Wasallam bersabda:
إن أصابته. وليس ذاك ألحٍد إال للمؤمِن. إن أمَر ه كَّله خٌري. عجًبا ألمِر املؤمِن
فكان خًريا له. وإن أصابته ضراُء صرب. فكان خًريا له. سراُء شكَر
“Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan
(untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan
bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu
adalah kebaikan baginya”[1].
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan bersyukur di saat
senang dan bersabar di saat susah, bahkan kedua sifat inilah yang merupakan
penyempurna keimanan seorang hamba. Abdullah bin Mas’ud berkata: “Iman itu
terbagi menjadi dua bagian; sebagiannya (adalah) sabar dan sebagian (lainnya
adalah) syukur”[2].
Dalam Al-Qur’an, Allah memuji secara khusus hamba-hamba-Nya yang memiliki
dua sifat ini sebagai orang-orang yang bisa mengambil pelajaran ketika
menyaksikan tanda-tanda kemahakuasaan Allah. Allah berfirman:
Catatan Kaki
[1] HSR Muslim (no. 2999).
[2] Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab “’Uddatush shaabiriin” (hal. 88).
[3] Kitab “Thariiqul hijratain” (hal. 399).
[4] Keempat faidah di atas kami nukil dari kitab “Bahjatun naazhiriin” (1/82-83).
[5] Lihat keterangan imam Ibnul Qayyim dalam kitab “al-Waabilish shayyib” (hal. 11).
[6] Ibid.
—
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/20127-bersyukur-ketika-senang-dan-bersabar-
ketika-mendapat-bencana.html
َم ۤا َأ َصا َب ِمن ُّم ِصی َب ٍة ِإ َّلا ِب ِإ ۡذ ِن ٱل َّل ِۗه َو َمن ُی ۡؤ ِم ۢن ِبٱل َّل ِه َی ۡه ِد َق ۡل َب ُه ۚۥ َوٱل َّل ُه ِب ُك ِّل َش ۡی ٍء َع ِلی ࣱم
“Tidaklah ada sebuah musibah yang menimpa kecuali dengan izin Allah. Dan barang siapa yang beriman
kepada Allah (bersabar) niscaya Allah akan memberikan hidayah kepada hatinya. Allahlah yang maha
mengetahui segala sesuatu.” (QS At Taghaabun: 11)
Syaikh Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Qar’awi mengatakan, “Di dalam ayat ini
Allah subhanahu wa ta’ala menginformasikan bahwa seluruh musibah yang
menimpa seorang individu di antara umat manusia, baik yang terkait dengan
dirinya, hartanya atau yang lainnya hanya bisa terjadi dengan sebab takdir dari
Allah. Sedangkan ketetapan takdir Allah itu pasti terlaksana tidak bisa
dielakkan. Allah juga menyinggung barang siapa yang tulus mengakui bahwa
musibah ini terjadi dengan ketetapan dan takdir Allah niscaya Allah akan
memberikan taufik kepadanya sehingga mampu untuk merasa ridho dan
bersikap tenang tatkala menghadapinya karena yakin terhadap kebijaksanaan
Allah. Sebab Allah itu maha mengetahui segala hal yang dapat membuat hamba-
hambaNya menjadi baik. Dia juga maha lembut lagi maha penyayang terhadap
mereka.” (Al Jadiid, hal. 313).
Alqamah, salah seorang pembesar tabi’in, mengatakan, “Ayat ini berbicara tentang
seorang lelaki yang tertimpa musibah dan dia menyadari bahwa musibah itu berasal dari sisi Allah maka dia
pun merasa ridho dan bersikap pasrah kepada-Nya.”
Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah ta’ala mengatakan dalam
penjelasannya tentang perkataan Alqamah ini:
“Ini merupakan tafsir dari Alqamah -salah seorang tabi’in (murid sahabat)-
terhadap ayat ini. Ini merupakan penafsiran yang benar dan lurus. Hal itu
disebabkan firman-Nya, ‘Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Allah akan memberikan
hidayah ke dalam hatinya,’ disebutkan dalam konteks ditimpakannya musibah sebagai
ujian bagi hamba. ‘Barangsiapa yang beriman kepada Allah,’ artinya ia mengagungkan
Allah jalla wa ‘ala dan melaksanakan perintah-Nya serta menjauhi larangan-
Nya. ‘Niscaya Allah akan memberikan hidayah ke dalam hatinya,’ yakni supaya bersabar. ‘Allah
akan memberikan hidayah ke dalam hatinya’ supaya tidak merasa marah dan tidak
terima. ‘Allah akan memberikan hidayah ke dalam hatinya,’ yakni untuk menunaikan
berbagai macam ibadah. Oleh sebab itulah beliau (Alqamah) berkata, ‘Ayat ini
berbicara tentang seorang lelaki yang tertimpa musibah dan karena dia menyadari bahwa musibah itu
berasal dari sisi Allah maka dia pun merasa ridho dan bersikap pasrah kepada-Nya.’ Inilah
kandungan iman kepada Allah; ridho dan pasrah kepada Allah.” (At Tamhiid, hal.
391-392).
Dari ayat di atas kita dapat memetik banyak pelajaran berharga, di antaranya
adalah:
1. Keburukan itu juga termasuk perkara yang sudah ditakdirkan ada oleh Allah,
sebagaimana halnya kebaikan.
2. Penjelasan agungnya nikmat iman. Iman itulah yang menjadi sebab hati dapat
meraih hidayah dan merasakan ketenteraman diri.
3. Penjelasan tentang ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu.
4. Balasan suatu kebaikan adalah kebaikan lain sesudahnya.
5. Hidayah taufik merupakan hak prerogatif Allah ta’ala.
(Al Jadiid, hal. 314).
Daftar Isi
Sudut pandang pertama, terarah kepada perbuatan Allah jalla wa ‘ala. Seorang
hamba merasa ridho terhadap perbuatan Allah yang menetapkan terjadinya
segala sesuatu. Dia merasa ridho dan puas dengan perbuatan Allah. Dia merasa
puas dengan hikmah dan kebijaksanaan Allah. Dia merasa ridho terhadap
pembagian jatah yang didapatkannya dari Allah jalla wa ‘ala. Rasa ridho
terhadap perbuatan Allah ini termasuk salah satu kewajiban yang harus
ditunaikan. Meninggalkan perasaan itu hukumnya haram dan menafikan
kesempurnaan tauhid (yang harus ada).
Sudut pandang kedua, terarah kepada kejadian yang diputuskan, yaitu terhadap
musibah itu sendiri. Maka hukum merasa ridho terhadapnya adalah mustahab.
Bukan kewajiban atas hamba untuk merasa ridho dengan sakit yang
dideritanya. Bukan kewajiban atas hamba untuk merasa ridho dengan sebab
kehilangan anaknya. Bukan kewajiban atas hamba untuk merasa ridho dengan
sebab kehilangan hartanya. Namun hal ini hukumnya mustahab (disunahkan).
Oleh sebab itu dalam konteks tersebut (ridho yang hukumnya wajib) Alqamah
mengatakan, ‘Ayat ini berbicara tentang seorang lelaki yang tertimpa musibah dan dia menyadari
bahwa musibah itu berasal dari sisi Allah maka dia pun merasa ridha’ yakni merasa puas
terhadap ketetapan Allah ‘dan ia bersikap pasrah’ karena ia mengetahui musibah itu
datangnya dari sisi (perbuatan) Allah jalla jalaaluhu. Inilah salah satu ciri
keimanan.” (At Tamhiid, hal. 392-393).
