Anda di halaman 1dari 6

Syukur dan Sabar

Farid Nurman Hasan

Tujuan:
- Memahami bahwa suka dan duka Allah gilirkan diantara manusia
- Memahami makna dan pentingnya syukur & sabar

Titik tekan materi: (Qs. Ali Imron (3): 140)

Secara global kehidupan semua manusia adalah sama, mereka hanya akan melewati dua sisi hidup yang Allah Ta’ala
pasangkan; bahagia dan bencana, mudah dan sulit, suka dan duka. Kita pun sudah, sedang, dan akan terus
merasakan keduanya silih berganti. Kehidupan ini bagaikan roda yang berputar, kadang posisi kita di atas dan
kadang di bawah, semua akan mendapatkan gilirannya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 

“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia ..” (QS. Ali Imran (3): 140)

Demikianlah hidup kita. Namun, tidak sedikit manusia yang tidak terima kenyataan ini. Keinginan mereka adalah
semua hari adalah bahagia, semua cuaca adalah cerah, semua tanah adalah subur, semua air adalah jernih. Tidak
demikian. Manusia semacam ini akan terombang ambing oleh impian dan dipenjara oleh fatamorgana yang hanya
dapat berubah jika mereka mau menerima kenyataan hidup dan siap mengarunginya.
Ada pun bagi seorang beriman, mereka akan menyikapi dua sisi hidup ini secara ikhlas dan penuh ridha.
Mereka meyakini, baik atau buruk dari apa yang dialami manusia, pastilah memiliki pelajaran berharga dan rahasia
manis yang dapat diketahui cepat atau lambat. Tidak ada yang sia-sia.

Allah Ta’ala menceritakan perkataan orang-orang yang mendalam ilmunya:

“Tuhan kami, tidaklah apa yang Engkau ciptakan ini sia-sia.” (QS. Ali Imran (3): 190)

Ya, semua keadaan pasti membawa manfaat untuk kita, sebab Allah Ta’ala tidaklah mengadakannya untuk main-
main dan kesia-siaan. Oleh karena itu, sikap terbaik terhadap bencana adalah bersabar, sikap terbaik terhadap
kebahagaiaan adalah bersyukur. Inilah cara yang ditempuh orang beriman, sikap yang diambil para shalihin (orang-
orang shalih), dan jawaban yang diberikan para fuqaha (orang-orang yang faham agama).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga telah menggambarkan:

“Sungguh mengagumkan melihat urusan orang mukmin, baginya, semua masalah adalah baik. Dan, sikap yang
demikian tidaklah terjadi kecuali oleh orang beriman. Jika dia mendapatkan kebahagiaan dia bersyukur dan itu
adalah hal yang baik baginya, dan jika dia mendapatkan keburukan dia bersabar, dan itu adalah hal baik baginya.”
(HR. Muslim No. 2999, Ibnu Hibban No. 2896)
Syukur Itu Manis
Manusia yang di dadanya dipenuhi rasa syukur adalah manusia kaya sebenarnya. Hatinya lapang dan jiwanya bersih
dari angan-angan kosong dan impian yang melemahkan gairah hidup. Tidak ada waktu baginya memikirkan apa-apa
yang dimiliki orang lain, tetapi dia sibuk dengan berbagai nikmat yang Allah Ta’ala yang tak terhingga yang dia
dapatkan dariNya. Sehingga lahirlah jiwa yang kaya, dan jiwa yang kaya itulah kaya yang hakiki.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: 

“Bukanlah kekayaan dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan sebenarnya adalah yang kaya jiwanya.” (HR.
Bukhari Muslim)

Jiwa yang kaya itulah raja sebenarnya, seorang raja tidak lagi membutuhkan apa-apa yang ada pada orang lain,
begitu pula hamba Allah Ta’ala yang pandai bersyukur, dia merasa cukup dan puas, sehingga mata dan wajahnya
tidak pernah menoleh kepada apa yang bukan hak dan miliknya.

Seorang hamba bersyukur bukan hanya di bibir dengan ucapan Alhamdulillah, tetapi dia tampakkan dalam sikap
hidup; yaitu menjaga dan memanfaatkan sebaik-baiknya nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepadanya dengan cara
dan tujuan yang baik pula, tidak iri dan dengki terhadap anugerah yang Allah Ta’ala titipkan kepada orang lain, serta
adanya perbaikan dalam kualitas hubungan dengan Allah Ta’ala (ibadah) dan hubungan dengan manusia (sosial).

