Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN : DIABETES MELITUS

Disusun oleh :

VERONIKA SRI PURNAMANINGTIAS


NIM : SN162201

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2017

1
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin
dan kehilangan toleransi terhadap glukosa
( Rab, 2008)
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan
atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang
bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan
individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative
insensitivitas sel terhadap insulin
(Corwin, 2009).
2. Etiologi
a. Diabetes militus tergantung insulin ( )
1. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

2
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui,
factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai
dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap
kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-
reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada
pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya
terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin
dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak
lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia Diabetes Melitus
tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes
yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya
DM tipe II, diantaranya adalah:
1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
4. Kelompok etnik
(Price, 1995 cit Indriastuti 2008).

3
3. Manifestasi Klinik
a. Mula-mula fase kompensasi yaitu polifagi, polidipsi, poliuria
b. Bila tidak segera, diatasi/ diobati, maka. akan. timbul fase
dekomensasi yaitu gejala trias sindroma diabetes akut : polidipsi,
poliuri, BB turun.
c. Gejala kronik yang sering lemah badan, semutan, penurunan
kemampuan seksual, gangguan penglihatan, kaku otot, sakit sendi dsb.
(Mansjoer, Arif, 2007)
4. Komplikasi
a. Akut (korna hipoglekimia, ketoasidosis, koma, hiperosmolar non
ketotik)
b. Kronik
1) Makroangiopati mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
2) Mikroangiopati mengenai pernbuluh darah kecil, retinopati
diabetik nefropati diabetik.
3) Neuropati diabetik
4) Rentan infeksi (TB Paru, infeksi saluran kemih)
5) Kaki diabetik.
(Mansjoer, Arif 2007)
5. Patofisiologi dan pathway

a. Pathofisiologi

Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk


menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan) jika konsentrasi glukosa. dalam darah tinggi, ginjal

4
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar
akibatnya glukosa muncul dalam murine (glukosaria), ketika glukosa
berlebihan di ekskresikan kedalam urine, ekskresi ini akan di sertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresisasmotik)
sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia) Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein
dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan, pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori.
Pada diabetes tipe II terdapat masalah resistensi insulin dan
gangguan insulin. Normalnya insulin akan terikat oleh reseptor khusus
pada permukaan sel, sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut terjadi suatu reaksi metabolisme glukosa dalam sel :
Resistensi ini di serta penurunan reaksi reaksi intrasel, sehingga
insulin tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa terganggu terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan. Jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadi diabetes tipe II. (Brunner and Suddarth, 2007).

b. Pathway

5
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Obat hipoglikemik Oral (OHO)
(a) Sulfonil urea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi penglepasan
insulin, meningkatkan sekresi insulin, meningkatkan
sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
(b) Biguanid
Obat ini dapat menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak
sampai di bawah normal.
(c) Inhibitor alfa glukosidasc

6
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim
alfa glukosidase didalam, saluran cerna, sehingga
menurunkan penyerapan glukosadan menurunkan
hiperglikemia pascaprandial.
(d) Insulin sensitizing agent
Obat ini dapat meningkatkan sensitivitas insulin sehingga
bisa. mengatasi masalah resistensi insulin berbagai
masalah akibat resistensi insulin dan berbagai masalah
akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglekirnia.
(Mansjoer. Arif, 1999: 582-585)
2) Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor
hidup saudara kembar identik
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Perencanaan Makan (Meal Planning)
Pada konsensus perkumpulan endokrinologi Indonesia
(PERKENI) telah ditetapkan bahwa standar yang di anjurkan
adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat
(90-70 %) protein (10-15, 0/6) dan lemak (20-25 0/6). Apabila
di perlukan santapan dengan komposisi karbohidrat sampai
70-75 % juga memberikan hasil yang baik, terutama untuk
golongan ekonomi rendah, jumlah kalori di sesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan
kolesterol < 300 mg/hari. Jumlahkandungan serat ± 25 gr/hari di
utamakan jenis serat larut. Konsumsi garam di batasi bila
terdapat hipertensi pemanis dapat digunakan secukupnya.
2) Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama
±0.5 jam yang sifatnya sesuai SCRIPE (Continous, Rhymtical,
Interval, Progressive, Endorance training). Latihan di lakukan
terus menerus tanpa berhenti otot-otot berkontraksi dan relaksasi

7
secara teratur, selang saling antara gerak cepat dan lambat,
berangsur-angsur dari sedikit keletihan yang lebih berat secaka
bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat
di jadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging/lari renang,
bersepeda dan mendayung
3) Penyuluhan.
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi
akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di
samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan) jika
konsentrasi glukosa. dalam darah tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar
akibatnya glukosa muncul dalam murine (glukosaria), ketika
glukosa berlebihan di ekskresikan kedalam urine, ekskresi ini
akan di sertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan
(diuresisasmotik) sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia) Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan, pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori.
Pada diabetes tipe II terdapat masalah resistensi insulin dan
gangguan insulin. Normalnya insulin akan terikat oleh reseptor
khusus pada permukaan sel, sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut terjadi suatu reaksi metabolisme
glukosa dalam sel : Resistensi ini di serta penurunan reaksi
reaksi intrasel, sehingga insulin tidak efektif untuk menstimulasi