Hikmah yang Tersimpan di Balik Musibah yang
Disegerakan
Dari Anas, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila
Allah menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya, maka Allah segerakan hukuman atas dosanya di dunia. Dan
apabila Allah menghendaki keburukan pada hamba-Nya maka Allah tahan hukuman atas dosanya itu sampai
dibayarkan di saat hari kiamat.” (Hadits riwayat At Tirmidzi dengan nomor 2396 di
dalam Az Zuhud. Bab tentang kesabaran menghadapi musibah. Beliau
mengatakan: hadits ini hasan gharib. Ia juga diriwayatkan oleh Al Haakim dalam Al
Mustadrak (1/349, 4/376 dan 377). Ia tercantum dalam Ash Shahihah karya Al Albani
dengan nomor 1220).
Syaikhul Islam mengatakan:
ُأوَلـِئَك َع َلْي ِه ْم َص َلَو اٌت ِّمن َّر ِّب ِه ْم َو َر ْح َم ٌة َو ُأوَلـِئَك ُه ُم اْلُم ْهَتُد وَن
“Mereka itulah orang-orang yang diberikan pujian (shalawat) dari Rabb mereka dan memperoleh curahan
rahmat.” (QS. Al Baqoroh: 157)
Ampunan dari Allah atas dosa-dosanya juga akan didapatkan, begitu pula
derajatnya pun akan terangkat. Barang siapa yang merealisasikan sabar yang
hukumnya wajib ini niscaya dia akan memperoleh balasan-balasan tersebut.”
Selesai perkataan Syaikhul Islam dengan ringkas (lihat Fathul Majiid, hal. 353-
354).
Dari hadits di atas kita dapat memetik beberapa pelajaran berharga, yaitu:
{ َو َل َن ْب ُل َو َّن ُك ْم ِب َش ْي ٍء ِم َن ا ْل َخ ْو ِف َوا ْل ُجو ِع َو َن ْق ٍص ِّم َن ْال َأ ْم َوا ِل َو ْال َأن ُف ِس َوال َّث َم َرا ِت َو َب ِّش ِر ال َّصا ِب ِري َن
}156{ } ا َّل ِذي َن ِإ َذ آ َأ َص ا َب ْت ُهم ُّم ِص ي َب ٌة َقا ُل وا ِإ َّن ا ل لِه َو ِإ َّن آ ِإ َل ْي ِه َر ا ِج ُع و َن155
ُأ ْول آ ِئ َك َع َل ْي ِه ْم َص َل َوا ُُت ِّمن َّر ِّب ِه ْم َو َر ْح َم ٌة َو ُأ ْول آ ِئ َك ُه ُم ا ْل ُم ْه َت ُدو َن
“Sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan serta kekurangan harta benda,
jiwa, dan buah-buahan. Maka berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang
yang apabila tertimpa musibah mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami ini berasal dari Allah, dan kami
juga akan kembali kepada-Nya.’ Mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan ucapan sholawat
(pujian) dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh hidayah.” (QS Al
Baqoroh: 155-157)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata di dalam kitab
tafsirnya, “Ayat ini menunjukkan bahwa barang siapa yang tidak bersabar maka
dia berhak menerima lawan darinya, berupa celaan dari Allah, siksaan,
kesesatan serta kerugian. Betapa jauhnya perbedaan antara kedua golongan ini.
Betapa kecilnya keletihan yang ditanggung oleh orang-orang yang sabar bila
dibandingkan dengan besarnya penderitaan yang harus ditanggung oleh orang-
orang yang protes dan tidak bersabar…” (Taisir Karimir Rahman, hal. 76).
Allah ta’ala juga berfirman,
َاْل َح ْم ُد ِهّٰلِل َو الَّص اَل ُة َو الَّس اَل ُم َع َلى َس ِّيِد َن ا ُم َح َّمٍد َر ُسْو ِل ِهللا َو َع َلى آِلِه َو َص ْح ِبِه َو َم ْن َو ااَل ُه َو َأْش َه ُد َأْن اَّل ِإلَه ِإاَّل ُهللا َو ْح َد ُه اَل
َف ِإِّن ي ُأْو ِص ْي ُك ْم َو َن ْف ِس ْي ِبَت ْق َو ى ِهللا اْلَع ِلِّي اْلَق ِدْي ِر اْلَق اِئِل ِفْي، َش ِر ْي َك َلُه َو َأْش َه ُد َأَّن َس ِّيَد َن ا ُم َح َّم ًد ا َع ْب ُد ُه َو َر ُسْو ُلُه اَل َن ِبَّي َب ْع َد ُه َأَّما َب ْع ُد
اَّلِذيَن ِإَذ ا. َو َلَن ْب ُلَو َّنُك ْم ِبَش ْي ٍء ِمَن اْل َخ ْو ِف َو اْلُجوِع َو َن ْق ٍص ِمَن اَأْلْم َو اِل َو اَأْلْنُفِس َو الَّث َمَر اِت َو َب ِّش ِر الَّصاِبِر يَن:ُمْح َك ِم ِك َت اِبِه
: (البقرة. ُأوَلِئَك َع َلْي ِه ْم َص َلَو اٌت ِمْن َر ِّب ِه ْم َو َر ْح َم ٌة َو ُأوَلِئَك ُه ُم اْلُمْه َت ُد وَن. َأَص اَب ْت ُهْم ُمِص يَب ٌة َق اُلوا ِإَّن ا ِهَّلِل َو ِإَّن ا ِإَلْيِه َر اِجُعوَن
) ـ١٥٧-١٥٥ Maa’syiral Muslimin rahimakumullah, Pada momentum ibadah Jumat ini,
marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan dan keimanan sekaligus senantiasa
meningkatkan rasa syukur kita kepada Allah subhanahu wata’ala yang telah
menganugerahkan banyak nikmat kepada kita. Saking banyaknya nikmat yang diberikan,
terkadang kita lupa tidak merawat dan mensyukurinya. Di antara nikmat itu seperti nikmat
sehat, sempat, dan juga yang paling penting adalah nikmat iman dan Islam. Semua nikmat
yang dianugerahkan kepada kita ini pasti tidak bisa kita hitung satu persatu. Hal ini sesuai
dengan firman Allah subhanahu wata’ala: َو ِإْن َت ُع ُّد وا ِنْع َم َة ِهَّللا اَل ُت ْح ُصوَه اۗ ِإَّن َهَّللا َلَغ ُفوٌر َر ِحيٌمArtinya:
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan
jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS
An-Nahl:18). Dalam mewujudkan rasa syukur kita, marilah kita senantiasa mengucapkan
“Alhamdulillah” baik saat mendapat nikmat maupun saat kita ditimpa musibah. Karena perlu
disadari, nikmat yang dianugerahkan Allah kepada kita lebih banyak dari masalah dan
musibah yang kita hadapi dan rasakan. Dengan syukur dalam berbagai kondisi apa pun,
mudah-mudahan Allah akan selalu menyayangi kita dan nikmat dari-Nya akan terus
mengalir dalam kehidupan kita. Allah pun telah menjanjikan dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim
ayat 7: َو ِإْذ َت َأَّذ َن َر ُّب ُك ْم َلِئن َشَك ْر ُتْم َأَلِز يَد َّنُك ْم ۖ َو َلِئن َكَف ْر ُتْم ِإَّن َع َذ اِبْي َلَش ِديٌدTerjemah: “Dan (ingatlah juga),
tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." Semoga kita bukanlah hamba yang kufur akan
nikmatnya sehingga kita bisa terhindar dari azab, musibah dan malapetaka dan kehidupan
kita selamat di dunia dan akhirat. Amin. Maa’syiral Muslimin rahimakumullah, Dalam
kehidupan ini, kita tidak akan pernah lepas dari nikmat dan begitu juga tak akan bisa lepas
dari musibah dan cobaan. Saat mendapatkan nikmat dan saat menghadapi musibah, Agama
Islam telah memberikan panduan dengan senantiasa memegang dua prinsip, yakni: asy-
syukru indan niam (bersyukur ketika mendapat nikmat) dan ash-shabru indal musibah
(bersabar saat mendapatkan musibah). Kedua hal ini pun bisa menjadi barometer (ukuran)
keimanan seseorang yang akan menjadikannya kuat dan sabar dalam menjalani kehidupan
yang terus mengalami perubahan ini. Allah sendiri sudah menegaskan bahwa manusia akan
selalu diberi cobaan musibah yang termaktub dalam Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 155:
َو َلَن ْب ُلَو َّنُك ْم ِبَش ْي ٍء ِمَن اْل َخ ْو ِف َو اْل ُجوِع َو َن ْق ٍص ِمَن اَأْلْم َو اِل َو اَأْلْنُفِس َو الَّث َمَر اِتۗ َو َب ِّش ِر الَّصاِبِر يَنArtinya: “Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-
orang yang sabar.” Dalam ayat ini, sabar menjadi perisai dan senjata orang-orang beriman
dalam menghadapi beban dan tantangan hidup. Perasaan takut, kelaparan, kekurangan
bekal, harta, jiwa dan buah-buahan adalah ujian yang bakal kita hadapi dalam kehidupan ini.
