PERIHAL MUSIBAH
1. Hakikat Musibah
Sesungguhnya musibah dan rahmat, sakit dan sehat, susah dan senang adalah merupakan
ujian ketakwaan bagi orang yang beriman. Ukurannya adalah sabar dan syukur. Orang
yang beruntung adalah orang yang bertaqwa (78:31/33:71). Orang yang bertaqwa adalah
orang yang bersyukur dikala mendapat nikmat dan bersabar ketika mendapat musibah.
Oleh karenanya jika musibah itu Allah berikan kepada hamba-Nya pada hakikatnya
karena:
Sabda Nabi:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman: ‘Jika seorang hamba mendapat musibah dari-Ku
mengenai dua kesayangannya, lalu ia bersabar, niscaya akan Kuganti dengan surge
(maksunya ialah kedua matanya)’.”(HR. Bukhari dari Anas).
1
“Tiada lain aku hanya mengadukan kesedihan dan kedukaanku kepada Allah.”(QS.
Yusuf/12:86)
Mengadukan rasa sakit dan pedih yang dideritanya kepada dokter, keluarga atau
temannya tidak masalah selama hal itu bukan dalam bentuk kekecewaan, kemarahan atau
ketidakrelaan.
6. Anjuran Berdoa
a. Berdoa bagi yang sakit
Diriwayatkan oleh Muslim dari Ustman bin Abil 'Ash, bahwa ia mengadukan
rasa sakit yang dideritanya di tubuhnya kepada Rasulullah saw. Maka sabda
Rasulullah saw: "Letakkan tanganmu di bagian tubuh yang terasa sakit itu dan
ucapkanlah;
bismillah ( )بسم هللاdan ucapkanlah (doa berikutnya) 7 kali:
2
dan selalulah kusuruh melakukan dan membaca doa itu kepada keluargaku dan
kepada orang-orang lain."
Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Turmuzi dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah
saw berpesan: "Barangsiapa menjenguk orang sakit yang belum sampai ajalnya,
lalu mengucapkan dihadapannya doa ini sebanyak 7 kali:
7. Anjuran berobat
Banyak hadis yang menganjurkan kepada orang yang sakit supaya berobat, di antaranya
sabda Nabi saw:
“Berobatlah kamu, karena Allah Ta’ala tidak menaruh suatu penyakit melainkan telah
menyediakan obatnya, kecuali suatu penyakit, yakni penyakit tua.”(HR. Ahmad dan Ash-
Habussunan)
“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan bagi setiap
penyakit itu obatnya. Maka berobatlah kamu, tetapi jangan berobat dengan yang
haram.”(HR. Abu Daud dari Abu Darda)
Diharamkan berobat kepada dukun atau paranormal karena mereka adalah orang yang
menyekutukan Allah.
3
Sabda Nabi saw:
“Barangsiapa mendatangi tukang ramal/dukun, lalu menanyakan kepadanya tentang
sesuatu perkara dan mempercayainya , maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh
hari.”(HR. Muslim)
“Barangsiapa datang kepada tukang ramal atau dukun, kemudian mempercayai apa yang
dikatakannya, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang telah diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw.”(HR. Abu Daud, at-Turmuzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah dan al-
Hakim)
PERIHAL KEMATIAN
1. Makruh Mengharap Kematian
Sabda Nabi saw:
“Janganlah seseorang mengharapkan mati karena suatu bencana yang menimpa dirinya!
Seandainya ia terpaksa mengharapkannya, hendaklah ia mengucapkan:
a. Mentalqin atau membimbing dengan kalimat tauhid, yaitu: Laa ilaaha illallaah.
Sabda Nabi saw:
4
“Ajarilah orang yang hendak meninggal di antaramu dengan membaca: Laa ilaaha
illallah.(HR. Muslim, Abu Daud dan Turmuzi dari Abu Sa’id)
e. Menyelimutinya agar tidak terbuka dan supaya rupanya yang telah berubah
tertutup dari pandangan.
Diterima dari ‘Aisyah katanya: “Bahwa Nabi saw ketika beliau wafat, jasadnya ditutupi
dengan selimut Yaman.”(HR. Bukhari dan Muslim)
g. Membayarkan hutangnya.
Nabi saw bersabda:
“Nyawa seorang Mukmin itu tergantung kepada hutangnya sampai dibayarkannya.”(HR.
Ahmad dan Ibnu Majah).
Hadis tersebut dimaksudkan kepada seseorang yang punya hutang dan memiliki harta
tetapi tidak ada maksud hendak membayarkannya. Mengenai orang yang berhutang
dan bermaksud hendak membayarkannya, tetapi tidak punya harta, maka menurut
keterangan hadis, Allah-lah yang membayarkannya.
