Anda di halaman 1dari 13

BIMBINGAN

MENGHADAPI MUSIBAH, KEMATIAN DAN PANDUAN MENGURUS JENAZAH


(Menurut Al-Quran dan As-Sunnah)
Oleh : Ruswanto Syamsuddin Siddik

PERIHAL MUSIBAH
1. Hakikat Musibah

Sesungguhnya musibah dan rahmat, sakit dan sehat, susah dan senang adalah merupakan
ujian ketakwaan bagi orang yang beriman. Ukurannya adalah sabar dan syukur. Orang
yang beruntung adalah orang yang bertaqwa (78:31/33:71). Orang yang bertaqwa adalah
orang yang bersyukur dikala mendapat nikmat dan bersabar ketika mendapat musibah.

Oleh karenanya jika musibah itu Allah berikan kepada hamba-Nya pada hakikatnya
karena:

Pertama, Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya.

Sabda Nabi saw:


“Siapa yang akan beroleh kebaikan dari Allah, terlebih dulu diberi musibah.”(HR. Bukhari
dan Muslim dari Abu Hurairah)

Kedua, Allah hendak menghapus dosa-dosanya.

Sabda Nabi saw:


“Tidak suatu musibah pun yang menimpa diri seorang Muslim, baik berupa kesusahan
maupun penderitaan, kesedihan dan kedukaan, maupun penyakit, bahkan sepotong duri
yang menusuk anggota tubuhnya, kecuali Allah menghapuskan sebagian dosa-
dosanya.”(HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Ketiga, Allah ingin mengganti dengan pahala/surga.

Sabda Nabi:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman: ‘Jika seorang hamba mendapat musibah dari-Ku
mengenai dua kesayangannya, lalu ia bersabar, niscaya akan Kuganti dengan surge
(maksunya ialah kedua matanya)’.”(HR. Bukhari dari Anas).

2. Tabah Menghadapi Musibah


Mengingat musibah merupakan ujian maka bagi orang yang ditimpa musibah hendaklah
sabar, tabah, ridha dan tawakkal kepada Allah.

Sabda Nabi saw:


“Sungguh ajaib perihal seorang Mukmin itu, semua perkaranya (dihadapinya dengan) baik.
Dan ini tidak ditemukan kecuali ada pada orang Mukmin. Jika ia mendapat kegembiraan ia
bersyukur, dan syukur adalah baik baginya. Jika ia mendapat kemalangan ia bersabar, dan
sabar adalah baik baginya.”(HR. Muslim dari Syuheib)

3. Pengaduan Orang Yang Ditimpa Musibah


Orang yang ditimpa musibah mengadu hanya kepada Allah saja. Seperti pengaduan Nabi
Ya’qub kepada Allah.

1
“Tiada lain aku hanya mengadukan kesedihan dan kedukaanku kepada Allah.”(QS.
Yusuf/12:86)

Mengadukan rasa sakit dan pedih yang dideritanya kepada dokter, keluarga atau
temannya tidak masalah selama hal itu bukan dalam bentuk kekecewaan, kemarahan atau
ketidakrelaan.

4. Menjenguk Orang Sakit dan Keutamaannya


Salah satu kewajiban seorang Muslim terhadap saudaranya ialah menjenguk saudaranya
apabila sakit. Yang demikian adalah untuk menghiburnya agar sabar, tabah, tawakkal dan
berharap serta bersangka baik kepada Allah.

Sabda nabi saw:


“Hak seorang Muslim terhadap orang Muslim yang lain ada enam: Pertama, jika bertemu
ucapkanlah salam. Kedua, jika ia mengundangmu maka pehuhilah undangan itu. Ketiga,
jika ia meminta nasehat, maka nasehatilah. Keempat, jika ia mengucapkan (Alhamdulillah)
sewaktu bersin, sambutlah ia dengan mengucapkan (yarhamukallah=semoga Allah
merahmatimu). Kelima, jika sakit maka jenguklah. Keenam, jika ia meninggal dunia, maka
iringkanlah jenazahnya.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Sabda Nabi saw:


“Barangsiapa menjenguk orang sakit, maka akan terdengarlah seruan dari langit: Baik
sekali perbuatanmu, baik sekali kunjunganmu dan engkau telah menyediakan suatu tempat
di surga.”(HR. Ibnu Majah)

5. Adab Menjenguk Orang Sakit


Disunatkan sewaktu menjenguk orang sakit, mendoakannya agar cepat sembuh, Memberi
nasehat agar sabar dan tabah menghadapi sakit, juga memberikan harapan akan
kesembuhan walaupun hal itu tidak mungkin dapat merubah keputusan dari Allah.

