Kelas : XI MIPA 2
Khutbah Pertama:
Pertama dan yang utama, marilah senantiasa kita panjatkan puji syukur ke khadirat Allah ﷻatas segala
nikmat yang dilimpahkan kepada kita. Nikmat yang teramat banyak, yang tak seorang pun dapat
menghitungnya. Di antara sekian banyak nikmat Allah ﷻadalah nikmat iman dan Islam yang dengan
keduanya kita meniti jalan Allah ﷻini.
Dan khotib mewasiatkan pula, kepada diri khotib pribadi dan kepada semua yang menghadiri shalat
Jumat pada hari ini, untuk senantiasa bertakwa kepada Allah ﷻ. Hendaklah kita melandasi semua
aktifitas yang kita lakukan, baik aktifitas hati, lisan atau anggota badan lainnya dengan ketakwaan
kepada Allah ﷻ. Dengan itu, insya Allah semua aktifitas kita akan berbuah manis di dunia dan di akhirat.
Kaum muslimin rahimakumullah, Allah ﷻtelah jadikan kebaikan bagi para hamba-Nya yang beriman
dalam setiap keadaan mereka. Bagaimanapun keadaan mereka, mereka senantiasa berada dalam
kebaikan, baik ketika tertimpa musibah, atau ketika senang atau tertimpa sesuatu yang tidak mereka
senangi. Disebutkan dalam hadits yang shahih, Rasulullah ﷺbersabda,
“Sungguh menakjubkan perkara orang mukmin itu, sesungguhnya seluruh perkaranya adalah baik
baginya dan hal itu tidak dimiliki oleh siapapun kecuali oleh orang mukmin. Jika diberi sesuatu yang
menggembirakan, ia bersyukur, maka hal itu merupakan kebaikan baginya, dan apabila ia ditimpa suatu
keburukan (musibah) ia bersabar, maka hal itu juga baik baginya.” (HR. Muslim).
Hadits ini mencakup semua ketetapan Allah ﷻatas hamba-Nya yang beriman dan itu baik bagi mereka
jika mereka bersabar saat tertimpa musibah dan bersyukur saat mendapatkan kesenangan. Bahkan itu
masuk ke dalam perkara iman, sebagaimana yang diucapkan oleh sebagian ulama salaf:
“Iman itu ada dua bagian, sebagian dalam sabar dan sebagian di dalam syukur.”
Allah ﷻberfirman,
“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang
penyabar dan banyak bersyukur.” (QS:Ibrahim | Ayat: 5).
Kedua: Sabar dalam menahan diri dari segala yang dilarang, sehingga dia bisa menjauhinya dan tidak
melaksanakannya. Seseorang bisa meninggalkan larangan sesuai dengan kekuatan sabarnya.
Sebagian ulama salaf mengatakan:
“Perbuatan baik itu bisa dilakukan oleh orang yang baik dan bisa pula dilakukan oleh orang yang jahat,
namun tidak ada yang mampu meninggalkan maksiat kecuali orang yang benar-benar jujur.” (Hilyatul
Auliya 10/197).
Ketiga: Bersabar atas segala musibah yang menimpanya. Musibah yang terjadi bukan karena
kehendaknya.
Pertama: Musibah yang terjadi tanpa ada sangkut pautnya dengan keinginan seseorang, seperti sakit
dan yang lainnya yang termasuk musibah yang datang langsung dari Allah ﷻ.
Musibah yang seperti ini mudah bagi seseorang untuk bersabar dalam menghadapinya, karena seorang
hamba yang beriman kepada Allah ﷻtelah mengetahui bahwa yang menimpanya adalah takdir Allah
ﷻ. Dengan dasar pengetahuan dan keimanannya, dia akan memilih untuk bersabar dalam menghadapi
musibah seperti ini.
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Jika Allah ﷻbukakan hati seseorang untuk berpikir tentang
kebaikan yang ada di balik musibah yang menimpa, berupa nikmat dan rahasia Allah ﷻ, maka rasa sabar
akan berubah menjadi sebuah nikmat baginya, maka hati dan lisannya senantiasa mengucapkan,
“Ya Allah tolonglah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan baik dalam beribadah kepada-
Mu.”
Tentu kuat dan lemahnya seseorang dalam hal ini sangat tergantung dengan kuat atau tidaknya
kecintaan seorang hamba kepada Allah ﷻ.
Kedua: Musibah yang terjadi karena disebabkan oleh seseorang.
Menghadapi musibah seperti ini sangat sulit bagi seseorang untuk bersabar. Karena dia merasa kalau
dirinya tersakiti dan terzhalimi atau merasa terkalahkan. Dan watak dasar seseorang, tidak mau
dikalahkan oleh orang lain. Akibatnya, ia akan membalas orang yang menyakiti dirinya.
Bersabar menghadapi musibah seperti ini adalah hal sulit. Bahkan dikatakan, tidak ada yang bisa sabar
dalam menghadapi musibah seperti ini kecuali para nabi dan orang shiddiq. Nabi kita ﷺjika disakiti,
beliau ﷺmengucapkan,
“Semoga Allah merahmati Musa yang telah disakiti lebih parah dari ini, lalu dia bersabar”. (HR. al-
Bukhari dan Muslim).
Dan telah diriwayatkan bahwa beliau ﷺ mengucapkan kalimat yang sama ketika mendapatkan
perlakuan yang serupa dari kaumnya.
Ada tiga sikap yang terdapat dalam hadits di atas yaitu: memaafkan mereka, memohonkan ampun untuk
mereka, dan meberikan uzur karena ketidak-tahuan mereka.
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah
Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS:As-Sajdah | Ayat: 24).
Allah ﷻjuga berfirman,
“Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara
dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS:Fushshilat | Ayat: 34-35).
Akhirnya, kita berdoa kepada Allah ﷻdengan nama-nama-Nya yang Maha indah dan sifat-sifat-Nya
yang Maha sempurna, semoga Allah ﷻmenjadikan kita termasuk para hamba-Nya yang pandai
bersyukur dan bersabar.
Khutbah Kedua: