Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

Setiap manusia tentu akan menghadapi cobaan di dalam kehidupan dunia ini. Cobaan datang bisa menimpa kita ataupun keluarga kita. Cobaan itu tantangan yang harus dihadapi dengan kesabaran. Kesabaran diperlukan dalam segala aspek kehidupan kita misalnya Kesabaran Dalam Menghadapi Musibah Sakit Seperti pula ketika kita menyadari bahwasannya hikmah sakit menghampiri diri kita, saudara kita, orang terdekat kita maka kita harus bersabar dalam menghadapinya. Sakit merupakan sesuatu hal yang seringkali menimpa setiap makhluk hidup di muka bumi ini, tak terkecuali kita sebagai manusia. Sehat, sakit, gembira, sedih adalah saat-saat yang tiap kali berganti. Seringkali kita baru merasakan betapa nikmatnya sehat adalah di kala kita mengalami apa yang dinamakan dengan sakit. Hidup kita ini tidak terlepas dari cobaan serta ujian, bahkan cobaan dan ujian dalam hal ini sakit merupakan sunatullah dalam kehidupan. Karena sebenarnya hikmah sakit atau hikmah penyakit itu banyak saudaraku. Manusia akan diuji dalam kehidupannya baik dengan perkara yang tidak disukainya atau bisa pula pada perkara yang menyenangkannya. Setiap cobaan yang menimpa kita pasti ada hikmahnya apabila tidak sabar, maka akan menerima kerugian. Jadi, kita harus bersabar menghadapi apa saja yang diperintahkan Allah, karena dengan bersabar kita akan mendapat hikmah dari sikap sabar ini, misalkan akan mendapatkan pahala. Seseorang tidak bisa mengaku telah benar-benar beriman kepada Allah, sebelum datang ujian kepada dirinya dan ia pun mampu untuk bertahan dengan kesabaran dunia adalah negeri cobaan. Manusia senantiasa diuji dan diberikan cobaan, baik cobaan musibah atau cobaan kesenangan. Cobaan kesenangan dan kemudahan membutuhkan sikap bersyukur. Syukur atas nikmat kesenangan ini termasuk ketaatan yang juga membutuhkan kesabaran. Sehingga tidak bisa bersyukur kecuali dengan sabar dalam melaksanakan ketaatan sabar menghadapi cobaan membuat diri kita lebih bijak dalam bersikap maupun bertutur kata. Kita bahkan bisa melesat

jauh meraih impian ketika bersabar. Sesorang layak disebut sabar, ketika dirinya gigih menghadapi setiap tantangan & mensyukuri setiap kenikmatan yang ia dapatkan, meski sekecil apapun. Keadaan dan Nasib seseorang suatu saat pasti ada perubahan. Seorang yang berbahagia, ialah orang yang senantiasa menjaga ketaqwaanya kepada Allah SWT, meskipun ia sedang didera berbagai musibah. Seseorang akan diuji sesuai dengan kemampuannya masing-masing,orang kaya akan diuji dengan kekayaannya begitupun sebaliknya. Setiap ujian yang menimpa kita haruslah menjadi sarana untuk meningkatkan ketakwaan kita terhadap Allah swt.

BAB II SABAR DALAM MENGAHADAPI MUSIBAH

A. TEKS & TERJEMAH

. " : - " " : . . " )( . " : - : .( ) " ! " : ) ( . : "" : " . ( ) . ) . " . :)
Terjemahan : Abu Talhah terpaksa keluar mninggalkan rumah untuk suatu kepentingan, padahal anaknya sedang menderita sakit. Ketika ia kembali, puteranya telah meninggal dunia. Namun isteri (Ummu Sulaim) merahasiakan kematiannya dan menempatkannya di kamar. Ketika dia bertanya tentang keadaan puteranya, Ummu Sulaim berkata bahwa puteranya sedang istirahat. Malam mulai tiba dan Ummu Sulaim sebagaimana biasanya menyediakan makan malam. Selanjutnya, Ummu Sulaim berhias dan mempercantik diri sebaik mungkin, sehingga sang suami tertarik dan menggaulinya. Setelah suami menghabiskan kerinduannya, Ummu Sulaim bertanya, Ya Abu Talhah! Bagaimana pendapatmu sekiranya orang menitipkan sesuatu kepada suatu keluarga, lalu memintanya kembali kepunyaan mereka? Apakah permintaan orang itu boleh ditolak? Abu Talhah menjawab Tidak boleh menolak, karena itu hak pemiliknya. Ummu Sulaim berkata, Demikian pula anak kita! Ia titipan Allah dan Allah telah mengambilnya. Mintalah

pahala kepada Allah. Abu Talhah sangat marah dan berkata, Engkau biarkan aku menggaulimu dan baru kemudian memberitahukan kematian anakku. Akhirnya Abu Talhah berangkat menuju rumah Rasulullah dan mengkabarkan peristiwa yang baru saja terjadi. Setelah menyimak laporannya, Rasulullah membenarkan tindakan Ummu Sulaim. Rasul mendoakan, Semoga Allah SWT memberkati (pergaulan kamu dan isteri) pada malam itu. Ternyata doa Nabi dikabulkan dengan lahirnya anak (kedua) dan beliau memberi nama anak itu, Abdullah. (HR. Bukhari Muslim dari sahabat Anas).