Sabda Nabi saw:


“Jika kamu menjenguk orang sakit, berikanlah harapan untuknya lanjut usia, meskipun
yang demikian itu tidak dapat menolak takdir, tetapi akan menenteramkan jiwa si sakit.
Dan shalawat serta salam dari Allah semoga tetap terlimpah kepadanya.”(HR. At-Turmuzi
dan Ibnu Majah).

6. Anjuran Berdoa
a. Berdoa bagi yang sakit
Diriwayatkan oleh Muslim dari Ustman bin Abil 'Ash, bahwa ia mengadukan
rasa sakit yang dideritanya di tubuhnya kepada Rasulullah saw. Maka sabda
Rasulullah saw: "Letakkan tanganmu di bagian tubuh yang terasa sakit itu dan
ucapkanlah;
bismillah (‫ )بسم هللا‬dan ucapkanlah (doa berikutnya) 7 kali:

‫اعوذ بعزة هللا وقدرته من شرما اجد واحاذر‬


(Aku berlindung dengan kemuliaan dan kebesaran Allah dari bencana penyakit
yang kurasakan dan kucemaskan ini)." Kata Utsman selanjutnya: "Kulakukan
yang demikian itu beberapa kali, maka Allah pun melenyapkan penyakitku itu

2
dan selalulah kusuruh melakukan dan membaca doa itu kepada keluargaku dan
kepada orang-orang lain."

b. Berdoa bagi yang menjenguk


‫ال شفاء االشفاؤك‬, ‫ اشف وانت الشافى‬,‫اللهم رب الناس اذهب الباس‬
‫شفاء اليغادرسقما‬
"Ya Allah Tuhan manusia! Lenyapkanlah penderitaan dan sembuhkanlah, karena
Engkaulah yang dapat menyembuhkan. Tak ada penyembuhan kecuali
penyembuhan-Mu, yakni penyembuhan yang tidak ada penyakit lagi."(HR.
Bukhari dan Muslim). Rasulullah saw biasa mohon perlindungan bagi sebagian
keluarganya dengan doa ini.

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Turmuzi dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah
saw berpesan: "Barangsiapa menjenguk orang sakit yang belum sampai ajalnya,
lalu mengucapkan dihadapannya doa ini sebanyak 7 kali:

‫اسال هللا العظيم رب العرش العظيم ان يشفيك‬


(Aku memohon kepada Allah Yang Maha Besar, Rabb penguasa 'Arasy agar
menyembuhkanmu). Maka Allah akan menyembuhkan si sakit dari penyakitnya"

7. Anjuran berobat
Banyak hadis yang menganjurkan kepada orang yang sakit supaya berobat, di antaranya
sabda Nabi saw:

“Berobatlah kamu, karena Allah Ta’ala tidak menaruh suatu penyakit melainkan telah
menyediakan obatnya, kecuali suatu penyakit, yakni penyakit tua.”(HR. Ahmad dan Ash-
Habussunan)

Sabda Nabi saw:


“Setiap penyakit ada obatnya, maka jika sakit telah diobati, ia akan sembuh dengan izin
Allah.”(HR. Muslim dari Jabir).

8. Larangan berobat dengan barang yang haram


Sabda Nabi saw:
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat dari barang yang diharamkan atas kamu.”(HR.
Bukhari dari Ibnu Mas’ud).

“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan bagi setiap
penyakit itu obatnya. Maka berobatlah kamu, tetapi jangan berobat dengan yang
haram.”(HR. Abu Daud dari Abu Darda)

9. Boleh berobat kepada dokter dan pengobatan alternatif lainselama tidak


bertentangan dengan al-Quran dan as-Sunnah.

10. Haram berobat kepada dukun/paranormal.

Diharamkan berobat kepada dukun atau paranormal karena mereka adalah orang yang
menyekutukan Allah.

3
Sabda Nabi saw:
“Barangsiapa mendatangi tukang ramal/dukun, lalu menanyakan kepadanya tentang
sesuatu perkara dan mempercayainya , maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh
hari.”(HR. Muslim)

“Barangsiapa datang kepada tukang ramal atau dukun, kemudian mempercayai apa yang
dikatakannya, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang telah diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw.”(HR. Abu Daud, at-Turmuzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah dan al-
Hakim)

10. Larangan Memakai Jimat Penangkal


Islam melarang umatnya memakai Jimat-Jimat Penangkal karena perbuatan tersebut
termasuk perbuatan khurafat/takhayyul.
Sabda Nabi saw:
“Barangsiapa menggantungkan ‘Tamimah’ maka Allah tidak akan menyelamatkannya, dan
barangsiapa menggantungkan ‘wada’ah’ maka Allah tidak akan memeliharanya.”(HR.
Ahmad dan al-Hakim)

11. Boleh Berobat dengan Cara Ruqyah


Islam membolehkan berobat dengan cara ruqyah, selama tidak mengandung unsure
syirik. Ruqyah adalah pengobatan dengan cara zikir dan do’a yang bersumber dari al-
Quran dan as-Sunnah. Ruqyah dilakukan terutama untuk penyakit-penyakit gangguan
sihir/santet/tenung.

