Anda di halaman 1dari 12

1.

Pengertian Isolasi Sosial


Isolasi sosial merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain
karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi
rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan
dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak
sanggup berbagi pengalaman (Balitbang, 2007).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya (Damaiyanti, 2008). Isolasi
sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat didorong oleh
keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negatif atau mengancam (Nanda-1, 2012). Dari
beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa isolasi sosial adalah suatu kondisi
dimana seseorang mengalami gangguan kejiwaan dan menjadikan dirinya merasa tersisihkan,
tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain disekitarnya sehingga sulit untuk diajak bicara
dan senang menyendiri.
2. Etiologi
Menurut Direja (2011), terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi
diantaranya perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak
percaya pada diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap
orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat
menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri,
menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan.
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus
dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam
perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang
nantinya akan dapat menimbulkan masalah.

Tahap Perkembangan Tugas

Masa bayi Menetapkan rasa percaya

Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal


perilaku mandiri

Masa pra sekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa


tanggung jawab, dan hati nurani

Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerjasama, dan


berkompromi
Masa pra remaja Menjalin hubungan intim dengan teman
sesama jenis kelamin

Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis


atau bergantung

Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara oang tua


dan teman, mencari pasangan,
menikah dan mempunyai anak

Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang


sudah dilalui

Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan


mengembangkan perasaan
keterikatan dengan budaya

Sumber : Stuart dan Sundeen (1995), hlm.346 dikutip dalam fitria(2009)


2) Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota
keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi
emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di
luar keluarga.
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma
yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti
usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4) Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial
adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial
memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan
bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.
b. Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan
eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial
budaya seperti keluarga.
2) Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau kecemasan
yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk
mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat
atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
3. Tanda dan Gejala
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial, (Direja, 2011) :
a. Kurang spontan
b. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f. Mengisolasi diri
g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
h. Asupan makanan dan minuman terganggu
i. Retensi urin dan feses
j. Aktivitas menurun
k. Kurang energy (tenaga)
l. Rendah diri
m. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah, sehingga timbul
perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut,
maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori, halusinasi dan resiko menciderai diri,
orang lain, bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan
intoleransi aktivitas yang akhirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan
perawatan secara mandiri.
Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan oleh ketidakmampuan
untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya, sehingga orang tersebut berperilaku tidak
normal (koping individu tidak efektif). Peran keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar
mampu menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, bila sistem pendukungnya tidak baik (koping
keluarga tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri rendah.
4. Rentang Respon
Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi sosial :
a. Respons Adaptif
Rentang respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial
dan kebudyaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam
batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk respons
adaptif.
1) Menyendiri : respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
terjadi dilingkungan sosialnya.
2) Otonomi : suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
dan perasaan dalam hubungan sosial.
3) Bekerjasama : kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
4) Interdependen : saling ketergantungan antara individu dan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respons yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan
disuatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respons maladaptif :
1) Menarik diri: seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara
terbuka dengan orang lain.
2) Ketergantungan: seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya diri sehingga
tergantung dengan orang lain.
3) Manipulasi: seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga
tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
4) Curiga: seseorang gagal mengembangkan percaya terhadap orang lain.
5. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori persepsi: halusinasi

Defisit perawatan diri


Isolasi sosial

intoleransi aktivitas

Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif Koping keluarga tidak efektif


Gambar 2
Sumber : Fitria (2009)