Sabda Nabi:
“Barangsiapa mengambil harta orang dan bermaksud membayarkannya, maka Allah
akan membayarkannya. Dan barangsiapa yang mengambilnya dengan maksud hendak
5
menggelapkannya (tidak membayarkannya), maka Allah akan menghabiskannya.”(HR.
Bukhari).
6. Menangisi Mayat
Para ulama telah ijma’ bahwa menangisi mayat itu hukumnya boleh, asal tidak disertai
ratapan dan pekikan.
7. Larangan Niyahah
An-Niyahah adalah menangisi mayat secara berlebihan hingga sampai meratapi,
meraung-raung dan memekik-mekik. Dalam Islam perbuatan seperti ini dilarang.
6
10. Pahala Bagi Orang Yang Kematian Anak
Nabi saw bersabda:
“Tidak seorang Muslim pun yang kematian tiga orang anak yang belum dibebani doa –
maksudnya belum baligh – kecuali akan dimasukkan Allah ke dalam surga, disebabkan
belas kasih-Nya kepada anak-anak itu.”(HR. Bukhari dari Anas)
MENGURUS JENAZAH
I. Memandikan Jenazah
Tentang memandikan jenazah, ada beberapa hal yang harus diketahui, antara lain sebagai
berikut:
2. Orang yang memandikan hendaknya orang yang shaleh dan dapat dipercaya
mengurusi jenazah. Oleh karena itu ia harus melakukan apa yang wajib dalam
memandikan jenazah dan hal-hal lain yang baik.
3. Orang yang memandikan jenazah wajib menutupi apa yang dilihatnya dari sesuatu
yang makruh (tidak disukai/menjijikkan).
4. Orang yang memandikan jenazah harus tegas, tidak mengizinkan orang masuk ke
kamar pemandian kecuali kepada orang yang dibutuhkan untuk membantu, misalnya
dalam membolak-balikkan jenazah, menyiramkan air dan sebagainya.
6. Orang laki-laki tidak boleh memandikan jenazah perempuan, kecuali dia adalah
isterinya. Demikian pula perempuan tidak boleh memandikan jenazah laki-laki,
kecuali dia adalah suaminya sendiri. Hanya saja ada pengecualian, yaitu untuk
jenazah kurang dari tujuh tahun, maka boleh dimandikan oleh laki-laki maupun
perempuan.
7
7. Disunnahkan bagi orang yang memandikan jenazah bila selesai, melakukan mandi
sebagaimana mandi jinabat. Jika tidak mandi, ia tidak berdosa.
2. Disunnahkan untuk meletakkan jenazah di tempat yang agak tinggi dan dengan
posisi kepala lebih tinggi.
3. Membungkuskan kain di bagian aurat jenazah, dari pusar sampai ke lutut, sebelum ia
menanggalkan pakaian jenazah sehingga auratnya tidak kelihatan ketika
ditanggalkan pakaiannya.
9. Memandikannya dengan tiga kali siraman, dengan sabun dan sebagainya, dimulai
dengan bagian tubuh sebelah kanannya. Jika dipandang perlu, karena belum suci,
diperkenankan menyiramnya lebih dari tiga kali.
10. Tidak memasukkan air ke dalam mulut jenazah atau hidungnya, dan cukup
membersihkannya dengan kain.
11. Lebih utama untuk membilas terakhir kali airnya dicampur dengan kapur barus atau
kamfer (suatu jenis pewangi yang dikenal umum).
12. Jika si jenazah memiliki rambut hendaklah disisir, tidak membiarkannya kusut masai
tetapi juga tidak boleh dipangkas meski sedikit.
13. Jika jenazah itu perempuan, disunnahkan agar rambutnya diuraikan dan setelah
dicuci dijalin kembali dijadikan tiga untai lalu ditaruh di belakang punggungnya.
14. Sebagian besar ulama menganggap makruh memotong kuku, begitu juga mencabut
rambut kumis, ketiak dan kemaluan jenazah walaupun hanya satu atau dua helai.
15. Setelah selesai dimandikan, badan jenazah dikeringkan agar tidak membasahi kain
kafan.
16. Jika sebagian anggota badan jenazah terlepas, maka anggota badan tersebut
dimandikan lalu dikumpulkan dengan jasadnya.
8
17. Jika si jenazah terkoyak-koyak karena terbakar atau sebab lainnya dan tidak
mungkin untuk dimandikan, maka jenazah itu wajib ditayamumkan. Demikian
menurut sebagian besar ulama. Caranya, orang yang menayamumkan itu
memukulkan kedua tangannya ke tanah, lalu dengan kedua tangan tersebut ia
mengusapkan pada wajah dan kedua telapak tangan si jenazah.
