PENDAHULUAN
Karakteristik Ammonia
Rumus Molekul NH3
Massa Molar 17.0306 g/mol
Penampilan Tak berwarna, berbau tajam
Titik Lebur -77.73 oC (195.42 K)
Titik Didih -33.34 oC (239.81 K)
Keasaman 9.25
Kebasaan 4.75
Bentuk Molekul Trigonal Piramidal
Momen dipol 1.42 D
Sudut Ikatan 107.5o
Bahaya Utama berbahaya, kaustik, korosif
Walaupun ammonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, ammonia
sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Administrasi Keselamatan dan
Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan
ammonia dalam gas berkonsentrasi 35 ppm volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak
dengan gas ammonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan
bahkan kematian. Sekalipun ammonia di AS diatur sebagai gas tak mudah terbakar, ammonia
masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup, dan pengangkutan amonia berjumlah
lebih besar dari 3.500 galon (13,248 L) harus disertai surat izin. Ammonia yang digunakan
secara komersial dinamakan ammonia anhidrat. Istilah ini menunjukkan tidak adanya air pada
bahan tersebut. Karena ammonia mendidih di suhu -33 °C, cairan amonia harus disimpan
dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah. Walaupun begitu, kalor penguapannya amat
tinggi sehingga dapat ditangani dengan tabung reaksi biasa di dalam sungkup asap. "Ammonia
rumah" atau amonium hidroksida adalah larutan NH3 dalam air. Konsentrasi larutan tersebut
diukur dalam satuan baumé. Produk larutan komersial amonia berkonsentrasi tinggi biasanya
memiliki konsentrasi 26 derajat baumé (sekitar 30 persen berat amonia pada 15.5 °C).
Ammonia yang berada di rumah biasanya memiliki konsentrasi 5 hingga 10 persen berat
ammonia.
Bahan baku pembuatan amonia adalah gas alam dengan komposisi utama
metana (CH4) sekitar 70% dan Karbon dioksida (CO2) sekitar 10%. Ammonia dibuat dengan
proses Kellog Brown and Root. Proses ini mulai dikomersialkan pada akhir 1970-an oleh
Kellog dengan meringkas proses sebelumnya. Langkah prosesnya diawali dengan pemisahan
belerang dari bahan baku dengan disertai penyiapan udara proses, reaksi reforming di primary
dan secondary reformer. langkah CO2 shift converter di high dan low CO2 shift converter,
pemisahan CO2 di absorber menggunakan benfield, aMDEA atau selexol, dilanjutkan
metanasi, penghilangan air, kompresi gas sintesa dengan tekanan 140 atm, reaksi di vertikal
amonia converter dengan sistem quenching, dan tahap terakhir yaitu proses pemisahan
amoniak dan recycle. Konsumsi energi mencapai 28 GJ per ton amonia (Ullmann, 2006).
Nitrogen terdapat melimpah di udara, yaitu sekitar 78% volume. Walaupun demikian, senyawa
nitrogen tidak terdapat banyak di alam. Sementara itu, kebutuhan senyawa nitrogen semakin
banyak. Oleh karena itu, proses sintesis senyawa nitrogen, fiksasi nitrogen buatan, merupakan
proses industri yang sangat penting. Metode yang utama adalah mereaksikan nitrogen dengan
hidrogen membentuk ammonia. Setelah itu, ammonia dapat diubah menjadi senyawa nitrogen
lain seperti asam nitrat dan garam nitrat.
