kita, untuk kembali pada kebenaran.

Sebagai ujian keimanan

Ujian ini adalah tanda kecintaan Allah SWT pada seseorang hamba. Semakin tinggi derajat keimanan dan kekuatan agama seseorang justru ujian yang menimpanya akan semakin berat. Perhatikan sabda Nabi SAW berikut ini : Dari Mushab bin Sad dari ayahnya. Ayahnya berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah SAW," Manusia manakah yang paling berat ujiannya?" Rasulullah SAW menjawab," Para Nabi, kemudian disusul yang derajatnya seperti mereka, lalu yang di bawahnya lagi. Seseorang diuji sesuai keadaan agamanya. Jika agamanya itu kokoh maka diperberatlah ujiannya. Jika agamanya itu lemah maka ujiannya pun disesuaikan dengan agamanya. Senantiasa ujian menimpa seorang hamba hingga ia berjalan di muka bumi tanpa dosa sedikit pun." (HR. al-Ahmad, al-Tirmidzi dan Ibn Majah,berkata alTirmidzi: hadits hasan shahih) Ujian yang menimpa setiap orang dan ini bisa berupa keburukan atau kebaikan, kesenangan atau kesengsaraan, sebagaimana disebutkan pula didalam firman-Nya yang lain yaitu : Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran) (QS. Al Araf [7] : 168).

Manusia dalam menghadapi ujian terdiri dari empat tingkatan, yakni : 1. MARAH Adakalanya dengan hati, seperti marah kepada Allah dan takdir-Nya. Hal ini bisa menjadikan seseorang kufur kepada Allah. Sebagaimana firman Allah : "Dan diantara manusia ada yang menyembah Allah dengan berada di tepi, maka jika ia memperoleh kebaikan, tetaplah ia ingin keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia kebelakang. Rugilah ia di dunia dan akhirat." [QS. Al-Hajj:11] 2. SABAR Dimana seseorang melihat bahwa musibah itu terasa berat dan tidak disukainya, tetapi dia menahan diri dan bersabar. Baginya, tidaklah sama ada dan tidak adanya musibah tersebut, tetapi keimanannya menjaganya dari marah. Seperti dikatakan oleh seorang penyair : "Sabar itu seperti namanya. Pahit rasanya tetapi akibatnya lebih manis dari madu." 3. RIDHA Ini lebih tinggi dari tingkatan kedua. Seorang hamba melihat adanya kesamaan diantara dua perkara musibah dan nikmat. Karena mengetahui bahwa keduanya merupakan qodho' dan qodar Allah. Meskipun kadang merasa sedih dengan musibah yang menimpanya, tetapi karena memahami betul qodho' dan qodar. Dimana bila keduanya turun kepadanya, maka akan mengenainya dimanapun dan kapanpun dia berada. Baginya mendapat nikmat atau ditimpa musibah adalah sama saja. Bukan karena hatinya mati, tetapi karena kesempurnaan ridha kepada Robbnya. Dengan berpindah-pindahnya dari satu keadaan ke keadaan yang lain, seperti yang telah difirmankan oleh Allah. Semua itu baginya sama, karena dia melihatnya sebagai qodho' dari Robbnya. Inilah perbedaan sabar dan ridha. 4. SYUKUR Inilah tingkatan yang paling tinggi. Yaitu bersyukur kepada Allah atas musibah yang menimpanya. Hal ini terdapat pada hamba-hamba Allah yang bersyukur ketika melihat bahwa disana ada musibah yang menimpa dirinya dan meyakini bahwasanya ujian di dunia jauh lebih ringan daripada adzab akhirat. Juga ujian tersebut menjadi sebab diampuninya dari dosa dan diampunkannya dari segala kemaksiatan serta ditambahkannya kebaikan. Dan dia bersyukur atas yang demikian itu.

