SLE DI PAV. JANTUNG F03 RS HUSADA TAHUN 2016 Commented [t2]: Untuk cover Jangan disingkat
Disusun oleh :
Eka Devi Puspitasari (141014)
Ester Kristiyani (141015)
Afny Marviana Putri (1410)
Agatha Petritas Septirina (1410)
Ahmad Ari Andika (1410)
Apryani Rahmawati (1410)
Bagus Priawan (1410)
DIII KEPERAWATAN
T.A. 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah seminar besar ini dengan baik dan tepat pada waktunya,
yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NN. E (15 TAHUN)
DENGAN SLE DI PAV. JANTUNG F03 RS HUSADA TAHUN 2016, bertujuan Commented [t3]: JANGAN DISINGKAT
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lupus dalam bahasa latin berarti “Anjing Hutan”. Istilah ini mulai
dikenal sekitar satu abad lalu. Gejala penyakit ini dikenal sebagai Lupus
Eritomatosus Sistemik (LES) alias Lupus Eritomatosus, artinya kemerahan.
Sedangkan sistemik bermakna menyebar luas ke berbagai organ tubuh.
Penyakit ini tidak hanya menyerang kulit, tetapi juga dapat menyerang
hampir seluruh organ yang ada di dalam tubuh. Bercak Malar/ Malar Rash
(Butterfly rash) = Adanya eritema berbatas tegas, datar, atau berelevasi pada
wilayah pipi sekitar hidung (wilayah malar).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk lebih memahami mengenai Asuhan Keperawatan Nn. E (15 tahun) Commented [t7]: koreksian
C. Manfaat
1. Dapat menambah wawasan baru mengenai asuhan keperawatan pada klien
dengan penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Commented [t8]: tambahan
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit reumatik autoimun
yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap
organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi
autoantibodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan
jaringan.(Sudoyo Aru,dkk 2009)
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun
yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala
dari penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara dan sulit untuk
didiognisis.
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit radang multisistem
yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin
akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh
terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.
B. Etiologi
Sampai saat penyebab SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) belum
diketahui, Diduga ada beberapa paktor yang terlibat seperti faktor genetik,
infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE (Sistemik Lupus
Eritematosus).
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari
sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat
menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibodi ini juga berperan
dalam kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun
sistemik dengan kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan
gangguan mendasar dalam pemeliharaan self tolerance bersama aktifitas sel
B, hal ini dapat terjadi sekunder terhadap beberapa faktor :
1. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B
2. Hiperaktivitas sel T helper
3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor
Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus :
1. Infeksi
2. Antibiotik
3. Sinar ultraviolet
4. Stress yang berlebihan
5. Obat-obatan yang tertentu
6. Hormon
Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa
diderita oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria
maupun wanita, meskipun 10-15 kali sering ditemukan pada wanita.
Faktor hormonal yang menyebabkan wanita sering terserang penyakit
lupus daripada pria. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa
sebelum menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa
hormone (terutama esterogen) mungkin berperan dalam timbulnya
penyakit ini. Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat menyebabkan
sindrom mirip lupus, yang akan menghilang bila pemakaian obat
dihentikan.
C. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduksi) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal).
Obat-obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin
dan beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah
alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-
obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi
akibat fungsi sel T supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan
kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen
yang selanjutnya terjadi serangan antibodi tambahan dan siklus tersebut
berulang kembali.
Kerusaan organ pada SLE didasari pada reaksi imunologi. Reaksi ini
menimbulkan abnormalitas respons imun didalam tubuh yaitu :
1) Sel T dan sel B menjadi otoreaktif
2) Pembentukan sitokin yang berlebihan
3) Hilangnya regulasi kontrol pada sistem imun, antara lain :
a. Hilangnya kemampuan membersihkan antigen di kompleks imun
maupun sitokin dalam tubuh
b. Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
c. Hilangnya toleransi imun : sel T mengenali molekul tubuh sebagai
antigen karena adanya mimikri molekuler.
Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibodi di dalam
tubuh yang disebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibodi-antibodi yang
tersebut membentuk kompleks imun. Kompleks imun tersebut terdeposisi
pada jaringan/organ yang akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau
kerusakan jaringan.
D. Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul
mendadak disertai dengan tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam
tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun
diikuti oleh gejala yang terkenanya sistem imun. Pada tipe menahun terdapat
remisi dan eksaserbsi. Remisinya mungkin berlangsung bertahun-tahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi
seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat. Setiap
serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, nafsu
makan berkurang, kelemahan, berat badan menurun, dan iritabilitasi. Yang
paling menonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil.
a) Gejala Muskuloskeletal
Gejala yang paling sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal,
berupa artritis (93%). Yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal
proksimal didikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal,
siku dan pergelangan kaki. Selain pembekakan dan nyeri mungkin juga
terdapat efusi sendi. Artritis biasanya simetris, tanpa menyebabkan
deformitas, kontraktur atau ankilosis. Adakala terdapat nodul reumatoid.
Nekrosis vaskular dapat terjadi pada berbagai tempat, dan ditemukan pada
pasien yang mendapatkan pengobatan dengan streroid dosis tinggi. Tempat
yang paling sering terkena ialah kaput femoris.
b) Gejala Mukokutan
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85%
kasus SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi
kulit akut, subakut, diskoid, dan livido retikularis. Ruam kulit berbentuk
kupu-kupu berupa eritema yang agak edamatus pada hidung dan kedua
pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa
bekas luka. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul
ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas. Lesi ini termasuk lesi kulit
akut. Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular.
Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema,
hiperkeratosis dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa
yang meninggi, tertutup oleh sisik keratin disertai adanya penyumbatan
folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan berbentuk silikatriks.
Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk
kecil sampai yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema
periungual. Livido retikularis suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering
ditemui pada SLE.
c) Ginjal
Kelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE. Manifestasi
paling sering ialah proteinuria atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik
kegagalan ginjal jarang terjadi, hanya terdapat pada 25% kasus SLE yang
urinnya menunjukkan kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis lupus
difus dan nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus merupakan kelainan
yang paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik,
hipertensi serta gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis lupus
membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik,
gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin
berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal yang lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah
pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal. Gagal ginjal merupakan salah satu
penyebab kematian SLE kronik.
d) Susunan Saraf Pusat
Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu
psikosis organik dan kejang-kejang. Penyakit otak organik biasanya
ditemukan bersamaan dengan gejala aktif SLE pada sistem lain-lainnya.
Pasien menunjukkan gejala halusinasi disamping gejala khas organik otak
seperti sukar menghitung dan tidak sanggup mengingat kembali gambar
yang pernah dilihat.
Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara
klinis tak dapat dibedakan dengan psikosis lupus. Perbedaan antara
keduanya baru dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis
steroid yang dipakai. Psikosis lupus membaik jika dosis steroid dinaikkan
dan sebaliknya. Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe
grandmal. Kelainan lain yang mungkin ditemukan ialah afasia, hemiplegia.
e) Mata
Kelainan mata dapat berupa konjungtivitas, perdarahan subkonjungtival
dan adanya badan sitoid di retina
f) Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,
endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai
akibat keadaan tersebut.
g) Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari
kejadian tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak napas.
h) Saluran Pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE, mungkin disertai mual dan
diare. Gejalanya menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya
mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan
oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan
usus yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan
pankreatitis.
i) Hemik-Limfatik
Kelenjar getah bening yang sering terkena adalah aksila dan sevikal,
dengan karakteristik tidak nyeri tekan dan lunak. Organ limfoid lain adalah
splenomegali yang biasanya disertai oleh pembesaran hati. Kerusakan lien
berupa infark atau thrombosis berkaitan dengan adanya lupus
antikoagulan. Anemia dapat dijumpai pada periode perkembangan
penyakit LES, yang diperantai oleh proses imun dan non-imun.
