Anda di halaman 1dari 4

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Sabar adalah sesuatu yang sangat penting dalam ajaran Islam. Oleh karena pentingnya kedudukan sabar itulah,
sabar dijadikan oleh Allah ‫ ﷻ‬sebagai satu sebab dari berbagai sebab atau faktor mendapatkan pertolongan dan
kebersamaan bersama Allah Taala.

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh,
Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153)
Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:

“Sabar adalah separuh dari iman.” (HR. Abû Na‘îm dan al-Khathîb)
Ajaran sabar begitu penting dalam Islam, sehingga porsinya separuh dari kesempurnaan kualitas dan tingkat
keimanan kita.
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Oleh karena urgensi sabar itulah, Allah ‫ ﷻ‬dalam QS. al-‘Ashr menegaskan bahwa kita diperintahkan untuk
saling berwasiat, saling memberikan nasihat agar berbuat sabar (watawâshau bish-shabr), bukan hanya agar
berbuat yang benar. Bahwa wasiat agar bersabar ini menjadi salah satu di antara empat elemen yang sangat penting
bagi keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Syekh Ash-Shâwî dalam kitab tafsirnya Hâsyiyat al-Shâwî ‘alâ Tafsîr al-Jalâlain, ketika menjelaskan Surat al-’Ashr,
menyatakan bahwa barangsiapa yang bisa memenuhi empat elemen ini: beriman, beramal saleh, berwasiat/nasihat
kebenaran, dan berwasiat kesabaran, maka ia telah memenuhi hak Allah dan hak hamba-Nya, sehingga
mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat.
Kita pun telah maklum dengan ayat yang menegaskan bahwa dunia ini adalah arena ujian (dâr balâ’) berupa
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta benda, nyawa dan buah-buahan, dan sebagainya. Allah pun memberikan
kabar gembira bagi orang-orang yang sabar, memberitahukan keadaan mereka ketika ditimpa musibah dan
menetapkan balasan pahala dan rahmat bagi mereka.
“Dan pasti Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa
musibah, mereka berkata ”Innaâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami
kembali. Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmah dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. al-Baqarah [2]: 155-157)
Atas dasar itulah, sabar merupakan sebab kelangsungan kokohnya cita-cita, langgengnya amal dan usaha sungguh-
sungguh. Tidaklah hilang dari seorang suatu kesempurnaan kecuali karena lemahnya kekuatannya dalam
menanggung rasa sabar dan beban. Padahal dengan kunci kesabaran yang kokoh, gembok-gembok persoalan
dapat diatasi. Sebaik-baik perbuatan adalah sabar dalam menghadapi kesulitan.
Imam al-Ghazali (450-505/1058-1111) mengatakan bahwa: ”Seluruh yang dihadapi seorang manusia dalam
kehidupan ini tidak lepas dari dua macam, yaitu: (1) sesuatu yang sesuai dengan keinginannya; dan (2) sesuatu
yang tidak sesuai dengan keinginannya, justru dibencinya. Masing-masing memerlukan kesabaran (al-Ghazâlî, Ihyâ’
‘Ulûm ad-Dîn [Surabaya: Alhidayah, t.t.], Juz 4, hlm. 1409).
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Ada dua macam orang dalam kehidupan ini dalam hubungannya dengan kesabaran. Nabi ‫ﷺ‬, sebagaimana
tersebut dalam hadits shahih al-Bukhari dan Muslim, memberikan tamsil, suatu perumpamaan indah, mengenai
orang mukmin yang sabar, dan orang munafik, dalam menghadapi kehidupan dunia ini.

”Perumpamaan orang mukmin bagaikan pohon yang selalu diterpa angin --tetapi tetap kokoh, dan seorang mukmin
selalu ditimpa musibah; sementara perumpamaan orang munafik bagaikan pohon padi yang tidak bergoyang dan
tidak roboh sampai dengan dipanen (HR Muttafaq ‘Alaih, redaksi Muslim). (An-Nawawî, Shahîh Muslim bi-Syarh al-
Nawawî, Cet. ke-1, Al-Azhar: al-Mathba’ah al-Mishriyyah, 1930, Juz, XVII, hlm. 151)
Pohon bambu misalnya menancap kuat di bumi, meskipun diterjang angin yang mendoyongkannya, merontokkan
daun-daunnya, tetapi tidak merobohkannya, tidak membelahnya, dan tidak mencerabut akarnya. Demikian pula
seorang mukmin meskipun ditimpa musibah, yang mengakibatkan kesedihan, tetapi musibah itu tidak bisa
mengalahkannya ataupun menggoncangkan keimanannya sedikitpun, sebab keimanannya kepada Allah merupakan
pegangannya dari menghadapi musibah.
Dunia ini penuh dengan peristiwa dan kejadian yang mendadak. Pada satu sisi, manusia merasakan bahagia dekat
dengan orang yang disayangi dan dicintai, tetapi tiba-tiba terdengar berita kematiannya. Pada sisi lain, manusia
berada dalam keadaan sehat walafiat dan rezeki yang melimpah, tetapi tiba-tiba ia jatuh sakit, masa depannya
suram, hartanya habis tersia-siakan....
Dunia ini ada anugerah, ada ujian, ada kegembiraan dan ada kesedihan, ada cita-cita serta ada derita. Dunia ini
tidak ada yang langgeng (baqâ’), tetapi sifatnya fanâ’. Sesuatu yang jernih bisa berubah keruh, kesenangan bisa
berubah menjadi keperihatinan dan kesedihan bahkan kesengsaraan. Alangkah janggal orang yang tertawa tetapi
tidak pernah menangis; alangkah janggal orang yang penuh kemewahan tetapi tidak pernah merasakan kesulitan;
alangkah janggal orang yang bahagia tetapi tidak pernah sedih, bukan?
Imam Syarf al-Dîn al-Nawawî memberikan penjelasan tentang maksud hadits di atas. Ia mengatakan:

