Anda di halaman 1dari 10

Dari Shuhaib bin Sinan radhiallahu’anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi

Wasallam bersabda:

‫ إن أصابته‬. ‫ وليس ذاك ألحٍد إال للمؤمِن‬. ‫ إن أمَر ه كَّله خٌري‬. ‫عجًبا ألمِر املؤمِن‬
‫ فكان خًريا له‬. ‫ وإن أصابته ضراُء صرب‬. ‫ فكان خًريا له‬. ‫سراُء شكَر‬
“Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan
(untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan
bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu
adalah kebaikan baginya”[1].
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan bersyukur di saat
senang dan bersabar di saat susah, bahkan kedua sifat inilah yang merupakan
penyempurna keimanan seorang hamba. Abdullah bin Mas’ud berkata: “Iman itu
terbagi menjadi dua bagian; sebagiannya (adalah) sabar dan sebagian (lainnya
adalah) syukur”[2].
Dalam Al-Qur’an, Allah memuji secara khusus hamba-hamba-Nya yang memiliki
dua sifat ini sebagai orang-orang yang bisa mengambil pelajaran ketika
menyaksikan tanda-tanda kemahakuasaan Allah. Allah berfirman:

‫ِإَّن ِفي َذ ِلَك آلَي اٍت ِلُك ِّل َص َّباٍر َش ُك وٍر‬


“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kemehakuasaan Allah) bagi
setiap orang yang sangat sabar dan banyak bersyukur” (QS Luqmaan: 31).
Beberapa faidah penting yang dapat kita petik dari hadits ini:

 Imam Ibnul Qayyim berkata: “(Hadits di atas menunjukkan bahwa) tingkatan-


tingkatan iman seluruhnya (berkisar) antara sabar dan syukur”[3].
 Kehidupan seorang mukmin seluruhnya bernilai kebaikan dan pahala di sisi Allah, baik dalam kondisi yang
terlihat membuatnya senang ataupun susah.
 Seorang hamba yang sempurna imannya akan selalu bersyukur kepada Allah ketika senang dan bersabar
ketika susah, maka dalam semua keadaan dia senantiasa ridha kepada Allah dalam segala ketentuan takdir-
Nya, sehingga kesusahan dan musibah yang menimpanya berubah menjadi nikmat dan anugerah baginya.
 Orang yang tidak beriman akan selalu berkeluh kesah dan murka ketika ditimpa musibah, sehinnga semua
dosa dan keburukan akan menimpanya, dosa di dunia karena ketidaksabaran dan ketidakridhaannya terhadap
ketentuan takdir Allah, serta di akhirat mendapat siksa neraka.
 Keutamaan dan kebaikan dalam semua keadaan hanya akan diraih oleh orang-orang yang sempurna
imannya[4].
 Rukun sabar ada tiga yaitu: menahan diri dari sikap murka terhadap segala ketentuan Allah I, menahan lisan
dari keluh kesah, dan menahan anggota badan dari perbuatan yang dilarang (Allah), seperti menampar wajah
(ketika terjadi musibah), merobek pakaian, memotong rambut dan sebagainya[5].
 Rukun syukur juga ada tiga:
1. mengakui dalam hati bahwa semua nikmat itu dari Allah Ta’ala,
2. menyebut-nyebut semua nikmat tersebut secara lahir (dengan memuji Allah dan memperlihatkan bekas-bekas
nikmat tersebut dalm rangkan mensyukurinya),
3. menggunakan nikmat tersebut di jalan yang diridhai Allah[6].
‫ وآخر دعوانا أن الحمد هلل‬،‫وصلى هللا وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين‬
‫رب العالمين‬
Baca Juga: Seberkas Cahaya di Tengah Gelapnya Musibah

Catatan Kaki
[1] HSR Muslim (no. 2999).
[2] Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab “’Uddatush shaabiriin” (hal. 88).
[3] Kitab “Thariiqul hijratain” (hal. 399).
[4] Keempat faidah di atas kami nukil dari kitab “Bahjatun naazhiriin” (1/82-83).
[5] Lihat keterangan imam Ibnul Qayyim dalam kitab “al-Waabilish shayyib” (hal. 11).
[6] Ibid.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/20127-bersyukur-ketika-senang-dan-bersabar-
ketika-mendapat-bencana.html

Sebuah Bab di Dalam Kitab Tauhid


Syaikh Al Imam Al Mujaddid Al Mushlih Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
ta’ala membuat sebuah bab di dalam Kitab Tauhid beliau yang berjudul, “Bab Minal
iman billah, ash-shabru ‘ala aqdarillah” (Bab: Bersabar dalam menghadapi takdir Allah
termasuk cabang keimanan kepada Allah).
Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah ta’ala mengatakan dalam
penjelasannya tentang bab yang sangat berfaedah ini:
“Sabar tergolong perkara yang menempati kedudukan agung (di dalam agama).
Ia termasuk salah satu bagian ibadah yang sangat mulia. Ia menempati relung-
relung hati, gerak-gerik lisan dan tindakan anggota badan. Sedangkan hakikat
penghambaan yang sejati tidak akan terealisasi tanpa kesabaran. Hal ini
dikarenakan ibadah merupakan perintah syariat (untuk mengerjakan sesuatu),
atau berupa larangan syariat (untuk tidak mengerjakan sesuatu), atau bisa juga
berupa ujian dalam bentuk musibah yang ditimpakan Allah kepada seorang
hamba supaya dia mau bersabar ketika menghadapinya.