1. Mengafani dengan tiga helai kain putih. Caranya, ketiga kain itu ditumpuk kemudian
jenazah diletakkan di atasnya. Lalu ujung kain yang paling atas dari sisi jenazah
kanan atas ditarik hingga ke atas dada, demikian pula halnya dengan ujung atas
sebelah kiri jenazah. Lalu menggulungkan kain kedua, demikian pula dengan kain
ketiga. Setelah itu menarik ujung setiap kain sejak dari kepala hingga kedua kaki lalu
mengikatnya.
4. Mengoleskan hanuth pada kapas, lalu meletakkannya di atas kedua mata jenazah,
kedua lobang hidung dan kedua bibirnya.
5. Mengoleskan hanuth pada kapas, lalu meletakkannya di antara kedua pantat jenazah
kemudian mengikatnya dengan kain.
6. Jika jenazahnya perempuan, maka dikafani dengan lima potong kain, yaitu; sarung,
kerudung, baju dan dua kain pembungkus. Tetapi jika dikafani sebagaimana laki-laki,
maka hal itu tidak dilarang.
7. Ikatan kain kafan dibuka kembali saat jenazah telah diletakkan di dalam kuburnya.
2. Janin yang keguguran, apabila telah sampai umur empat bulan harus dishalatkan.
Cara merawatnya sebagaimana cara merawat jenazah dewasa, yakni dimandikan dan
dikafani sebelum ia dishalatkan.
3. Janin yang keguguran dan belum mencapai usia empat bulan tidak dishalatkan,
karena pada janin tersebut belum ditiupkan ruh, maka tidak dimandikan dan
dikafani tetapi cukup dikubur di mana saja. Namun dibungkus dengan kain kafan
juga boleh.
9
4. Ketika shalat, imam berdiri pada bagian kepala jika si jenazah laki-laki dan berdiri di
tengah-tengah (bagian pinggangnya) jika si jenazah perempuan, sedang para
makmum berdiri dibelakangnya. Diutamakan banyak yang menyalatkan. Jika cuma
sedikit disunnahkan membentuk tiga shaf dan meratakannya.
5. Dalam shalat jenazah, caranya adalah sebagai berikut: 1) niat karena Allah. 2)
Berdiri (tidak sah dilakukan dengan duduk, kecuali bagi yang uzur). 3) melakukan
empat kali takbir. Yaitu melakukan takbiratul ihram (takbir pertama), lalu membaca
surat al-Fatihah. Kemudian melakukan takbir kedua, lalu membaca shalawat Nabi.
Setelah itu takbir ketiga, lalu membaca doa untuk jenazah. Kemudian melakukan
takbir keempat, setelah itu mengucapkan salam.
2. Lebih utama jika kuburan tersebut adalah lahad. Yaitu dengan menggalikan untuk si
jenazah pada sisi galian yang paling dekat dengan arah kiblat.
3. Liang lahad boleh diletakkan di tengah galian kuburan kalau diperlukan. Misalnya
kalau khawatir dinding tanahnya mudah longsor dan lain sebagainya.
4. Menurut sunnah, memasukkan jenazah ke dalam kubur itu caranya ialah dari bagian
belakangnya, jika hal itu tidak mengalami kesulitan. Jika sulit boleh dari mana saja.
6. Menanamkan beberapa batu bata atau papan di atasnya, lalu menguatkannya dengan
tanah liat sehingga tanah dan kerikil tidak berjatuhan mengenai jenazah.
7. Setelah itu ditimbun dengan tanah. Ia tidak boleh ditinggikan dengan bata
(ditembok), dikapur (dicat) atau lainnya.
8. Sunnah menyapu kubur dengan telapak tangan tiga kali dari arah kepala. Usapan
pertama sambil mengucapkan: Minha khalaqnakum (dari tanah Kami ciptakan
kamu). Usapan kedua sambil mengucapkan: Wafiiha nu'idukum (dan ke tanah kamu
Kami kembalikan), dan pada usapan ketiga mengucapkan: Waminha nukhrijukum
taaratan ukhra (dan daripadanya Kami keluarkan pada kali yang lain).
9. Dilarang mengubur dalam tiga waktu: Yaitu waktu matahari terbit, sehingga tampak
setinggi tombak. Ketika matahari berada persis ditengah-tengah sehingga ia
condong. Dan ketika matahari hendak tenggelam, kira-kira setinggi tombak hingga
tenggelam.