Percayalah, sikap syukur tidak akan memberikan apa-apa bagi pelakunya kecuali hanya kebaikan dan kebaikan. Dia
akan dicintai manusia, sebab kehadirannya bukan ancaman bagi orang lain. Dia akan dicintai Allah Ta’ala, sebab dia
tidak kufur atas nikmatNya, bahkan Allah Ta’ala akan menambah nikmat untuk hamba-hambaNya yang bersyukur. 

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih." (QS. Ibrahim (14): 7)
Beginilah Cara Mereka Bersyukur

‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha menceritakan tentang ibadahnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri pada shalat malam (tahajud) sampai bengkak kedua kakinya, lalu
aku berkata kepadanya: “Kenapa kau lakukan ini wahai Rasulullah? Padahal Allah telah mengampunimu baik dosa
yang lalu dan yang akan datang?” Beliau menjawab: “Tidakkah aku suka jika aku menjadi hamba yang bersyukur?”
(HR. Bukhari Muslim)

Lihat! Walaupun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah diampuni semua dosa yang lalu dan akan datang,
dia tetap beribadah, bahkan lebih kuat lagi. Tidak justru ‘mentang-mentang’ sudah diampuni lalu menghabiskan
waktu dengan senang-senang semata.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah menceritakan tentang seorang ulama nan shalih, Imam Al Fudhail bin ‘Iyadh.
Suatu malam Beliau sedang shalat tahajud, ternyata tanpa sepengetahuannya anaknya yang laki-laki mengikutinya
jadi makmum, sampai dia membaca satu ayat yang memilukan hati anak itu, lalu anak itu terjatuh dan wafat.

Keesokan harinya ramai manusia bertakziah ke rumahnya, sebagai rasa ikut berduka. Tetapi, Imam Al Fudhail bin
‘Iyadh justru mengeluarkan perkataan yang mengherankan bagi manusia saat itu. Dia tidak bersedih, tak ad air mata,
justru senyumanlah yang ada darinya.

“Jangan kalian kira aku sedang bersedih, justru aku bergembira dengan wafatnya anakku ini, karena dia wafat dalam
keadaan husnul khatimah.”

Ya, beliau bukan sedang berduka cita dan bersabar, tetapi sedang bergembira dan bersyukur karena anaknya wafat
dalam keadaan yang sangat bagus yakni ketika shalat tahajud. Sungguh jika bukan karena tawakal yang mendalam,
sikap seperti Imam Al Fudhail bin ‘Iyadh adalah sikap yang amat sulit dilakukan manusia zaman sekarang.

Sabar Itu Indah


Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah pernah mengatakan bahwa di surga hanya ada dua kelompok manusia;
manusia yang bersyukur dan manusia yang bersabar.

Orang-orang sukses, dunia dan akhirat, salah satu kuncinya oleh kesabaran. Lihatlah betapa sabarnya Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya dalam mendakwahkan Islam di Jazirah Arab. Walau tantangan,
ancaman, pengusiran, bahkan percobaan pembunuhan sudah berkali-kali dirasakannya ketika tiga belas tahun
dakwah di Mekkah, akhirnya Allah Ta’ala menangkan dakwah Islam karena buah kesabaran Beliau dan para
sahabatnya. 

Sabar memang berat. Oleh karena itu, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah memasukkan sabar dalam menuntut ilmu,
sabar dalam menghafalkan ilmu, dan sabar dalam menyampaikan ilmu adalah termasuk jihad fisabilillah. Maka, dari
sini kita bisa mengetahui bahwa sabar bukanlah kelemahan, justru sabar adalah kekuatan, sabar bukan kelesuan
tetapi dia adalah gairah hidup, sabar bukan kecengengan tetapi dia adalah ketegaran, sabar bukanlah pesimis tetapi
dia adalah optimis, dan sabar bukanlah diam membisu tetapi dia adalah pantang menyerah. Dan, orang sabar bukan
sekedar yang tidak menangis ketika mendapatkan musibah, bukan pula sekedar tidak mengeluh ketika tertimpa
kesulitan, sebab itu barulah tahapan awal kesabaran.

Allah Ta’ala berfirman:


`Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang
bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan
tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. Ali Imran (3): 146)

Dibalik Sabar Ada Kemenangan

Ini adalah janji Allah Ta’ala kepada hamba-hambaNya yang bersabar. Dan, janjiNya adalah benar. Namun jangan
lupa, sabar juga bukan kekuatan tanpa perhitungan, sabar bukan ketegaran tanpa tujuan, sabar bukan pesimis tanpa
arahan, sabar bukanlah gerak pantang menyerah namun tanpa pemikiran yang matang. Tidak demikian. Tetapi sabar
adalah berpadunya kekuatan dan perhitungan, ketegaran dan tujuan, optimis dan arahan, gerak pantang menyerah
dan pemikiran matang, maka tunggulah kemenangan yang Allah Ta’ala janjikan.