Sabda Nabi saw:


“Tidak ada (pengobatan) dengan ruqyah jika tidak mengandung kemusyrikan.”(HR. Muslim
dan Abu Daud dari ‘Auf bin Salim).

PERIHAL KEMATIAN
1. Makruh Mengharap Kematian
Sabda Nabi saw:
“Janganlah seseorang mengharapkan mati karena suatu bencana yang menimpa dirinya!
Seandainya ia terpaksa mengharapkannya, hendaklah ia mengucapkan:

‫اللهم احينى ماكانت الحياة خيرالى وتوفنى اذاكانت الوفات خيرالى‬


(Ya Allah, hidupkanlah aku selama hidup itu lebih baik bagiku, dan wafatkanlah aku
selama wafat itu lebih baik bagiku.)”(HR. Al-Jama’ah dari Anas).

2. Kautamaan Baik Sangka Kepada Allah


Seseorang ketika ditimpa musibah hendaknya mengingat luasnya karunia Allah
kepadanya sehingga ia tidak akan kecewa atau bersedih atas musibah yang menimpanya.
Sebaliknya ia akan sabar, tawakkal dan berbaik sangka kepada Allah.

Sabda Nabi saw:


“Janganlah seseorang itu meninggal kecuali dalam keadaan baik sangka kepada Allah.”(HR.
Muslim dari Jabir).

3. Hal-Hal Yang Disunnahkan Kepada Seseorang Yang Telah Dekat Ajalnya.

a. Mentalqin atau membimbing dengan kalimat tauhid, yaitu: Laa ilaaha illallaah.
Sabda Nabi saw:
4
“Ajarilah orang yang hendak meninggal di antaramu dengan membaca: Laa ilaaha
illallah.(HR. Muslim, Abu Daud dan Turmuzi dari Abu Sa’id)

“Barangsiapa yang terakhir ucapannya ’ laa ilaaha illallaah’, pastilah masuk


surga.”(HR. Al-Hakim dari Mu’adz bin Jabal)

b. Menghadapkannya ke arah kiblat dalam keadaan berbaring pada sisi badan


yang kanan.
Dalam riwayat al-Baihaqy dan al-Hakim diceritakan bahwa al-Barra bin Ma’ruf,
shahabat Nabi saw, ketika mendekati kematiannya beliau berpesan agar dirinya
dihadapkannya ke arah kiblat pada sisi badan yang kanan. Pesan beliau dibenarkan
oleh Nabi saw.

c. Membacakan surat Yasin.


Sabda Nabi saw:
“Yasin adalah jantung al-Quran, dan tidak seorang pun yang membacanya dengan
mengharapkan keridhaan Allah dan pahala akhirat kecuali ia akan diampuni Allah. Dan
bacakanlah kepada orang yang telah dekat ajalnya di antara kamu.”(HR. Ahmad, Abu
Daud, an-Nasa-i, al-Hakim dan Ibnu Hibban)

d. Menutup kedua matanya bila telah meninggal.


Dari Ummu Salamah, katanya, bahwa Rasulullah saw datang melawat Abu Salamah.
Didapatinya matanya terbuka, maka ditutupkannya. Kemudian sabdanya: “Jika nyawa
seseorang dicabut, maka diikuti pandangannya.”(HR. Muslim).

e. Menyelimutinya agar tidak terbuka dan supaya rupanya yang telah berubah
tertutup dari pandangan.
Diterima dari ‘Aisyah katanya: “Bahwa Nabi saw ketika beliau wafat, jasadnya ditutupi
dengan selimut Yaman.”(HR. Bukhari dan Muslim)

f. Segera menyelenggarakan Pemakamannya bila telah diyakini kematiannya.