Tidak ada yang melindungi kita dari ujian-ujian berat itu selain jiwa kesabaran yang telah
dikaruniakan Allah kepada kita. Lalu siapakan orang yang bersabar itu? Diterangkan dalam
ayat selanjutnya, dalam Surat Al-Baqarah Ayat 156: اَّلِذيَن ِإَذ ا َأَص اَب ْت ُهْم ُمِص يَب ٌة َق اُلوا ِإَّن ا ِهَّلِل َو ِإَّن ا ِإَلْيِه
َر اِجُعوَنArtinya: (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:
"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (Sesungguhnya semua dari Allah dan semua akan
kembali kepadaNya). Maa’syiral Muslimin rahimakumullah, Musibah adalah ujian dari Allah
sekaligus wujud cinta-Nya pada hamba-Nya. Cinta dan kasih sayang Allah akan diberikan
kepada hamba-Nya yang kuat dalam menghadapi musibah. Rasulullah SAW bersabda dalam
hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah: ِع َظ ُم اْل َج َز اِء َمَع ِع َظ ِم اْل َب اَل ِء َو ِإَّن َهَّللا ِإَذ ا َأَح َّب َقْو ًما اْب َت اَل ُه ْم َفَم ْن َر ِض َي
َف َلُه الِّر َض ا َو َم ْن َس ِخ َط َف َلُه الُّس ْخ ُطArtinya: "Besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan, dan
sesungguhnya apabila Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Oleh
karena itu, barangsiapa ridha (menerima cobaan tersebut) maka baginya keridhaan, dan
barangsiapa murka maka baginya kemurkaan." Hadits ini memberikan motivasi kepada kita
untuk senantiasa optimis dan terus sabar dalam menghadapi musibah. Memang terkadang,
pesimisme terus menghantui kita dan semakin menambah berat beban dalam menghadapi
musibah dan cobaan. Namun sebenarnya bukan besarnya ombak lautan yang kita hadapi,
melainkan perahu kitalah yang terlalu kecil untuk mengarunginya. Bukan besarnya masalah
yang kita hadapi, melainkan kesabaran kitalah yang terlalu kecil untuk menghadapinya.
Perlu disadari bahwa sikap sabar ini bukan berarti menyerah terhadap kondisi yang ada.
Sabar harus diiringi dengan ikhtiar untuk menghadapi ujian yang ada. Bukan lari dari ujian
itu sendiri. Ujian dalam hidup akan menjadikan kita lebih kuat dan berpengalaman dalam
menghadapi ujian yang nantinya pasti akan kita temui lagi. Lari dari ujian hidup, bukanlah
solusi untuk menyelesaikannya karena jika kita lari dari ujian dan masalah hidup, maka
bersiaplah untuk menghadapi masalah yang lebih besar. اَل ُيَك ِّلُف ُهَّللا َن ْف ًسا ِإاَّل ُو ْس َع َه اۚ َلَه ا َم ا َك َس َب ْت
ۗ َو َع َلْي َه ا َم ا اْك َت َس َب ْتArtinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat
siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. QS Al Baqarah: 286). Sabar itu seperti payung
yang tidak akan bisa menghentikan hujan namun akan melindungi kita dari air yang
membasahi sehingga kita masih akan tetap bisa berjalan di tengah derasnya hujan.