E. Klasifikasi
Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu discoid lupus,
systemic lupus erythematosus, dan lupus yang diinduksi oleh obat.
1. Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas
eritema yang meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia.
Lesi ini timbul di kulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan
dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan karena lesi ini
memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian tengahnya serta
hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).
2. Systemic Lupus Erythematosus
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang
disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan
dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa
peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan
(Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap dsDNA, berbagai
macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid dapat
menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanime
pengaktivan komplemen (Epstein, 1998).
3. Lupus yang diinduksi oleh obat
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada
asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi
obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga
memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal
ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk
kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing
tersebut (Herfindal et al., 2000).
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorim yang dilakukan terhadap pasien SLE adalah:
1. Tes ANA (Anti Nuclear Antibody)
2. Tes Anti dsDNA (double stranded)
3. Tes Antibodi anti-S (Smith)
4. Tes Anti-RNP (Ribonukleoprotein), anti-ro/anti-SS-A, anti-La
(antikoagulan lupus anti SSB, dan antibodi antikardiolipin).
5. Komplemen C3, C4, dan CH50 (komplemen hemolitik)
6. Tes sel LE
7. Tes anti ssDNA (single stranded).
G. Penatalaksanaan
1. Secara Umum
Penyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting diperhatikan
dalam penatalaksanaan penderita LES, terutama pada penderita yang
baru terdiagnosis. Sebelum penderita LES diberi pengobatan, harus
diputuskan dulu apakah penderita tergolong yang memerlukan terapi
konservatif, atau imunosupresif yang agresif. Bila penyakit ini
mengancam nyawa dan mengenai organ-organ mayor, maka
dipertimbangkan pemberian terapi agresif yang meliputi kortikosteroid
dosis tinggi dan imunosupresan lainnya. Tidak ada pengobatan yang
permanen untuk SLE. Tujuan dari terapi adalah mengurangi gejala dan
melindungi organ dengan mengurangi peradangan dan atau tingkat
aktifitas autoimun di tubuh.
Bentuk penanganan umum pasien dengan SLE antara lain
(Sukmana,2004):
a. Kelelahan
Hampir setengah penderita SLE mengeluh kelelahan. Sebelumnya
kita harus mengklarifikasi apakah kelelahan ini bagian dari derajat
sakitnya atau karena penyakit lain yaitu: anemia, demam, infeksi,
gangguan hormonal atau komplikasi pengobatan dan emotional stress.
Upaya mengurangi kelelahan di samping pemberian obat ialah: cukup
istirahat, batasi aktivitas, dan mampu mengubah gaya hidup.
b. Hindari merokok
Walaupun prevalensi SLE lebih banyak pada wanita, cukup banyak
wanita perokok. Kebiasaan merokok akan mengurangi oksigenisasi,
memperberat fenomena Raynaud yang disebabkan penyempitan
pembuluh darah akibat bahan yang terkandung pada sigaret/rokok.
c. Cuaca
Walaupun di Indonesia tidak ditemukan cuaca yang sangat berbeda
dan hanya ada dua musim, akan tetapi pada sebagian penderita SLE
khususnya dengan keluhan artritis sebaiknya menghindari perubahan
cuaca karena akan mempengaruhi proses inflamasi.
2. Terapi konservatif
Diberikan tergantung pada keluhan atau manifestasi yang muncul.
Pada keluhan yang ringan dapat diberikan analgetik sederhana atau obat
antiinflamasi nonsteroid namun tidak memperberat keadaan umum
penderita. Efek samping terhadap sistem gastrointestinal, hepar dan
ginjal harus diperhatikan, dengan pemeriksaan kreatinin serum secara
berkala. Pemberian kortikosteroid dosis rendah 15 mg, setiap pagi.