Maka hakikat penghambaan adalah tunduk melaksanakan perintah syariat serta


menjauhi larangan syariat dan bersabar menghadapi musibah-musibah. Musibah
yang dijadikan sebagai batu ujian oleh Allah jalla wa ‘ala untuk menempa
hamba-hambaNya. Dengan demikian ujian itu bisa melalui sarana ajaran agama
dan melalui sarana keputusan takdir. Adapun ujian dengan ajaran agama
sebagaimana tercermin dalam firman Allah jalla wa ‘ala kepada Nabi-
Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam sebuah hadits qudsi riwayat Muslim dari
‘Iyaadh bin Hamaar. Dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda, ‘Allah ta’ala berfirman: Sesungguhnya Aku mengutusmu dalam rangka menguji dirimu. Dan
Aku menguji (manusia) dengan dirimu.’ Maka hakikat pengutusan Nabi ‘alaihish shalaatu was
salaam adalah menjadi ujian. Sedangkan adanya ujian jelas membutuhkan sikap
sabar dalam menghadapinya. Ujian yang ada dengan diutusnya beliau sebagai
rasul ialah dengan bentuk perintah dan larangan.
Untuk melaksanakan berbagai kewajiban tentu saja dibutuhkan bekal
kesabaran. Untuk meninggalkan berbagai larangan dibutuhkan bekal kesabaran.
Begitu pula saat menghadapi keputusan takdir kauni (yang menyakitkan) tentu
juga diperlukan bekal kesabaran. Oleh sebab itulah sebagian ulama
mengatakan, “Sesungguhnya sabar terbagi tiga; sabar dalam berbuat taat, sabar dalam menahan diri
dari maksiat dan sabar tatkala menerima takdir Allah yang terasa menyakitkan.”
Karena amat sedikitnya dijumpai orang yang sanggup bersabar tatkala tertimpa
musibah maka Syaikh pun membuat sebuah bab tersendiri, semoga Allah
merahmati beliau. Hal itu beliau lakukan dalam rangka menjelaskan
bahwasanya sabar termasuk bagian dari kesempurnaan tauhid. Sabar termasuk
kewajiban yang harus ditunaikan oleh hamba, sehingga ia pun bersabar
menanggung ketentuan takdir Allah. Ungkapan rasa marah dan tak mau sabar
itulah yang banyak muncul dalam diri orang-orang tatkala mereka mendapatkan
ujian berupa ditimpakannya musibah. Dengan alasan itulah beliau membuat bab
ini, untuk menerangkan bahwa sabar adalah hal yang wajib dilakukan tatkala
tertimpa takdir yang terasa menyakitkan. Dengan hal itu beliau juga ingin
memberikan penegasan bahwa bersabar dalam rangka menjalankan ketaatan
dan meninggalkan kemaksiatan hukumnya juga wajib.
Secara bahasa sabar artinya tertahan. Orang Arab mengatakan, “Qutila fulan
shabran” (artinya si Fulan dibunuh dalam keadaan “shabr”) yaitu tatkala dia
berada dalam tahanan atau sedang diikat lalu dibunuh, tanpa ada perlawanan
atau peperangan. Dan demikianlah inti makna kesabaran yang dipakai dalam
pengertian syar’i. Ia disebut sebagai sabar karena di dalamnya terkandung
penahanan lisan untuk tidak berkeluh kesah, menahan hati untuk tidak merasa
marah dan menahan anggota badan untuk tidak mengekspresikan kemarahan
dalam bentuk menampar-nampar pipi, merobek-robek kain dan semacamnya.
Maka menurut istilah syariat, sabar artinya: “Menahan lisan dari mengeluh, menahan hati
dari marah dan menahan anggota badan dari menampakkan kemarahan dengan cara merobek-robek sesuatu
dan tindakan lain semacamnya.”
Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Di dalam Al Quran kata sabar disebutkan dalam 90 tempat
lebih. Sabar adalah bagian iman, sebagaimana kedudukan kepala bagi jasad. Sebab orang yang tidak punya
kesabaran dalam menjalankan ketaatan, tidak punya kesabaran untuk menjauhi maksiat serta tidak sabar
tatkala tertimpa takdir yang menyakitkan maka dia kehilangan banyak sekali bagian keimanan.”
Perkataan beliau “Bab Minal imaan, ash shabru ‘ala aqdaarillah” artinya: Salah satu ciri
karakteristik iman kepada Allah adalah bersabar tatkala menghadapi takdir-
takdir Allah. Keimanan itu mempunyai cabang-cabang. Sebagaimana kekufuran
juga bercabang-cabang. Maka dengan perkataan “Minal imaan ash shabru” beliau
ingin memberikan penegasan bahwa sabar termasuk salah satu cabang
keimanan. Beliau juga memberikan penegasan melalui sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Muslim yang menunjukkan bahwa niyaahah (meratapi mayat)
itu juga termasuk salah satu cabang kekufuran. Sehingga setiap cabang
kekafiran itu harus dihadapi dengan cabang keimanan. Meratapi mayat adalah
sebuah cabang kekafiran maka dia harus dihadapi dengan sebuah cabang
keimanan yaitu bersabar terhadap takdir Allah yang terasa menyakitkan.” (At
Tamhiid, hal. 389-391).
Ridha Terhadap Musibah Melahirkan Hidayah
Allah ta’ala berfirman yang artinya,