Dalam dunia industri, membuat suatu pabrik ammonia memiliki potensi untuk
mendapatkan keuntungan yang tinggi. Karena ammonia dibutuhkan sebagai bahan baku
produksi produk di berbagai sektor kehidupan. Ammonia memainkan peran penting dalam
dunia industri, terutama di industri pupuk. Pupuk urea merupakan salah satu contoh produk
yang berbahan baku utama ammonia. Indonesia merupakan negara dengan dengan potensi di
sektor pertanian yang besar dan setiap tahunnya pertanian Indonesia tumbuh dengan pesat, hal
ini tentu akan berbanding lurus dengan kebutuhan akan pupuk. Produksi ammonia di dunia
pertahunnya mencapai 140 juta ton, RRC merupakan penghasil terbesar dengan presentase
28,4% dari total produksi dunia, diikuti oleh india sebesar 8,6%, sisanya Rusia (8,4%) dan
Amerika (8,2%). Salah satu pabrik di Indonesia yang sudah mulai memproduksi ammonia
adalah PT Surya Esa Perkasa (ESSA). Pabrik ammonia ini memproduksi 700.000-1.105.000
ton per tahun. Dengan beroperasinya pabrik baru, pendapatan Surya Esa tahun ini menjadi US$
150 juta. Persentase penggunaan ammonia di dunia dapat dilihat pada gambar berikut:
Dari gambar tersebut, terlihat bahwa penggunaan ammonia untuk pembuatan urea menempati
posisi paling banyak yaitu sebanyak 42% ammonia di dunia digunakan untuk produksi urea.
Selain itu, ammonia juga digunakan untuk produksi ammonium nitrat, ammonium klorida,
ammonium bikarbonat, dan sebagainya
BAB III tolong di edit kode2 alat yg kek ditandain warna merah itu diapus ajaa.
Dan tolong kalo udh dapet sumber referensi, ditambahin material alat-alatnya dari apa
aja yaa, dr besi/stainless/apapun lah wkwk. makasii wkwkkw
3.1 Desulfurizer
Gas alam sebagai bahan baku proses dialirkan ke dalam Desulfurizer (102-DA/DB ) yang
berisikan sponge iron yaitu potongan-potongan kayu yang telah di impregnasi dengan Fe2O3.
Sponge iron berfungsi menyerap sulfur yang ada dalam gas alam. Masing-masing desulfurizer
mempunyai volume 68,8 M3. Umur operasinya diperkirakan 90 hari untuk kandungan H2S di
dalam gas alam maksimum 80 ppm dan keluar dari desulfurizer dengan kandungan H2S dalam
gas menjadi 5 ppm. Reaksi yang terjadi adalah :
Fe2O3 + 3H2S ----> Fe2S3 + 3H2O tolong di edit subscriptnya yaa missal H2O, di edit
jd H2O makasiii
Operasi dilakukan dalam keadaan jenuh dan basa (pH antara 8,0 sampai 8,5). Keadaan jenuh
dimaksud agar H2S dapat teradsorbsi oleh air dan kemudian bereaksi dengan Fe2O3,
sedangkan kondisi basa diperlukan karena sponge iron bersifat basa. Untuk mencapai keadaan
tersebut maka diinjeksikan Na2CO3 sebanyak 4 sampai 10% wt secara berkala.
Gas masuk ke absorber dari bagian bawah dan larutan aMDEA dari bagian atas sehingga terjadi
kontak langsung antara keduanya. Larutan yang telah mengikat CO2 diregenerasi diStripper
(1102-E) selanjutnya di vent ke udara. Selain mengikat CO2, larutan aMDEA juga mampu
mengikat hidrogen sulfida sehingga produk CO2 hasil regenerasi di CPU tidak dapat digunakan
sebagai produk samping dikarenakan pada proses berikutnya di pabrik urea memerlukan CO2
murni yang tidak mengandung hidrogen sulfida dan impurities lainnya. Proses penyerapan
CO2 dilakukan pada tekanan tinggi dan temperatur rendah sedangkan pelepasan dilakukan
pada tekanan rendah dan temperatur tinggi karena pada kondisi inilah kedua reaksi diatas
berlangsung optimum.
Sebelum masuk ke Final Desulfurizer, tekanan gas dinaikan 39 sampai 44 kg/cm2G dengan
Feed Gas Commpressor (102-J). Temperatur gas yang masuk ke Final Desulfurizer 371oC.