Sunscreen digunakan pada pasien dengan fotosensivitas. Sebagian besar
sunscreen topikal berupa krem, minyak, lotion atau gel yang
mengandung PABA dan esternya, benzofenon, salisilat dan sinamat yang
dapat menyerap sinar ultraviolet A dan B atau steroid topikal
berkekuatan sedang, misalnya betametason valerat dan triamsinolon
asetonid.
3. Terapi agresif
Pemberian oral pada manifestasi minor seperti prednison 0,5
mg/kgBB/hari, sedangkan pada manifestasi mayor dan serius dapat
diberikan prednison 1-1,5 mg/kgBB/hari. Pemberian bolus
metilprednisolon intravena 1 gram atau 15 mg/kgBB selama 3 hari dapat
dipertimbangkan sebagai pengganti glukokortikoid oral dosis tinggi,
kemudian dilanjutkan dengan prednison oral 1-1,5 mg/kgBB/ hari.
Secara ringkas penatalaksanaan LES adalah sebagai berikut :
a. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai
bersama kortikosteroid, secara topical untuk kutaneus.
b. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik
ringan SLE
c. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi
imun.
d. Pemberian obat anti inflamasi nonsteroid termasuk aspirin untuk
mengendalikan gejala artritis.
e. Krim topikal kortikosteroid, seperti hidrokortison, buteprat (acticort)
atau triamsinalon (aristocort) untuk lesi kulit yang akut.
f. Penyuntikan kortikosteroid intralesi atau pemberian obat anti malaria,
seperti hidroksikolorokuin sulfat (plaquinil), mengatasi lesi kulit yang
membandel.
g. Kortikosteroid sistemik untuk mengurangi gejala sistemik SLE dan
mencegah eksaserbasi akut yang menyeluruh ataupun penyakit serius
yang berhubungan dengan sistem organ yang penting, seperti pleuritis,
perikarditis, nefritis lupus, faskulitis dan gangguan pada SSP.
(Kowalak, Welsh, Mayer . 2002).
H. Pathway Commented [t9]: kenapa berbeda dengan teori diatas, disini
system ginjal tidak terserang
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN SLE ( SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS )
A. PENGKAJIAN
1. Data Demografi
Nama Klien :
Jenis kelamin :
Umur :
Suku :
Agama :
Status perkawinan :
Pekerjaan :
Pendidikan terakhir :
Alamat : Commented [t10]: tidak perlu di teoritis/ddelete
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasa muncul saat pengkajian tidak pasti,
tergantung kapan dilakukan pengkajian tersebut. Biasanya adalah
demam, kelemahan, nafsu makan menurun dan BB menurun.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat dari dimulainya gejala penyakit sampai pasien atau keluarga
memutuskan untuk dibawa ke RS. Yang biasa muncul adalah riwayat
demam, kelemahan sampai intoleransi aktifitas, penurunan nafsu
makan dan penurunan BB.
c. Riwayat Penyakit Terdahulu
Kaji apakah pasien mengalami hipertensi, gangguan pada mata, dan
adanya nyeri sendi.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya keluarga yang memiliki penyakit yang sama.
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas
1). Gejala : Keletihan, kelemahan, nyeri sendi karena gerakan
2). Tanda : Penurunan semangat bekerja, toleransi terhadap aktivitas
rendah, penurunan rentang gerak sendi, gangguan gaya
berjalan.
b. Sirkuasi
1). Gejala : Nyeri dada
2). Tanda :
TD : tekanan nadi melebar, desiran (menunjukkan mekanisme
anemia), warna kulit : pucat/sianosis, membaran mukosa, kulit
terdapat ruam.