Artinya: ”Para ulama berkata: ‘makna hadits itu adalah bahwa orang mukmin banyak mengalami kepedihan pada
badannya, dan keluarganya ataupun hartanya, tetapi hal itu justru menjadi pelebur bagi kesalahan-kesalahannya,
dan meninggikan derajatnya. Sementara orang kafir sedikit mengalami kepedihan, bila ia tertimpa sesuatu, sesuatu
itu tidak meleburkan kesalahan-kesalahannya sedikit pun, bahkan ia datang membawa kesalahan-kesalahannya itu
pada Hari Kiamat secara sempurna.” (An-Nawawî, Shahîh Muslim bi-Syarh al-Nawawî, Cet. ke-1, Al-Azhar: al-
Mathba’ah al-Mishriyyah, 1930, Juz, XVII, hlm. 151)
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,
Inilah realitas dunia. Ada bahagia, ada sengsara, ada gembira ada sedih, ada suka dan ada duka. Oleh karena
itulah, musibah bagi orang mukmin dipandang sebagai ujian. Bagi orang mukmin keberadaan dunia yang penuh
dengan lika-liku dan dinamika kehidupan ini dihadapi dengan penuh kesabaran, karena sabar itulah obat dari
penyakit-penyakit yang mengguncang dunia.
Allah ‫ ﷻ‬telah jelas menyatakan bahwa: ”Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya....” (QS. Al-Mulk [69]: 2). Jadi, dunia ini berisi ujian bagi manusia, untuk
menguji orang yang paling baik perbuatannya (ahsan/khair), bukan cuma ornag yang paling banyak perbuatannya
(aktsar).
Oleh karena itulah, Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullâh (31-110 H), sebagaimana disitir oleh Syaikh ‘Abd al-Majîd
bin Muhammad bin Muhammad al-Khânî al-Syâfi‘î al-Naqsabandî (w. 1318), berkata:

Artinya: ”Kami telah mendapatkan ujian, sebagaimana orang-orang mendapatkan ujian, kami tidak melihat sesuatu
pun yang lebih bermanfaat daripada sabar. Sebab dengan sabar itu segala persoalan dapat diobati (dicarikan
solusinya), sementara sabar itu sendiri tidaklah diobati dengan selainnya. Tidaklah seseorang diberi sesuatu yang
lebih baik dan lebih luas--kenikmatannya--daripada sabar.” (‘Abd al-Majîd bin Muhammad al-Khânî al-Naqsabandî,
al-Hadâ’id al-Wardiyyah fî Ajlâ’ al-Sâdâh al-Naqsabandiyyah, Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut: Dâr al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, 2010 hlm. 198).
Eksistensi orang mukmin di antara manusia ini sungguh menakjubkan, karena karakteristik baiknya dalam
menghadapi kondisi senang maupun kesulitan, sebagaimana disebutkan dalam hadits:

Artinya: ”Seorang mukmin itu bila mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur, karena bersyukur itu lebih baik
baginya; dan bila ditimpa sesuatu kesulitan, maka ia bersabar, karena sabar itu lebih baik baginya.” (HR. Muslim)
Dengan demikian, jelas ajaran kesabaran sangat penting diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, dalam
berbagai sendi dan dinamika kehidupan, terutama tentu ketika tertimpa musibah. Bagi orang mukmin yang bisa
menjalani dan menghadapi musibah dengan sabar, maka ia diberikan petunjuk, ampunan, dan rahmat dari Allah
Taala. Semoga Allah ‫ ﷻ‬memberikan kekuatan lahir bagi ahli musibah (orang dan keluarga yang terkena
musibah). Semoga Allah Taala menyelamatkan kita, bangsa Indonesia, dari penderitaan, musibah dan bencana,
âmîn…

Khutbah II

Anda mungkin juga menyukai