8
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa terganggu terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan. Jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
(Brunner and Suddarth, 2007).
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Riwayat
(1) Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas
pasien mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri,
polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit
kepalaRiwayat
(2) Kesehatan masa lalu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun
obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita
(3) Kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
b) Pola Gordon
(1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

9
Pada klien ulkus kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak gangren kaki diabetik sehingga menimbulkan persepsi
yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh
karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah
dimengerti klien.
(2) Pola nutrisi
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak
minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
penderita.
(3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan klien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine (glukosuria).Pada eliminasi relatif tidak ada
gangguan.
(4) Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot-otot pada tungkai
bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
(5) Pola Istirahat Tidur
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit
yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat
penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita
mengalami perubahan.
(6) .Pola kognitif - perseptual

10
Klien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
(7) Pola persepsi konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang
sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan
dan pengobatan menyebabkan klien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).
(8) Pola Hubungan peran
Luka yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
(10)Pola seksual reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sex,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.
(9) Pola mekanisme koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif
/adaptif.
(11)Pola tata nilai dan keyakinan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita
c) Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda-tanda vital.
(1) Kepala dan leher

11
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
(2) Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
(3) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
(4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
(5) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
(6) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.
(7) Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
(8) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi
d) Pemeriksaan Penunjang ( diagnostik/laboratorium)

12
(1)Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
(2) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
(3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
(4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
(5)Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan
propensitas pada terjadinya aterosklerosis

2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakpatuhan (00079) b.d ketidakcukupan akses terhadap
perawatan
b. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa / gula darah dari rentang
normal, yang dapat menganggu kesehatan (00179) dengan faktor
resiko kurang kepatuhan pada rencana manajemen diabetes,
pemantuan kadar gula darah tidak adekuat
c. Nyeri akut (00132) b.d kurangnya supply darah ke otak
d. Defisit perawatan diri : mandi ( 00108) b.d kelemahan

13
3. Perencanaan keperawatan (tujuan, kriteria hasil dan tidakan keperawatan)
RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


1 Ketidakpatuhan b.d Pasien mampu mematuhi NIC :
ketidakcukupan akses ketetapan , rencana promosi dan Peningkatan sistem dukungan (5440)
terhadap perawatan terapeutik kesehatan secara 1. Identifikasi tingkat dukungan keluarga, dukungan
keseluruhan atau sebagian keuangan dan sumber daya lainnya
2. Libatkan keluarga, orang terdekat, dan teman – teman
sehinggan didapatkan hasil ahkir
dalam perencanaan perawatan
yang efektif secara klinis dengan
3. Rujuk pada program pencegahan dan pengobatan
NOC : manajemen diri : diabetes
berbasis masyarakat, yang sesuai
(1619) setelah dilakukan
Pengajaran : peresepan obat – obatan (5616)
tindakan keperawatan selama 3 x
1. Informasikan mengenai nama obat, dosis, rute da
24 jam dengan kriteria hasil :
durasi setiap obat
1. Pasien menjalani aturan
2. Instruksikan pasien mengenai cara pemberian/aplikasi
pengobatan sesuai resep dari
yang sesuai dari setiap obat
tidak konsisten menjadi 3. Instruksikan pasien untuk melakukan prosedur yang
konsisten dibutuhkan sebelum memakai obat – obatan
2. Pasien memantau glukosa
( memeriksa gula darah ) , sesuai kebutuhan

14
darah dari tidak teratur 4. Evaluasi kemampuan pasien untuk memberikan obat
menjadi teratur secara mandiri
3. Pasien menggunakan catatan 5. Informasikan pasien konsekuensi tidak memakai obat
harian terkait dengan kadar atau menghentikan pemakaian obat secara tiba – tiba
6. Instruksikan pasien cara menyimpan obat dan merawat
glukosa darah dari waktu ke
alat yang digunakan dengan tepat
waktu
7. Bantu pasien dalam mebuat jadwal pemakaian obat
4. Pasien mengikuti diet yang
8. Libatkan keluarga / orang terdekat , sesuai kebutuhan
direkomendasikan
5. Pasien memantau BB setiap
hari
6. Pasien mempertahankan BB
optimal
7. Pasien berpartisipasi dalam
OR yang direkomendasikan
8. Pasien menggunakan
prosedur yang tepat untuk
mengelola insulin
9. Pasien menyimpan dan
menggunakan insulin ataupun
obat – obatan dengan tepat
10. Pasien memindahkan sisi
yang di injeksi

