Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Kemampuan organisme untuk melakukan reproduksi adalah
karakteristik yang paling membedakan makhluk hidup dari benda mati.
Kapasitas unik ini untuk berkembang biak seperti semua fungsi biologis
yakni memiliki dasar seluler. Pada tahun 1855, Rudolf Virchow, seorang
dokter Jerman, mengatakan: "Di mana sel ada, pasti berasal dari yang sudah
ada sebelumnya, sama seperti hewan muncul hanya dari binatang dan
tumbuhan hanya dari sebuah tanaman." Rudolf Virchow merangkum
konsep ini dengan pepatah Latin "Omnis cellula e cellula," yang berarti
"Setiap sel berasal dari sel." Kelangsungan hidup didasarkan pada
reproduksi sel, atau pembelahan sel
Tanpa disadari sel-sel dalam tubuh makhluk hidup sedang
mengalami pembelahan, pertumbuhan dan diferensiasi sel,gametogenesis,
fertilisasi dan cleavage. Agar kita dapat mengetahui proses tersebut, maka
kita perlu mempelajarinya. Selain prosesnya kita juga perlu mengetahui apa
yang berperan dalam proses pembelahan, pertumbuhan dan diferensiasi
sel,gametogenesis, fertilisasi dan cleavage.. Pada makalah ini kami akan
membahas mengenai hal tersebut.

B. Rumusan Masalah.
1. Bagaimana siklus sel?
2. Bagaimana mitosis dan meosis?
3. Bagaimana spermatogenesis?
4. Bagaimana oogenesis?
5. Bagaiamana peristiwa fertilisasi secara seluler?
6. Bagaimana barrier polyspermy?
7. Bagaimana aktivitas ovum?
8. Bagaimana fertilisasi secara invitro?
9. Bagaimana sex determation, sex ratio, dan parthogenesis?
10. Bagaimana cromosomes di hewan domestic?
11. Bagaimana pembelahan sel pada primitive chordates, avian amphibia, dan
mamalia?
12. Bagaimana stem cell?

C. Tujuan.
1. Untuk memahami siklus sel.
2. Untuk memahami mitosis dan meosis.
3. Untuk memahami spermatogenesis.
4. Untuk memahami oogenesis.
5. Untuk memahami peristiwa fertilisasi secara seluler.

1
6. Untuk memahami barrier polyspermy.
7. Untuk memahami aktivitas ovum.
8. Untuk memahami fertilisasi secara invitro.
9. Untuk memahami sex determation, sex ratio, dan parthogenesis.
10. Untuk memahami cromosomes di hewan domestic.
11. Untuk memahami pembelahan sel pada primitive chordates, avian
amphibia, dan mamalia.
12. Untuk memahami stem cell.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Siklus Sel.

Kemampuan organisme untuk melakukan reproduksi adalah karakteristik


yang paling membedakan makhluk hidup dari benda mati. Kapasitas unik ini
untuk berkembang biak seperti semua fungsi biologis yakni memiliki dasar
seluler. Pada tahun 1855, Rudolf Virchow, seorang dokter Jerman, mengatakan:
"Di mana sel ada, pasti berasal dari yang sudah ada sebelumnya, sama seperti
hewan muncul hanya dari binatang dan tumbuhan hanya dari sebuah tanaman."
Rudolf Virchow merangkum konsep ini dengan pepatah Latin "Omnis cellula e
cellula," yang berarti "Setiap sel berasal dari sel." Kelangsungan hidup
didasarkan pada reproduksi sel, atau pembelahan sel1.
Sel somatik mengalami serangkaian perubahan molekuler dan morfologis
sebagai bagian dari siklus sel. Perubahan ini terjadi dalam empat fase berurutan,
yaitu G1, S, G2 dan M, dan juga fase diam yang disebut G0. Fase G1 dan G2
disebut fase istirahat. Dalam fase ini, sel aktif secara metabolik, memenuhi
persiapan spesialisasi fungsi ke fase selanjutnya dalam siklus, tetapi replikasi
DNA tidak terjadi. Selama fase S, sintesis DNA terjadi sebelum kromosom
replikasi. Ini diikuti oleh mitosis yang mana terjadi selama fase M. Secara
kolektif, G1, S dan Fase G2 merupakan interfase. Sel yang memasuki kondisi
G0 dapat tetap sementara atau permanen dalam keadaan tersebut. Sel-sel tertentu
yang sepenuhnya terdiferensiasi, seperti neuron tidak membelah dan terus
berfungsi secara permanen dalam kondisi G0. Jenis sel lainnya, seperti sel epitel
dan hepatosit, dapat masuk kembali ke dalam sel siklus dari G0 dan lanjutkan ke
divisi mitosis dan menanggapi rangsangan yang tepat.
Sejumlah rangsangan seperti faktor pertumbuhan, mitogen dan sinyal dari sel
lain dan dari matriks ekstraseluler dapat menginduksi sel dalam keadaan G0
untuk memasukkan kembali siklus sel di dekat akhir fase G1. Faktor
pertumbuhan yang berikatan dengan reseptor permukaan sel mengaktifkan
intraseluler jalur pensinyalan. Di sebagian besar sel mamalia, aktivasi gen
pengkodean cyclins dan cyclindependent kinases (Cdks) khusus untuk fase G1
yang mengatur siklus sel dan komit sel untuk memasuki S tahap. Proses ini
dimulai pada titik pembatasan, sebuah tahap di mana sel mamalia menjadi
berkomitmen memasuki fase S dan kemudian mampu menyelesaikan siklus sel
independen dari pengaruh ekstra-seluler.
Tingkat pembelahan sel bervariasi dalam berbagai jenis sel dan pada berbagai
tahap diferensiasi. Variasi dalam sel panjang siklus sebagian besar disebabkan
oleh perbedaan dalam panjang fase G1, yang bisa berkisar dari enam jam hingga
beberapa hari. Perkembangan embrionik awal ditandai oleh pembelahan sel yang

1
Campbell Nell A, Lissa A. Urry, Michael L. Cain, dkk. 2017. Campbell Biology Jilid 11. 330
Hudson Street, New York. 234

3
cepat, tetapi karena sel menjadi lebih dibedakan selama perkembangan organ,
tingkat sel divisi umumnya menurun.

Gambar 1.1 Siklus Sel (McGeady. 2006)

4
B. Mitosis Dan Meiosis.

Mitosis adalah reproduksi atau pembelahan sel yang menghasilkan dua sel
anak, dimana sel membelah melalui tahap-tahap yang teratur, masing-masing
mempunyai sifat dan jumlah kromosom yang sama dengan induknya. Meiosis
adalah reproduksi atau pembelahan sel yang menghasilkan empat sel anak,
dalam prosesnya terjadi pengurangan (Reduksi) jumlah kromosom. Meiosis juga
bisa disebut dengan pembelahan reduksi.
Inti sel somatik dari setiap spesies mamalia memiliki jumlah kromosom yang
ditentukan. Sel somatik dengan komplemen penuh kromosom disebut sebagai
diploid dan diberi sebutan 2n. Istilah mitosis digunakan untuk menggambarkan
pembelahan nukleus sel somatik, yakni suatu proses produksi yang biasanya
menghasilkan dua sel, dengan kromosom yang sama komplemen sebagai sel
nenek moyang dari mana mereka berasal. Mitosis sangat penting untuk
pertumbuhan dan pengembangan embrio, juga untuk perbaikan dan penggantian
jaringan sepanjang hidup. Tahapan mitosis terjadi secara berbeda urutan
peristiwa sitologis, yang merupakan bagian dari siklus sel.
1. Tahapan mitosis

Gambar 1.2 Fase G2 (McGeady. 2006)


Persiapan untuk mitosis, kromosom direplikasi dalam fase S dari siklus
sel membentuk sister kromatid. Dalam sister kromatid nukleus tetap
melekat pada daerah yang terbatas pada kromosom yang disebut sentromer.
Setelah fase G2, mitosis, yang dapat dibagi menjadi empat tahap, yakni
profase, metafase, anafase dan akhirnya telophase, dimulai. Tahapan mitosis
adalah biasanya diikuti oleh pembelahan sitoplasma atau sitokinesis.