6. Batasan Karakteristik Isolasi Sosial


Batasan karakteristik klien dengan isolasi sosial menurut Nanda - I, (2012), dibagi menjadi dua, yaitu
Objektif dan Subjektif :
a. Objektif
1) Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting
2) Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan
3) Efek tumpul
4) Bukti kecacatan
5) Ada di dalam subkultur
6) Sakit
7) Tindakan tidak berarti
8) Tidak ada kontak mata
9) Dipenuhi dengan pikiran sendiri
10) Menunjukkan permusuhan
11) Tindakan berulang
12) Efek sedih
13) Ingin sendirian
14) Tidak komunikatif
15) Menarik diri
b. Subjektif
1) Minat yang tidak sesuai dengan perkembangan
2) Mengalami perasan berbeda dari orang lain
3) Ketidak mampuan memenuhi harapan orang lain
4) Tidak percaya diri saat berhadapan dengan publik
5) Mengungkapkan perasaan yang didorong oleh orang lain
6) Mengungkapkan perasaan penolakan
7) Mengungkapkan tujuan hidup yang tidak adekuat
8) Mengungkapkan nilai yang tidak dapat diterima oleh kelompok kultural yang dominan
7. Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu primitive
antara lain pembicaraan yan autistic dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan,
sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensori persepsi : halusinasi, mencederai diri
sendiri, orang lain serta lingkungan dan penurunan akttivitas sehingga dapat menyebabkan
defisit perawatan diri (Dalami, 2009).
8. Penatalaksanaan
a. Therapy Farmakologi
Electri Convulsive Therapi, (ECT) atau yang lebih dikenal dengan elektroshock adalah suatu terapi
psikiatri yang menggunakan energi shock listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT
ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada
dosis terapinya.
b. Therapy Kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama
dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau
petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan memberi stimulasi bagi klien dengan gangguan
interpersonal.
c. Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus mendapatkan
perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatan manusia.
Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang yang akan berdampak pada
kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik
maupun kondisi psikologis seseorang (Dermawan, Deden 2013)

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Tiap individu mempunyai potensi untuk terlibat berhubungan sosial sebagai tingkat hubungan yaitu
hubungan intim dan hubungan saling ketergantungan dalam menghadapi dan mengatasi
berbagai kebutuhan setiap hari. Pada pengkajian klien-klien sulit diajak berbicara, pendiam, suka
melamun dan menyendiri di sudut-sudut.
Pemutusan proses hubungan terkait erat dengan ketidakpuasan individu terhadap pasien hubungan
yang disebabkan oleh kurangnya peran peserta respon lingkungan yang negatif, kondisi ini
dapat mengembangkan rasa tidak percaya pada orang lain. Untuk mengkaji pasien isolasi sosial,
kita dapat menggunakan wawancara dan observasi kepada pasien dan keluarga (Dermawan,
Deden 2013).
a. Faktor Predisposisi
1) Fakor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar
tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
2) Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan
sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah
otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki
struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel
dalam limbic dan daerah kortikal.
3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah
dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut,
berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota
keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi
emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di
luar keluarga.
b. Stressor Presipitasi
Stessor presipitasi pada umumnya mencakup kehidupan yang penuh stress seperti kehilangan, yang
mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan
ansietas. Stessor presipitasi dapat dikelompokkan dalam dua kategori :

1) Stressor sosial budaya


Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara lain dan faktor keluarga seperti menurunnya
stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya
dirawat di rumah sakit.
2) Stressor psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu mengatasi masalah diyakini akan menimbulkan berbagai
masalah gangguan berhubungan (isolasi sosial).
c. Perilaku
Adapun perilaku yang biasa muncul pada isolasi sosial berupa : kurang spontan, apatis (kurang acuh
terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih), afek tumpul. Tidak
merawat dan memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal menurun atau tidak ada. Klien
tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat, mengisolasi diri (menyendiri). Klien tampak
memisahkan diri dan orang lain, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar.
Pemasukan makanan dan minuman terganggu, retensi urin dan feses, aktivitas menurun, kurang
energi (tenaga), harga diri rendah, posisi janin saat tidur, menolak hubungan dengan orang lain.
Klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
d. Sumber Koping
Sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif termasuk : keterlibatan dalam
hubungan yang luas di dalam keluarga maupun teman, menggunakan kreativitas unuk
mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan.
e. Mekanisme Defensif
Mekanisme yang digunakan sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian
nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering digunakan apada isolasi sosial adalah
regresi, represi, dan isolasi.
1) Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lalu.
2) Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak dapat diterima, secara sadar
dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
3) Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya kegagalan defensif
dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau pertentangan antara sikap dan perilaku.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau potensial pasien
terhadap masalah kesehatan yang perawat berkompeten untuk mengatasinya (Perry & Potter,
2005).
Menurut Direja (2011), masalah keperawatan yang mungkin muncul pada isolasi sosial adalah
sebagai berikut :
1) Isolasi sosial
3. Intervensi
Menurut Direja (2011), tujuan dan tindakan/ intervensi pada pasien isolasi sosial adalah :
a. Isolasi sosial
Tujuan
Pasien mampu :
1. Menyadari penyebab isolasi sosial
2. Berinteraksi dengan orang lain
Kriteria hasil SP (Strategi Pelaksanaan) 1 :
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, pasien mampu :
a) Membina hubungan saling percaya.
b) Menyadari penyebab isolasi sosial, keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain.
c) Melakukan interaksi dengan orang lain secara bertahap
SP 1
1. Identifikasi penyebab
a) Siapa yang satu rumah dengan pasien
b) Siapa yang dekat dengan pasien
c) Siapa yang tidak dekat dengan pasien
2. Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
a) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
b) Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain
c) Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka
d) Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain
e) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
3. Latih berkenalan
a) Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain
b) Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain
c) Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan
dihadapan perawat
d) Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga
e) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan 2, 3, 4 orang dan
seterusnya
f) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien
g) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain, mungkin
pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya, beri dorongan terus menerus
agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya
4. Masukan jadwal kegiatan pasien
SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
2. Latih berhubungan sosial secara bertahap
3. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan 2)
2. Latih cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih
3. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
Tujuan untuk keluarga
Keluarga mampu :
Merawat pasien dengan isolasi sosial di rumah
Kriteria Hasil SP 1 :
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, keluarga mampu menjelaskan tentang :
a) Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien
b) Penyebab isolasi sosial
c) Sikap keluarga untuk membantu pasien mengatasi isolasi sosialnya
d) Pengobatan yang berkelanjutan dengan mencegah putus obat.
e) Tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
SP 1 :
1. Identifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat pasien
2. Penjelasan isolasi sosial
3. Cara merawat pasien isolasi sosial
4. Latih (stimulasi)
5. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 2 :
1. Evaluasi kemampuan SP 1
2. Latih (langsung ke pasien)
3. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 3 :
1. Evaluasi kemampuan SP 1
2. Latih (langsung ke pasien)
3. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawaat pasien
SP 4 :
1. Evaluasi kemampuan keluarga
2. Evaluasi kemampuan pasien
3. Rencana tindak lanjut keluarga
-Follow up
-rujukan

