Anda di halaman 1dari 5

Khutbah Jumat

Khutbah Jumat- Mendulang Manfaat Kala


Sakit dan Sehat
Jamaah Jumat rahimakumullah

Puji Syukur kepada Allah yang telah mengaruniakan nikmat iman dan Islam. nikmat
yang dengannya, kita akan selamat di dunia dan akhirat. Karenanya, nikmat ini harus
kita jaga, sampai ajal tiba.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarga, para
shahabat dan orang-orang yang senantiasa mengikuti sunah beliau hingga hari Kiamat.

Kemudian, kami wasiyatkan kepada khatib pribadi dan kepada para hadirin sekalian
agar meningkatkan takwa kepada Allah Ta’ala. Takwa adalah penentu arah kehidupan
manusia. Arah yang akan menentukan nasibnya; bahagia atau sengsara, selamat atau
celaka.

Jamaah Jumat rahimakumullah

Bagaikan siang dan malam, begitulah warna hidup manusia. Tak ada manusia yang
mencapai segala yang diinginkan, atau terhindar dari segala yang dibenci. Ada kalanya
senang, tapi juga pernah bersedih, ada kalanya sehat, tapi pasti juga pernah
merasakan sakit.

Allah memang menguji manusia dengan dua hal, sesuatu yang menyenangkan dan
sesuatu yang menyedihkan,

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang
sebenar-benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.” (QS al-Anbiya’ 35)

Yakni Allah menguji  manusia, sesekali dengan musibah, sesekali dengan nikmat, agar
terbukti siapa yang bersyukur, siapa pula yang kufur, siapa yang bersabar, siapa pula
yang berputus asa, sebagaimana disebutkan Ibnu Katsier dalam tafsirnya.
Ibnu Abbas menafsirkan ayat tersebut, “Yakni menguji dengan kesempitan dan
kelapangan, kesehatan dan rasa sakit, kaya dan miskin, halal dan haram, taat dan
maksiat, hidayah dan kesesatan.”

 
Jamaah Jumat rahimakumullah

Sehat dan sakit sama-sama bermakna ujian, maka keduanya berpotensi mendatangkan
selaksa manfaat, tapi juga tak jarang membuat orang menjadi sesat, yakni ketika salah
dalam mengelola dan mengambil sikap.

Adalah keliru orang yang memandang bahwa ujian bagi jasad hanya saat terjangkit
penyakit saja. Kesehatan hakikatnya adalah ujian yang berupa kenikmatan, yang hasil
akhirnya ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur.

Siapapun mengakui, meskipun kerap tidak menyadari, bahwa sehat adalah nikmat yang
agung. Bahkan ia adalah sayyidu na’imid dunya, nikmat paling besar bagi
kemasalahatan hidup di dunia, sebagaimana Islam adalah sayyidu na’imil akhirah,
nikmat yang paling agung bagi akhirat. Sebagai bukti, manusia berani mengorbankan
harta berapapun demi kesembuhannya, dan tak ada yang berani menjual kesehatannya
meski dengan imbalan yang tinggi.

Suatu kali, seseorang mendatangi Yunus bin Ubaid rahimahullah, ulama di kalangan
tabi’in. Dia mengeluhkan perihal kesempitan yang dialaminya. Seakan dia tidak memiliki
apa-apa. Lalu Yunus bertanya, “Relakah kamu tukar penglihatanmu dengan seratus ribu
dirham?” Ia menjawab, “Tidak.” Yunus, “Bagaimana dengan tanganmu, bolehkah
ditukar dengan seratus ribu dirham?” Ia menjawab, “Tidak rela.” Yunus, “Bagaimana
dengan kedua kakimu?” Ia menjawab, “tidak juga.” Lalu Yunus berkata, “Perbanyaklah
mengingat nikmat Allah, aku melihat kamu memiliki ratusan ribu dirham, tapi masih
juga banyak mengeluh?”