‫َم ۤا َأ َصا َب ِمن ُّم ِصی َب ٍة ِإ َّلا ِب ِإ ۡذ ِن ٱل َّل ِۗه َو َمن ُی ۡؤ ِم ۢن ِبٱل َّل ِه َی ۡه ِد َق ۡل َب ُه ۚۥ َوٱل َّل ُه ِب ُك ِّل َش ۡی ٍء َع ِلی ࣱم‬
“Tidaklah ada sebuah musibah yang menimpa kecuali dengan izin Allah. Dan barang siapa yang beriman
kepada Allah (bersabar) niscaya Allah akan memberikan hidayah kepada hatinya. Allahlah yang maha
mengetahui segala sesuatu.” (QS At Taghaabun: 11)
Syaikh Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Qar’awi mengatakan, “Di dalam ayat ini
Allah subhanahu wa ta’ala menginformasikan bahwa seluruh musibah yang
menimpa seorang individu di antara umat manusia, baik yang terkait dengan
dirinya, hartanya atau yang lainnya hanya bisa terjadi dengan sebab takdir dari
Allah. Sedangkan ketetapan takdir Allah itu pasti terlaksana tidak bisa
dielakkan. Allah juga menyinggung barang siapa yang tulus mengakui bahwa
musibah ini terjadi dengan ketetapan dan takdir Allah niscaya Allah akan
memberikan taufik kepadanya sehingga mampu untuk merasa ridho dan
bersikap tenang tatkala menghadapinya karena yakin terhadap kebijaksanaan
Allah. Sebab Allah itu maha mengetahui segala hal yang dapat membuat hamba-
hambaNya menjadi baik. Dia juga maha lembut lagi maha penyayang terhadap
mereka.” (Al Jadiid, hal. 313).
Alqamah, salah seorang pembesar tabi’in, mengatakan, “Ayat ini berbicara tentang
seorang lelaki yang tertimpa musibah dan dia menyadari bahwa musibah itu berasal dari sisi Allah maka dia
pun merasa ridho dan bersikap pasrah kepada-Nya.”
Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah ta’ala mengatakan dalam
penjelasannya tentang perkataan Alqamah ini:
“Ini merupakan tafsir dari Alqamah -salah seorang tabi’in (murid sahabat)-
terhadap ayat ini. Ini merupakan penafsiran yang benar dan lurus. Hal itu
disebabkan firman-Nya, ‘Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Allah akan memberikan
hidayah ke dalam hatinya,’ disebutkan dalam konteks ditimpakannya musibah sebagai
ujian bagi hamba. ‘Barangsiapa yang beriman kepada Allah,’ artinya ia mengagungkan
Allah jalla wa ‘ala dan melaksanakan perintah-Nya serta menjauhi larangan-
Nya. ‘Niscaya Allah akan memberikan hidayah ke dalam hatinya,’ yakni supaya bersabar. ‘Allah
akan memberikan hidayah ke dalam hatinya’ supaya tidak merasa marah dan tidak
terima. ‘Allah akan memberikan hidayah ke dalam hatinya,’ yakni untuk menunaikan
berbagai macam ibadah. Oleh sebab itulah beliau (Alqamah) berkata, ‘Ayat ini
berbicara tentang seorang lelaki yang tertimpa musibah dan karena dia menyadari bahwa musibah itu
berasal dari sisi Allah maka dia pun merasa ridho dan bersikap pasrah kepada-Nya.’ Inilah
kandungan iman kepada Allah; ridho dan pasrah kepada Allah.” (At Tamhiid, hal.
391-392).
Dari ayat di atas kita dapat memetik banyak pelajaran berharga, di antaranya
adalah:

1. Keburukan itu juga termasuk perkara yang sudah ditakdirkan ada oleh Allah,
sebagaimana halnya kebaikan.
2. Penjelasan agungnya nikmat iman. Iman itulah yang menjadi sebab hati dapat
meraih hidayah dan merasakan ketenteraman diri.
3. Penjelasan tentang ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu.
4. Balasan suatu kebaikan adalah kebaikan lain sesudahnya.
5. Hidayah taufik merupakan hak prerogatif Allah ta’ala.
(Al Jadiid, hal. 314).
Daftar Isi