5
a. Profase

Gambar 1.3 Profase (McGeady. 2006)


Tahap pertama mitosis adalah profase. Selama periode ini,
kromosom yang terdiri dari sister kromatid memadat di luar nukleus,
centrosom, terdiri dari sentriol berpasangan yang sebelumnya
direplikasi selama interfase, mulai membentuk spindel mikrotubulus
atau aster. Spindle bertanggung jawab untuk pergerakan centrosome
ke seberang kutub sel pembagi.
Mikrotubulus, bagian penting dari peralatan mitosis, hanya
terlihat secara mikroskopis selama fase M. Individu mikrotubulus
adalah struktur silinder, tersusun dari 13 protofilamen paralel yang
terdiri dari bolak-balik Subunit α-tubulin dan β-tubulin.
Mikrotubulus individu dapat tumbuh atau menyusut dengan proses
polimerisasi dari α-tubulin dan β-tubulin. Mikrotubulus yang
tumbuh memiliki struktur yang disebut sebagai guanidine-trifosfat
(GTP) cap. Subunit β dari mikrotubulus mengandung GTP mampu
dihidrolisis menjadi guanidin-difosfat (PDB). Ini, pada gilirannya
mengubah konformasi subunit, menghasilkan penyusutan
mikrotubulus. Jika GTP hidrolisis terjadi lebih cepat daripada
penambahan subunit, tutupnya hilang dan mikrotubulus menyusut.
Penyusutan dan berkembang adalah proses yang dinamis dan
perubahan ini memungkinkan mikrotubulus untuk secara aktif
mengarahkan dan menggerakkan kromosom selama mitosis dan
meiosis.

6
b. Metafase

Gambar 1.4 Metafase (McGeady. 2006)


Peristiwa selama tahap metafase mitosis bisa terjadi dibagi
menjadi dua fase, pro-metafase dan metafase. Disintegrasi nukleus
menandai mulai dari pro-metafase. Kinetokor, protein kompleks
yang terbentuk pada sentromer pada akhir prophase, bertindak
sebagai platform untuk sampai ke mikrotubulus. Kromosom
menempel pada mikrotubulus melalui kinetokor dan kombinasi
terakhir struktur keduanya disebut mikrotubulus kinetokor.
Pembentukan mikrotubulus kinetokor memungkinkan pergerakan
kromosom berlangsung. Selama metafase, kromosom diposisikan di
tengah antara kutub sel di suatu wilayah disebut piring metafase.
Setiap sister chromatid melekat pada centrosome oleh mikrotubulus
kinetokoranya.
c. Anafase

Gambar 1.5 Anafase (McGeady. 2006)


Selama tahap anafase, pasangan sister kromatid yang
brgabung terpisah secara sinkron menjadi sentromer terpisah dan
mikrotubulus kinetokor memendek. Perangkat kromatid yang baru
dipisah ditarik ke arah kutub yang berlawanan dari sel.

7
d. Telofase

Gambar 1.6 Metafase (McGeady. 2006)


Dua kelompok kromosom identik (bekas kromatid) berkerumun
dikutub masing-masing, memadat dan kemudian nukleus terbentuk
di sekitar setiap set. Formasi nukleus menandai akhir mitosis, proses
yang menghasilkan pembagian yang sama dan inti yang simetris.
e. Sitokinesis

Gambar 1.7 Sitokinesis (McGeady. 2006)


Mengikuti pembentukan nukleus, sebuah kontraktil cincin
aktin dan myosin menyusutkan dinding sel dan membagi
sitoplasma, menghasilkan pembentukan dua sel anak. Proses yang
terakhir ini disebut sitokinesis, biasanya menghasilkan formasi dari
dua sel anak berukuran sama. Kadang, jumlah sitoplasma atau
organel yang mungkin tidak sama didistribusikan ke sel anak selama
sitokinesis. Di beberapa contoh mitosis dapat terjadi tanpa diikuti
sitokinesis, menghasilkan pembentukan binukleat atau kadang-
kadang sel multinukleat.
Pada organisme yang lebih rendah seperti amfibi, sitokinesis
yang terjadi pada awal perkembangan dapat menghasilkan sel
daughter di mana faktor yang mengarahkan nasib sel mungkin tidak
terdistribusi secara seragam. Ini tidak sama dengan pembagian
faktor penentu nasib menghasilkan perkembangan yang berbeda

8
potensial dalam sel anak secara individu. Di mamalia, bukti
eksperimental menunjukkan sel pembelahan yang menimbulkan sel
totipotensial terjadi lebih awal dalam pengembangan. Ini
menunjukkan bahwa, pada mamalia, sitoplasma determinan dibagi
secara seragam di antara sel anak dan bahwa tahap awal diferensiasi
timbul sebagai akibat dari komunikasi sel dan faktor-faktor
lingkungan mikro.

Gambar 1.8 Dua sel Daughter (McGeady. 2006)


f. Regulasi mitosis
Enzim M-cyclin-dependent kinase (M-Cdk) memiliki peran
sentral dalam inisiasi mitosis setelah Fase G2 dari siklus sel. Protein
heterodimeric ini, yang merupakan kompleks dari Cdk1 dan M-
cyclin, diaktifkan dengan menghilangkan gugus fosfat
penghambatan dalam fase akhir G2. Protein M-Cdk menginduksi
kejadian penting untuk mitosis, termasuk fosforilasi protein yang
mengendalikan dinamika mikrotubulus, kromatin kondensasi,
penataan ulang kedua sitoskeleton dan organel dan, akhirnya
pembubaran nuklir amplop. Meskipun siklus sel mitosis normal
sangat diatur, perubahan yang tidak diinginkan dalam fungsi dari
gen yang dikenal sebagai proto-onkogen atau gen penekan tumor
yang bertanggung jawab untuk kontrol proliferasi atau diferensiasi
sel, dapat menyebabkan transformasi ganas jaringan normal.
Perubahan khas dalam dua atau lebih gen pengatur ini tampaknya
diperlukan sel untuk menjalani keganasan transformasi.
Pembelahan mitosis dalam generasi sel yang diturunkan dari
sel neoplastik terus menimbulkan sel abnormal yang tidak tunduk
pada proses pengaturan normal. Kondisi neoplastik seperti
leukemia, limfoma dan myeloma dapat muncul dari perubahan gen
dalam sel tunggal di sumsum tulang atau di perifer jaringan limfoid.

9
Dengan akumulasi populasi besar sel-sel abnormal, efek klinis
neoplasia menjadi jelas.
2. Tahapan Meiosis
Proses pembelahan sel ini terjadi hanya selama gametogenesis.
Meiosis berbeda dari mitosis dalam beberapa hal:
a. Gamet yang dihasilkan adalah haploid dan diberi sebutan 'n'.
b. Ada pertukaran timbal balik dari materi genetik antara kromatid non-
sister.

Gambar 1.9 Kromatid yang Bertukar (McGeady. 2006)


c. gamet yang dihasilkan adalah hasil dari segregasi acak turunan
maternal dan turunan paternal kromatid.