4. Implementasi
Implementasi dikategorikan dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari askep yang dilakukan dan diselesaikan (Perry
& Potter, 2005).
Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan
mengancam klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang
sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih
dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling
percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan.
Menurut Stuart (2007), implementasi pada pasien yang mengalami isolasi sosial mencakup :
1) Membina hubungan saling percaya
2) Melibatkan keluarga untuk meningkatkan dan mempertahankan perubahan positif
3) Menyediakan lingkungan terapeutik yang difokuskan pada harapan yang realistis, melibatkan
pasien dalam pengambilan keputusan, dan memproses perilaku interaksional dalam situasi saat
ini
4) Menetapkan batasan dan memberikan struktur
5) Melindungi pasien dari perilaku membahayakan diri
6) Memfokuskan pada kekuatan pasien
7) Mengimplementasikan kontrak dan strategi kognitif-perilaku lain.
5. Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses keperawatan adalah mengukur respon pasien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan pasien kearah pencapaian tujuan (Perry & Potter, 2005).
Adapun hasil evaluasi yang efektif pada implementasi keperawatan dengan isolasi sosial adalah
sebagai berikut :
1) Pasien dapat membina hubungan saling percaya
2) Pasien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial
3) Pasien dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian dari isolasi sosial
4) Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
Evaluasi dilakukan dengan berfokus pada perubahan perilaku klien setelah diberikan tindakan
keperawatan. Keluarga juga perlu dievaluasi karena merupakan sistem pendukung yang penting.
a. Apakah klien dapat mengenal apa itu isolasi sosial, situasi, waktu dan frekuensi isolasi sosial.
b. Apakah klien dapat mengungkapkan perasaannya ketika isolasi sosial muncul.
c. Apakah klien dapat mengontrol isolasi sosialnya dengan menggunakan empat cara baru, yaitu :
menghardik, menemui orang lain dan bercakap-cakap, melaksanakan aktivitas yang terjadwal
dan patuh minum obat.
d. Apakah klien dapat mengungkapkan perasaannya mempraktikkan empat cara mengontrol isolasi
sosial
e. Apakah klien dapat memberdayakan sistem pendukungnya atau keluarganya untuk mengontrol
isolasi sosialnya
f. Apakah klien dapat mematuhi untuk minum obat
g. Apakah keluarga mampu menjelaskan masalah isolasi sosial yang dialami oleh pasien
h. Apakah keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien di rumah
i. Apakah keluarga mampu melaporkan keberhasilan merawat pasien di rumah.

Anda mungkin juga menyukai