Anda di halaman 1dari 9

Edisi 26 Tahun 18

Bagaimana Ruqyah
Yang Syar’i?
H.R. Muslim
“Tidak mengapa melakukan ruqyah selama tidak mengandung kesyiri-
kan”

• Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sendiri melakukan ruqyah dan beliau


pun pernah di-ruqyah.
• Ruqyah hukumnya boleh jika memenuhi tiga syarat:
1. Menggunakan bacaan yang jelas maknanya, tidak ada rapalan man-
tra-mantra yang samar atau tidak jelas maknanya.
2. Bacaan yang digunakan tidak mengandung perkara yang bertentangan
dengan syariat (bisa diambil dari ayat qur’an maupun doa dari hadist).
3. Hati tidak bergantung kepada ruqyah secara dzatnya, namun meyakini
bahwa ruqyah adalah sekedar sebab untuk mengusahakan kesem-
buhan, yang terkadang Allah berikan kesembuhan dengannya dan
terkadang tidak.

• Meminta di-ruqyah hukumnya mubah (boleh). Namun, jika orang yang me-
minta di-ruqyah ia bertawakal kepada peruqyah atau kepada ruqyah-nya,
inilah yang dilarang dalam hadits
• Cara meruqyah adalah dengan membacakan ayat-ayat Al Qur’an kepada
orang yang sakit dengan niat ruqyah. Atau membacakan doa-doa dalam
hadits-hadits Nabi. “Tidak mengapa melakukan ruqyah selama tidak me-
ngandung kesyirikan” (H.R. Muslim)
R uqyah secara bahasa Arab artinya menjampi atau menghalau.
Secara syar’i, ruqyah adalah jampi-jampi yang dirapalkan
(dibacakan) untuk menyembuhkan demam, kejang-kejang, dan pe-
nyakit lainnya (Kitabut Tauhid lil Fauzan, hal. 48). Bedakan ruqyah
dengan rukyah. Adapun ru’yah ( ‘ = hamzah), maknanya adalah
melihat, contohnya ru’yatul hilal untuk menentukan awal dan akhir
bulan Hijriyah.
Cara melakukan ruqyah secara umum adalah dengan merapal-
kan atau membacakan bacaan-bacaan ruqyah kepada orang yang
sakit. Dan ruqyah tidak identik dengan kesurupan, karena ruq-
yah biasa digunakan juga untuk menyembuhkan penyakit baik pe-
nyakit badan yang nampak (seperti batuk, pilek, demam, dan se-
misalnya) maupun penyakit yang tidak nampak (seperti kesurupan
dan penyakit ‘ain).

Hukum Ruqyah
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan bahwa ruqyah hukum-
nya boleh jika memenuhi tiga syarat:
Pertama, menggunakan bacaan yang jelas maknanya, tidak
ada rapalan mantra-mantra yang samar atau tidak jelas maknanya.
Kedua, bacaan yang digunakan tidak mengandung perkara yang
bertentangan dengan syariat (bisa diambil dari ayat qur’an maupun
doa dari hadist).
Ketiga, hati tidak bergantung kepada ruqyah secara dzatnya,
namun meyakini bahwa ruqyah adalah sekedar sebab untuk meng-

1
usahakan kesembuhan, yang terkadang Allah berikan kesembuhan
dengannya dan terkadang tidak.
Jika tiga syarat ini terpenuhi maka ruqyah yang dilakukan terse-
but hukumnya boleh menurut para ulama. Berdasakan sabda Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam, “Tidak mengapa melakukan ruqyah se-
lama tidak mengandung kesyirikan” (H.R. Muslim).
Dan juga karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sendiri me-
lakukan ruqyah dan beliau pun pernah di-ruqyah. Demikian juga
para sahabat Nabi pun melakukannya. Maka tidak mengapa mela-
kukan ruqyah jika memenuhi kriteria-kriteria di atas, semisal me-
ruqyah menggunakan ayat-ayat Al Qur’an, atau menggunakan doa-
doa yang dikenal, atau lafadz-lafadz lain yang dipahami maknanya
dan tidak terdapat pelanggaran syariat di dalamnya.
Adapun jika dalam ruqyah terdapat unsur minta bantuan se-
tan, atau minta bantuan kepada orang mati, atau tawasul dengan
kedudukan orang yang sudah mati, atau terdapat mantra-mantra
dari huruf muqata’ah (seperti alif, ba dan seterusnya) yang tidak je-
las maknanya, maka ini semua ruqyah yang terlarang” (Syarah
Kitabut Tauhid, rekaman nomor 11).
Sehingga ruqyah itu dibagi menjadi dua:
Pertama, ruqyah syar’iyyah. Yaitu ruqyah yang sesuai dengan
tuntunan syariat, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Abdul Aziz
bin Baz di atas.
Kedua, ruqyah ghayru syar’iyyah. Yaitu ruqyah yang tidak se-
suai dengan tuntunan syariat. Ruqyah jenis ini dibagi menjadi dua