c. Integritas Ego
1). Gejala : Mudah marah dan fruktasi, takut akan penolakan dari
orang lain, harga diri buruk, kekuatiran mengenai menjadi
beban bagi yang mendekat
2). Tanda : Ansietas, gelisah, menarik diri, depresi, fokus pada diri
sendiri
d. Eliminasi
1). Gejala : Sering berkemih, berkemih dengan jumlah besar
2). Tanda : Nyeri tekan pada abdomen, urine encer : terdapat darah
atau protein.
e. Makanan/Cairan
1). Gejala : Mual/muntah, anoreksia, haus, kesulitan menelan, adanya
penurunan BB
2). Tanda : Turgor kulit buruk berbentuk ruam, lidah tampak merah
daging, bibir : disudut bibir terdapat luka.
f. Higiene
1). Gejala : kesulitan untuk mempertahankan aksi (nyeri/anemia
berat), berbagai kesulitan untuk melakukan aktivitas
perawatan pribadi.
2). Tanda : ceroboh, tak rapih, kurang bertenaga.
g. Neurosensori
1). Gejala : sakit kepala, berdenyut pusing, penurunan penglihatan,
bayangan pada mata, kelemahan, keseimbangan buruk,
kesemutan pada ekstremitas.
2). Tanda : kelemahan otot, penurunan kekuatan otot, kejang,
pembekakan sendi simetri.
h. Nyeri/Kenyamanan
1). Gejala : nyeri hebat, berdenyut, rasa perih di berbagai lokasi,
sakit kepala berulang, tajam, sementara, nyeri tekan
abdomen, nyeri dada
2). Tanda : menahan sendi pada posisi nyaman, sensitivitas terhadap
palpitasi pada area yang sakit.
i. Penapasan
1). Gejala : riwayat inspeksi paru, riwayat abses paru, napas
pendek pada istirahat dan aktivitas.
2). Tanda : takipnea, distres pernapasan akut, bunyi napas
menurun.
j. Keamanan
1). Gejala : kekeringan pada mata dan membran mukosa, demam
ringan menetap, lesi kulit, gangguan penglihatan,
penyembuhan luka buruk
2). Tanda : berkeringat, mengigil berulang, gemetar, luka pada
wajah
k. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : riwayat penyakit hipertensi, hematologi, riwayat adanya
masalah dengan penyembuhan luka/perdarahan,
pertimbangan rencana pemulangan : lama perawatan: 4-8
hari, memerlukan bantuan dalam perawatan diri,
pemeliharaan rumah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi pada kulit
3. Hambatan Mobilitas fisik berhubungan dengan defometas skletal Commented [t11]: deformitas
C. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
E. EVALUASI
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan),
melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri serta mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri).
2. Kerusakan integritas kulit pada pasien teratasi.
3. Gangguan mobilitas fisik pada pasien teratasi.
4. Gangguan body image pasien teratasi.
5. Pasien tidak mengalami kelelahan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito and Moyet, (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta: EGC
BAB III
KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
Usia : 15 tahun
Agama : Budha
Barat
c) Lamanya : + 1 minggu
Tidak ada
b) Pembuatan Keputusan:
Bersama
c) Kegiatan Kemasyarakatan:
diam)
Tidak ada
Berdoa / sembahyang
1. Pola nutrisi
a. Frekuensi makan:............X/hari 3x/hari 3x/hari
b. Nafsu makan : baik/tidak Nafsu makan baik Nafsu makan
Alasan :.......(mual, muntah, sariawan) kurang, terasa
c. Porsi makanan yang dihabiskan 1porsi habis mual
d. Makanan yang tidak disukai Tidak ada ¼ porsi
e. Makanan yang membuat alergi Tidak ada Tidak ada
f. Makanan pantangan Tidak ada Tidak ada
g. Makanan diet Tidak ada Tidak ada
h. Penggunaan obat-obatan sebelum Tidak ada Tidak ada
makan Tidak ada
i. Penggunaan alat bantu (NGT,dll) Tidak ada
2. Pola eliminasi Tidak ada
a. B.a.k:
1) Frekuensi:......................X/hari 4x/hari
2) Warna :................................ Kadang putih/kuning 4x/hari
3) Keluhan :................................ Tidak ada Kuning
4) Penggunaan alat bantu ( kateter, Tidak ada Tidak ada
dll) Tidak ada
b. B.a.b:
1) Frekuensi :.......................X/hari 2x/hari
2) Waktu :................................. Pagi-sore 1x/hari
( Pagi/Siang/Malam/Tidak tentu) Pagi
3) Warna :................................ Hitam-kecoklatan
4) Konsistensi :............................... Lunak Hitam-kecoklatan
5) Keluhan :............................... Tidak ada Lunak
6) Penggunaan Laxatif:................... Tidak ada Tidak ada
Tidak ada
3. Pola Personal Hygiene
............................ ............................