Namun sayang, agungnya nikmat kesehatan tak banyak disadari oleh umumnya orang.
Karena kesadaran akan tingginya nilai nikmat itu biasanya lebih terasa justru di saat
nikmat tersebut telah lenyap dari genggamannya. Seperti orang yang akhirnya
menyandang kebutaan, barangkali dia amat sadar betapa nikmat mata adalah karunia
yang sangat besar. Namun kesadaran ini jarang hadir dalam benak manusia saat
nikmat masih melekat. Kebanyakan manusia seperti yang digambarkan Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam

 ‫ص َّحةُ َو ْالفَ َرا ُغ‬ ٌ ‫َان َم ْغب‬


ِ َّ‫ُون فِي ِه َما َكثِي ٌر ِم ْن الن‬
ِّ ‫اس ال‬ ِ ‫نِ ْع َمت‬

“Dua nikmat yang dilupakan oleh kebanyakan manusia, yakni sehat dan waktu luang.”
(HR Al-Bukhari )

Jamaah Jumat rahimakumullah


Hasil positif ujian berupa sehat adalah syukur. Tanda mensyukuri nikmat sehat adalah
dengan mengakui dan mengingat bahwa kesehatan yang dirasakannya adalah semata-
mata karena karunia Allah, dan tidak menganggapnya sebagai suatu pemberian yang
remeh. Karena faktanya, dengan sehat  manusia bisa melakukan banyak maslahat,
dengannya pula sesuatu yang enak dan nikmat akan terasa enak dan nikmat, berbeda
dengan orang sakit yang tidak merasakan nikmatnya sesuatu yang nikmat.

Selain mengingat, mengakui nikmat dan juga memuji Allah atas nikmat sehat, yang
tidak kalah pentingnya adalah syukur dengan anggota badan, yakni menggunakan
sehat sesuai dengan kehendak Allah, memanfaatkan badan yang sehat untuk taat dan
hal-hal yang bermanfaat. Di antara salaf berkata, asy-syukru tarkul ma’ashi, tanda
syukur adalah dengan meninggalkan maksiat. Maka barangsiapa yang bermaksiat
dengan anggota badannya yang sehat, maka dia telah mengkufuri nikmat Allah.

Jamaah Jumat rahimakumullah

Hadirnya penyakit adalah ujian yang tidak diingini oleh kebanyakan manusia. Pun
begitu, tak ada orang yang sehat sepanjang masa. Setiap orang pasti pernah
mengalami sakit. Beragam cara orang menyikapi musibah sakit. Namun secara garis
besar, ada empat  macam sikap, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syeikh Muhammad
bin Shalih al-Utsaimin,

Pertama, orang yang marah dan jengkel. Baik rasa jengkel yang dipendam dalam hati,
maupun dilampiaskan dengan lisan dan anggota badan. Misalnya berburuk sangka
kepada Allah, merasa dizhalimi oleh Allah dan semisalnya. Atau yang diungkapkan
dengan lisan seperti keluhan yang mengindikasikan putus asa dan mencela takdir.
Apalagi jika ditunjukkan dengan anggota badan, seperti dengan sengaja bermaksiat,
meninggalkan perintah padahal mampu menjalankan dan tingkah laku lain sebagai
pelampiasan atas kekesalannya. Dia adalah orang yang gagal dalam menjalani ujian.
Dia juga mendapatkan dua musibah, musibah dunia dan musibah agama sekaligus.

Kedua, orang yang bersabar terhadap penyakit yang dideritanya. Ia tidak menyukai
sakit, tapi ia menahan diri dari segala sesuatu yang diharamkan, demi mendapatkan
pahala dari Allah. Tidak mengucapkan apa-apa yang dimurkai oleh Allah,  tidak pula
anggota badannya melakukan sesuatu yang dibenci oleh Allah, bahkan hatinya tidak
menaruh kebencian atau kejengkelan terhadap Allah sedikitpun.