Perhatikan firman Allah Ta’ala berikut:

Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu,
niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu,
niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang
tidak mengerti. Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada
kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus
orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu
orang, dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al Anfal (8): 65-66)

Maka, Maha Benar Allah ketika berfirman:

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyu'. (QS. Al Baqarah (2): 45)

Ya, orang sabar akan menjadi pemenang, bagaimana mungkin mereka kalah padahal Allah Ta’ala bersama mereka?
Innallaha ma’ash shaabiriin (sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar)

Beginilah Kesabaran Mereka


Nabi Nuh ‘Alaihissalam menyebarkan dakwah tauhid dalam waktu 950 tahun, walau dia tahu pengikutnya tidak
akan banyak, namun dia tetap berjuang tanpa putus asa. 
“Dan telah diwahyukan kepada Nuh bahwasanya tidak akan ada yang beriman di antara kaumnya kecuali orang-
orang yang telah beriman ( dari sebelumnya ) maka janganlah kamu putus asa karena apa yang mereka lakukan.”
( QS. Huud : 36 )

Dari ayat ini kita bisa tahu bahwa Nabi Nuh ‘Alaihissalam tidak akan banyak pengikut, tetapi dia terus
mendakwahkan agama tauhid tanpa putus asa selama 950 tahun.

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, kemudian dia tinggal di antara mereka selama 950
tahun …” ( QS. Al ’Ankabut : 14 )

RINGKASAN

 Kalimat supaya ditolong bersabar dalam ketaatan dan menjauhi kemaksiatan : La Haula Wala Quwwata Illa
Billahil Aliyil Adzim (Tiada Kekuatan dan Daya Melainkan dari Allah yang Maha Tinggi lagi Maha
Mulia)
 Bersabar dalam menerima cobaan, karena kehidupan berisi musibah dan nikmat. Tidak ada manusia yang
hidupnya terus menerus menderita sebagaimana pula tidak ada manusia yang hidupnya terus menerus
bahagia
 Sabar dan syukur dalam menghadapi keduanya.
 Sabar berarti sikap hati menahan diri dari berlebihan dalam menyikapi sesuatu baiknya atau buruknya.
 Syukur  sabar dalam musibah berbentuk nikmat.
 Sabar  syukur dalam menghadapi nikmat berbentuk musibah.
 Kedua sikap tersebut harus saling mengiringi, karena musibah dan nikmat datang dalam satu paket.
 Ketika seseorang tidak mampu mensyukuri akan suatu hal maka ia pun tidak akan mampu bersabar dalam
hal tersebut.
 Contoh: Ketika si X dapat nilai A untuk sooca, apabila ia tidak mensyukuri nikmat tersebut baik berupa
lisan, hati, atau perbuatan, maka si X juga tidak akan mampu bersabar untuk tidak pamer nilai ke orang
lain, menganggap remeh orang lain dst.
 Contoh lain: ketika si Z ditimpa suatu musibah, misalkan sakit. Apabila ia tidak dapat bersabar dalam
menghadapi sakitnya itu, maka ia pun tidak akan bisa mensyukuri dosa-dosanya yang berguguran karena
penyakit tersebut.
 Maka hakikat dari kehidupan itu adalah sabar dan syukur

Catatan Untuk Pementor

Sabar dan Syukur

 Syukur diperlukan sebagai pengingat, refleksi diri kita akan nikmat Allah yang telah
dianugerahkan kepada kita.
 Syukur merupakan salah satu bentuk sabar.

 Materi ini dinilai sangat tepat diberikan berkenaan dengan pasca ujian tengah semester, khususnya
SOOCA.

 Yang diinginkan dari materi ini adalah adik2 bisa menyikapi hasil ujian (takdir) dengan bijak.

 Bagi yang kurang baik :

 Cari hikmah atas apa yang telah terjadi tetap sabar. (kesuksesan adalah tentang kesabaran
dalam bertahan)

 Tetap beryukur -> mengingat Allah dan melihat kekurangan kita

 Menekankan pasti yang telah terjadi ialah takdir yang terbaik

 Ingat ayat lainsakartum...

 Bagi yang sudah baik :

 Bersabar dalam nikmat : yuk, tetap rendah hati 

 Beryukur atas nikmat : udah dapat nikmat, yuk bersyukur lebih, banyak-banyak berbuat
baiknya. 

Anda mungkin juga menyukai