5. Pola Aktivitas dan Latihan
........................... ..........................
6. Kebiasaan yang Mempengaruhi Kesehatan
........................... ..........................
Tidak ada Tidak ada
a. Merekok : Ya / Tidak
.......................... ..........................
1) Frekuensi : ...........
.......................... ..........................
2) Jumlah : ...........
.......................... .........................
3) Lama Pemakaian : ............
b. Minum keras / NABZA : Ya / Tidak Tidak ada Tidak ada
1) Sirkulasi Peripher
a ) Nadi 98 x / menit : Irama : ( ) Teratur ( ) Tidak teratur
Denyut : ( ) Lemah ( ) Kuat
b ) Tekanan Darah : 110 / 70 mmHg
c ) Distensi vena jugularis : Kanan : ( ) Ya ( ) Tidak
Kiri : ( ) Ya ( ) Tidak
d ) Temperatur kulit ( ) Hangat ( ) Dingin
e ) Warna kulit : ( ) Pucat ( ) Cyanosis ( ) Kemerahan
f ) Edema : ( ) Ya, .... ( ) Tidak
( ) Tungkai atas ( ) Tungkai bawah
( ) Periorbital ( ) Muka
( ) Skrotalis ( ) Anasarka
2) Sirkulasi Jantung Commented [t19]: ?
a ) Kecepatan denyut apical : 108 x / menit
b ) Irama : ( ) Teratur ( ) Tidak teratur
c ) Kelainan bunyi jantung : ( ) Murmur ( ) Gallop
d ) Sakit dada : ( ) Ya ( ) Tidak
1 ) Timbulnya : ( ) Saat aktivitas ( ) Tanpa aktivitas
2 ) Karakteristik : ( ) Seperti ditusuk-tusuk
( ) Seperti terbakar ( ) Seperti tertimpa benda
berat
3 ) Skala nyeri : .........
Fraktur : ( ) Ya ( ) Tidak
Lokasi : …………………………
Kondisi : …………………………
( ) Kiposis
( ) Hipertoni ( ) Atoni
Kekuatan Otot : 5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5
5. Data Tambahan (Pemahaman tentang penyakit):
Tidak ada
7. Penatalaksanaan (Therapi/pengobatan termasuk diet) Commented [t28]: Semua penatalaksanaan harus masuk kei
intervensi pada diagnose yang tepat
Ukur BB/hari
1. Ramipril 1X1,25
2. CaCo3 3X1
3. Kolhatriol 2X1
4. Letanol 2X25 mg
5. Ketosteril 3X2 tab
Obat Injeksi
Hematologi
Kimia Klinik
Imunologi
C3(complement) Terlampir
<39,2 :Negatif
>46,1 : positif
Sekologi
Hepatitis Marker
HT L22 % 35-47
MCV 95 fL 80-100
Kimia Klinik
Hemtologi
Ht L22 % 35-47
MCV 97 fL 80-100
Kimia Klinik
Urinalis
PH 7,0 4,8-7,4
Sedimen
Bakteria 2+ /L Negatif
Silinder Negatif
Hepar :
Vesika felea :
Aorta abdominalis
Pancreas
Ren Dekstra
Vesika urinaria
Saran
EMG
Resume
Pasien baru masuk dari IGD diantar porter menggunakan brankart dengan Commented [t29]: Tidak perlu
diagnose medis edema paru, pasien dr.Tedhy, Keadaan umum Tampak sakit Commented [t30]: tambahan
sedang. TD:110/80, Suhu: 37,8ºC, N:76X/Menit, RR:20X/Menit. Pasien Commented [t31]: tidak perlu
mengeluh nyeri pinggang dan Kaki, demam ± 2 hari, terdapat edema di kedua
tungkai. Ibu pasien mengatakan demam sejak sehari sebelum masuk RS, Nyeri
pada kaki dan pinggang. Sebelum masuk Rumah sakit pasien mendapat terapi
obat:
1. Ramipril 1X1,25 mg
2. CaCo3 3X1
3. Kalkatriol 2X1
Selin itu pasien juga mengeluh perut terasa mual dan nafsu makan berkurang.