10
Gambar 1.10 Fase G2 (McGeady. 2006)
 Meosis I
Meiosis dibagi menjadi dua tahap, meiosis I dan II.
a. Profase I

Gambar 1.11 Profase I (McGeady. 2006)


Selama profase I, banyak peristiwa intraseluler yang penting
terjadi. Proses ini bisa lebih dibagi lagi menjadi lima subtase: leptotene,
zygotene, pachytene, diplotene, dan diakinesis. Di diakinesis tahap,
kromosom menjadi pendek dan tebal, lalu centrosom diposisikan di
kutub dan membran nukleus mulai hancur.
Selama profase I, segmen kromosom dipertukarkan antara
chromatid homolog tapi non-sister. Proses ini disebut sebagai crossover.
Ini tahap, kromosom homolog digandakan berkumpul berdampingan dan
menganggap konfigurasi tetrad. Lengan Chromatid dalam tetrad kemudian
dapat tumpang tindih membentuk chiasma, yang memungkinkan
crossover berlangsung antara kromatid turunan paternal dan turunan
maternal. Sebagai konsekuensi dari crossover, kromatid rekombinan
memperoleh alokasi materi genetik berasal dari ayah dan ibu kromatid.

11
Peristiwa crossover yang terjadi selama meiosis memperluas variasi
genetik di luar apa yang mungkin dari pemisahan acak kromatid ibu dan
ayah. Secara umum menerima bahwa variabilitas yang timbul dari
rekombinasi menganugerahkan keuntungan evolusioner pada hewan
populasi sesuai dengan prinsip-prinsip alam pilihan.
b. Metafase I

Gambar 1.12 Metafase I (McGeady. 2006)


Seperti pada mitosis, pasangan kromosom homolog menempel melalui
kinetokornya ke mikrotubulus yang timbul dari centrosom yang terletak di
kutub yang berlawanan sel. Selama metafase, kromosom homolog
pasangan diposisikan di lempeng metafase oleh kinetokor mikrotubulus.
c. Anafase I

Gambar 1.13 Anafase I (McGeady. 2006)


Selama anafase I, tetrad terbagi menjadi dua diad (setengah tetrad),
yang bergerak ke kutub yang berlawanan dari sel. Berbeda dengan tahap
anafase mitosis, splitting sentromer tidak terjadi karena dalam hal ini
Misalnya hanya satu bentuk kinetokor pada setiap angka dua. Distribusi
berasal dari ayah dan dari ibu kromosom homolog yang diturunkan pada

12
titik ini adalah acak, dan pengaturan variabel inilah yang mendasari prinsip
Mendelian bermacam-macam acak.
d. Telofase I

Gambar 1.14 Telofase I (McGeady. 2006)


Dalam telofase I, amplop nuklir berkembang di sekitar set
kromosom yang terpisah dan sitokinesis berikut. Dalam pembentukan
spermatosit primer, nenek moyang gamet jantan, sitoplasma dibagi secara
merata antara dua sel. Namun, selama pembentukan oosit, gamet betina,
salah satunya dua sel yang dihasilkan mempertahankan porsi sitoplasma
yang lebih besar. Yang lebih kecil dari dua sel disebut kutub tubuh. Fase
istirahat singkat, disebut interkinesis, mengikuti telofase I dan replikasi
DNA tidak terjadi selama fase ini.
 Meiosis II
a. Profase II

Gambar 1.15 Profase II (McGeady. 2006)


Peristiwa profase II mirip dengan profase I. Inti berisi satu set diad
masing-masing terdiri dari a sepasang kromatid dihubungkan oleh
sentromer bersama.
b. Metafase II

13
Gambar 1.16 Metafase II (McGeady. 2006)
Fase yang disebut metafase II mirip dengan metafase Saya bahwa
kromosom diposisikan pada metafase piring oleh mikrotubulus
kinetokor. Di dalam contoh, bagaimanapun, kinetokor terbentuk pada
masing – masing kromatid individu. Ini memungkinkan mikrotubulus
lampirkan secara terpisah untuk masing-masing kromatid.
c. Anafase II

Gambar 1.17 Anafase II (McGeady. 2006)


Selama anafase II, pasangan dipisahkan menjadi individu kromatid
oleh mikrotubulus kinetokor dan set kromatid ditarik menuju kutub
yang berlawanan sel pembagi.
d. Telofase II

14
Gambar 1.18 Telofase II (McGeady. 2006)
Pada akhir telofase II, bentuk amplop nuklir di sekitar setiap set
kromatid dan sitoplasma terbagi lagi. Sebagai konsekuensi dari meiosis
I dan II, empat sel haploid terbentuk dari satu sel germinal diploid.

3. Konsekuensi dari non-disjungsi kromosom selama meiosis


Istilah non-disjungsi menggambarkan kegagalan dua kromosom
homolog pada meiosis I, atau saudara perempuan kromatid pada meiosis II,
untuk memisahkan dengan benar dan bergerak dengan benar ke kutub yang
berlawanan. Meiosis tergantung pada pembentukan interaksi khusus antara
kromosom bersama dengan modifikasi spesifik pada proses pengaturan
siklus sel mitosis. Kesalahan dalam hal ini proses, yang biasanya terjadi
selama meiosis I, bisa menghasilkan segregasi yang rusak. Kelainan yang
timbul dari ini termasuk perubahan numerik dan struktural cacat pada
kromosom. Sedangkan cacat kromosom terkait dengan sel germinal
umumnya mengarah ke embrionik kematian, dalam beberapa kasus
keturunan dapat bertahan hidup dan menunjukkan cacat perkembangan.
Perubahan kromosom angka mungkin melibatkan autosom atau seks
kromosom2.

C. Spermatogenesis.

Spermatogenesis adalah proses pembentukan sperma (gamet jantan)


yang terjadi dalam testis, tepatnya pada Tubulus seminiferus. Testis mamalia
tersusun atas ratusan Tubulus seminiferus yang merupakan bagian terpenting
dalam proses pembentukan sperma, yang belum terdiferensiasi.

2
T. A. McGeady, P. J Quinn E. Z FitzPatrick dan M. T Ryan. 2006. Veterinary Embryology.
Blackwell Publishing. Oxford. 1-9

15
Selama proses spermatogenesis, spermatogonia akan berkembang biak
dengan cara membelah, menghasilkan spermatosit primer, spermatosit
sekunder, dan akhirnya spermatid. Spermatid akan mengalami proses
diferensiasi dan pemasakan (maturasi) sehingga akhirnya terbentuk sperma
atau spermatozoon haploid (memiliki jumlah kromosom setengah dari jumlah
kromosom spermatogonia). Diferensiasi spermatid menjadi spermatozoon
berlangsung di dekat Lumen tubulus, yaitu dalam sel Sertoli. Jika telah masak,
spermatozoon akan dilepaskan ke Lumen tubulus seminiferus.
Bentuk sel sperma pada berbagai hewan bervariasi, tetapi pada
prinsipnya dapat dibedakan menjadi bagian kepala, bagian tengah, dan ekor.
Pada kepala sperma bagian paling depan terdapat akrosoma, yang mengandung
enzim untuk melisiskan bungkus telur (pada sperma manusia enzim tersebut
dinamakan hialuronidase). Di pusat kepala sperma terdapat inti sperma, yang
menyimpan sejumlah kode atau informasi genetik yang akan diwariskan
kepada keturunannya. Di belakang kepala sperma terdapat bagian tengah
sperma (sering disebut leher) yang banyak menyimpan mitokondria.
Mitokondria sangat penting dalam pembentukan ATP, yang merupakan
sumber energi bagi sperma. Sementara, bagian ekor sangat diperlukan untuk
membantu pergerakan sperma.