 Hukum Merasa Ridho Terhadap Musibah


 Hikmah yang Tersimpan di Balik Musibah yang Disegerakan
 Balasan Bagi Orang-Orang Yang Sabar

Hukum Merasa Ridho Terhadap Musibah


Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah ta’ala menjelaskan:
“Hukum merasa ridha dengan adanya musibah adalah mustahab (sunnah), bukan
wajib. Oleh karenanya banyak orang yang kesulitan membedakan antara ridho
dengan sabar. Sedangkan kesimpulan yang pas untuk itu adalah sebagai
berikut. Bersabar menghadapi musibah hukumnya wajib, dia adalah salah satu
kewajiban yang harus ditunaikan. Hal itu dikarenakan di dalam sabar
terkandung meninggalkan sikap marah dan tidak terima terhadap ketetapan dan
takdir Allah. Adapun ridho memiliki dua sudut pandang yang berlainan:

Sudut pandang pertama, terarah kepada perbuatan Allah jalla wa ‘ala. Seorang
hamba merasa ridho terhadap perbuatan Allah yang menetapkan terjadinya
segala sesuatu. Dia merasa ridho dan puas dengan perbuatan Allah. Dia merasa
puas dengan hikmah dan kebijaksanaan Allah. Dia merasa ridho terhadap
pembagian jatah yang didapatkannya dari Allah jalla wa ‘ala. Rasa ridho
terhadap perbuatan Allah ini termasuk salah satu kewajiban yang harus
ditunaikan. Meninggalkan perasaan itu hukumnya haram dan menafikan
kesempurnaan tauhid (yang harus ada).

Sudut pandang kedua, terarah kepada kejadian yang diputuskan, yaitu terhadap
musibah itu sendiri. Maka hukum merasa ridho terhadapnya adalah mustahab.
Bukan kewajiban atas hamba untuk merasa ridho dengan sakit yang
dideritanya. Bukan kewajiban atas hamba untuk merasa ridho dengan sebab
kehilangan anaknya. Bukan kewajiban atas hamba untuk merasa ridho dengan
sebab kehilangan hartanya. Namun hal ini hukumnya mustahab (disunahkan).

Oleh sebab itu dalam konteks tersebut (ridho yang hukumnya wajib) Alqamah
mengatakan, ‘Ayat ini berbicara tentang seorang lelaki yang tertimpa musibah dan dia menyadari
bahwa musibah itu berasal dari sisi Allah maka dia pun merasa ridha’ yakni merasa puas
terhadap ketetapan Allah ‘dan ia bersikap pasrah’ karena ia mengetahui musibah itu
datangnya dari sisi (perbuatan) Allah jalla jalaaluhu. Inilah salah satu ciri
keimanan.” (At Tamhiid, hal. 392-393).
Hikmah yang Tersimpan di Balik Musibah yang
Disegerakan
Dari Anas, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila
Allah menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya, maka Allah segerakan hukuman atas dosanya di dunia. Dan
apabila Allah menghendaki keburukan pada hamba-Nya maka Allah tahan hukuman atas dosanya itu sampai
dibayarkan di saat hari kiamat.” (Hadits riwayat At Tirmidzi dengan nomor 2396 di
dalam Az Zuhud. Bab tentang kesabaran menghadapi musibah. Beliau
mengatakan: hadits ini hasan gharib. Ia juga diriwayatkan oleh Al Haakim dalam Al
Mustadrak (1/349, 4/376 dan 377). Ia tercantum dalam Ash Shahihah karya Al Albani
dengan nomor 1220).
Syaikhul Islam mengatakan:

“Datangnya musibah-musibah itu adalah nikmat, Karena ia menjadi sebab


dihapuskannya dosa-dosa. Ia juga menuntut kesabaran sehingga orang yang
tertimpanya justru diberi pahala. Musibah itulah yang melahirkan sikap kembali
taat dan merendahkan diri di hadapan Allah ta’ala serta memalingkan
ketergantungan hatinya dari sesama makhluk, dan berbagai maslahat agung
lainnya yang muncul karenanya. Musibah itu sendiri dijadikan oleh Allah sebagai
sebab penghapus dosa dan kesalahan. Bahkan ini termasuk nikmat yang paling
agung. Maka seluruh musibah pada hakikatnya merupakan rahmat dan nikmat
bagi keseluruhan makhluk, kecuali apabila musibah itu menyebabkan orang
yang tertimpa musibah menjadi terjerumus dalam kemaksiatan yang lebih besar
daripada maksiat yang dilakukannya sebelum tertimpa. Apabila itu yang terjadi
maka ia menjadi keburukan baginya, bila ditilik dari sudut pandang musibah
yang menimpa agamanya.

