Anda di halaman 1dari 12

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR
1. DEFENISI
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Klien mungkin merasa ditolak, tidak terima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Deden dan
Rusdi,2013,Hal.34 ).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan
dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan
negative atau mengancam (Nanda-1,2012).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan prilaku
maladaktif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial ( Depkes
RI, 2000 ).
Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami
ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan
lingkungan di sekitarnya secara wajar dan hidup dalam khayalan sendiri yang
tidak realistis (Erlinafsiah,2010,Hal.101).

2. ETIOLOGI

1) Faktor Predisposisi
a) Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-
tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.

1
b) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan
dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan
dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.

c) Faktor Sosial Budaya


Isolasi social atau mengasingkan diri dari dari lingkungan social merupakan
suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini di
sebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap
anggota yang tidak produktif seperti usia lanjut, penyakit kronis, dan penyandang
cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.

d) Faktor Biologis
Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan social
adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan social memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak,
serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel.

2) Faktor Presipitasi
a) Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.

b) Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan

2
kemampuan individu untuk mengatasinya (Ade Herman Surya
Direja,2011,Hal.123).

3) Perilaku
Perilaku pada klien gangguan social menarik diri yaitu: kurang sopan,
apatis, sedih, afek tumpul, kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun,
menyendiri, kurang peka terhadap lingkungan, kurang energy, harga diri rendah
dan sikap tidur seperti janin saat tidur. Sedangkan perilaku pada gangguan sosial
curiga meliputi tidak mempercayai orang lain, sikap bermusuhan, mengisolasi
diri dan paranoia. Kemudian perilaku pada klien dengan gangguan social
manipulasi adalah kurang asertif, mengisolasi diri dari lingkungan, harga diri
rendah, dan sangat tergantung pada orang lain(Sujono Riyadi dan Teguh
Purwanto,2009,Hal.157).
4) Rentang Respon
Rentang respon berhubungan dapat berfluktuasi dari respons berhubungan
adaktif samapai maladaktif

Pattern of Parenting Inefectieve Lack of Develop Stressor internal


(Pola Asuh coping (Koping ment Task and external
Keluarga) individu tidak (Gangguan (stress internal
efektif) Tugas dan eksternal)
Perkembangan)
Misal : Misal : Misal : Misal :
Pada anak yang Saat individu Kegagalan Stress terjadi
kelahirannya tidak menghadapi menjalin akibat ansietas
dikehendaki kegagalan hubungan intim yang
(unwanted child) mengalahkan dengan sesame berkepanjangan
akibat kegagalan KB, orang lain, jenis atau lawan dan terjadi
hamil diluar nikah, ketidakberdayaan jenis, tidak bersamaan dengan

3
jenis kelamin yang mengangkat mampu mandiri keterbatasan
tidak diinginkan, tidak mampu kemampuan
bentuk fisik kurang menghadapi individu untuk
menawan kenyataan dan mengatasi.
menyebabkan menarik diri dari Ansietas terjadi
keluarga lingkungan. akibat berpisah
mengeluarkan dengan orang
komentar-komentar terdekat, hilang
negative, pekerjaan atau
merendahkan, orang yang
menyalahkan anak dicintai.

1. Respon Adaktif
Respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih dapat di terima
oleh norma-norma sosial dan budaya yang umum berlaku ( masih dalam batas
normal ), meliputi:
a) Menyendiri/solitude
Respon seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan dilingkungan
sosial dan juga suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah
berikutnya.

b) Otonomi
Kemampuang individu menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan
perasaan dalam hubungan sosial.

c) Bekerja Sama
Kondisi hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling member
dan menerima.

d) Saling Tergantung (interdependen)

4
Suatu hubungan saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.

2. Respon Maladaktif
Respon individu dalam penyelesaianmasalah menyimpang dari norma-norma
sosial dan budaya lingkungannya, meliputi:
a) Manipulasi
Orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah
pengendalian orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri
atau tujuan, bukan pada orang lain.

b) Implusif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, dan
tidak dapaat diandalkan.

c) Narkisme
Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha mendapatkan penghargaan
dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak
mendukung (Deden Dermawan Rusdi,2013,Hal.35).

3. PATOFISIOLOGI

Menurut Stuart and Sundeen (1998). Salah satu gangguan berhubungan


sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi social yang disebabkan oleh
perasaan tidak berharga, yang bias dialami klien dengan latar belakang yang
penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.

Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam


mengembangan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi
atau mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian
terhadap penampilan dan kebersihan diri.

5
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu
serta tingkah laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi
halusinasi (Ernawati Dalami dkk,,2009,Hal.10).