Masalah Keperawatan
Tindakan Kolaborasi
Obat Injeksi :
a. Ceftriacone (IV) 1X2gr
Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif Commented [t34]: Susunannya hasil observasi, monitoring,
pemeriksaan fisik baru terakhir hasil lab maupun pemeriksaan
1. Pasien mengatakan nyeri - Pasien tampak sering mengubah diagnostic lainnya yang menunjang masalah
Analisa Data
tampak memegangi
pinggang, tampak sering
merubah posisi, saat
nyeri pasien tampak
fokus dengan diri sendiri,
menyeringai saat nyeri,
N= 98 x/menit, tampak
udem, asam urat =
2. DS : Pasien mengatakan Kelebihan Volume Edem Anasarka Commented [t39]: Ini adalah symptom, atau apakah ini juga
ada referensinya ?
Cairan (kalo ada teorinya
kadang sering terasa
bahwa menyebabkan
sesak saat banyak ggn pd fungsi ginjal
maka buatlah
aktivitas, terasa berat
etiologinya spt yg
pada kaki karena ada kemarin (ggn
mekanisme regulator ?)
bengkak, pada muka dan
leher juga bengkak.
DO : edema anasarka,
perubahan berat jenis
urine = 1,012 , berat jenis
urine +, darah dalam
urine +, Hb = 8,1 g/dl, Ht
= 22 %, albumin = 1,50
/L
3. DS : Pasien mengeluh
Nutrisi Kurang dari Anemia Dimorphic
masih terasa mual saat kebutuhan tubuh
melihat makanan.
Pasien mengatakan nafsu
makan berkurang.
Pasien juga mengatakan
“Enek kalau makan
bubur pengen muntah”
DO : Hb = 8,1 g/dl,
penurunan BB 5kg,
albumin = 1, 50, eritrosit
= 2,29 jt, membran
mukosa kering dan pucat,
mual, konjungtiva
anemis, bisisng usus
hiperaktif = 16 x/menit
4. Keletihan Anemia
DS : pasien mengeluh
mengantuk terus, merasa
lemas dan badan terasa
pegal-pegal.