B. KESIMPULAN HADITS

Dari kisah diatas dapat ditarik kesimpulan, yaitu: 1. Kesabaran seorang istri dalam menghadapi musibah, tentang kematian anaknya. 2. Bebohong demi kebaikan itu diperbolehkan 3. Istri tidak tergesa-gesa dalam menyampaikan musibah yang dialaminya. 4. Ketika musibah yang dialami, sang istri tetap melakukan kewajibannya sebagai istri untuk bisa menyenangkan hati suami, diantaranya menyediakan makan malam, memperhias diri agar terlihat cantik dan suami itu berhasrat menggauli istrinya,

C. ANALISIS HADITS

Dari kisah yang telah disebutkan di atas, bahwa di dalam rumah tangga pun membutuhkan kesabaran jika sedang menghadapi musibah. Baik itu musibah lahiriyah ataupun batiniah. Kisah yang dialami oleh Ummu Sulaimah yaitu anak yang ia sayangi dan dicintainya telah tiada, musibah ini merupakan ujian yang Allah SWT berikan kepadanya, sehingga ia mampu bersabar dan tabah atas musibah tersebut. Tindakan yang dilakukan oleh Ummu Sulaimah dalam menyampaikan berita tersebut kepada suaminya,

memiliki rasa hormat, hati-hati dalam bertindak, tidak tergesa-gesa dan tetap melakukan kewajiban istri atas suami.

Adapun dalil yang berkenaan dengan kisah tersebut tercantum dalam QS. AlBaqarah:155-156:

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Menurut tafsir Ibnu Katsir ayat di atas, (pada ayat ini) Allah SWT memberitahukan bahwa Dia menguji dan menempa para hamba-Nya. Terkadang (mengujinya) dengan kebahagiaan, dan suatu waktu dengan kesulitan, seperti rasa takut dan kelaparan. Senada dengan keterangan sebelumnya, Syaikh Abdur-Rahman as-Sadi

rahimahullah dalam tafsirnya menyatakan: Allah SWT memberitahukan, bahwa Dia pasti akan menguji para hambaNya dengan bencana-bencana. Agar menjadi jelas siapa (di antara) hamba itu yang sejati dan pendusta, yang sabar dan yang berkeluh-kesah. Ini adalah ketetapan Allah SWT atas para hamba-Nya. Seandainya kebahagiaan selalu menyertai kaum Mukminin, tidak ada bencana (yang menimpa mereka), niscaya terjadi percampuran, tidak ada pemisah (dengan orang-orang tidak baik). Kejadian ini merupakan kerusakan tersendiri. Sifat hikmah Allah SWT menggariskan adanya pemisah antara orang-orang baik dengan orang-orang yang jelek. Inilah fungsi musibah.

Makna dari "dengan sedikit ketakutan dan kelaparan," yaitu takut kepada para musuh dan kelaparan yang ringan. Sebab bila diuji dengan rasa takut yang memuncak atau kelaparan yang sangat, niscaya mereka akan binasa. Karena, hakikat ujian adalah untuk menyeleksi, bukan membinasakan. Sedangkan musibah berupa "kekurangan harta," mencakup berkurangnya harta akibat bencana, hanyut, hilang, atau dirampas oleh sekelompok orang zhalim, ataupun dirampok. Adapun bencana yang menimpa "jiwa," yaitu berupa kematian orang-orang yang dicintai. Misalnya, seperti anak-anak, kaum kerabat dan teman-teman. Atau terjangkitinya tubuh seseorang, atau orang yang ia cintai oleh terjangkiti berbagai penyakit. Berkaitan dengan kekurangan pada "buah-buahan," lantaran bergulirnya musim dingin, salju, terjadinya kebakaran, gangguan dari belalang dan hewan lainnya, sehingga kebun-kebun dan ladang pertanian tidak menghasilkan sebagaimana biasanya. Semua ini dan bencana lain yang serupa, merupakan ujian dari Allah SWT bagi para hamba-Nya. Barangsiapa bersabar, niscaya akan memperoleh pahala. Dan orang yang putus asa, akan ditimpa hukuman-Nya. Karena itu, Allah SWT mengakhiri ayat ini dengan berfirman:


"(Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar)". Maksudnya, berilah kabar gembira atas kesabaran mereka. Pahala kesabaran tiada terukur. Akan tetapi, pahala ini tidak dapat dicapai, kecuali dengan kesabaran pada saat pertama kali mengalami kegoncangan (karena tertimpa musibah). Selanjutnya, Allah SWT menjelaskan kriteria orang-orang yang bersabar. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


"(Yaitu), orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un".

