Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada suatu sistem tenaga listrik tingkat keandalan adalah hal yang sangat
penting dalam menentukan kinerja sistem tersebut. Keandalan ini dapat dilihat
dari sejauh mana suplai tenaga listrik bisa mensuplai secara kontinu dalam satu
tahun ke konsumen. Permasalahan yang paling mendasar pada penyaluran daya
listrik adalahterletak pada mutu, kontinuitas dan ketersediaan pelayanan daya
listrik pada pelanggan.

Gangguan yang terjadi pada unit-unit pembangkitan akan menyebabkan


terganggunya penyediaan tenaga listrik dengan segala akibatnya bagi perusahaan
listrik maupun konsumen. Keandalan sistem adalah ketersediaan/tingkat
pelayanan penyediaan tenaga listrik dari sistem ke konsumen. Indeks Keandalan
merupakan suatu indikator keandalan yang dinyatakan dalam suatu besaran
probabilitas. Untuk tingkat keandalan pelayanan tergantung dari berapa lama
terjadi pemadaman selama selang waktu tertentu (satu tahun) dan berapa sering
(frekwensi) terjadinya pemadaman selama setahun.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana menghitung keandalan sistem tenaga listrik?


2. Bagaimana perthitungan pengaruh penambahan unit pembangkit terhadap
keandalan sistem?

C. Manfaat

Mengetahui cara menghitung keandalan sistem tenaga


BAB II

PEMBAHASAN

A. Cara Menghitung Keandalan Sistem Tenaga Listrik

1. Sistem hanya terdiri dari unit 1 : 500 KW dengan F.O.R1 = 0,01

Tabel II.5.A

Kw on outage : x Kemungkinan terjadinya

0 ……………………………… (1 - F.O.R1 ) = 0,99

250 ……………………………… 0

500 ……………………………… F.O.R1 = 0,01

750 ……………………………… 0

1000 ……………………………… 0

Pada tabel ini dan berikutnya kolom KW on outage dibuat dengan


kenaikan 250 KW.

2. Sistem hanya terdiri dari unit 2 saja : 1000 KW dengan F.O.R 2 = 0,06

Tabel II.5.B

Kw on outage : x Kemungkinan terjadinya

0 ……………………………… (1 - F.O.R 2 ) = 0,94

250 ……………………………… 0

500 ……………………………… 0

750 ……………………………… 0

1000 ……………………………… F.O.R 2 = 0,06

12500 ……………………………… 0

1500 ……………………………… 0

= 1,00
3. Sistem terdiri dari unit 1 dan unit 2.

Tabel II.5.C

Kw on outage : x Kemungkinan terjadinya

0 …………………… (1 - F.O.R1 ) (1 - F.O.R 2 ) = 0,9504

250 …………………… 0

500 …………………… F.O.R1 (1 - F.O.R 2 ) = 0,0096

750 …………………… 0

1000 …………………… F.O.R 2 (1 - F.O.R1 ) = 0,0594

12500 …………………… 0

1500 …………………… F.O.R1 × F.O.R 2 = 0,0006

= 1,0000

Dari tabel II.5.A, II.5.B, dan II.5.C terlihat bahwa ada hubungan antara tabel-
tabel ini sebagai berikut:

1. Nilai nol KW on outage yang merupakan nilai permulaan pada tabel II.5.C,
kemungkinan terjadinya = (1 - F.O.R1 ) (1 - F.O.R 2 )
2. Nilai KW terbesar on outage pada tabel II.5.C merupakan penjumlahan dari
nilai terbesar on outage pada tabel II.5.A, dan II.5.B yaitu 500KW + 1000KW
= 1500KW kemungkinan terjadinya = F.O.R1 × F.O.R 2
3. Nilai KW on outage untuk tabel II.5.C yang berada di antara nol dan nilai
terbesar 1500KW kemungkinan terjadinya KW on outage adalah sebagai
berikut:
a. Apabila di tabel II.5.A maupun tabel II.5.B masing-masing nilainya = 0
maka di tabel II.5.C nilainya juga 0
b. Apabila di tabel II.5.C nilainya = nilai dari salah satu tabel yang tidak
sama dengan nol kali (1 – F.O.R.) unit dari tabel yang bernilai nol
Tabel II.5.C’

Kw on Kemungkinan Terjadinya
Outage Tabel II.5.A Tabel II.5.B Tabel II.5.C
0 (1 - F.O.R1 ) =0,99 (1 - F.O.R 2 ) = 0,94 (1 - F.O.R1 ) (1 - F.O.R 2 ) = 0,9504
250 0 0 0
500 F.O.R1 = 0,01 0 F.O.R1 (1 - F.O.R 2 ) = 0,0096
750 0 0 0
1000 0 F.O.R 2 = 0,06 F.O.R 2 (1 - F.O.R1 ) = 0,0594
1250 0 0 0
1500 0 0 F.O.R1 × F.O.R 2 = 0,0006

