Anda di halaman 1dari 3

Syukur Sabar dan dalam Kehidupan

Dalam sebuah kesempatan, Nabi Muhammad S.a.w pernah menggambarkan tentang sifat-sifat
seorang muslim. Beliau mengatakan:

‫ ِإْن َأَص اَبْتُه َس َّراُء‬. ‫ َو َلْيَس َذ اَك َألَح ٍد ِإَّال ِلْلُم ْؤ ِم ِن‬. ‫ ِإَّن َأْمَر ُه ُك َّلُه َخ ْيٌر‬. ‫َع َج بًا َألْم ِر اْلُم ْؤ ِم ِن‬
)‫ (رواه مسلم‬.‫ َفَك اَن َخ ْيرًا َلُه‬، ‫ َو ِإْن َأَص اَبْتُه َض َّراُء َص َبَر‬. ‫ َفَك اَن َخ ْيرًا َلُه‬. ‫َشَك َر‬
Sungguh menakjubkan perkaranya orang mukmin itu, karena semua urusan orang mukmin itu
penuh dengan kebaikan. Hal ini tidak akan terjadi pada orang lain, kecuali orang mukmin saja.
Jika mendapat kesenangan, (syakar) ia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya. Dan
apabila ditimpa kesulitan, (shabar) ia bersabar, maka hal itu pun menjadi kebaikan baginya. (HR.
Muslim)

Bersyukur karena mendapat kesenangan adalah watak khas seorang mukmin. Karena ia
menyadari sepenuhnya bahwa tanpa Allah dirinya tidaklah berarti apa-apa. Kalau pun ia sedang
mendapatkan rizki yang melimpah, jelas bukan karena usahanya semata, tetapi karena Allah-lah
yang melapangkan rizkinya melalui usahanya itu.

Kalau ada seorang mukmin yang sakit, lalu sembuh, jelas bukan karena keahlian dokter atau
tabib dalam meracikkan obat-obatan, melainkan Allah-lah yang menyembuhkannya. Itulah
keyakinan seorang mukmin. Usaha adalah sarana menuju sukses, dan kesediaannya untuk
berobat ke dokter adalah bagian dari ikhtiarnya untuk sembuh dari penyakit yang dideritanya.

Advertisement
80 : ‫َو ِإَذ ا َم ِرْض ُت َفُهَو َيْش ِفيِن (الشعراء‬
Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku. (Q, s. as-Syu’arā ’/26:80)

Betapa banyak orang yang bekerja keras banting-tulang, namun tetap saja selalu mengalami
kegagalan. Betapa banyak pula orang sakit yang mendatangi dokter yang paling canggih
sekalipun, namun tetap saja penyakitnya tidak kunjung hilang. Apa maknanya ini? Maknanya
adalah bahwa manusia hanya bisa berusaha, Allah-lah Yang Menentukan segalanya. Maka,
orang muslim yang mendapatkan kesenangan lalu bersyukur, pada hakekatnya ia paham betul
bahwa apa yang diperolehnya itu adalah pemberian Allah.

Selain sifat syukur adalah sifat sabar. Orang mukmin itu penyabar. Ia tidak pernah mengeluh
tentang berbagai cobaan hidup yang dihadapinya. Ia sadar sepenuhnya bahwa kesulitan yang
menimpanya merupakan cobaan dari Allah. Ibarat anak sekolah, semakin tinggi kelasnya, maka
semakin sulit soal-soal ujiannya. Tetapi begitu lulus, ia akan bahagia sekali.
Apabila siswa kelas satu dan kelas enam SD ujiannya sama, maka namanya bukan ujian. Karena
ujian untuk menentukan tingkat, maka tingkat kesulitannya pun bervariasi sesuai dengan
tingkatan pengetahuan yang dimiliki para siswa. Ujian untuk menaikkan derajat.

Apa artinya kelulusan bagi siswa SMU kalau soal-soal ujian yang dikerjakannya ternyata milik
siswa kelas satu SD. Maka dari itu, harus disadari betul bahwa ujian Allah itu sebanding dengan
kesanggupan hamba-Nya untuk menghadapinya. Mustahil Allah akan menimpakan ujian dan
cobaan hidup kepada hamba-Nya di luar kemampuannya. Dan Allah Maha Mengetahui tentang
kadar dan kemampuan hamba-Nya dalam menghadapi sebuah ujian.

‫َال ُيَك ِّلُف ُهَّللا َنْفسًا ِإَّال ُو ْس َعَها َلَها َم ا َك َسَبْت َو َع َلْيَها َم ا اْك َتَسَبْت‬
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Q, s. al-Baqarah / 2:286)

Maka dari itu, jika seorang mukmin sedang ditimpa kesulitan hidup, maka ia harus
memahaminya sebagai bagian dari ujian Allah. Ia harus yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah
sedang berniat untuk mengangkat derajatnya melalui ujian itu. Oleh karenanya, sikap sabar
adalah pilihan yang tepat.

Namun demikian, harus tetap dipahami bahwa sabar itu bukan berarti sikap nerimo, pasrah atau
nglokro. Sabar itu sikap menerima kenyataan tetapi yang didahului dengan perjuangan dan usaha
keras, disertai kesinambungan upaya yang terus-menerus. Maka, jika ada orang yang ketika
ditimpa kesulitan lalu buru-buru pasrah tanpa diiringi dengan usaha untuk mengatasinya, tidak
dapat dikatakan sebagai sabar, melainkan sebagai pemalas!

Cobalah perhatikan firman Allah dalam surat Alu Imran ayat 200:

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوْا اْص ِبُروْا َو َص اِبُروْا َو َر اِبُطوْا َو اَّتُقوْا َهَّللا َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحوَن‬
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah
bersiap siaga, dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu menjadi orang-orang yang beruntung.
(Q, s. Alu Imrā n /3:200)

Itulah watak orang mukmin: syukur di kala senang, dan sabar di kala susah. Ketahuilah bahwa
syukurnya itu akan menambah ni’mat yang ada pada dirinya, dan sabarnya itu akan
menghilangkan musibah yang menimpanya.
‫َو ِإْذ َتَأَّذ َن َر ُّبُك ْم َلِئن َشَك ْر ُتْم َألِزيَد َّنُك ْم َو َلِئن َك َفْر ُتْم ِإَّن َع َذ اِبي َلَش ِد يٌد‬
Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Q, s. Ibrahim / 14:7)

Anda mungkin juga menyukai