Pattern of Inefectieve Lack of Stressor internal


Parenting (Pola coping (Koping Develop ment and external
Asuh Keluarga) individu tidak Task (stress internal
efektif) (Gangguan dan eksternal)
Tugas
Perkembangan)
Misal : Misal : Misal : Misal :
Pada anak yang Saat individu Kegagalan Stress terjadi
kelahirannya tidak menghadapi menjalin akibat ansietas
dikehendaki kegagalan hubungan intim yang
(unwanted child) mengalahkan dengan sesame berkepanjangan
akibat kegagalan orang lain, jenis atau lawan dan terjadi
KB, hamil diluar ketidakberdayaan jenis, tidak bersamaan
nikah, jenis mengangkat mampu mandiri dengan
kelamin yang tidak tidak mampu keterbatasan
diinginkan, bentuk menghadapi kemampuan
fisik kurang kenyataan dan individu untuk
menawan menarik diri dari mengatasi.
menyebabkan lingkungan. Ansietas terjadi
keluarga akibat berpisah
mengeluarkan dengan orang
komentar- terdekat, hilang
komentar negative, pekerjaan atau
merendahkan, orang yang

6
menyalahkan anak dicintai.
Harga Diri Rendah Kronis
Isolasi Sosial

(Iyus Yosep,2007,Hal.230).

4. MANIFESTASI KLINIS

a) Tanda dan Gejala


Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi social akan ditemukan
data objektif meliputi apatis, ekspresi wajah sedih, afek tumpul, menghindar dari
orang lain, klien tampak memisahkan diri dari orang lain, komunikasi kurang,
klien tampak tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat, tidak ada
kontak mata atau kontak mata kurang, klien lebih sering menunduk, berdiam diri
dikamar. Menolak berhubungan dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan
sehari-hari, meniru posisi janin pada saat lahir, sedangkan untuk data Subjektif
sukar didapat, jika klien menolak komunikasi, beberapa data subjektif adalah
menjawab dengan singkat dengan kata-kata “tidak, “ya” dan tidak tahu”.

b) Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon social maladaktif menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan
dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Gail,W Stuart 2006).
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisocial antara
lain proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan
dengan gangguan kepribadian ambang splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi,
idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi proyeksi.

7
c) Sumber koping
Menurut Gail W. Stuart 2006, sumber koping berhubungan dengan respon social
mal-adaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman,
hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal misalnya kesenian, music atau
tulisan (Ernawati Dalami dkk,2009,Hal.10).

d) Pohon Masalah

Resiko bunuh diri

Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif


(Iyus, 2009)

5. KOMPLIKASI
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan
tingkah laku masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan
tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut
menjadi resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri,
orang lain serta lingkungan dan penurunan aktivitas sehingga dapat
menyebabkan defisit perawatan diri (Deden Dermawan dan Rusdi,2013,Hal.40).

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Minnesolla Multiphasic Personality Inventory (MMPI)

8
Adalah suatu bentuk pengujian yang dilakukan oleh psikiater dan psikolog
dalam menentukan kepribadian seseorang yang terdiri dari 556 pernyataan benar
atau salah.
2. Elektroensefalografik (EEG)
Suatu pemeriksaan dalam psikiatri untuk membantu membedakan antara
etiologi fungsional dan organik dalam kelainan mental.
3. Test laboratorium kromosom darah untuk mengetahui apakah gangguan jiwa
disebabkan oleh genetik.
4. Rontgen kepala untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan kelainan
struktur anatomi tubuh.

7. PENATALAKSANAAN
1. Obat anti psikotik
a. Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi -fungsi mental: waham, halusinasi,
gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidak terkendali, berdaya berat
dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan
melakukan kegiatan rutin.

Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/


parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung
tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama ja
ntung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia,
sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin,
metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang.

9
b. Haloperidol (HLD)
Indikasi: Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral
serta dalam fungsi kehidupan sehari –hari.

Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik


(hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan
defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi,
gangguan irama jantung).

c. Trihexy phenidyl (THP)


Indikasi:Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan
idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.

Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik (hypertensi,


anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan defikasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra oluker meninggi, gangguan irama jantung)
(http://nophienov.wordpress.com).

2. Therapy Farmakologi
3. Electro Convulsive Therapi
Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan
Elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energy shock
listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien
gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya.
ECT pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan
Lucio Bini pada tahun 1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat
terapi ECT setiap tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi
efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya 15 detik. Kejang yang
dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan

10
mengalami rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini
masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian
menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum Brain-Derived
Neurotrophic Factor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak responsive terhadap
terapi farmakologis.
4. Therapy Kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini
bertujuan memberi stimulus bagi klien dengan ganggua interpersonal.

5. Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan
harus mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan
memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus
psikologi seseorang yang akan berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan
tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun kondisi
psikologis seseorang (Deden Dermawan danRusdi,2013,Hal..40).

11
DAFTAR PUSTAKA

Direja, A .2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha medika : Yogyakarta

Kusumawati, farida, 2010.Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Salemba Medika : Jakarta

Yosep, iyus. 2009. Keperawatan jiwa , Refrika Aditama : Bandung

Dalami,Ermawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Cv.Trans

info Media: Jakarta

12

Anda mungkin juga menyukai