1,0000

Dengan menggunakan tabel-tabel tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai


berikut:

(Tabel n unit) = {Tabel (n - 1) unit + 0}

{Tabel (n - 1) unit + Pn }

Dimana Pn = kapasitas unit ke n

Sedangkan kolom kemungkinan terjadinya adalah :

Untuk tabel (n – 1) unit + 0 = kemungkinan terjadinya pada tabel (n -1)


untuk kali (1 - F.O.R 𝑛 )

Untuk tabel (n – 1) unit + Pn = kemungkinan terjadinya pada tabel (n -1)


untuk kali 1 - F.O.R 𝑛

Untuk suatu sistem tertentu jumlah unit pembangkitanya tertentu, jadi bisa
dihitung kemugkinan terjadinya forced outage untuk KW atau MW tertentu.
Apabila beban sistem ini naik, tetapi unit pembangkitnya tidak di tambah, maka
LOLP = p x t akan bertambah besar. Hal ini terlihat pada gambar II.16, yaitu suatu
sistem dengan daya terpasang Pi kemungkinannya untuk menyediakan daya
sebesar P adalah p
Gambar II.16. Pengaruh kenaikan beban sistem dalam kaitannya dengan LOLP.

Apabila beban puncak sistem = B1

Apabila beban puncak sistem = B1, maka t = t1, sedangkan apabila beban
puncak naik menjadi B2, dan seterusnya menjadi B3, maka nilai t juga naik
menjadi t2 dan seterusnya. Kita dapatkan:

LOLP1 = p x t1 , untuk beban puncak B1

LOLP2 = p x t 2 , untuk beban puncak B2

LOLP3 = p x t 3 , untuk beban puncak B3

Pertambahan nilai t tergantung kepada bentuk kenaikan beban yang ditunjukkan


oleh kurva lama beban. Untuk suatu sistem tertentu yang harus melayani beban
tertentu, dapat di gambarkan suatu grafik yang menggambarkan hubungan anatar
beban puncak dengan LOLP, hal ini ditunjukkan pada gambar II.17.

Dalam gambar II.17 digambarkan dua kurva yaitu kurva 1 dan kurva 2.
Kurva 1 menggambarkan keadaan sebelum ada penambahan sebuah unit
pembangkit, sedangkan kurva 2 menggambarkan keadaan setelah penambahan
unit pemabangkit baru dengan kapasitas daya terpasang C MW. Terlihat bahwa
jarak kurva 1 dan kurva 2 makin jauh untuk nilai LOLP yang makin besar.
B. Perthitungan Pengaruh Penambahan Unit Pembangkit terhadap
Keandalan Sistem

Perkembangan kemungkinan terjadinya Kw on Outage dengan


bertambahnya unit baru apabila:

x = besarnya nilai KW on outage

Cn = besarnya Kapasitas unit baru, unit ke n

Pn = Kemungkinan terjadinya outage untuk sistem dengan (n -1) unit,


sebelum ada unit ke n

Tabel-tabel sebelumnya yang yang terdiri dari bagian kiri dan kanan yang
menggambarkan penambahan nilai p setelah unit ke n masuk ke dalam sistem.

Bagian kiri

Menggambarkan bahwa nilai kemungkinan terjadinya oautage untuk nilai


x KW dalam sistem dengan n unit mempunyai hubungan dengan sistem
lama yang terdiri dari (n -1) unit sebagai berikut :

Pn (𝑥) = Pn−1 (𝑥) × (1 − F. O. R n )………………………….(II.12)


Bagian kanan:

Menggambarkan bahwa nilai Kemungkinan Terjadinya outage untuk nilai


(X+Cn ) KW dalam sistem dengan n unit mempunyai hubungan dengan
sistem lama yang terdiri dari (n-1) unit sebagai berikut:

Pn (𝑥 + Cn ) = Pn−1 (𝑥) × F. O. R n ………………………...(II.13)

Apabila x + Cn dimisalkan = y maka x = y - Cn dan persamaan (II.13)


menjadi:

Pn (𝑦) = Pn−1 (𝑦 − Cn ) × F. O. R…………………………(II.14)

Karena nilai x bisa dipilih secara bebas dan Cn adalah suatu nilai konstan
sedangkan y = x + Cn , maka persamaan (II.14) berlaku pula bagi x:

Pn (𝑥) = Pn−1 (𝑥 − Cn ) × F. O. R n ………………………..(II.15)

Nilai kemungkinan terjadinya KW on outage dalam sistem dengan n unit Pn (x)


adalah jumlah yang terdapat pada tabel kiri dan kanan untuk nilai x yang sama,
yaitu merupakan penjumlahan ruas kanan persamaan (II.13) dan ruas kanan
persmaan (II.15) sehingga didapat:

Pn (𝑥) = Pn−1 (𝑥) × (1 − F. O. R n ) + Pn−1 (𝑥 − Cn ) × F. O. R n ……..(II.16)

C. Keandalan dan Ketersediaan

Setiap pembangkit tenaga listrik dapat mengalami kegagalan. Kegagalan


pembangkitan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : kelalaian
manusia, perawatan yang buruk, kesalahan dalam penggunaan, dan kurangnya
perlindungan terhadap tekanan lingkungan yang berlebihan. Akibat yang
ditimbulkan dari kegagalan pembangkitan ini dapat berpengaruh pada operasi
sistem , antara lain : terjadinya pemadaman pada sebagian titik beban yang
disebabkan kekurangan dalam pembangkitan, dan kerugian biaya ekonomis yang
cukup.