Gambar 1.19 Sel Sperma (Gerard J.Tortora ,2009)


Proses pembentukan sperma (spermatogenesis) dikendalikan oleh
hormon. Informasi tentang proses pengendalian spermatogenesis oleh
hormon banyak diperoleh dari hasil studi pada mamalia. Diferensiasi
spermatid menjadi spermatozoon (spermiogenesis) berlangsung di dalam
sel Sertoli. Sel Sertoli merupakan sel berukuran besar yang berperan sangat
penting, antara lain dalam menyediakan makanan bagi calon sperma yang
sedang berkembang dan menyingkirkan sel sperma yang mati. Oleh karena
itu, sel ini juga sering disebut sebagai sel perawat atau nurse cells. Kerja sel
Sertoli dirangsang oleh FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang
dihasilkan oleh kelenjar pituitari bagian depan.

16
Gambar 1.20 Spermatogenesis (Lauralee Sherwood,2012)

Pengeluaran FSH dirangsang oleh GnRH (Gonadotropin Releasing


Hormone), yaitu hormon pelepas gonadotropin dari hipotalamus.
Gonadotropin pada manusia meliputi FSH dan LH. Pada mulanya, FSH
merangsang sel spermatogonia untuk membelah secara mitosis beberapa kali,
dan diakhiri dengan pembelahan meiosis sehingga dihasilkan spermatid yang
bersifat haploid. Diduga, FSH juga merangsang sel Sertoli untuk melepaskan
zat tertentu yang dapat merangsang dimulainya spermiogenesis (diferensiasi
spermatid menjadi sperma).
Selain oleh FSH, sel Sertoli juga dirangsang oleh testosteron atau
androgen (hormon yang dikeluarkan oleh sel Leydig). Testosteron merupakan
hormon yang juga penting untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan
organ reproduksi serta ciri seks sekunder pada hewan jantan. Pelepasan
testosteron dikendalikan oleh hormon pituitari anterior yang lain, yaitu LH
(Luteinizing Hormone), yang pengeluarannya juga dikendalikan oleh GnRH.
Spermatogenesis yang terjadi pada vertebrata yang lebih rendah pada
dasarnya sama dengan proses yang terjadi pada manusia. Namun, di antara
kelas vertebrata terdapat perbedaan struktur testis. Testis mamalia, burung,
reptil, dan amfibi memperlihatkan komponen tubulus seminiferus berbentuk
tubular (saluran/pipa), yang berselang-seling dengan sekumpulan sel

17
interstitial. Sementara, testis amfibi urodela dan ikan tersusun atas lobus atau
lobulus, yang masing-masing mengandung sejumlah besar kista selular.
Kista adalah organ berongga yang berisi cairan. Setiap kista berasal dari
jaringan spermatogonia. Semua sel dalam suatu kista dan semua kista dalam
suatu lobula biasanya memiliki tingkat perkembangan spermatogenesis yang
sama. Di dalam setiap kista juga terdapat sel Sertoli. Lobula yang terletak
paling belakang kemungkinan besar mengandung spermatozoa yang sudah
lebih siap untuk membuahi daripada lobula yang terletak pada bagian
depannya3.

D. Oogenesis.

Oogenesis adalah proses pembentukan sel telur (ovum) pada wanita, yang
terjadi di dalam ovarium (indung telur). Ovarium yang ada di embrio memiliki
sekitar 600 ribu sel oogonium atau sel induk telur. Sembilan minggu setelah
proses pembuahan terjadi, ternyata janin juga sudah mulai memproduksi sel
telur. Saat janin bayi perempuan berusia 5 bulan, oogonium memperbanyak
diri dengan cara mitosis hingga jumlahnya mencapai lebih dari 7 juta oosit
primer.
Oogonesis, yang muncul dari sel benih primordial di endoderm, menjalani
pembelahan mitosis berulang di ovarium janin. Durasi periode mitosis ini
bervariasi dalam spesies individu. Terlepas dari spesies, spesies fase mitogenik
oogenesis berhenti pada mamalia segera setelah itu kelahiran. Ketika mereka
telah menyelesaikan siklus mitosis mereka, oogonia memasuki profase yang
pertama dari dua meiosis divisi dan menjadi oosit primer yang diploid. Sel
diploid seperti itu diberi tanda 2n untuk menunjukkan bahwa mereka
mengandung pelengkap kromosom. Semua oosit primer terbentuk sebelum
pubertas.
Oosit primer dikelilingi oleh satu lapisan skuamosa sel epitel dikenal
sebagai folikel primordial . Oosit primer tidak melengkapi profase dari divisi
meiosis pertama tetapi memasuki istirahat yang lama atau tahap dictyate
sampai diaktifkan oleh hormon gonadotrophic yang mendorong perkembangan
lebih lanjut. Selama keduanya fase proliferasi dan istirahat, proporsi yang
tinggi folikel primordial menjalani atresia. Penyelesaian dari tahap awal dari
divisi meiosis pertama mengikuti stimulasi hormon. Saat pubertas, oosit
peningkatan ukuran dan folikel epitel di sekitarnya Sel-sel membentuk lapisan
bertingkat di sekitar oosit. Ini struktur sekarang dikenal sebagai folikel primer.
Glikoprotein, disekresikan terutama oleh oosit, mengembun membentuk
lapisan aselular tembus menonjol, the zona pelusida, terletak di antara
membran vitelline dari oosit dan sel-sel folikel. Sebagai folikel memperbesar,

3
Wiwi Isnaeni. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. 262-266

18
ketebalan zona pelusida meningkat. Oosit dan sel-sel folikel mempertahankan
kontak dengan berarti proses sitoplasma mikrovillous yang menembus zona
tersebut. Gap junction antara oosit dan proses sitoplasma sel folikular
memungkinkan interselular komunikasi. Karena folikel terus berlanjut
peningkatan ukuran, ruang kecil berisi cairan muncul di antara sel-sel folikel
yang secara bertahap menyatu membentuk a rongga berisi cairan dikenal
sebagai antrum. Skuamosa sel-sel folikuler, yang menjadi berbentuk kubus,
membentuk stratifikasi lapisan dan disebut sel granulosa. Oosit tetap melekat
pada dinding folikel oleh akumulasi sel granulosa disebut cumulus oophorus.
Sel-sel granulosa yang mengelilingi oosit secara radial disebut sebagai
korona radiata. Folikel dewasa sekarang disebut sebagai vesicular atau folikel
Graafia. Penyelesaian meiosis pertama hasil divisi dalam produksi dua haploid
sel dengan ukuran yang tidak sama. Sel yang menerima sebagian besar
sitoplasma disebut sebagai oosit sekunder dan lainnya, yang menerima jumlah
sitoplasma minimal, adalah badan kutub pertama. Mengikuti pembentukan
tubuh kutub pertama, oosit sekunder dimulai divisi meiosis kedua.
1. Ovulasi
Pelepasan sel telur dari folikel disebut sebagai ovulasi. Sebelum
ovulasi, oosit dan corona radiata lepas dari cumulus oophorus dan
mengapung dalam cairan folikuler. Pecahnya folikel dikaitkan dengan
pembentukan daerah seperti blister, yang stigma, pada permukaan ovarium
tepat di atas folikel. Sementara itu diterima bahwa stigma muncul dari
penyempitan pembuluh darah sebagai akibat dari hormon atau enzimatik
aktivitas, rincian yang tepat dari pecahnya folikel adalah kurang dipahami.
Meskipun ovulasi umumnya terjadi menjelang akhir oestrus, waktu
tepatnya di mana ia muncul berbeda spesies domestik. Ovulasi terjadi secara
spontan pada sebagian besar spesies (ovulasi spontan). Di kucing, kelinci,
musang dan unta, bagaimanapun, ovulasi diinduksi oleh koitus (induced
ovulation). Jumlah Ova dilepaskan, yang merupakan karakteristik untuk
spesies tertentu, sangat dipengaruhi oleh faktor genetik. Di sebagian besar
mamalia, ovulasi terjadi selama metafase yang kedua tahap meiosis
oogenesis. Pengecualian termasuk anjing dan rubah, di mana ovulasi
biasanya terjadi selama metafase dari divisi meiosis pertama. Penyelesaian
dari divisi meiosis kedua dan pembentukan yang kedua tubuh kutub terjadi
setelah pembuahan.