2
lagi: yaitu [1] ruqyah bid’iyyah, yaitu ruqyah yang mengandung iba-
dah-ibadah yang tidak pernah dituntunkan oleh syariat [2] ruqyah
syirkiyyah, yaitu ruqyah yang mengandung kesyirikan, seperti me-
minta bantuan dukun, menggunakan mantra-mantra setan, memin-
ta bantuan kepada jin atau orang mati, menggunakan jimat, meng-
gunakan sihir dan semisalnya. Inilah yang disebutkan dalam hadits
dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallal-
lahu’alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya ruqyah (jampi-jampi),
jimat dan pelet adalah kesyirikan” (H.R. Abu Daud no. 3883, disha-
hihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Hukum Meminta Di-Ruqyah


Meminta di-ruqyah hukumnya mubah (boleh). Berdasarkan
hadits dari Asma bintu Umais radhiallahu’anha, ia berkata, “Wahai
Rasulullah, Bani Ja’far terkena penyakit ‘ain, bolehkah kami minta
mereka diruqyah? Nabi menjawab: iya boleh. Andaikan ada yang bisa
mendahului takdir, itulah ‘ain” (H.R. Tirmidzi no.2059, Ibnu Majah
no. 3510, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).
Juga hadits dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata, “Dahulu
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memintaku agar aku diruqyah
untuk menyembuhkan ‘ain” (H.R. Muslim no.2195).
Namun, jika orang yang meminta di-ruqyah ia bertawakal ke-
pada peruqyah atau kepada ruqyah-nya, inilah yang dilarang dalam
hadits tentang 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan tan-
pa adzab. Adapun orang yang meminta di-ruqyah dan tetap berta-
wakal kepada Allah, hukum asalnya boleh.
3
Bacaan Ruqyah Dari Al Qur’an Dan
Hadits
Pada dasarnya, semua ayat-ayat Al Qur’an bisa digunakan
untuk ruqyah. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan
Kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penyembuh dan
rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim
(Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian” (Q.S. Al Isra’ : 82).
Dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata, “Rasulullah Shallal-
lahu’alaihi Wasallam pernah masuk ke rumah Aisyah lalu mendapati
ada wanita sedang menyembuhkan atau meruqyah Aisyah. Maka Nabi
bersabda: sembuhkanlah ia dengan Al Qur’an” (H.R. Ibnu Hibban
no.6098, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.1931).
Sehingga boleh membacakan ayat Al Qur’an apa saja kepada
orang yang sakit. Namun, ada beberapa ayat Al Qur’an yang di-
anjurkan oleh para ulama untuk dibacakan untuk ruqyah. Di anta-
ranya: surat Al Fatihah, surat An Nas, surat Al Falaq, surat Al Ikhlas,
surat Al Baqarah ayat 1-5, surat Al Baqarah ayat 102-103, surat Al
Baqarah ayat 123-124, surat Al Baqarah ayat 255, surat Al Baqarah
ayat 285-286, surat Ali Imran ayat 18-19, dan lainnya (Diringkas dari
kitab Al Iidhahul Mubin li Kasyfi Hiyalis Saharah wal Musya’wad-
zin, karya Syaikh Shadiq Ibnul Haaj, hal. 44-53).
Sedangkan bacaan ruqyah dari hadits-hadits Nabi yang sha-
hih lebih banyak lagi. Di antaranya dalam hadits ‘Aisyah radhial-
lahu’anha, ia berkata, “Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam

4
merasakan sakit, Malaikat Jibril meruqyahnya dengan doa: /bismil-
lahi yubriik, wa min kulli daa-in yasyfiik, wa min syarri haasidin idza
hasad, wa syarri kulli dzii ‘ainin/ (dengan nama Allah yang menyem-
buhkanmu. Ia menyembuhkanmu dari segala penyakit dan dari ke-
burukan orang yang hasad dan keburukan orang yang menyebabkan
‘ain) (H.R. Muslim no.2185).
Juga dalam hadits dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu,
ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
membaca doa ruqyah: “/adzhibil ba’sa rabbannaas, isyfii, antasy sya-
afi, laa syifaa-a illaa syifaa-uka syifaa-an laa yughadiru saqaman/
(wahai Rabb-nya manusia, hilangkanlah musibah ini, sembuhkanlah,
Engkau adalah yang memberi kesembuhan, tidak ada kesembuhan
kecuali dari-Mu, berilah kesembuhan yang sempurna sehingga pe-
nyakit tidak kembali lagi)” (H.R. Abu Dawud no. 3883, dishahihkan
Al Albani dalam Shahih Abu Daud).
Cara Meruqyah