Dari Hishein katanya, bahwa ketika Nabi saw melawat Thalhah bin Barra’, beliau
bersabda: “Tak sempat lagi saya melihat Thalhah kecuali ia telah menjadi mayat! Dari
itu hendaklah kamu cepat memberitahukan kepadaku, dan mengenai jenazah,
hendaklah segera pemakamannya, karena tidak layak bila jenazah Muslim itu ditahan
lama-lama di antara keluarganya.”(HR. Abu Daud).

g. Membayarkan hutangnya.
Nabi saw bersabda:
“Nyawa seorang Mukmin itu tergantung kepada hutangnya sampai dibayarkannya.”(HR.
Ahmad dan Ibnu Majah).

Hadis tersebut dimaksudkan kepada seseorang yang punya hutang dan memiliki harta
tetapi tidak ada maksud hendak membayarkannya. Mengenai orang yang berhutang
dan bermaksud hendak membayarkannya, tetapi tidak punya harta, maka menurut
keterangan hadis, Allah-lah yang membayarkannya.

Sabda Nabi:
“Barangsiapa mengambil harta orang dan bermaksud membayarkannya, maka Allah
akan membayarkannya. Dan barangsiapa yang mengambilnya dengan maksud hendak

5
menggelapkannya (tidak membayarkannya), maka Allah akan menghabiskannya.”(HR.
Bukhari).

4. Diutamakan Mengucapkan Istirja’ dan Berdoa


Dari Ummu Salamah ra katanya: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Tidak seorang
hamba pun yang ditimpa musibah, lalu ia mengucapkan: ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi
raaji’uun’(sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami
kembali). Ya Allah dampingilah aku dalam kemalanganku, dan berilah ganti yang
lebih baik daripadanya’, kecuali Allah akan mendampinginya dalam kemalangannya, dan
akan memberi ganti yang lebih baik dari itu.” (HR. Ahmad dan Muslim)

5. Sunnah Memberitahukan Kepada Kerabat dan Handaitolan


Para ulama menganggap sunnah memberitahukan kematian kepada kaum kerabat dan
handai tolan.

Berdasarkan hadits dari Anas;


“Bahwa Nabi saw memberitahukan kepulangannya Zaid, Ja’far dan Ibnu Ruwahah sebelum
diketahui oleh umum.”(HR. Ahmad dan Bukhari).

6. Menangisi Mayat
Para ulama telah ijma’ bahwa menangisi mayat itu hukumnya boleh, asal tidak disertai
ratapan dan pekikan.

7. Larangan Niyahah
An-Niyahah adalah menangisi mayat secara berlebihan hingga sampai meratapi,
meraung-raung dan memekik-mekik. Dalam Islam perbuatan seperti ini dilarang.

Nabi saw bersabda:


“Ada empat macam adat Jahiliyah yang masih terdapat di kalangan umatku dan masih
belum mereka tinggalkan. Yaitu membangga-banggakan kasta, menjelekkan asal-usul
seseorang, menggantungkan turunnya hujan pada bintang-bintang dan an-Niyahah.”(HR.
Ahmad dan Muslim).

8. Berkabung Bagi Keluarga Yang Kematian


Dibolehkan bagi wanita khususnya ihdad (berkabung) yang disebabkan karena kematian
sanak keluarganya selama tiga hari. Lebih dari tiga hari tidak diperbolehkan. Kecuali bagi
wanita yang ditinggal mati suaminya, maka menurut sunnah masa berkabungnya adalah
selama masa iddah, yakni empat bulan sepuluh hari.

Dari Ummu ‘Athiyah ra, katanya, bahwa Nabi saw bersabda:


“Tidak boleh seorang wanita berkabung karena kematian lebih dari tiga hari, kecuali
kematian suaminya sendiri, maka hendaklah ia berkabung selama empat bulan sepuluh
hari! Dan janganlah ia memakai pakaian berwarna, kecuali baju lurik, jangan bercelak,
memakai harum-haruman, jangan memakai inai dan menyisir rambut, kecuali jika ia baru
saja suci dari haid, maka bolehlah ia mengambil sepotong kayu wangi.”(HR. Al-Jama’ah,
kecuali Turmuzi).