2. Pengangkutan Sel Telur dalam Tabung Rahim


Setelah ovulasi, sel telur memasuki tabung uterus, yaitu situs
pembuahan pada mamalia. Kontraksi dinding tuba dibantu oleh ketukan
ciliary dari epitel tabung bertanggung jawab untuk pengangkutan sel telur
di sepanjang tabung. Apakah mereka dibuahi atau tidak, ovum biasanya
mencapai rahim dalam tiga hingga empat hari setelah ovulasi. Namun,

19
dalam karnivora domestik mungkin diperlukan hingga tujuh hari bagi
ovum untuk mencapai rahim.
Telur kuda yang dibuahi dan kelelawar memasuki rahim, sedangkan
ovum yang tidak dibuahi adalah dipertahankan di tanah genting tabung
rahim. Pada kelinci, opossum dan anjing, bentuk mantel
mucopolysaccharide di sekitar zona pelusida saat ovum berada di dalam
rahim tabung. Karena rahim menyediakan lingkungan yang
menguntungkan untuk kelangsungan hidup spermatozoa tetapi tidak untuk
blastokista, penting agar ovum yang dibuahi diangkut.4

Gambar 4.1 Oogenesis (McGeady. 2006)

Perlahan ke rahim. Lingkungan mikro uterus menguntungkan untuk


kelangsungan hidup embrio yang sedang berkembang selama tahap luteal dari

4
T. A. McGeady, P. J Quinn E. Z FitzPatrick dan M. T Ryan. 2006. Veterinary Embryology.
Blackwell Publishing. Oxford hlm.27

20
siklus oestrous saja. Di prosedur transfer embrio, oleh karena itu, sangat penting
untuk implantasi bahwa status fisiologis reproduksi donor dan penerima
disinkronkan. Migrasi dalam rahim Migrasi embrio dari satu tanduk uterus ke yang
lainnya terjadi pada babi, anjing, kucing, dan kuda. Antara hari ke 12 dan 14
kehamilan di kuda betina, yang conceptus (embrio termasuk membran janin)
bergerak dari satu tanduk uterus ke yang lain hingga 14 kali per hari. Sementara
migrasi intrauterin dapat terjadi pada sapi dan domba, frekuensinya rendah pada
domba (4%) dan jarang pada ternak (0,3%). Migrasi embrio dan spasi dalam uterus
tampaknya diatur oleh kontraksi peristaltic miometrium, dipengaruhi oleh hormon
yang dilepaskan dari conceptus.

21
Gambar 4.2 Perkembangan folikel, ovulasi, pembentukan dan regresi corpus luteum di ovarium
mamalia (McGeady. 2006).

22
Tabel 4.1 Fitur siklus oestrous pada hewan peliharaan, (McGeady. 2006)

3. Waktu Optimal untuk Pembuahan Sel Telur.


Dalam spesies individu, ada periode maksimum selama dimana sel
telur tetap mampu dibuahi. Kerugian viabilitas bertahap dan meskipun
penuaan sel telur mungkin terjadi dibuahi, embrio yang dihasilkan biasanya
tidak layak. Senescence tampaknya mempengaruhi polispermia masuknya
lebih dari satu spermatozun ke dalam sel telur. Pemupukan yang melibatkan
gamet tua dianggap berkontribusi terhadap terjadinya beberapa kelainan
bawaan, khususnya pada populasi manusia. Tidak dibuahi sel telur
mengalami fragmentasi dan difagositosis dalam saluran reproduksi wanita.
4. Retensi Kapasitas Pemupukan Spermatozoa
Dalam saluran reproduksi betina dari hewan domestik, spermatozoa
mempertahankan kemampuan mereka untuk membuahi sel telur di
setidaknya 24 jam. Telah dikemukakan bahwa ada korelasi antara durasi
estrus dan retensi viabilitas spermatozoa dan kemampuannya untuk
membuahi sel telur setelah pengendapan di saluran reproduksi wanita.
Spermatozoa motil telah diamati dalam reproduksi traktat kuda hingga enam
hari setelah kawin, dan hingga 11 hari di pelacur. Dalam unggas peliharaan,
spermatozoa, yang disimpan dalam sarang sperma khusus di saluran wanita,
dapat tetap mampu membuahi sel telur hingga 21 hari. Dalam beberapa
spesies kelelawar di mana koitus berlangsung di musim gugur, spermatozoa
tetap hidup saluran reproduksi wanita sampai terjadi ovulasi pada musim
semi. Semen yang digunakan untuk inseminasi buatan mempertahankan
viabilitasnya pada 4 ° C selama beberapa jam. Saat disimpan pada −196 ° C
di nitrogen cair, viabilitas dipertahankan tanpa batas.5

5
Ibid …15-16

23
E. Fertilisasi Secara Seluler.

Fertilasasi secara seluler merupakan proses dimana spermatozoon dan


ovum berfusi untuk membentuk zigot bersel tunggal disebut fertilisasi, Setelah
penetrasi spermatozoon, ovum teraktivasi melengkapi meiosis dan
mengeluarkan tubuh kutub kedua. Kromosom yang terkandung dalam
pronukleus jantan haploid sejajar dengan kromosom yang sesuai di pronukleus
betina. Kromosom paternal dan maternal berkondensasi, menjadi melekat pada
spindel mitosis dan menyelaraskan diri secara terpusat. Pembelahan mitosis
pertama terjadi setelah pembelahan. Integrasi materi genetik paternal dan
maternal, yang terjadi selama proses ini, disebut sebagai syngamy. Sebagai
konsekuensi dari pembuahan, jumlah kromosom diploid dipulihkan, jenis
kelamin individu ditentukan dan variasi biologis dihasilkan dari integrasi
karakteristik herediter jantan dan betina.
Banyak hewan air melepaskan ovum dan spermatozoa ke dalam air dan
pembuahan terjadi di lingkungan berair ini. Fakta bahwa gamet dilepaskan pada
waktu yang hampir bersamaan dan berdekatan, biasanya sebagai konsekuensi
dari pacaran, berkontribusi terhadap kemungkinan terjadinya pembuahan. Selain
itu, ketertarikan kimia timbal balik antara gamet jantan dan betina meningkatkan
kemungkinan fertilisasi. Daya tarik selektif ini dianggap penting dalam
perlekatan spermatozun ke sel telur dan dalam penghambatan fertilisasi silang
antara spesies yang tidak terkait. Relatif terhadap spesies mamalia, hewan air
dan amfibi menghasilkan zigot dalam jumlah besar; Namun, energi orang tua
yang diinvestasikan per zigot (PEI / Z) rendah. Sebaliknya, burung dan mamalia
menghasilkan zigot yang relatif lebih sedikit, tetapi PEI / Z yang terlibat jauh
lebih besar. Investasi ini dapat mengambil banyak bentuk dan pada spesies
mamalia mencakup investasi orang tua yang diberikan selama masa kehamilan
dan pasca-kelahiran.
Ketika ova disimpan dalam saluran reproduksi wanita dan dibuahi oleh
spermatozoa yang disimpan di sana, jenis pembuahan ini disebut sebagai
pembuahan internal. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya
pembuahan adalah tingginya jumlah spermatozoa yang dilepaskan saat
sanggama dan ukuran ovum yang relatif besar. Terlepas dari kenyataan bahwa
jutaan spermatozoa disimpan di saluran wanita, hanya ratusan spermatozoa yang
mencapai lokasi pembuahan. Keterlibatan lebih dari satu spermatozoon dalam
pembuahan (polispermia) adalah kejadian abnormal pada mamalia dan selalu
mengarah pada kematian embrionik dini. Dengan demikian, saluran wanita
mengontrol pengangkutan spermatozoa sehingga jumlah yang mencapai lokasi
pembuahan cukup untuk membuahi sel telur yang dilepaskan dari ovarium tanpa
kemungkinan polispermia.