Cara meruqyah adalah dengan membacakan ayat-ayat Al Qur’an


kepada orang yang sakit dengan niat ruqyah. Atau membacakan
doa-doa dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Boleh juga dengan cara yang ada dalam hadits Aisyah radhial-
lahu ‘anha, dia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meniup-
kan kepada diri beliau sendiri dengan al mu’awwidzat (ayat-ayat dan
doa-doa) ketika beliau sakit menjelang wafatnya. Ketika sakit beliau
semakin parah, akulah yang meniup beliau dengan al mu’awwidzat
dan aku mengusapnya dengan tangan beliau sendiri karena berkah-

5
nya kedua tangan beliau” (HR. Al-Bukhari no. 5735 dan Muslim
no. 2192).
Boleh juga dengan membacakan ayat Al Qur’an atau doa-doa
dalam hadits di depan air minum, kemudian air tersebut diminum-
kan kepada orang yang sakit. Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan,
“Malaikat Jibril pernah meruqyah beliau Shallallahu’alaihi Wasallam
ketika beliau sakit, dengan menggunakan air yang dibacakan: /bis-
millaah arqiika min kulli syai’in yu’dziika wa min syarri kulli nafsin aw
‘ainin hasidin allaahu yasyfiika bismillaahi arqiika/ sebanyak 3 kali. Ini
adalah metode ruqyah yang disyariatkan dan ada manfaatnya. Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam juga pernah membacakan (ayat Qur’an
dan doa-doa yang ma’tsur, ed.) pada air untuk Tsabit bin Qais rad-
hiallahu’anhu lalu memerintahkan ia untuk memercikkan air tersebut
pada dirinya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab
Ath Thib dengan sanad yang hasan” (Sumber: http://www.binbaz.
org.sa/mat/1899).
Dan ruqyah itu pada hakekatnya adalah doa. Sebagaimana
kita berdoa kepada Allah dianjurkan sesering mungkin, maka demi-
kian juga ruqyah hendaknya dilakukan dengan sering dan konsisten.
Dan ruqyah itu tidak harus dilakukan oleh seorang ustadz atau ula-
ma. Bahkan setiap orang dapat meruqyah dirinya sendiri.

Jual-Beli Air Ruqyah


Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah pernah ditanya tentang
jual-beli air ruqyah. Beliau menjawab, “Realitanya, orang-orang yang

6
biasa menjual air atau hal lain yang ditiupkan bacaan-bacaan sema-
cam ini hanya sedikit sekali faidah dan manfaatnya. Karena ruqyah
yang semacam ini, orang yang membacakan (ayat-ayat dan doa-doa)
pada air atau yang lainnya tersebut tidaklah memaksudkannya ke-
cuali untuk perkara duniawi dan maslahah pribadi.
Oleh karena itu kami nasehatkan untuk mencukupkan diri pada
metode ruqyah yang biasa (bukan yang diperjual-belikan), yang di-
niatkankan untuk memberi manfaat bagi saudaranya sesama mus-
lim dan menghilangkan gangguan darinya. Dan tidak perlu meng-
ambil upah dari aktifitas ruqyah tersebut kecuali sekedar untuk bi-
aya ganti air atau hal lain yang dibacakan ayat-ayat dan doa” (Sum-
ber: http://www.almoslim.net/node/162974).
Semoga sedikit penjelasan ini bisa memberikan ilmu yang ber-
manfaat seputar ruqyah syar’iyyah dan bisa diamalkan dalam kehi-
dupan sehari-hari. Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Ditulis: Ustaz Yulian Purnama, S.Kom.


Dimurajaah: Ustaz Abu Salman, B.I.S.

YUK NGAJI DI Dengarkan


radiomuslim.com BEDAH BULETIN AT-TAUHID
(1467 AM) Jum’at 20.00 WIB bersama
Ust. Abu Salman, BIS.

SUSUNAN REDAKSI
Penanggung jawab Ari Wahyudi, S.Si. | Penasihat Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A.| Editor Ahli Ustadz Ammi Nur Baits, S.T., B.A.,
Ustadz Abu Salman, B.I.S., Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A. | Pemimpin redaksi Wildan S., S.Farm., Apt. | Redaktur pelaksana &
Editor Arif Muhammad N, S.Pd | Layouter Ramane musa .

ALAMAT REDAKSI
Kantor Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari, Jalan Selokan Mataram No. 412 Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I. Yogyakarta, Indonesia

WEBSITE | buletin.muslim.or.id @buletintauhid INFORMASI | 0823 2461 6668

Anda mungkin juga menyukai