10
Takziah berasal dari kata ‘azaa’ yang artinya sabar dan menghibur. Takziah berarti
menyabarkan dan menghibur orang yang ditimpa musibah dengan menyebutkan hal-
hal yang bisa menghapus duka dan meringankan penderitaannya.
Takziah hukumnya sunnah walau terhadap kafir dzimmi sekalipun. Berdasarkan hadis
riwayat Ibnu Majah dan al-Baihaqi, bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Tidak seorang Mukmin pun yang datang bertakziah kepada saudaranya yang ditimpa
musibah, kecuali akan diberi pakaian kebesaran oleh Allah pada hari kiamat.”
Takziah disunnahkan hanya sekali, dan seyogyanya dilakukan kepada seluruh kerabat
mayat baik sebelum dikuburkan atau sesudahnya sampai tiga hari setelah wafatnya.
Kecuali jika yang hendak dikunjungi tidak ada di tempat, maka boleh takziah setelah
lewat waktu tersebut.
2. Ziarah Kubur
Pada awal Islam ziarah kubur dilarang oleh Rasulullah saw, tetapi setelah akidah umat
Islam kuat, ziarah kubur kemudian dianjurkan oleh beliau, karena dapat mengingatkan
kepada kematian dan negeri akhirat.
“Dulu saya melarang kamu menziarahi kubur, sekarang ziarahilah kubur itu, karena
dapat mengingatkan kamu akan hari akhirat.”(HR. Ahmad, Muslim dan Ash-
habussunan)
Jika seseorang melakukan ziarah kubur dan telah sampai ke kuburan, disunnahkan
menghadap muka mayat dan berdo’a untuk keselamatan ahli kubur.
Dari Buraidah katanya, bahwa Nabi saw telah mengajarkan kepada para sahabat,
apabila mereka pergi menziarahi kubur supaya ada yang mengucapkan:
السالم عليكم اهل الديار من المؤمنين والمسلمين وانا ان شاء هللا بكم
نسال هللا لنا ولكم العا فية,انتم فرطنا ونحن لكم تبع,الحقون
“Assalaamu’alaikum yaa ahladdiyaari minal mu’miniin wal muslimiin wa inna
insyaa Allahubikum lahiquun. Antum farthuna wanahnu lakum taba’un, nas-
alullaha lanaa walakumul-‘aafiyah (Keselamatan bagimu wahai ahli kubur dari
golongan Mukminin dan Muslimin, dan kami insya Allah akan menyusulmu. Engkau
adalah pelopor-pelopor kami dan kami menjadi pengikutmu, dan kami memohon kepada
Allah agar kami dan engkau diberi kesejahteraan oleh Allah).” (HR. Ahmad dan Muslim).
Mereka mendasarkan pada Hadis dari Ibnu Abi Mulaikah, bahwa suatu ketika ‘Aisyah
pulang dari pekuburan. Katanya: “Ya Ummul Mukminin, dari mana engkau?”
Ujarnya:”Dari makam saudaraku Abdurrahman.” Katanya lagi:”Bukankah Rasulullah
11
saw telah melarang ziarah ke kubur?” Jawabnya: “Ya betul, mula-mulanya dilarang
ziarah ke kubur, kemudian disuruhnya menziarahinya.”(HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqy).
Dari Ibnu Abbas katanya, bahwa seorang wanita juhainah dating kepada Nabi saw, lalu
bertanya:”Ibuku bernadzar akan melakukan haji, tapi belum juga dipenuhinya hingga ia
meninggal. Apakah harus aku tunaikan haji itu untuknya?” Jawab nabi:”Ya, lakukanlah!
Bagaimana pendapatmu seandainya ibumu berhutang, apakah akan kamu bayar?
Bayarkanlah! Karena Allah lebih layak menerima pembayarannya.”(HR. Bukhari)
Kelima, menyambung tali silaturrahim yang telah dibangun oleh orang tuanya.
Dari Abu Hurairah katanya, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah
saw:”Bapakku meninggal dunia, dan ada meninggalkan harta serta tidak member
wasiat. Apakah dapat menghapus dosanya bila aku sedekahkan?” Ujar Nabi: “Dapat.”
(HR. Ahmad, Muslim dan lain-lain).
12
Rujukan:
1. Al-Quranul-Karim
2. Fiqih Sunnah, karya Sayid Sabiq.
3. Tuntunan Jenazah, karya Syeikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin
4. Al-Jami’ush-Shaghier.
5. Shahih Bukhari
6. Shahih Muslim
7. Kitab Tauhid, karya Muhammad Syeikh Abdul Wahhab.
8. Ensiklopedi Hukum Islam
13