Cara menghadapi ujian dari Allah Pertama: Mengimani takdir ilahi Setiap menghadapi ujian hendaklah seseorang tahu bahwa setiap yang Allah takdirkan sejak 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi pastilah terjadi. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Beriman kepada takdir, inilah landasan kebaikan dan akan membuat seseorang semakin ridho dengan setiap cobaan. Ibnul Qayyim mengatakan, Landasan setiap kebaikan adalah jika engkau tahu bahwa setiap yang Allah kehendaki pasti terjadi dan setiap yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi. Kedua: Yakinlah, ada hikmah di balik ujian Hendaklah setiap mukmin mengimani bahwa setiap yang Allah kehendaki pasti ada hikmah di balik itu semua, baik hikmah tersebut kita ketahui atau tidak kita ketahui.Allah Taala berfirman, )111( ) 111( Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) 'Arsy yang mulia. (QS. Al Muminun: 115-116) Allah Taala juga berfirman, (38) Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermainmain. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq. (QS. Ad Dukhan: 38-39) Ketiga: Ingatlah bahwa ujian yang kita hadapi belum seberapa Ingatlah bahwa Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam sering mendapatkan cobaan sampai dicaci, dicemooh dan disiksa oleh orang-orang musyrik dengan berbagai cara. Kalau kita mengingat musibah yang menimpa beliau, maka tentu kita akan merasa ringan menghadapi musibah kita sendiri karena musibah kita dibanding beliau tidaklah seberapa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Musibah yang menimpaku sungguh akan menghibur kaum muslimin. Dalam lafazh yang lain disebutkan, Siapa saja yang terasa berat ketika menghapi musibah, maka ingatlah musibah yang menimpaku. Ia tentu akan merasa ringan menghadapi musibah tersebut. Keempat: Ketahuilah bahwa semakin kuat iman, memang akan semakin diuji Dari Mushab bin Said -seorang tabiin- dari ayahnya, ia berkata,

Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya? Beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab, Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa. Kelima: Yakinlah, di balik kesulitan ada kemudahan Dalam surat Alam Nasyroh, Allah Taala berfirman, Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Alam Nasyroh: 5) Ayat ini pun diulang setelah itu, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Alam Nasyroh: 6). Qotadah mengatakan, Diceritakan pada kami bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah memberi kabar gembira pada para sahabatnya dengan ayat di atas, lalu beliau mengatakan, Satu kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan. Keenam: Hadapilah cobaan dengan bersabar 'Ali bin Abi Tholib radhiyallahu anhu mengatakan, . Sabar dan iman adalah bagaikan kepala pada jasad manusia. Oleh karenanya, tidak beriman (dengan iman yang sempurna), jika seseorang tidak memiliki kesabaran. Yang dimaksud dengan bersabar adalah menahan hati dan lisan dari berkeluh kesah serta menahan anggota badan dari perilaku emosional seperti menampar pipi dan merobek baju. Ketujuh: Bersabarlah di awal ujian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

Yang namanya sabar seharusnya dimulai ketika awal ditimpa musibah. Itulah sabar yang sebenarnya. Sabar yang sebenarnya bukanlah ketika telah mengeluh lebih dulu di awal musibah. Kedelapan: Yakinlah bahwa pahala sabar begitu besar Ingatlah janji Allah, Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS. Az Zumar: 10). Al Auzai mengatakan, Pahala bagi orang yang bersabar tidak bisa ditakar dan ditimbang. Mereka benar-benar akan mendapatkan ketinggian derajat. As Sudi mengatakan, Balasan orang yang bersabar adalah surga. Kesembilan: Ucapkanlah Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'un ... Ummu Salamah -salah satu istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam- berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, . - -.

Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'un. Allahumma'jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik], maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik. Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do'a sebagaimana yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Do'a yang disebutkan dalam hadits ini semestinya diucapkan oleh seorang muslim ketika ia ditimpa musibah dan sudah seharusnya ia pahami. Insya Allah, dengan ini ia akan mendapatkan ganti yang lebih baik. Kesepuluh: Introspeksi diri Musibah dan cobaan boleh jadi disebabkan dosa-dosa yang pernah kita perbuat baik itu kesyirikan, bidah, dosa besar dan maksiat lainnya. Allah Taala berfirman, Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. (QS. Asy Syura: 30). Maksudnya adalah karena sebab dosa-dosa yang dulu pernah diperbuat. ibnu Abbas mengatakan, Akan disegerakan siksaan bagi orang-orang beriman di dunia disebabkan

dosa-dosa yang mereka perbuat, dan dengan itu mereka tidak disiksa (atau diperingan siksanya) di akhirat.

Anda mungkin juga menyukai