24
Pada mamalia, jutaan spermatozoa diendapkan dalam saluran reproduksi
wanita di koitus. Tergantung pada spesiesnya, spermatozoa dapat disimpan di
vagina atau rahim. Dari lokasi ini, mereka diangkut ke tabung rahim yang secara
sewenang-wenang dibagi secara fungsional menjadi tiga wilayah, infundibulum,
6
ampula dan isthmus. Infundibulum, daerah yang paling dekat dengan ovarium,
berbentuk corong dan ujungnya yang bebas memiliki proses teratur yang dikenal
sebagai fimbria yang memainkan peran penting dalam menangkap ovum (ova
pickup). Infundibulum kontinu dengan bagian tubular yang dibagi menjadi dua
daerah dengan panjang yang sebanding. Daerah proksimal tempat pembuahan
terjadi adalah ampula, dan segmen terminal yang lebih sempit, yang membuka
ke dalam rahim, adalah tanah genting.

Tabel 5.1 Volume ejakulasi, jumlah spermatozoa per ml, dan tempat pengendapan spermatozoa
dalam saluran reproduksi wanita hewan domestik, (McGeady. 2006)

Meskipun ketidak pastian terdahulu tentang tingkat transportasi


spermatozoa dalam saluran reproduksi betina, sekarang secara umum diterima
bahwa transportasi spermatozoa terjadi dalam dua fase, fase cepat dan fase
lambat. Fase cepat dikaitkan dengan kontraksi otot pada saluran setelah koitus,
dengan spermatozoa hadir di ampula tabung rahim dalam lima hingga 15 menit
setelah kawin. Sebelumnya, diyakini bahwa spermatozoa ini bertanggung jawab
untuk pembuahan. Namun, telah diperlihatkan pada kelinci, sapi, domba dan
babi bahwa spermatozoa yang tiba di ampula segera setelah kawin memiliki
viabilitas rendah dan didorong keluar dari tabung rahim ke dalam rongga
peritoneum.
Dalam fase transportasi berkelanjutan yang lambat, yang berlangsung
selama beberapa jam, spermatozoa bergerak dari vagina atau rahim ke tanah
genting, reservoir penting bagi spermatozoa dalam saluran reproduksi sapi,
domba, dan babi. Saat mencapai tanah genting, proporsi spermatozoa yang layak
mengikat ke epitel mukosa mengakibatkan penindasan motilitas mereka. Pada
ovulasi, beberapa spermatozoa terikat secara bertahap dilepaskan dari epitel oleh

6
Ibid..,17-18

25
faktor yang tidak ditentukan. Spermatozoa yang dilepaskan ini menunjukkan
motilitas yang kuat dan hiperaktif. Aktivitas yang ditingkatkan ini dapat
membantu dalam transfer spermatozoa ke ampula dan penetrasi lapisan yang
mengelilingi sel telur. Interval enam hingga 12 jam pasca inseminasi diperlukan
pada sapi dan domba untuk jumlah spermatozoa yang cukup untuk mencapai
tanah genting untuk meningkatkan kemungkinan pembuahan. Spermatozoa
dapat tetap hidup di tanah genting selama 20 jam pada sapi dan domba dan
hingga 36 jam pada babi. Ada kesepakatan umum bahwa pengangkutan
spermatozoa di dalam rahim terutama bergantung pada aktivitas otot saluran
reproduksi wanita. Kontraksi rahim, yang meningkat selama estrus, ditambah
oleh sanggama karena pelepasan oksitosin dari neurohypophysis. Prostaglandin
yang ada dalam plasma mani juga dapat menyebabkan kontraksi uterus.
1. Kapasitasi
Sebelum spermatozoa dapat membuahi sel telur, mereka harus
terlebih dahulu menjalani modifikasi biokimia dan fisiologis dalam saluran
reproduksi wanita. Proses ini, disebut sebagai kapasitasi, melibatkan
penghilangan atau perubahan faktor penghambat yang berasal dari plasma
mani, yang melapisi spermatozoa dalam epididimis. Kapasitasi, yang
dimulai di rahim, selesai di tanah genting.
Peristiwa seluler dalam proses pembuahan
Untuk masuk ke dalam sel telur, spermatozoon pertama-tama harus
lewat di antara sel-sel korona radiata, menembus zona pellucida dan
menyatu dengan membran sel oosit. Passage spermatozoon melalui korona
dianggap karena motilitasnya yang kuat dan juga karena pelepasan
hyaluronidase, yang memecah asam hialuronat yang mengikat sel-sel
korona. Saat mencapai zona tersebut, spermatozoon berikatan dengan
interaksi spesifik spesies dengan molekul reseptor glikoprotein, ZP3, di
zona tersebut. Pengikatan spermatozoon ke zona memicu pemecahan
progresif dan fusi membran sel spermatozoa dengan membran akrosom luar
yang menghasilkan pelepasan enzim yang meliputi hyaluronidase dan
acrosin. Membran plasma dekat segmen ekuatorial dari spermatozoon
bergabung dengan segmen distal membran acrosomal yang mengembalikan
integritas membran sel spermatozoon. Perubahan ini disebut sebagai reaksi
akrosom. Pelepasan enzim dan motilitas yang melekat dari spermatozoon
memfasilitasi penetrasi zona pellucida. Saat memasuki ruang perivitelline,
spermatozoon berikatan dengan membran sel oosit. Masuknya
spermatozoon ke dalam sel telur adalah proses aktif dengan mikrovili dari
selaput vitelline sel telur yang menghubungi bagian khatulistiwa dari kepala
sel spermatozoon ke selaput akrosom bagian dalam yang terbuka.
Ooplasma sel telur kemudian menjadi tinggi di sekitar area kontak
dan mengelilingi kepala spermatozoon. Selaput vitelline dari sel telur
bersatu dengan selaput sel spermatozon sehingga memasukkannya ke dalam

26
sel telur. Karena unsur-unsur spermatozoan non-nuklir merosot, mereka
tidak mungkin memiliki peran aktif dalam tahap akhir pembuahan.7