Sesungguhnya ada di antara orang-orang yang apabila mendapat ujian dengan


kemiskinan, sakit atau terluka justru menyebabkan munculnya sikap munafik
dan protes dalam dirinya, atau bahkan penyakit hati, kekufuran yang jelas,
meninggalkan sebagian kewajiban yang dibebankan padanya dan malah
berkubang dengan berbagai hal yang diharamkan sehingga berakibat semakin
membahayakan agamanya. Maka bagi orang semacam ini kesehatan lebih baik
baginya. Hal ini bila ditilik dari sisi dampak yang timbul setelah dia mengalami
musibah, bukan dari sisi musibahnya itu sendiri. Sebagaimana halnya orang
yang dengan musibahnya bisa melahirkan sikap sabar dan tunduk
melaksanakan ketaatan, maka musibah yang menimpa orang semacam ini
sebenarnya adalah nikmat diniyah. Musibah itu sendiri terjadi sesuai dengan
ketetapan Robb ‘azza wa jalla sekaligus sebagai rahmat untuk manusia, dan
Allah ta’ala Maha terpuji karena perbuatan-Nya tersebut. Barang siapa yang diuji
dengan suatu musibah lantas diberikan karunia kesabaran oleh Allah maka
sabar itulah nikmat bagi agamanya. Setelah dosanya terhapus karenanya maka
muncullah sesudahnya rahmat (kasih sayang dari Allah). Dan apabila dia memuji
Robbnya atas musibah yang menimpanya niscaya dia juga akan memperoleh
pujian-Nya.

‫ُأوَلـِئَك َع َلْي ِه ْم َص َلَو اٌت ِّمن َّر ِّب ِه ْم َو َر ْح َم ٌة َو ُأوَلـِئَك ُه ُم اْلُم ْهَتُد وَن‬

“Mereka itulah orang-orang yang diberikan pujian (shalawat) dari Rabb mereka dan memperoleh curahan
rahmat.” (QS. Al Baqoroh: 157)
Ampunan dari Allah atas dosa-dosanya juga akan didapatkan, begitu pula
derajatnya pun akan terangkat. Barang siapa yang merealisasikan sabar yang
hukumnya wajib ini niscaya dia akan memperoleh balasan-balasan tersebut.”
Selesai perkataan Syaikhul Islam dengan ringkas (lihat Fathul Majiid, hal. 353-
354).
Dari hadits di atas kita dapat memetik beberapa pelajaran berharga, yaitu:

1. Penetapan bahwa Allah memiliki sifat Iradah (berkehendak), tentunya yang


sesuai dengan kemuliaan dan keagungan-Nya.
2. Kebaikan dan keburukan sama-sama telah ditakdirkan dari Allah ta’ala.
3. Musibah yang menimpa orang mukmin termasuk tanda kebaikan. Selama hal itu
tidak menimbulkan dirinya meninggalkan kewajiban atau melakukan yang
diharamkan.
4. Hendaknya kita merasa takut dan waspada terhadap nikmat dan kesehatan
yang selama ini senantiasa kita rasakan.
5. Wajib berprasangka baik kepada Allah atas ketetapan takdir tidak
mengenakkan yang telah diputuskan-Nya terjadi pada diri kita.
6. Pemberian Allah kepada seseorang bukanlah mesti berarti Allah meridhoi orang
tersebut.
(Al Jadiid, hal. 320 dengan sedikit penyesuaian redaksional).
Balasan Bagi Orang-Orang Yang Sabar
Allah ta’ala berfirman,

{ ‫َو َل َن ْب ُل َو َّن ُك ْم ِب َش ْي ٍء ِم َن ا ْل َخ ْو ِف َوا ْل ُجو ِع َو َن ْق ٍص ِّم َن ْال َأ ْم َوا ِل َو ْال َأن ُف ِس َوال َّث َم َرا ِت َو َب ِّش ِر ال َّصا ِب ِري َن‬
}156{ ‫} ا َّل ِذي َن ِإ َذ آ َأ َص ا َب ْت ُهم ُّم ِص ي َب ٌة َقا ُل وا ِإ َّن ا ل لِه َو ِإ َّن آ ِإ َل ْي ِه َر ا ِج ُع و َن‬155
‫ُأ ْول آ ِئ َك َع َل ْي ِه ْم َص َل َوا ُُت ِّمن َّر ِّب ِه ْم َو َر ْح َم ٌة َو ُأ ْول آ ِئ َك ُه ُم ا ْل ُم ْه َت ُدو َن‬
“Sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan serta kekurangan harta benda,
jiwa, dan buah-buahan. Maka berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang
yang apabila tertimpa musibah mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami ini berasal dari Allah, dan kami
juga akan kembali kepada-Nya.’ Mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan ucapan sholawat
(pujian) dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh hidayah.” (QS Al
Baqoroh: 155-157)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata di dalam kitab
tafsirnya, “Ayat ini menunjukkan bahwa barang siapa yang tidak bersabar maka
dia berhak menerima lawan darinya, berupa celaan dari Allah, siksaan,
kesesatan serta kerugian. Betapa jauhnya perbedaan antara kedua golongan ini.
Betapa kecilnya keletihan yang ditanggung oleh orang-orang yang sabar bila
dibandingkan dengan besarnya penderitaan yang harus ditanggung oleh orang-
orang yang protes dan tidak bersabar…” (Taisir Karimir Rahman, hal. 76).
Allah ta’ala juga berfirman,