9. Sunnah Menyediakan Makanan Bagi Keluarga Yang Meninggal.


Dari Abdullah bin Ja’far, bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Buatkanlah makan buat keluarga Ja’far, karena mereka sedang ditimpa musibah yang
merepotkan mereka.”(HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Turmuzi)

6
10. Pahala Bagi Orang Yang Kematian Anak
Nabi saw bersabda:
“Tidak seorang Muslim pun yang kematian tiga orang anak yang belum dibebani doa –
maksudnya belum baligh – kecuali akan dimasukkan Allah ke dalam surga, disebabkan
belas kasih-Nya kepada anak-anak itu.”(HR. Bukhari dari Anas)

11. Mati Merupakan Istirahat


Diceritakan dari Abu Qatadah ra bahwa di hadapan Rasulullah saw lewat jenazah, maka
sabdanya:
“Ia adalah seorang yang beristirahat, atau seorang yang mengistirahatkan orang.” Mereka
bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud orang beristirahat dan apa yang dimaksud
mengistirahatkan orang?” Jawab Nabi: “Seorang hamba yang beriman, ia akan beristirahat
dari susah payahnya dunia, sedang hamba yang durjana, maka orang-orang, negeri, kayu-
kayuan dan hewan yang melata akan beroleh istirahat dari kejahatannya.” (HR. Bukhari
dan Muslim).

MENGURUS JENAZAH
I. Memandikan Jenazah
Tentang memandikan jenazah, ada beberapa hal yang harus diketahui, antara lain sebagai
berikut:

1. Memandikan jenazah muslim, mengkafani dan menguburkannya hukumnya adalah


fardhu kifayah. Oleh karena itu orang yang melakukan tugas tersebut hendaknya ia
berniat karena Allah bahwa ia sedang melakukan kewajiban tersebut, sehingga
ia mendapat pahala dari Allah SWT. Orang muslim tidak berkewajiban memandikan,
mengkafani dan memakamkan jenazah orang kafir. Tetapi sebagian ulama
membolehkannya.

2. Orang yang memandikan hendaknya orang yang shaleh dan dapat dipercaya
mengurusi jenazah. Oleh karena itu ia harus melakukan apa yang wajib dalam
memandikan jenazah dan hal-hal lain yang baik.

3. Orang yang memandikan jenazah wajib menutupi apa yang dilihatnya dari sesuatu
yang makruh (tidak disukai/menjijikkan).

4. Orang yang memandikan jenazah harus tegas, tidak mengizinkan orang masuk ke
kamar pemandian kecuali kepada orang yang dibutuhkan untuk membantu, misalnya
dalam membolak-balikkan jenazah, menyiramkan air dan sebagainya.

5. Orang yang memandikan jenazah hendaklah berlaku sopan dan menghormati


jenazah, tidak boleh kasar, dengki kepadanya ketika melepas baju mayit,
memandikannya dan sebagainya.

6. Orang laki-laki tidak boleh memandikan jenazah perempuan, kecuali dia adalah
isterinya. Demikian pula perempuan tidak boleh memandikan jenazah laki-laki,
kecuali dia adalah suaminya sendiri. Hanya saja ada pengecualian, yaitu untuk
jenazah kurang dari tujuh tahun, maka boleh dimandikan oleh laki-laki maupun
perempuan.

7
7. Disunnahkan bagi orang yang memandikan jenazah bila selesai, melakukan mandi
sebagaimana mandi jinabat. Jika tidak mandi, ia tidak berdosa.

II. Tata Cara Memandikan Jenazah


1. Yang diwajibkan dalam memandikan jenazah adalah meratakan air ke seluruh
tubuhnya sebanyak satu kali.

2. Disunnahkan untuk meletakkan jenazah di tempat yang agak tinggi dan dengan
posisi kepala lebih tinggi.

3. Membungkuskan kain di bagian aurat jenazah, dari pusar sampai ke lutut, sebelum ia
menanggalkan pakaian jenazah sehingga auratnya tidak kelihatan ketika
ditanggalkan pakaiannya.

4. Menanggalkan baju jenazah dengan pelan dan hati-hati.

5. Mulai memandikan jenazah dengan mengurut perutnya secara perlahan untuk


mengeluarkan kotoran yang ada di dalam tubuhnya dan menghilangkan najis yang
melekat pada badannya.

6. Membersihkan auratnya dengan potongan kain (sarung tangan), karena memegang


auratnya secara langsung hukumnya haram.

7. Memulai dari bagian kanan dan anggota-anggota wudhuk.

8. Membasahi kain dengan air, lalu membersihkan gigi-gigi dan hidungnya.

9. Memandikannya dengan tiga kali siraman, dengan sabun dan sebagainya, dimulai
dengan bagian tubuh sebelah kanannya. Jika dipandang perlu, karena belum suci,
diperkenankan menyiramnya lebih dari tiga kali.

10. Tidak memasukkan air ke dalam mulut jenazah atau hidungnya, dan cukup
membersihkannya dengan kain.

11. Lebih utama untuk membilas terakhir kali airnya dicampur dengan kapur barus atau
kamfer (suatu jenis pewangi yang dikenal umum).