F. Hambatan polispermi ( Barrier polyspermy)

Masuknya lebih dari satu spermatozun ke dalam sel telur mamalia,


polispermia, selalu mengarah pada kematian zigot. Pergerakan massa
spermatozoa ke tempat pembuahan dicegah oleh hambatan anatomi alami
saluran reproduksi wanita, serviks dan persimpangan utero-tuba. Akibatnya,
ratusan spermatozoa mencapai lokasi pembuahan daripada jutaan yang
awalnya dilepaskan ke saluran reproduksi wanita. Berkurangnya jumlah
spermatozoa mengurangi kemungkinan polispermia. Pada tingkat sel, sel telur
memiliki pertahanannya sendiri terhadap polispermia yang biasanya mencegah
masuknya lebih dari satu spermatozun. Pertahanan ini, yang bersifat bifasik,
beroperasi di zona pellucida dan sel (vitelline) sel telur. Pada kebanyakan
mamalia, baik zona pellucida dan vitelline mengalami perubahan setelah
masuknya spermatozoon pertama, suatu perubahan yang membuat struktur ini
tidak bisa ditembus oleh spermatozoa tambahan.
Oosit sekunder mengandung organel kecil yang terikat membran yang
disebut granula kortikal di bawah membran vitelline. Butiran ini mengandung
berbagai enzim yang dilepaskan ketika kepala spermatozoon bersentuhan
dengan permukaan oosit. Setelah pelepasan enzim-enzim ini, zona pelusida
menjadi berubah dengan hilangnya reseptor spesifik spesies untuk
spermatozoa. Perubahan ini, disebut sebagai reaksi zona, mencegah adhesi
spermatozoan dan penetrasi zona oleh spermatozoa tambahan. Perubahan yang
sebanding pada membran vitelline oosit yang mencegah masuknya
spermatozoa disebut sebagai blok vitelline.
Efisiensi mekanisme pertahanan terhadap polispermia berbeda di
antara spesies domestik. Reaksi zona efektif pada manusia, sapi, domba dan
anjing dan kurang begitu pada babi, kucing, tikus dan tikus. Pada kelinci,
reaksi zona tidak efektif dan pencegahan polispermia terjadi pada tingkat
membran vitelline. Meskipun reaksi zona pada mamalia lambat dan
membutuhkan menit untuk berkembang, sejumlah kecil spermatozoa yang
tiba di lokasi pembuahan semakin mengurangi kemungkinan polispermia.
Sementara polispermi menyebabkan kematian embrio mamalia yang
sedang berkembang, sejumlah spermatozoa dapat memasuki ovarium unggas
tanpa membahayakan kelangsungan hidup zigot. Dalam ovum unggas, ketika
pronukleus dari satu spermatozun menyatu dengan pronukleus betina,
spermatozoa yang lain mengalami degenerasi tanpa efek negatif pada ovum
yang dilumasi.

7
Ibid…,

27
Gambar 6.1 Kepala spermatozoon menunjukkan perubahan struktural yang menyertai reaksi
akrosom, (McGeady. 2006)

28
1. Aktivasi ovum
Ketika pembuahan berlangsung, oosit sekunder, yang telah ditangkap
dalam metafase dari divisi meiotik kedua, membentuk oosit dewasa dan
badan kutub kedua. Inti oosit dewasa ini menjadi pronukleus betina. Dalam
sitoplasma oosit matang, nukleus spermatozon membesar membentuk
pronukleus jantan. Secara morfologis, pronukleus pria dan wanita tidak
dapat dibedakan. Selama pertumbuhan pronuklear jantan dan betina,
keduanya haploid, replikasi DNA terjadi ketika mereka bermigrasi satu
sama lain dan kehilangan membran nuklirnya. Kromatin terkondensasi
menjadi kromosom yang menyelaraskan diri pada spindel mitosis tunggal.
Pembelahan mitosis pertama dari sel telur yang dibuahi, yang sekarang
disebut sebaga8i zigot, mengikuti. Selanjutnya, pembelahan mitosis
menghasilkan pembentukan dua sel diploid yang pada akhirnya mengarah
pada perkembangan individu multiseluler. Dalam sitoplasma ovum,
mitokondria spermatozun, termasuk DNA mitokondria, terdegradasi:
mitokondria yang berasal dari ibu saja bertahan.
Setelah pembuahan, perubahan pernapasan dan tingkat metabolisme
ovum dikaitkan dengan fluktuasi konsentrasi kalsium sitosolik. Peningkatan
konsentrasi kalsium dilaporkan untuk memfasilitasi pelarian dari henti
meiosis dan untuk mempromosikan mitosis embrionik. Pada tahap
selanjutnya, respons aktivasi ovum meliputi perekrutan mRNA ibu untuk
translasi, perubahan sintesis protein, dan aktivasi genom zygotik. Faktor-
faktor yang mendorong aktivasi sel telur dilaporkan berhubungan dengan
pronukleus spermatozon tetapi mekanisme yang terlibat tidak jelas.

29
30
Gambar 6.2 Tahapan pembuahan (A ke G) termasuk penetrasi korona radiata, pengikatan
dan penetrasi zona pellucida oleh spermatozoon, kontak spermatozoon dengan membran vitelline
diikuti oleh reaksi zona, masuknya spermatozoon ke dalam sel telur , pembentukan dan fusi
pronuklei dan pembentukan zigot, (McGeady. 2006).
2. Fertilisasi in vitro
Proses di mana oosit sekunder dibuahi dengan spermatozoa kapasitansi
di luar tubuh disebut fertilisasi in vitro (IVF). Dalam prosedur ini, di bawah
kondisi laboratorium yang sesuai, spermatozoa membuahi oosit dan embrio
yang dihasilkan dapat dikultur hingga tahap pembelahan sebelum
dipindahkan ke betina dari spesies yang sama. Siklus estetika penerima
diatur secara hormonal ke tahap yang sesuai untuk implantasi. Pada sapi,

31
domba, babi dan manusia, IVF telah berhasil digunakan. Tingkat
keberhasilannya, bagaimanapun, saat ini rendah. Aplikasi IVF termasuk
peningkatan produksi keturunan dari stok pemuliaan yang unggul secara
genetik dan peningkatan tingkat pemuliaan spesies yang terancam punah.
3. Tingkat pembuahan komparatif
Laju pemupukan mengacu pada persentase sel telur yang
dikeluarkan pada saat ovulasi yang dibuahi setelah alami atau inseminasi
buatan. Pada spesies polytocous seperti babi, anjing dan kucing, tingkat
pembuahan setelah kawin alami berkisar dari 85% hingga 100%, sedangkan
pada spesies monotocous seperti sapi dan domba, kisarannya adalah dari
85% hingga 95%. Tingkat pembuahan pada kuda dilaporkan sekitar 60%
Penentuan jenis kelamin
Setiap sel berinti normal dalam tubuh hewan mengandung jumlah
kromosom yang tetap untuk spesies tertentu. Komplemen kromosom terdiri
dari autosom berpasangan dan satu pasang kromosom seks. Pada hewan
betina mamalia normal, kromosom seks, yang secara morfologis identik,
diberi sebutan XX. Kromosom seks hewan jantan mamalia normal, yang
berbeda satu sama lain, diberi sebutan XY. Dengan demikian, mamalia
betina adalah homogami sedangkan mamalia jantan heterogenik.
Pada mamalia, setengah dari spermatozoa mengandung kromosom
X dan setengahnya mengandung kromosom Y. Tidak seperti spermatozoa,
sel telur hanya mengandung kromosom X. Sel telur yang dibuahi oleh
spermatozoon pengangkut X ditakdirkan untuk menjadi hewan betina (XX),
sedangkan sel telur yang dibuahi oleh spermatozon pengangkut Y
ditakdirkan untuk menjadi hewan jantan (XY).
Penentuan jenis kelamin pada spesies unggas berbeda dari yang ada
pada mamalia karena jantan bersifat homogami dan betina heterogenik.
Spermatozoa Avian hanya mengandung kromosom Z, sedangkan ovum
mengandung kromosom Zor W. Penandaan XY pada mamalia dan
penunjukan ZW pada burung adalah konvensional untuk memfasilitasi
perbedaan genetik. Penunjukan ZZ / ZW juga digunakan pada ikan, amfibi
dan reptil.
Proses penentuan kromosom seks disebut sebagai penentuan jenis
kelamin genotip karena jenis kelamin individu ditentukan oleh gen pada
kromosom seks. Meskipun, pada sebagian besar reptil, jenis kelamin
individu ditentukan oleh kromosom jenis kelamin, jenis kelamin sebagian
besar kura-kura dan semua buaya ditentukan oleh suhu inkubasi sel telur
yang dibuahi. Kura-kura telur hanya menghasilkan keturunan jantan pada
suhu inkubasi dari 16 ° C hingga 28 ° C. Pada suhu 32 ° C, hanya keturunan
betina yang diproduksi. Reptil yang tidak memiliki kromosom seks
heteromorfik tergantung pada suhu inkubasi untuk penentuan jenis kelamin