Sikap ketiga adalah ridha dalam menghadapi musibah sakit. Ini masih masih dalam
bingkai kesabaran, namun lebih tinggi dari sekedar bersabar untuk tidak berprasangka
buruk kepada Allah, mengeluh atau melampiaskan dengan anggota badannya. Dia
merasa ridha dengan ketetapan Allah atas dirinya. Dia memahami, bahwa ujian adalah
tanda cinta Allah atas hamba-Nya, selagi hamba itu ridha atas ujian yang menimpanya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 

 ُ‫ِّضا َو َم ْن َس ِخطَ فَلَهُ ال َّس َخط‬ ِ ‫َوإِ َّن هَّللا َ إِ َذا أَ َحبَّ قَوْ ًما ا ْبتَالَهُ ْم فَ َم ْن َر‬
َ ‫ض َى فَلَهُ الر‬

“Dan sesungguhnya Allah apabila mencintai suatu kaum, Dia akan mengujinya dengan
musibah, maka barangsiapa ridha, maka Allah ridha kepadanya, dan barangsiapa
marah, maka Allahpun marah kepadanya.” (HR Tirmidzi, beliau berkata, hadits hasan
gharib)

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Tingkatan paling tinggi dalam menghadapi musibah sakit adalah sikap keempat, yaitu
tingkat syukur. Dia bukan saja sabar dan ridha, bahkan dia bersyukur lantaran diberi
sakit. Karena baginya, sakit adalah wahana penghapus dosa dan meninggikan derajat
di sisi-Nya. Dia yakin akan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam

ٌ‫ت َع ْنهُ بِهَا َخ ِطيئَة‬


ْ َ‫ت لَهُ بِهَا َد َر َجةٌ َو ُم ِحي‬
ْ َ‫ك َشوْ َكةً فَ َما فَوْ قَهَا إِالَّ ُكتِب‬
ُ ‫َما ِم ْن ُم ْسلِ ٍم يُشَا‬

“Tiada seorang muslim yang tertusuk duri atau musibah yang lebih berat dari itu,
melainkan dicatat baginya satu derajat, dan dihapus dengannya satu kesalahan.” (HR
Muslim)

Minimal ada empat alasan menurut Syuraih al-Qadhi, mengapa musibah bisa
membuahkan rasa syukur, bahkan beliau bertahmid empat kali karenanya. Pertama
karena Allah memberikan taufik kepadanya untuk membaca istirja’ (bacaan inna lillahi
wa inna ilaihi raaji’un) yang dengannya dia mengharap pahala dari Allah.

Kedua, karena Allah memberi karunia kesabaran, padahal Allah melimpahkan pahala
tanpa hitungan bagi orang yang wafat dalam keadaan bersabar. Apalagi, Allah juga
memberikan 3 hal bagi orang yang bersabar, dan masing-masing lebih baik dari pada
dunia dan seisinya, yakni shalawat dari Allah, rahmat dan hidayah-Nya, seperti disebut
dalam QS. al-Baqarah 155-157.

Yang terakhir, selayaknya dia bersyukur karena rasa sakit yang dialami tidak lebih berat
dari itu. Masih banyak orang lain yang mengalami sakit lebih berat. Keempat, bersyukur
karena musibah sakit hanyalah musibah duniawi, bukan ukhrawi. Sehingga akibatnya
tidak seberapa bila dibandingkan dengan musibah akhirat. Inilah tingkatan paling tinggi
dalam menyikapi rasa sakit. Pun begitu, bukanlah kebaikan jika seseorang berdoa
supaya dijangkiti suatu penyalit, tidak pula berobat itu mengurangi nilai sabar, ridha
dan syukurnya.
‫‪Demikianlah khutbah yang dapat kami sampaikan, semga bermanfaat. kita berdoa‬‬
‫‪semoga Allah menganugerahkan kita sabar dan syukur. Amien.‬‬

‫ص ْب ِر‬
‫ص ْوا بِال َّ‬
‫ق َوتَ َوا َ‬ ‫ص ْوا بِا ْل َ‬
‫ح ِّ‬ ‫حاتِ َوتَ َوا َ‬
‫صالِ َ‬
‫ملُوا ال َّ‬ ‫س ٍر ‪ .‬إِال َّ الَّ ِذ َ‬
‫ين َءا َم ُنوا َو َع ِ‬ ‫نسانَ لَ ِفي ُ‬
‫خ ْ‬ ‫اإل َ‬ ‫‪َ  ‬وا ْل َع ْ‬
‫ص ِر ‪ .‬إِنَّ ِ‬

‫‪ ‬‬

‫‪Khutbah Kedua‬‬
‫‪ ‬‬

‫ش َه ُد أَنْ اَل إِلَ َه إِاَّل اللَّ ُه‬


‫ن‪َ ،‬ونَ ْ‬ ‫ن‪َ j،‬وال َ ُع ْد َوانَ إِال َّ َعلَى الظَّالِ ِ‬
‫م ْي َ‬ ‫م ْين‪َ ،‬وال َعاقِبَ ُة لِ ْل ُ‬
‫م َّت ِق ْي َ‬ ‫ب ْال َعالَ ِ‬
‫م ُد هللِ َر ّ ِ‬‫ح ْ‬‫اَ ْل َ‬
‫م ًدا‬
‫ح َّ‬ ‫َ‬
‫ش َه ُد أنَّ ُم َ‬ ‫ن‪َ ،‬ونَ ْ‬ ‫ح ْي َ‬
‫صالِ ِ‬‫ي ال َّ‬‫ك لَ ُه َولِ ُّ‬ ‫ش ِر ْي َ‬‫ح َد ُه ال َ َ‬‫َو ْ‬

‫ه‪َ ،‬و َعلَى‬


‫سال َُم ُه َعلَ ْي ِ‬ ‫صلَ َو ُ‬
‫ات هللاِ َو َ‬ ‫ن‪َ ،‬‬
‫م ِع ْي َ‬ ‫ق هللاِ أَ ْ‬
‫ج َ‬ ‫خ ْل ِ‬
‫َل َ‬ ‫ن‪َ ،‬وأَ ْفض ُ‬‫سلِ ْي َ‬ ‫ام ْاأل َ ْن ِبيَا ِء َوا ْل ُ‬
‫م ْر َ‬ ‫سو ُل ُه إِ َم ُ‬ ‫َع ْب ُد ُه َو َر ُ‬
‫ن‬
‫د ْي َ‬ ‫َ‬
‫ان إِلى يَ ْو ِم ال ِّ‬‫س ٍ‬‫ح َ‬ ‫م بِإِ ْ‬ ‫َ‬
‫ن ل ُه ْ‬ ‫ه َوال َّتابِ ِع ْي َ‬
‫حبِ ِ‬
‫ص ْ‬‫ه َو َ‬ ‫‪.‬آلِ ِ‬

‫م ْي ٌد‬
‫ح ِ‬
‫ك َ‬
‫م‪ ،‬إِنَّ َ‬
‫ه ْي َ‬ ‫م َو َعلَى آ ِ‬
‫ل إِ ْب َرا ِ‬ ‫ت َعلَى إِ ْب َرا ِ‬
‫ه ْي َ‬ ‫صلَّ ْي َ‬
‫ما َ‬ ‫م ٍد َك َ‬
‫ح َّ‬‫ل ُم َ‬ ‫م ٍد َو َعلَى آ ِ‬ ‫ح َّ‬‫ل َعلَى ُم َ‬ ‫ص ِّ‬‫م َ‬ ‫اَللَّ ُه َّ‬
‫ْت َعلَى‬ ‫ك‬ ‫ر‬‫ا‬ ‫ب‬ ‫ا‬‫م‬ ‫َ‬
‫ك‬
‫ِ ُ َ َّ ٍ َ َ َ َ‬‫د‬ ‫م‬ ‫ح‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫آ‬ ‫ى‬ ‫َ‬ ‫ل‬‫ع‬ ‫و‬ ‫د‬ ‫م‬ ‫ح‬
‫ُ َ َّ ٍ َ َ‬ ‫م‬ ‫ى‬ ‫َ‬ ‫ل‬‫ع‬‫ج ْي ٌ َ َ ِ ْ َ‬
‫ك‬ ‫ار‬ ‫ب‬ ‫و‬ ‫‪.‬‬‫د‬ ‫َم ِ‬

‫ج ْي ٌد‬
‫م ْي ٌد َم ِ‬
‫ح ِ‬
‫ك َ‬
‫م‪ ،‬إِنَّ َ‬
‫ه ْي َ‬ ‫م َو َعلَى ِ‬
‫آل إِ ْب َرا ِ‬ ‫ه ْي َ‬
‫‪.‬إِ ْب َرا ِ‬

‫ع َق ِر ْي ٌ‬
‫ب‬ ‫م ْي ٌ‬
‫س ِ‬ ‫م َو ْاأل َ ْم َواتِ‪ ،‬إِنَّ َ‬
‫ك َ‬ ‫م ْؤ ِم َناتِ ْاأل َ ْ‬
‫حيَا ِء ِم ْن ُه ْ‬ ‫ن َوا ْل ُ‬ ‫ماتِ‪َ ،‬وا ْل ُ‬
‫م ْؤ ِمنِ ْي َ‬ ‫سلِ َ‬ ‫ن َوا ْل ُ‬
‫م ْ‬ ‫م ْي َ‬
‫سلِ ِ‬
‫م ْ‬ ‫اَللَّ ُه َّ‬
‫م اغْ ِف ْر لِ ْل ُ‬

‫طال ً َو ْ‬
‫ار ُز ْق َنا ْ‬
‫اجتِ َنابَ ُه‬ ‫ل با َ ِ‬ ‫اع ُه‪َ ،‬وأَ ِرنَا ا ْلبَا ِ‬
‫ط َ‬ ‫ح ًّقا َو ْ‬
‫ار ُز ْق َنا اتِ ّبَ َ‬ ‫ق َ‬ ‫م أَ ِرنَا ا ْل َ‬
‫ح َّ‬ ‫‪.‬اَللَّ ُه َّ‬

‫ار‬ ‫س َن ًة َوقِ َنا َعذ َ‬


‫َاب ال َّن ِ‬ ‫ح َ‬ ‫س َن ًة َوفِي اآل ِ‬
‫خ َر ِة َ‬ ‫ح َ‬
‫‪َ .‬ربَّ َنا آتِ َنا فِي ال ُّد ْنيَا َ‬

‫ص ُف ْونَ ‪،‬‬ ‫بِ ا ْل ِع َّز ِة َع َّ‬


‫ما يَ ِ‬ ‫ك َر ّ‬
‫حانَ َربِ ّ َ‬
‫س ْب َ‬
‫ين إِ َما ًما‪ُ .‬‬ ‫اج َع ْل َنا لِ ْل ُ‬
‫م َّت ِق َ‬ ‫ن َو ْ‬ ‫َ‬ ‫ن أَ ْز َوا ِ‬ ‫ب لَ َنا ِم ْ‬
‫ج َنا َو ُذ ِرّيَّاتِ َنا ق َُّر َة أ ْع ُي ٍ‬ ‫ه ْ‬ ‫َربَّ َنا َ‬
‫ن‬
‫م ْي َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬
‫ب ال َعال ِ‬ ‫ه َر ّ ِ‬ ‫َّ‬
‫م ُد لِل ِ‬‫ح ْ‬ ‫ْ‬
‫ن َوال َ‬ ‫سلِ ْي َ‬ ‫م ْر َ‬ ‫ْ‬
‫م َعلى ال ُ‬‫َ‬ ‫سال َ ٌ‬‫‪َ .‬و َ‬

‫‪ ‬‬

Anda mungkin juga menyukai