12. Jika si jenazah memiliki rambut hendaklah disisir, tidak membiarkannya kusut masai
tetapi juga tidak boleh dipangkas meski sedikit.

13. Jika jenazah itu perempuan, disunnahkan agar rambutnya diuraikan dan setelah
dicuci dijalin kembali dijadikan tiga untai lalu ditaruh di belakang punggungnya.

14. Sebagian besar ulama menganggap makruh memotong kuku, begitu juga mencabut
rambut kumis, ketiak dan kemaluan jenazah walaupun hanya satu atau dua helai.

15. Setelah selesai dimandikan, badan jenazah dikeringkan agar tidak membasahi kain
kafan.

16. Jika sebagian anggota badan jenazah terlepas, maka anggota badan tersebut
dimandikan lalu dikumpulkan dengan jasadnya.

8
17. Jika si jenazah terkoyak-koyak karena terbakar atau sebab lainnya dan tidak
mungkin untuk dimandikan, maka jenazah itu wajib ditayamumkan. Demikian
menurut sebagian besar ulama. Caranya, orang yang menayamumkan itu
memukulkan kedua tangannya ke tanah, lalu dengan kedua tangan tersebut ia
mengusapkan pada wajah dan kedua telapak tangan si jenazah.

Iii. Tata Cara Mengafani


Yang wajib dalam mengafani jenazah adalah dengan memakai kain yang bisa menutupi
seluruh tubuh jenazah. Tetapi yang lebih utama adalah sebagai berikut:

1. Mengafani dengan tiga helai kain putih. Caranya, ketiga kain itu ditumpuk kemudian
jenazah diletakkan di atasnya. Lalu ujung kain yang paling atas dari sisi jenazah
kanan atas ditarik hingga ke atas dada, demikian pula halnya dengan ujung atas
sebelah kiri jenazah. Lalu menggulungkan kain kedua, demikian pula dengan kain
ketiga. Setelah itu menarik ujung setiap kain sejak dari kepala hingga kedua kaki lalu
mengikatnya.

2. Mengharumkan kain kafan dengan wangi-wangian (parfum), lalu menaburkan


hanuth di antara kain-kain kafan itu. (Hanuth adalah ramuan dari wangi-wangian
yang khusus dibuat untuk jenazah).

3. Menaburkan hanuth di sekitar muka jenazah, ketiak dan anggota-anggota badan


untuk sujud.

4. Mengoleskan hanuth pada kapas, lalu meletakkannya di atas kedua mata jenazah,
kedua lobang hidung dan kedua bibirnya.

5. Mengoleskan hanuth pada kapas, lalu meletakkannya di antara kedua pantat jenazah
kemudian mengikatnya dengan kain.

6. Jika jenazahnya perempuan, maka dikafani dengan lima potong kain, yaitu; sarung,
kerudung, baju dan dua kain pembungkus. Tetapi jika dikafani sebagaimana laki-laki,
maka hal itu tidak dilarang.

7. Ikatan kain kafan dibuka kembali saat jenazah telah diletakkan di dalam kuburnya.

Iv. Tata Cara Menyalatkan Jenazah


1. Setiap jenazah muslim dishalatkan, baik ia masih kecil maupun telah lanjut usia,
laki-laki maupun perempuan.

2. Janin yang keguguran, apabila telah sampai umur empat bulan harus dishalatkan.
Cara merawatnya sebagaimana cara merawat jenazah dewasa, yakni dimandikan dan
dikafani sebelum ia dishalatkan.

3. Janin yang keguguran dan belum mencapai usia empat bulan tidak dishalatkan,
karena pada janin tersebut belum ditiupkan ruh, maka tidak dimandikan dan
dikafani tetapi cukup dikubur di mana saja. Namun dibungkus dengan kain kafan
juga boleh.

9
4. Ketika shalat, imam berdiri pada bagian kepala jika si jenazah laki-laki dan berdiri di
tengah-tengah (bagian pinggangnya) jika si jenazah perempuan, sedang para
makmum berdiri dibelakangnya. Diutamakan banyak yang menyalatkan. Jika cuma
sedikit disunnahkan membentuk tiga shaf dan meratakannya.

5. Dalam shalat jenazah, caranya adalah sebagai berikut: 1) niat karena Allah. 2)
Berdiri (tidak sah dilakukan dengan duduk, kecuali bagi yang uzur). 3) melakukan
empat kali takbir. Yaitu melakukan takbiratul ihram (takbir pertama), lalu membaca
surat al-Fatihah. Kemudian melakukan takbir kedua, lalu membaca shalawat Nabi.
Setelah itu takbir ketiga, lalu membaca doa untuk jenazah. Kemudian melakukan
takbir keempat, setelah itu mengucapkan salam.