Kata-kata " Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un" inilah, dikenal dengan istilah istirja, yang keluar dari lisan-lisan mereka saat didera musibah. Dalam Tafsir Ibnu Katsir berkata,"Mereka menghibur diri dengan mengucapkan perkataan ini saat dilanda (bencana) dan meyakini, bahwa mereka milik Allah SWT. Dia (Allah SWT) berhak melakukan apa saja terhadap ciptaan-Nya. Mereka juga mengetahui, tidak ada sesuatu (amalan baik) yang hilang di hadapan-Nya pada hari Kiamat. Musibahmusibah itu mendorong mereka mengakui keberadaanya sebagai ciptaan milik Allah, akan kembali kepada-Nya di akhirat kelak. Allah SWT menjadikan kata-kata itu sebagai sarana untuk mencari perlindungan bagi orang-orang yang dilanda musibah dan penjagaan bagi orang-orang yang sedang diuji. Karena kata-kata itu mengandung makna yang penuh berkah. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala ( )ini mengandung nilai tauhid dan pengakuan penghambahaan diri, dan di bawah kepemilikan Allah. Sedangkan firmanNya ( ) mengandung makna pengakuan terhadap kehancuran yang akan menimpa manusia, dibangkitkan dari kubur, serta keyakinan bahwa segala urusan kembali kepada Allah.


"(Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya)". Betapa besar balasan kebaikan yang diperoleh orang-orang yang mampu bersabar, menahan diri dalam menghadapi musibah dari Allah, Dzat yang mengatur alam semesta ini. Kata Imam al Qurthubi rahimahullah : Ini merupakan rangkaian kenikmatan dari Allah SWT bagi orang-orang yang bersabar dan mengucapkan kalimat istirja. Yang dimaksud "shalawat" dari Allah bagi hamba-Nya, yaitu ampunan, rahmat dan keberkahan, serta kemuliaan yang diberikan kepadanya di dunia dan di akhirat. Sedangkan kata "rahmat" diulang lagi, untuk menunjukkan penekanan dan penegasan makna yang sudah disampaikan.

Selain kesabaran yang mesti ditumbuhkan dalam kehidupan berumah tangga, hak dan kewajiban pun mesti terpenuhi baik itu suami atau istri. Kewajiban yang mesti dipenuhi oleh seorang suami menurut Imam Al-Ghazal kewajiban suami terhadap istri adalah membayar mahar, memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), menggaulinya dengan baik, dan berlaku adil jika beristri lebih dari satu. Sedangkan kewajiban istri kepada suami menurut Imam Al-Ghazal menyerahkan dirinya, mentaati suami, tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya, tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami, dan menggauli suami dengan baik.

BAB III KESIMPULAN


Cobaan atau ujian yang menimpa kita tidak lain adalah sebagai sebuah proses untuk mencapai sebuah tangga keimanan yang lebih tinggi,cobaan atau ujian merupakan hal yang kadang membuat orang justru lalai kepada Allah meskipun tidak jarang juga membuat manusia lebih dekat dengan Allah. Dari cobaan atau ujian yang menimpa ada beberapa hal yang bisa kita tarik hikmahnya,diantaranya : a. Terhapusnya dosa dan kesalahan. Nabi saw. bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra.: Tidak ada penyakit, kesedihan dan bahaya yang menimpa seorang Mukmin hinggga duri yang menusuknya melainkan Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dengan semua itu (HR al-Bukhari dan Muslim). Dalam hadis lain Nabi saw. bersabda: Cobaan senantiasa akan menimpa seorang Mukmin dan Mukminahbaik menimpa dirinya, anaknya maupun hartanyahingga ia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa (HR at-Tirmidzi). b. Memperoleh pahala dan keridhaan Allah. Anas ra. meriwayatkan sebuah hadis secara marf, Sesungguhnya besarnya pahala bergantung pada besarnya cobaan. Jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan mengujinya dengan cobaan. Siapa saja yang ridha atas cobaan tersebut maka dia mendapat keridhaan Allah c. Mendorong untuk ber-taqarrub dan banyak beribadah kepada Allah SWT.

Betapa banyak Muslim yang setelah ditimpa musibah terdorong untuk ber-taqarrub kepada Allah dan berdoa/beribadah kepada-Nya, yang semua itu tak pernah ia lakukan sebelum tertimpa musibah (QS Fushilat [41]: 51). d. Merupakan indikasi bahwa Allah menghendaki kebaikan. Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya (HR al-Bukhari). Selain itu, orang-orang yang sabar dalam menghadapi musibah akan mendapatkan shalawat dan rahmat dari Allah SWT (QS Ali Imran [33: 155-157; diberi pahala tanpa batas (QS); akan selalu bersama Allah (QS al-Baqarah [2]: 153), dan Allah mencintainya (QS Ali Imran [3]; 146).

Anda mungkin juga menyukai