‫ِإ َّن َما ُي َو َّف ى ال َّص ا ِب ُر و َن َأ ْج َر ُهم ِب َغ ْي ِر ِح َسا ٍب‬


“Sesungguhnya balasan pahala bagi orang-orang yang sabar adalah tidak terbatas.” (QS. Az Zumar:
10)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata di dalam kitab
tafsirnya, “Ayat ini berlaku umum untuk semua jenis kesabaran. Sabar dalam
menghadapi takdir Allah yang terasa menyakitkan, yaitu hamba tidak merasa
marah karenanya. Sabar dari kemaksiatan kepada-Nya, yaitu dengan cara tidak
berkubang di dalamnya. Bersabar dalam melaksanakan ketaatan kepada-Nya,
sehingga dia pun merasa lapang dalam melakukannya. Allah menjanjikan
kepada orang-orang yang sabar pahala untuk mereka yang tanpa hitungan,
artinya tanpa batasan tertentu maupun angka tertentu ataupun ukuran tertentu.
Dan hal itu tidaklah bisa diraih kecuali disebabkan karena begitu besarnya
keutamaan sifat sabar dan agungnya kedudukan sabar di sisi Allah, dan
menunjukkan pula bahwa Allahlah penolong segala urusan.” (Taisir Karimir Rahman,
hal. 721).
Semoga Allah memasukkan kita di kalangan hamba-hambaNya yang sabar.

‫َاْل َح ْم ُد ِهّٰلِل َو الَّص اَل ُة َو الَّس اَل ُم َع َلى َس ِّيِد َن ا ُم َح َّمٍد َر ُسْو ِل ِهللا َو َع َلى آِلِه َو َص ْح ِبِه َو َم ْن َو ااَل ُه َو َأْش َه ُد َأْن اَّل ِإلَه ِإاَّل ُهللا َو ْح َد ُه اَل‬
‫ َف ِإِّن ي ُأْو ِص ْي ُك ْم َو َن ْف ِس ْي ِبَت ْق َو ى ِهللا اْلَع ِلِّي اْلَق ِدْي ِر اْلَق اِئِل ِفْي‬، ‫َش ِر ْي َك َلُه َو َأْش َه ُد َأَّن َس ِّيَد َن ا ُم َح َّم ًد ا َع ْب ُد ُه َو َر ُسْو ُلُه اَل َن ِبَّي َب ْع َد ُه َأَّما َب ْع ُد‬
‫ اَّلِذيَن ِإَذ ا‬. ‫ َو َلَن ْب ُلَو َّنُك ْم ِبَش ْي ٍء ِمَن اْل َخ ْو ِف َو اْلُجوِع َو َن ْق ٍص ِمَن اَأْلْم َو اِل َو اَأْلْنُفِس َو الَّث َمَر اِت َو َب ِّش ِر الَّصاِبِر يَن‬:‫ُمْح َك ِم ِك َت اِبِه‬
:‫ (البقرة‬. ‫ ُأوَلِئَك َع َلْي ِه ْم َص َلَو اٌت ِمْن َر ِّب ِه ْم َو َر ْح َم ٌة َو ُأوَلِئَك ُه ُم اْلُمْه َت ُد وَن‬. ‫َأَص اَب ْت ُهْم ُمِص يَب ٌة َق اُلوا ِإَّن ا ِهَّلِل َو ِإَّن ا ِإَلْيِه َر اِجُعوَن‬
‫) ـ‬١٥٧-١٥٥ Maa’syiral Muslimin rahimakumullah, Pada momentum ibadah Jumat ini,
marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan dan keimanan sekaligus senantiasa
meningkatkan rasa syukur kita kepada Allah subhanahu wata’ala yang telah
menganugerahkan banyak nikmat kepada kita. Saking banyaknya nikmat yang diberikan,
terkadang kita lupa tidak merawat dan mensyukurinya. Di antara nikmat itu seperti nikmat
sehat, sempat, dan juga yang paling penting adalah nikmat iman dan Islam. Semua nikmat
yang dianugerahkan kepada kita ini pasti tidak bisa kita hitung satu persatu. Hal ini sesuai
dengan firman Allah subhanahu wata’ala: ‫ َو ِإْن َت ُع ُّد وا ِنْع َم َة ِهَّللا اَل ُت ْح ُصوَه اۗ ِإَّن َهَّللا َلَغ ُفوٌر َر ِحيٌم‬Artinya:
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan
jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS
An-Nahl:18). Dalam mewujudkan rasa syukur kita, marilah kita senantiasa mengucapkan
“Alhamdulillah” baik saat mendapat nikmat maupun saat kita ditimpa musibah. Karena perlu
disadari, nikmat yang dianugerahkan Allah kepada kita lebih banyak dari masalah dan
musibah yang kita hadapi dan rasakan. Dengan syukur dalam berbagai kondisi apa pun,
mudah-mudahan Allah akan selalu menyayangi kita dan nikmat dari-Nya akan terus
mengalir dalam kehidupan kita. Allah pun telah menjanjikan dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim
ayat 7: ‫ َو ِإْذ َت َأَّذ َن َر ُّب ُك ْم َلِئن َشَك ْر ُتْم َأَلِز يَد َّنُك ْم ۖ َو َلِئن َكَف ْر ُتْم ِإَّن َع َذ اِبْي َلَش ِديٌد‬Terjemah: “Dan (ingatlah juga),
tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." Semoga kita bukanlah hamba yang kufur akan
nikmatnya sehingga kita bisa terhindar dari azab, musibah dan malapetaka dan kehidupan
kita selamat di dunia dan akhirat. Amin. Maa’syiral Muslimin rahimakumullah, Dalam
kehidupan ini, kita tidak akan pernah lepas dari nikmat dan begitu juga tak akan bisa lepas
dari musibah dan cobaan. Saat mendapatkan nikmat dan saat menghadapi musibah, Agama
Islam telah memberikan panduan dengan senantiasa memegang dua prinsip, yakni: asy-
syukru indan niam (bersyukur ketika mendapat nikmat) dan ash-shabru indal musibah
(bersabar saat mendapatkan musibah). Kedua hal ini pun bisa menjadi barometer (ukuran)
keimanan seseorang yang akan menjadikannya kuat dan sabar dalam menjalani kehidupan
yang terus mengalami perubahan ini. Allah sendiri sudah menegaskan bahwa manusia akan
selalu diberi cobaan musibah yang termaktub dalam Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 155:
‫ َو َلَن ْب ُلَو َّنُك ْم ِبَش ْي ٍء ِمَن اْل َخ ْو ِف َو اْل ُجوِع َو َن ْق ٍص ِمَن اَأْلْم َو اِل َو اَأْلْنُفِس َو الَّث َمَر اِتۗ َو َب ِّش ِر الَّصاِبِر يَن‬Artinya: “Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-
orang yang sabar.” Dalam ayat ini, sabar menjadi perisai dan senjata orang-orang beriman
dalam menghadapi beban dan tantangan hidup. Perasaan takut, kelaparan, kekurangan
bekal, harta, jiwa dan buah-buahan adalah ujian yang bakal kita hadapi dalam kehidupan ini.
Tidak ada yang melindungi kita dari ujian-ujian berat itu selain jiwa kesabaran yang telah
dikaruniakan Allah kepada kita. Lalu siapakan orang yang bersabar itu? Diterangkan dalam
ayat selanjutnya, dalam Surat Al-Baqarah Ayat 156: ‫اَّلِذيَن ِإَذ ا َأَص اَب ْت ُهْم ُمِص يَب ٌة َق اُلوا ِإَّن ا ِهَّلِل َو ِإَّن ا ِإَلْيِه‬
‫ َر اِجُعوَن‬Artinya: (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:
"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (Sesungguhnya semua dari Allah dan semua akan
kembali kepadaNya). Maa’syiral Muslimin rahimakumullah, Musibah adalah ujian dari Allah
sekaligus wujud cinta-Nya pada hamba-Nya. Cinta dan kasih sayang Allah akan diberikan