V. Tata Cara Menguburkan Jenazah


1. Wajib mengubur jenazah di tempat yang aman dari binatang buas. Jenazah tersebut
dihadapkan ke kiblat. Semakin dalam galian kubur itu semakin baik.

2. Lebih utama jika kuburan tersebut adalah lahad. Yaitu dengan menggalikan untuk si
jenazah pada sisi galian yang paling dekat dengan arah kiblat.

3. Liang lahad boleh diletakkan di tengah galian kuburan kalau diperlukan. Misalnya
kalau khawatir dinding tanahnya mudah longsor dan lain sebagainya.

4. Menurut sunnah, memasukkan jenazah ke dalam kubur itu caranya ialah dari bagian
belakangnya, jika hal itu tidak mengalami kesulitan. Jika sulit boleh dari mana saja.

5. Dalam kuburan jenazah diletakkan di atas sisi kanannya dengan menghadap ke


biblat.

6. Menanamkan beberapa batu bata atau papan di atasnya, lalu menguatkannya dengan
tanah liat sehingga tanah dan kerikil tidak berjatuhan mengenai jenazah.

7. Setelah itu ditimbun dengan tanah. Ia tidak boleh ditinggikan dengan bata
(ditembok), dikapur (dicat) atau lainnya.

8. Sunnah menyapu kubur dengan telapak tangan tiga kali dari arah kepala. Usapan
pertama sambil mengucapkan: Minha khalaqnakum (dari tanah Kami ciptakan
kamu). Usapan kedua sambil mengucapkan: Wafiiha nu'idukum (dan ke tanah kamu
Kami kembalikan), dan pada usapan ketiga mengucapkan: Waminha nukhrijukum
taaratan ukhra (dan daripadanya Kami keluarkan pada kali yang lain).

9. Dilarang mengubur dalam tiga waktu: Yaitu waktu matahari terbit, sehingga tampak
setinggi tombak. Ketika matahari berada persis ditengah-tengah sehingga ia
condong. Dan ketika matahari hendak tenggelam, kira-kira setinggi tombak hingga
tenggelam.

10. Sunnah berdoa bagi jenazah setelah selesai dikuburkan.

11. Orang-orang kafir tidak dikuburkan di pemakaman orang-orang Islam.

AMALAN PASCA KEMATIAN


1. Takziah

10
Takziah berasal dari kata ‘azaa’ yang artinya sabar dan menghibur. Takziah berarti
menyabarkan dan menghibur orang yang ditimpa musibah dengan menyebutkan hal-
hal yang bisa menghapus duka dan meringankan penderitaannya.

Takziah hukumnya sunnah walau terhadap kafir dzimmi sekalipun. Berdasarkan hadis
riwayat Ibnu Majah dan al-Baihaqi, bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Tidak seorang Mukmin pun yang datang bertakziah kepada saudaranya yang ditimpa
musibah, kecuali akan diberi pakaian kebesaran oleh Allah pada hari kiamat.”

Takziah disunnahkan hanya sekali, dan seyogyanya dilakukan kepada seluruh kerabat
mayat baik sebelum dikuburkan atau sesudahnya sampai tiga hari setelah wafatnya.
Kecuali jika yang hendak dikunjungi tidak ada di tempat, maka boleh takziah setelah
lewat waktu tersebut.

2. Ziarah Kubur
Pada awal Islam ziarah kubur dilarang oleh Rasulullah saw, tetapi setelah akidah umat
Islam kuat, ziarah kubur kemudian dianjurkan oleh beliau, karena dapat mengingatkan
kepada kematian dan negeri akhirat.

Dari Abdullah bin Buraidah bahwa Nabi saw bersabda:

“Dulu saya melarang kamu menziarahi kubur, sekarang ziarahilah kubur itu, karena
dapat mengingatkan kamu akan hari akhirat.”(HR. Ahmad, Muslim dan Ash-
habussunan)

Tegasnya ziarah kubur dianjurkan karena bermanfaat untuk mengingat kematian.

Jika seseorang melakukan ziarah kubur dan telah sampai ke kuburan, disunnahkan
menghadap muka mayat dan berdo’a untuk keselamatan ahli kubur.

Dari Buraidah katanya, bahwa Nabi saw telah mengajarkan kepada para sahabat,
apabila mereka pergi menziarahi kubur supaya ada yang mengucapkan:

‫السالم عليكم اهل الديار من المؤمنين والمسلمين وانا ان شاء هللا بكم‬
‫نسال هللا لنا ولكم العا فية‬,‫انتم فرطنا ونحن لكم تبع‬,‫الحقون‬
“Assalaamu’alaikum yaa ahladdiyaari minal mu’miniin wal muslimiin wa inna
insyaa Allahubikum lahiquun. Antum farthuna wanahnu lakum taba’un, nas-
alullaha lanaa walakumul-‘aafiyah (Keselamatan bagimu wahai ahli kubur dari
golongan Mukminin dan Muslimin, dan kami insya Allah akan menyusulmu. Engkau
adalah pelopor-pelopor kami dan kami menjadi pengikutmu, dan kami memohon kepada
Allah agar kami dan engkau diberi kesejahteraan oleh Allah).” (HR. Ahmad dan Muslim).

3. Ziarah Kubur Bagi Wanita


Sebagian ulama ahli fikih memberi keringanan kepada kaum wanita buat menziarahi
kubur.

Mereka mendasarkan pada Hadis dari Ibnu Abi Mulaikah, bahwa suatu ketika ‘Aisyah
pulang dari pekuburan. Katanya: “Ya Ummul Mukminin, dari mana engkau?”
Ujarnya:”Dari makam saudaraku Abdurrahman.” Katanya lagi:”Bukankah Rasulullah

11
saw telah melarang ziarah ke kubur?” Jawabnya: “Ya betul, mula-mulanya dilarang
ziarah ke kubur, kemudian disuruhnya menziarahinya.”(HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqy).

4. Amalan Yang Bermanfaat Bagi Mayat


Seseorang yang telah meninggal dunia, ia akan beroleh manfaat dari hal-hal yang
menjadi sumber kebaikan yang dikerjakannya semasa hidupnya.

Nabi saw bersabda:


“Apabila manusia meninggal, terputuslah amalnya kecuali tiga; yakni shadaqah jariah,
ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh yang selalu mendoakannya.”(HR. Muslim
dan Ash-habussunan)

5. Berbakti Kepada Orang Yang Sudah Wafat


Berbakti kepada orang tua sesungguhnya tidak terbatas pada saat mereka masih hidup
saja, tetapi pada saat sesudah wafat pun masih ada kesempatan berbakti. Di antaranya:

Pertama, mengurus jenazahnya (memandikan, mengkafani, menyolatkan dan


menguburkan).

Kedua, berdoa dan memohon ampunan baginya (QS. Al-Hasyr/59:10)

Ketiga, membayarkan hutangnya jika mempunyai hutang.

Keempat, menunaikan nadzar/janjinya jika mempunyai nadzar/janji.

Dari Ibnu Abbas katanya, bahwa seorang wanita juhainah dating kepada Nabi saw, lalu
bertanya:”Ibuku bernadzar akan melakukan haji, tapi belum juga dipenuhinya hingga ia
meninggal. Apakah harus aku tunaikan haji itu untuknya?” Jawab nabi:”Ya, lakukanlah!
Bagaimana pendapatmu seandainya ibumu berhutang, apakah akan kamu bayar?
Bayarkanlah! Karena Allah lebih layak menerima pembayarannya.”(HR. Bukhari)

Kelima, menyambung tali silaturrahim yang telah dibangun oleh orang tuanya.

Keenam, mengamalkan ilmu yang telah diajarkannya.

Ketujuh, meneladani kebaikan-kebaikannya.


Nabi saw bersabda:
“Barangsiapa mempelopori dalam Islam suatu sunnah yang baik, maka ia akan beroleh
pahalanya dan pahala dari orang yang telah mengerjakannya setelah itu, tanpa
berkurang sedikit pun nilainya...”(HR. Jareir bin Abdullah).

Kedelapan, menutup keburukannya/aibnya.

Kesembilan, boleh bershadaqah atas namanya.

Dari Abu Hurairah katanya, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah
saw:”Bapakku meninggal dunia, dan ada meninggalkan harta serta tidak member
wasiat. Apakah dapat menghapus dosanya bila aku sedekahkan?” Ujar Nabi: “Dapat.”
(HR. Ahmad, Muslim dan lain-lain).

12
Rujukan:
1. Al-Quranul-Karim
2. Fiqih Sunnah, karya Sayid Sabiq.
3. Tuntunan Jenazah, karya Syeikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin
4. Al-Jami’ush-Shaghier.
5. Shahih Bukhari
6. Shahih Muslim
7. Kitab Tauhid, karya Muhammad Syeikh Abdul Wahhab.
8. Ensiklopedi Hukum Islam

13

Anda mungkin juga menyukai