Bila temperatur di bawah 371oC yaitu pada temperatur 320oC akan terjadi reaksi metanasi
yang menyebabkab kenaikan temperatur di Final Desulfurizer sendiri, sedangkan temperatur
di atas 371oC yaitu pada temperatur 400oC akan terbentuk karbamat karena ada kandungan
NH3 dalam gas H2 recycle dan CO2 dalam gas umpan. Kandungan H2S didalam gas outlet
Final Desulfurizer diharapkan lebih kecil dari 0,1 ppm.
Ada dua jenis katalis yang di gunakan untuk kelangsungan reaksi reforming pada Primary
Reformer, yaitu katalis nikel (ICI–25–4 ) dibagian atas dan nikel (ICI– 57–4) pada bagian
bawah. Reaksi yang terjadi di Primary reformer adalah sebagai berikut :
Reaksi pada Primary Reformer berlangsung secara endotermis (menyerap panas). Sumber
panas dihasilkan dari 80bur ner dengan tipe pengapian ke bawah untuk memanaskan 128 tube
katalis. Temperatur gas inlet reformer 490oC. Temperatur reaksi dijaga 823oC pada tekanan
41 kg/cm2G. Jika temperatur lebih rendah maka reaksi akan bergesar ke arah kiri (reaktan).
Primary Reformer terdiri dari dua seksi, yaitu seksi radiasi dan seksi konveksi. Pada seksi
radian merupakan ruang pembakaran dimana terdapat tube katalis dan burner. Tekanan di
Primary Reformer dijaga -7 mmH2O supaya perpindahan panas lebih efektif dan api tidak
keluar dan untuk menjaga kevakuman dipakai Induct Draft Fan (101-BJ1T). Sedangkan udara
pembakaran untuk burner disuplai oleh Force Draft Fant (101-BJ2T)
Seksi konveksi merupakan ruang pemamfaatan panas dari gas buang hasil pembakaran di
radian oleh beberapa coil, yaitu :
Mix Feed Coil (101-BCX).
Proses Air Preheat Coil (101-BCA).
HP Steam Super Heat Coil (101-BCS1).
HP steam Super Heat Coil (101-BCS2).
Feed Gas Preheat Coil (101-BCF).
BFW Preheat Coil (101-BCB).
Burner Fuel Heater Coil (101-BCP).
Combution Air Preheat Coil (101-BLI).
Gas proses yang keluar dari High Temperature Shift Converter (HTS) (61- 104-D1), sebelum
masuk ke LTS (61-104-D2) yang berisi katalis Cu diturunkan temperaturnya di dalam alat
penukar panas. Proses yang terjadi pada LTS (61-104- D2) sama dengan proses yang ada di
High Temperature Shift Converter (HTS)Kondisi operasi pada LTS yaitu pada tekanan 39
kg/cm2G dan temperatur 246oC dengan kecepatan reaksi berjalan lambat sedangkan laju
perubahannya tinggi.
Gas dengan temperatur 70oC masuk keabsorber melalui inlet sparger dan mengalir ke atas
melalui packed bed. Larutanlean dari atas tower mengalir ke bawah melalui packed bed
sehingga terjadi kontak langsung antara gas sintesa dengan lean solution, sehingga CO2 dapat
terserap ke larutan. Gas sintesa yang telah bebas dari CO2 keluar dari top tower menuju ke unit
Synthesa Loop dengan temperatur 48oC dengan komposisi CO2 leak 0,1% vol. CO2 yang telah
terlucuti mengalir ke atas melalui bagian direct contact cooler yang dilengkapi tray untuk
didinginkan menggunakan air yang disirkulasikan dengan pompa, sehingga temperatur CO2 di
top stripper menjadi 40oC. Fungsitr ay di direct contact cooler adalah untuk memperluas area
kontak antara dua fluida sehingga didapatkan hasil yang optimum. Selanjutnya CO2 tersebut
dialirkan ke unit Urea untuk diproses lebih lanjut.
Proses penyerapan CO2 di Main CO2 Removal juga dilakukan pada tekanan tinggi dan
temperatur rendah sedangkan pelepasan dilakukan pada tekanan rendah dan temperatur tinngi.