kepada hamba-Nya yang kuat dalam menghadapi musibah. Rasulullah SAW bersabda dalam
hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah: ‫ِع َظ ُم اْل َج َز اِء َمَع ِع َظ ِم اْل َب اَل ِء َو ِإَّن َهَّللا ِإَذ ا َأَح َّب َقْو ًما اْب َت اَل ُه ْم َفَم ْن َر ِض َي‬
‫ َف َلُه الِّر َض ا َو َم ْن َس ِخ َط َف َلُه الُّس ْخ ُط‬Artinya: "Besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan, dan
sesungguhnya apabila Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Oleh
karena itu, barangsiapa ridha (menerima cobaan tersebut) maka baginya keridhaan, dan
barangsiapa murka maka baginya kemurkaan." Hadits ini memberikan motivasi kepada kita
untuk senantiasa optimis dan terus sabar dalam menghadapi musibah. Memang terkadang,
pesimisme terus menghantui kita dan semakin menambah berat beban dalam menghadapi
musibah dan cobaan. Namun sebenarnya bukan besarnya ombak lautan yang kita hadapi,
melainkan perahu kitalah yang terlalu kecil untuk mengarunginya. Bukan besarnya masalah
yang kita hadapi, melainkan kesabaran kitalah yang terlalu kecil untuk menghadapinya.
Perlu disadari bahwa sikap sabar ini bukan berarti menyerah terhadap kondisi yang ada.
Sabar harus diiringi dengan ikhtiar untuk menghadapi ujian yang ada. Bukan lari dari ujian
itu sendiri. Ujian dalam hidup akan menjadikan kita lebih kuat dan berpengalaman dalam
menghadapi ujian yang nantinya pasti akan kita temui lagi. Lari dari ujian hidup, bukanlah
solusi untuk menyelesaikannya karena jika kita lari dari ujian dan masalah hidup, maka
bersiaplah untuk menghadapi masalah yang lebih besar. ‫اَل ُيَك ِّلُف ُهَّللا َن ْف ًسا ِإاَّل ُو ْس َع َه اۚ َلَه ا َم ا َك َس َب ْت‬
‫ ۗ َو َع َلْي َه ا َم ا اْك َت َس َب ْت‬Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat
siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. QS Al Baqarah: 286). Sabar itu seperti payung
yang tidak akan bisa menghentikan hujan namun akan melindungi kita dari air yang
membasahi sehingga kita masih akan tetap bisa berjalan di tengah derasnya hujan.
Kesabaran tidak akan bisa menghilangkan musibah namun kita akan tetap tegar dalam
melewatinya. Maa’syiral Muslimin rahimakumullah, Dari penjelasan ini kita bisa
menyimpulkan bahwa orang yang sabar adalah dia yang tidak lemah, tidak mudah patah
semangat atau menyerah. Sifat sabar ini dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
ketika umat Islam menjadi minoritas dan ditindas di Makkah. Tak ada yang berpaling,
menyerah, atau kompromi soal aqidah Islam. Semua tetap tegas dan kuat meskipun dalam
siksaan kaum Quraisy. Demikian pula ketika di masa pasca Hijrah di Madinah, mereka tetap
sabar dan tahan banting dengan pasukan yang jumlahnya lebih sedikit. Ketika menahan diri
mereka bersabar, ketika perang terbuka pun mereka sabar. Dengan modal kesabaran ini,
maka umat Islam awal tersebut meraih kemenangan gemilang. Orang-orang yang sabar
dan kuatlah yang akan disertai oleh Allah dengan kemenangan sebagaimana firman Allah
dalam QS Ali 'Imran: 146: ‫َو َك َاِّيْن ِّمْن َّن ِبٍّي َق اَت َۙل َمَع ٗه ِر ِّبُّيْو َن َك ِثْي ٌۚر َفَم ا َو َه ُنْو ا ِلَم ٓا َاَص اَب ُهْم ِفْي َس ِبْي ِل ِهّٰللا َو َم ا َض ُع ُفْو ا‬
‫" َو َم ا اْس َتَك اُنْو اۗ َو ُهّٰللا ُيِحُّب الّٰص ِبِر ْي َن‬Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah
besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak lemah karena bencana yang
menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak (pula) menyerah (kepada
musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar” Maa’syiral Muslimin
rahimakumullah, Demikianlah khutbah tentang pentingnya bersyukur atas nikmat Allah dan
bersabar dalam menghadapi berbagai masalah dan musibah yang sudah menjadi
sunnatullah harus dihadapi oleh manusia. Semoga kita termasuk orang yang kuat dan sabar
dalam menghadapi segala bentuk permasalahan dalam hidup dan semoga kita termasuk
orang-orang yang dilindungi dan dicintai Allah SWT.
‫َباَر َك اُهلل يِل َو َلُك ْم يِف الُقْر آِن اْلَعِظ ْيِم َو َنَف َعيِن َو ِإَّياُك ْم َمِبا ِفْيِه ِم َن اآْل َياِت َو الِّذ ْك ِر اَحْلِكْيِم‬
‫ِع ا اِهلل إَّن ا ْأ ٌ ‪َ Khutbah‬ق َّب ِم ِم ْنُك ِتاَل َت ِإَّن الَّس ِم اْل ِل‬
‫ْيُع َع ُم‬
‫ْي‬ ‫َو َت َل ْيِّن َو ْم َو ُه ُه ُه َو‬ ‫َهلل َي ُمُر‬ ‫َب َد‬
‫ُك‬ ‫َّل‬ ‫َل‬ ‫ُك‬ ‫ُظ‬ ‫ِباْل ْد ِل اإْل اِن ِإ َتاِء ِذي اْلُق و ى ِن الَف َش اِء اْل ْنَك ِر ال ْغِي ِع‬
‫ْر ىَب َيْنَه َع ْح َو ُم َو َب َي ْم َع ْم‬ ‫َع َو ْح َس َو ْي‬
‫ِذ ِهلل‬ ‫ِظ‬
‫َتَذ َّك ُر ْو َن ‪َ .‬فاذُك ُر وا اَهلل اْلَع ْيَم َيْذ ُك ْر ُك ْم َو َل ْك ُر ا َأْك ُرَب‬

Anda mungkin juga menyukai