15
11. Pasien mendapatkan dan
menggunakan pengobatan
sesuai yang dibutuhkan
2 Resiko ketidakstabilan NOC : NIC
kadar glukosa / gula Kadar glukosa darah dalam Managemen Hiperglikemi (2120)
darah dari rentang rentang normal setelah dilakukan 1. Monitor kadar glukosa darah, sesuai indikasi
2. Monitor nadi dan tekanan darah, sesuai indikasi
normal, yang dapat tindakan keperawatan selama 3 x
3. Monitor tanda dan gejala hiperglikemi : poluuria,
menganggu kesehatan 24 jam dengan kriteria hasil
polidipsi, polifagi, kelemahan, letargi, malaise,
dengan faktor resiko Glukosa darah puasa dalam
pandangan kabur, sakkit kepala
kurang kepatuhan pada rentang 70 -100 mmHg 4. Berikan insulin, sesuai resep
5. Monitor status cairan, sesuai kebutuhan
rencana manajemen Keparahan hiperglikemia (2111)
6. Monitor akses IV, sesuai kebutuhan
diabetes, pemantuan berkurang dari skala berat ke 7. Berikan cairan IV sesuai keutuhan
8. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi
kadar gula darah tidak skala sedang setelah dilakukan
9. Instruksikan pasien dan keluarga mengenai
adekuat tindakan keperawatan selama 3 x
pencegahan, pengenalan tanda – tanda hiperglikemi
24 jam dengan kriteria hasil :
dan manajemen hiperglikemi
1. Peningkatan haus menurun 10. Dorong pemantauan sendiri kadar glukosa darah
11. Bantu pasien dalam menginterpretasikan kadar glukosa
dari sedang menjadi ringan
2. Malaise berkurang darah
3. Kelelahan berkurang 12. Instruksikan pada pasien dan keluarga mengenai
4. Sakit kepala berkurang
manajemen diabetes selama sakit, termasuk

16
penggunaan insulin dan / atau obat oral, monitor
asupan, penggantian karbohidrat dan kapan mencari
bantuan petugas kesehatan, sesuai kebutuhan

3 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan NIC


Management Nyeri (1400)
kurangnya supply darah keperawatan NOC :
1. Observasi ketidaknyamanan pasien secara non verbal,
ke otak Management nyeri (00132)
khususnya komunikasi yang tidak efektif
selama 3x24 jam nyeri akut 2. Eksplorasi pasien faktor-faktor yang dapat
teratasi dengan kriteria hasil: memperberat dan meringankan nyeri
1. nyeri terkontrol 3. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
2. tingkat nyeri terpantau secara 4. Sediakan informasi tentang nyeri, seperti penyebab
reguler nyeri, berapa lama nyeri akan berakhir dan tindakan
3. efek samping obat terpantau
yang dapat dilakukan untuk mengatasi
4. mengambil tindakan
ketidaknyamanan
u/mengurangi nyeri
5. Lakukan tehnik relaksasi
5. mengambil tindakan u/
6. Kolaborasi pemberian analgesik dengan dokter
memberi kenyamanan

17
6. memberikan informasi
tentang pembatasan aktifitas
4 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan NIC :
Bantuan perawatan diri mandi / kebersihan (1801)
b.d kelemahan keperawatan NOC : Perawatan
1. Tentukan jumlah dan tipe tekait dengan bantuan yang
diri : Mandi (0301) selama 1 x
diperlukan
24 jam pasien terpenuhi 2. Letakkan handuk, sabun, deodorant dan aksesoris yang
kebutuhan mandi, dengan diperlukan disisi tempat tidur atau kamar mandi
3. Sediakan lingkungan yang terapeutik dengan
kriteria hasil :
1. Pasien mampu masuk dan memberikan kehangatan, suasana rileks, privasi dan
keluar dari kamar mandi pengalaman pribadi
2. Pasien mampu mengambil 4. Fasilitasi pasien untuk mengosok gigi dan mandi
alat/bahan mandi dengan tepat
3. Pasien mampu menyalakan 5. Dukung keluarga berpartisipasi dalam ritual menjelang
keran tidur yang biasa diperlukan, dengan tepat
4. Pasien mampu mandi dengan 6. Berikan bantuan sampai pasien benar – benar mampu
bersiram merawat diri secara mandiri
5. Pasien mampu mencuci
wajah
6. Pasien mampu mencuci
badan bagian atas, bawah
dan daerah perinium
7. Pasien mampu

18
mengeringkan badan

19
4. Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemingkinan
terjadi pada tahap evaluasi proses dan evaluasi hasil (Suprajitno, 2004)
Tahap evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan selain itu tahap
ini juga merupakan tahap penilaian keberhasilan dalam memberikan
asuhan keperawatan. Penulis menggunakan eveluasi formatif dan evaluasi
sumatif, dalam hal ini eveluasi formatif dicantumkan dalam catatan
keperawatan berupa respon klien dan evaluasi sumatif untuk menilai
apakah tujuan dapat tercapai atau tidak, yaitu dalam bentuk SOAP
(Subjektif, Objektif, Analisa, dan Planning).

20
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (2007). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Doengoes, Marilynn E.(2007). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Kozier, Barbara. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses,


dan praktik .Edisi 7. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arief. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta : FKUI.

Nanda International. 2011. Nursing Diagnoses: Definition & classification 2012-


2014, Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Perry & Potter. (2007). Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Tamsuri. (2007). Nursing Outcome Classification (NOC).Jakarta: Mosby


Elsevier :Academic Press

21

Anda mungkin juga menyukai