DO : ADL dibantu,
pasien tampak lemas,
jam tidur bertambah,
tampak lesu dan tidak
bergairah, pucat,
konjungtiva anemis, Hb
= 8,1 g/dl
Nyeri teratasi
14-4-2016 1. Nyeri akut setelah 1. Skala 1.Kaji PQRST
berhubungan dilakukan nyeri 3 nyeri
dengan agen asuhan 2. Nyeri 2. Kaji tanda –
ciderabiologis( keperawatan pinggang tanda vital
proses infeksi) selama 3x24 dan kaki 3. Ajarkan
ditandai dengan jam (-) teknik
DS : - Pasien 3. Nadi 60- relaksasi
mengatakan nyeri 100x/men (nafas
terasa it dalam)
P: gangguan 4. Pasien 4. Ajarkan
mekanisme ginjal tampak teknik
Q: seperti pegal- lebih distraksi (
pegal tenang pengalihan
R: di bagian aktifitas)
pinggang dan kaki 5. Berikan
S: skala 4 posisi yang
T: tidak tentu, nyaman dan
kadang saat lingkungan
aktivitas durasi yang
kurang lebih 10 nyaman
detik
DO:
-Pasien tampak
memegang
pinggang
- Pasien tampak
sering mengubah
posisi
- Saat nyeri pasien
tampak fokus
14-4-2016 2. pada dirinya, Kelebihan 1.Edema (- 1. Kaji dan
tidak bias diajak volume ) observasi
bicara cairan dapat 2.Ht 35% balance
- Menyeringai saat teratasi 3.Hb 11,7 cairan intake
nyeri setelah 9⁄ dan output
- Nadi 98x/ menit dilakukan 𝑑𝑙 2. Batasan
4.Balance
Kelebihan volume asuhan cairan = 0 minum
cairan keperawatan (seimban dalam
berhubungan selama 3x24 g) perhari
dengan jam 5.Berat sesuai
mekanisme jenis urin instruksi
pengaturan 10,25 3. Kaji hasil
ditandai dengan 6.Albumin laboratorium
DO dan DS 3,2-4,8 4. Kaji tanda-
DS: 7.Darah tanda vital
-Pasien dalam 5. Berikan
mengatakan urin (-) terapi cairan
terkadang sering 800cc/24
terasa sesak saat jam sesuai
banyak aktivitas program
-pasien 6. Kolaborasi
mengatakan berat pemberian
pada kaki karena obatdiuretik:
ada bengkak pada a. Ramipril
muka dan leher 1x1,2,5mg
b.Kolkatriol
DO: 2x1 mg
-edema anasarka c. Letonol
-berat jenis urin = 2x25mg
1,012 d.Ketosteril
-protein urin (+) 3x2mg
-Darah dalam urin
(+)
- Hb = 8,1 9⁄𝑑𝑙 Nutrisi 1. Pantau hasil
14-4-2016 3. -Ht = 22 % terpenuhi laboratorium
-Albumin setelah (darah rutin)
-Balance cairan = dilakukan 2. Anjurkan
+ 170 cc asuhan 1.Nafsu makan
-DI 500 RL/24 jam keperawatan makan selagi
-Urin = 1500cc selama 3x24 meningk hangat
-Minum =1700cc jam at 3. Anjurkan
2.BB 56 makan
kg sedikit tapi
3.Hb Hb sering
11,7 4. Anjurkan
9⁄ keluarga
Nutrisi kurang dari 𝑑𝑙 pasien
4.Mual (-) membawa
kebutuhan tubuh 5.Pucat(-)
berhubungan makanan
6.Eritrosit kesukanan,
dengan intake yang 4,20-
tidak adekuat dibawah
4,50 jt pengawasan
ditandai dengan
DS = 7.Makan dokter
-pasen mengeluh habis 1 5. Bantu dalam
masih terasa mual porsi pemeliharaa
saat melihat n variasi
makanan makanan
-Pasien juga yang bergizi
mengatakan nafsu dan sesuai
makan berkurang kebutuhan
-Pasien juga pasien
mengatakan “enek 6. Kolaborasi
kalau makan dengan
bubur dokter dan
pengenmuntah” ahli gizi
mengenai
DO = pemberian
- Hb = 8,1 9⁄𝑑𝑙 diit
-penurunan BB 7. Berikan
58 - 53= 5 kg terpi obat
-Albumin = 1,50 lambung
-Eritosit = 2,29 jt -𝐶𝑎𝐶𝑜3 3x1
-Membran mukosa
kering dan pucat
-Mual (+)
-Konjungtiva
anemis
-Bising usus
hiperaktif = 16x/
menit
BAB IV
PEMBAHASAN