Definisi keandalan (reliability) secara umum merupakan kemungkinan


sistem akan mampu berfungsi dengan baik untuk jangka waktu tertentu. Ukuran
keandalan dapat dinyatakan sebagai seberapa sering sistem mengalami
pemadaman, berapa lama pemadaman terjadi dan berapa cepat waktu yang
dibutuhkan untuk memulihkan kondisi dari pemadaman yang terjadi. Sistem yang
mempunyai keandalan yang tinggi akan mampu memberikan tenaga listrik setiap
saat dibutuhkan, sedangkan sistem yang mempunyai keandalan rendah akan
menyebabkan sering terjadinya pemadaman. Ketersediaan (availability)
didefinisikan sebagai kemungkinan suatu sistem berfungsi menurut kebutuhan
pada waktu tertentu saat digunakan dalam kondisi beroperasi.

D. Laju Kegagalan Komponen (λ)

Kegagalan komponen adalah keadaan suatu komponen atau sistem yang


tidak dapat melaksanakan fungsinya akibat satu atau beberapa kejadian yang
berhubungan secara langsung dengan komponen atau sistem tersebut. Banyaknya
kegagalan yang terjadi selama selang waktu t1 sampai t2 disebut laju kegagalan
(failure rate). Hal ini dapat dinyatakan sebagai peluang bersyarat, yaitu kegagalan-
kegagalan yang terjadi dalam selang waktu t1 dan t2 dimana sebelum periode t1
tidak terjadi kegagalan, dan ini merupakan awal dari selang. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa laju kegagalan (λ) adalah harga rata-rata dari jumlah
kegagalan persatuan waktu pada suatu selang waktu pengamatan (T). Laju
kegagalan ini dihitung dengan satuan kegagalan per tahun. Untuk selang waktu
pengamatan diperoleh dari :

Metode representasi dimana dua keadaan baik dan dua keadaan gagal
untuk durasi operasi atau durasi perbaikan, maka rumus laju kegagalan untuk
jumlah n komponen adalah sebagai berikut :
E. Durasi Perbaikan Rata-rata ( r)

Durasi keluaran rata-rata (r) adalah waktu rata-rata yang diperlukan oleh
sistem atau pembangkit untuk melakukan perbaikan selama terjadinya gangguan.

Waktu perbaikan (r) dapat juga diartikan sebagai waktu yang diperlukan
dari saat terjadinya gangguan sampai pembangkit atau sistem dapat bekerja
kembali secara normal. Metode representasi dimana dua keadaan baik dan dua
keadaan gagal untuk durasi operasi atau durasi perbaikan, maka rumus durasi
keluaran rata-rata untuk jumlah n komponen pembangkit adalah sebagai berikut

F. Durasi Gangguan Tahunan / Annual Outage Duration (U)

Annual outage duration (durasi keluaran tahunan) merupakan waktu


kegagalan rata-rata yang terjadi pada sistem atau peralatan yang terjadi selama
periode tertentu (satu tahun).
G. Indeks Frekuensi Gangguan Rata-rata Sistem / System Average
Interruption Frequency Index (SAIFI)

SAIFI merupakan suatu indeks yang menyatakan banyaknya gangguan


(pemadaman) yang terjadi dalam selang waktu tertentu (satu tahun) pada
pelanggan dalam suatu sistem secara keseluruhan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Untuk suatu sistem tertentu jumlah unit pembangkitanya tertentu, jadi bisa
dihitung kemugkinan terjadinya forced outage untuk KW atau MW tertentu.
Apabila beban sistem ini naik, tetapi unit pembangkitnya tidak di tambah, maka
LOLP = p x t akan bertambah besar.

Apabila beban puncak sistem = B1, maka t = t1, sedangkan apabila beban
puncak naik menjadi B2, dan seterusnya menjadi B3, maka nilai t juga naik
menjadi t2 dan seterusnya.

Perkembangan kemungkinan terjadinya Kw on Outage dengan


bertambahnya unit baru apabila: x = besarnya nilai KW on outage, Cn = besarnya
Kapasitas unit baru, unit ke n, Pn = Kemungkinan terjadinya outage untuk sistem
dengan (n -1) unit sebelum ada unit ke n .

Anda mungkin juga menyukai