Kesabaran tidak akan bisa menghilangkan musibah namun kita akan tetap tegar dalam
melewatinya. Maa’syiral Muslimin rahimakumullah, Dari penjelasan ini kita bisa
menyimpulkan bahwa orang yang sabar adalah dia yang tidak lemah, tidak mudah patah
semangat atau menyerah. Sifat sabar ini dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
ketika umat Islam menjadi minoritas dan ditindas di Makkah. Tak ada yang berpaling,
menyerah, atau kompromi soal aqidah Islam. Semua tetap tegas dan kuat meskipun dalam
siksaan kaum Quraisy. Demikian pula ketika di masa pasca Hijrah di Madinah, mereka tetap
sabar dan tahan banting dengan pasukan yang jumlahnya lebih sedikit. Ketika menahan diri
mereka bersabar, ketika perang terbuka pun mereka sabar. Dengan modal kesabaran ini,
maka umat Islam awal tersebut meraih kemenangan gemilang. Orang-orang yang sabar
dan kuatlah yang akan disertai oleh Allah dengan kemenangan sebagaimana firman Allah
dalam QS Ali 'Imran: 146: َو َك َاِّيْن ِّمْن َّن ِبٍّي َق اَت َۙل َمَع ٗه ِر ِّبُّيْو َن َك ِثْي ٌۚر َفَم ا َو َه ُنْو ا ِلَم ٓا َاَص اَب ُهْم ِفْي َس ِبْي ِل ِهّٰللا َو َم ا َض ُع ُفْو ا
" َو َم ا اْس َتَك اُنْو اۗ َو ُهّٰللا ُيِحُّب الّٰص ِبِر ْي َنDan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah
besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak lemah karena bencana yang
menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak (pula) menyerah (kepada
musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar” Maa’syiral Muslimin
rahimakumullah, Demikianlah khutbah tentang pentingnya bersyukur atas nikmat Allah dan
bersabar dalam menghadapi berbagai masalah dan musibah yang sudah menjadi
sunnatullah harus dihadapi oleh manusia. Semoga kita termasuk orang yang kuat dan sabar
dalam menghadapi segala bentuk permasalahan dalam hidup dan semoga kita termasuk
orang-orang yang dilindungi dan dicintai Allah SWT.
َباَر َك اُهلل يِل َو َلُك ْم يِف الُقْر آِن اْلَعِظ ْيِم َو َنَف َعيِن َو ِإَّياُك ْم َمِبا ِفْيِه ِم َن اآْل َياِت َو الِّذ ْك ِر اَحْلِكْيِم
ِع ا اِهلل إَّن ا ْأ ٌ َ Khutbahق َّب ِم ِم ْنُك ِتاَل َت ِإَّن الَّس ِم اْل ِل
ْيُع َع ُم
ْي َو َت َل ْيِّن َو ْم َو ُه ُه ُه َو َهلل َي ُمُر َب َد
ُك َّل َل ُك ُظ ِباْل ْد ِل اإْل اِن ِإ َتاِء ِذي اْلُق و ى ِن الَف َش اِء اْل ْنَك ِر ال ْغِي ِع
ْر ىَب َيْنَه َع ْح َو ُم َو َب َي ْم َع ْم َع َو ْح َس َو ْي
ِذ ِهلل ِظ
َتَذ َّك ُر ْو َن َ .فاذُك ُر وا اَهلل اْلَع ْيَم َيْذ ُك ْر ُك ْم َو َل ْك ُر ا َأْك ُرَب