Methanator :
Fungsi dariMethanator (61-106-D) adalah untuk merubah gas CO dan CO2 yang masih lolos
dari Main CO2 Removal menjadi CH4.Methanator merupakan suatu bejana yang diisi dengan
katalis nikel terkalsinasi (penukaran logam kepada oksidanya dengan cara pembakaran).
Reaksi yang terjadi adalah :
Methanator beroperasi pada tekanan 26,7 kg/cm2G dan temperatur 330oC. Karena panas yang
dihasilkan dari reaksi ini, maka temperatur gas sintesa naik menjadi 366oC. Oleh karena itu,
kandungan CO dan CO2 dalam gas yang keluar dari CO2
Absorber dibatasi maksimal 0,1% vol agar tidak terjadioverheating. Gas sintesa
keluaranMethanator mempunyai batasan kandungan CO dan CO2 maksimum 10 ppm.
Gas sintesa masuk ke LPC dengan temperatur 38oC dan tekanan 24,1 kg/cm2G, kemudian
dikompresikan menjadi 63,4 kg/cm2G dan temperatur 67,4oC. Sedangkan pada bagian HPC,
gas sintesa bercampur dengan gasrecycle dari ammonia konverter. Gas sintesa umpan
memasuki ammonia konverter dengan temperatur 141oC dan tekanan 147 kg/cm2G melalui
bagian samping reaktor.
Reaktor ini dibagi menjadi dua bagian berdasarkan fungsinya, yaitu ruang katalis atau ruang
konversi dan ruang penukar panas (heat exchanger). Reaksi yang terjadi pada ammonia
konverter adalah sebagai berikut :
Sedangkan hidrogen yang diperoleh dikembalikan ke sintesa loop untuk diproses kembali
menjadi ammonia. Prism separator merupakan inti dari peralatan pada HRU. Prism separator
menggunakan prinsip pemilihanpermeation (perembesan) gas melalui membran semi
permeabel. Molekul gas akan berpindah melalui batas membrane jika tekanan parsial dari gas
lebih rendah dari tekanan di sebelahnya. Membran ini tediri dari hollow fiber yang terdiri dari
sebuah bundle hollow fiber yang mempunyai seal pada setiap ujungnya dan melalui tube
sheet.Bundle ini dipasang dalam bentuk pressure vessel. Setiap separator mempunyai 3 buah
nozzles, satu di inlet dan dua buah di outlet.
Dalam operasi gas memasuki inlet nozzle dan melewati bagian luar hollow fiber. Hidrogen
permeate melalui membran lebih cepat dari pada gas lain. Gas yang akan di daur ulang
memasuki HP prism separator 103-LL1A dan 103-LL1B secara paralel melalui bottom nozzle
dan didistribusikan ke bundle hollow fiber dishell sidenya. Gas kaya hidrogen permeate lewat
melalui pori hollow fiber, melewati internal tube sheet, dan keluar melalui nozzle outlet.
Hidrogen yang keluar dari kedua prism tersebut merupakan produk high pressure permeate dan
dialirkan ke Syn Gas Compressor 1st Stage Cooler(61-130-C) dengan tekanan 57 kg/cm2g.
Aliran tail gas yang meninggalkan shell side dari HP prism separator di letdown, kemudian
mengalir ke LP prism separator (61-103-LL2A, 2B, 2D, 2E, 2F) untuk proses pemisahan
selanjutnya.Permeate dari LP prism seperator ini merupakan produklow pressure permeate dan
dikirim ke up stream methanator Effluent Cooler (61-115-C) dengan tekanan 31 kg/cm2g. Tail
gas kemudian meninggalkan shell side LP prism separator dengan kondisi minim hidrogen dan
gas non-permeate. Gas non-permeate terdiri dari inert gas methan dan argon yang di buang dari
ammonia synthesis loop, dan digunakan sebagai bahan bakar diprimary
reformer
BAB IV
Pengendalian Proses