32
keturunannya. Suhu inkubasi tidak berpengaruh pada rasio jenis kelamin
reptil yang memiliki kromosom seks heteromorfik.
4. Partenogenesis
Partenogenesis adalah perkembangan embrio dari sel telur yang telah
diaktifkan dengan cara lain selain spermatozun. Proses ini terjadi secara
alami pada serangga dan hewan yang lebih rendah. Secara eksperimental,
partenogenesis dapat diinduksi pada amfibi, burung dan mamalia dengan
teknik berbeda. Mencetak, yang menghasilkan represi gen selektif,
mengikuti pola yang berbeda pada gamet jantan dan betina. Sebagai
konsekuensi dari ekspresi gen diferensial ini, fusi gamet homolog tidak
menghasilkan keturunan yang layak. Namun, interupsi eksperimental dari
proses normal pencetakan telah berhasil menghasilkan keturunan yang
layak pada tikus dari penggabungan dua gamet betina. Temuan ini
menunjukkan bahwa adalah mungkin untuk mengatasi penghalang terhadap
partenogenesis dengan menghindari proses pencetakan yang normal.9

Gambar 6.3 Basis kromosom penentuan jenis kelamin pada mamalia, , (McGeady. 2006).

Gambar 6.4 Basis kromosom penentuan jenis kelamin pada spesies burung. , (McGeady.
2006).
Partenogenesis alami jarang terjadi pada kalkun dan jarang pada
ayam. Dalam kebanyakan kasus, embrio mengalami degenerasi pada awal
perkembangan. Namun, anak yang hidup telah menetas di kalkun dan ayam
sebagai hasil dari partenogenesis. Jenis kelamin kalkun dan ayam yang
diproduksi oleh partenogenesis selalu laki-laki (ZZ) dan mereka memiliki
jumlah kromosom diploid baik karena penekanan tahap kedua meiosis, atau
rekombinasi tubuh kutub kedua dengan nukleus sel telur. Untuk
perkembangan embriologis alami pada mamalia, kontribusi dari genom ibu

9
Ibid…, 20-23

33
dan ayah adalah persyaratan. Namun, menggunakan metode eksperimental,
keturunan yang layak dapat diproduksi di mamalia dengan partenogenesis.
5. Rasio jenis kelamin
Rasio jenis kelamin primer adalah proporsi zigot jantan dan betina
yang dihasilkan dari pembuahan pada mamalia. Proporsi hewan jantan dan
betina pada saat lahir disebut sebagai rasio jenis kelamin sekunder
6. Kromosom hewan peliharaan
Selama metafase, ketika kromatid memadat, jumlah, ukuran dan
morfologinya dapat diamati dengan mikroskop cahaya. Pada saat ini,
kromosom dari spesies yang berbeda memiliki karakteristik yang dapat
dikenali. Dua set kromosom, hadir dalam sel somatik, merupakan jumlah
diploid atau 2n. Klasifikasi kromosom didasarkan pada panjang lengan
mereka dan posisi sentromer, yang diamati sebagai penyempitan. Pada
metafase, lengan cach terdiri dari dua kromatid berdampingan.

tabel 6.2 rasio jenis kelamin primer dan sekunder per 100 individu pada manusia dan
hewan peliharaan, Gambar 6.3 Basis kromosom penentuan jenis kelamin pada mamalia, ,
(McGeady. 2006).
Ketika kedua lengan kira-kira sama panjangnya, kromosom disebut
metasentrik. Ketika satu lengan hanya satu setengah hingga sepertiga
sepanjang yang lain, kromosom disebut submetasentrik. Jika sentromer
dekat dengan atau di ujung kromosom, kromosom seperti itu disebut sebagai
akrosentris.
Komplemen kromosom sel, individu atau spesies dikenal sebagai
kariotipe. Biasanya, kariotipe konstan untuk sel somatik individu dalam
suatu spesies. Karyotyping, dimana kromosom pada metafase dapat ditarik
atau difoto dan diatur dalam pasangan homolog secara sistematis, dilakukan
untuk menentukan jumlah dan morfologi kromosom dalam sel somatik.
Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi kelainan seperti adanya
kromosom tambahan (trisomi), kromosom yang hilang (monosomi),
relokasi segmen kromosom (translokasi) dan hilangnya segmen
(penghapusan). Perubahan nomor kromosom dapat dikaitkan dengan
autosom atau kromosom seks. Pada manusia autosom tambahan
menimbulkan kondisi seperti Down Syndrome (47 kromosom), sementara

34
perubahan dalam jumlah kromosom seks dapat menyebabkan Klinefelter
Syndrome (XXY) atau Turner Syndrome (XO).

G. Aktivitas Ovum.

Sebagai hasil fertilisasi. oosit sekunder, yang telah ditangkap dalam


metafase divisi meiosis kedua. membentuk oosit dewasa dan tubuh kutub
kedua. Inti oosit dewasa ini menjadi pronukleus betina. Dalam sitoplasma
oosit matang. nukleus spermatozon membesar membentuk pronukleus jantan.
Secara morfologis. pronukleus pria dan wanita tidak bisa dibedakan. Selama
pertumbuhan pronuklear jantan dan betina, keduanya haploid. replikasi DNA
terjadi ketika mereka bermigrasi ke masing-masing othet dan kehilangan
membran nuklir mereka. Kromatin terkondensasi menjadi kromosom yang
menyelaraskan diri pada spindel mitosis tunggal. Pembelahan mitosis pertama
dari sel telur yang dibuahi. yang sekarang disebut sebagai zigot. mengikuti.
Kemudian. Pembelahan mitosis menghasilkan pembentukan dua sel diploid
yang pada akhirnya mengarah pada perkembangan individu multiselulat. Di
dalam sitoplasma sel telur. mitokondria dari spermatozoon. termasuk DNA
mitokondria. terdegradasi; mitokondria yang berasal dari ibu saja bertahan.
Reaksi akrosom menyebabkan pelepasan enzim dari tutup akrosom seperti
hyaluronidase dan acrosin. Lapisan antigenik sperma memulai reaksi
imunologis antara fertilizin oosit dan antifertilizin sperma.
 Langkah / Fase Pemupukan
Fusi pronukleus gamet jantan dan betina melibatkan urutan kejadian
terkoordinasi. Peristiwa ini adalah sebagai berikut :

35
Gambar 7.1 fase fertilisasi (vishram singh, 2012)

1. Penetrasi corona radiate


Kapasitnya Sperma dapat dengan bebas menembus korona radiata untuk
mencapai zona pellucida oleh gerakan dari ekornya.
2. Penetrasi zona pellucida
Kepala sperma ditutup oleh organel yang disebut akrosom. Akrosom
mengandung pencernaan protein seperti trypsin enzim dan hyaluronidase,
yang mencerna asam hialuronat — unsur penting dari jaringan ikat. Saat
kepala sperma datang dalam kontak dengan zona pellucida, suatu reaksi
akrosom diinduksi oleh protein zona.
Akrosom melepaskan enzim pencernaan (acrosin dan pepsin-like)
zat), yang menyebabkan lisis zona pelusida dan membran plasma di sekitar
kepala sperma. Ini memungkinkan sperma untuk menembus zona pelusida
dan mencapai ruang perivitelline. Sekali sperma menembus perubahan

36
zona pellucida dalam sifat-sifat zona pelusida (reaksi zona) terjadi yang
membuatnya kedap terhadap sperma lain.
3. Penggabungan sel sperma dan sel oosit
Selaput plasma sperma dan oosit dating dalam kontak dan kerusakan
di situs fusi. Itu kepala dan ekor sperma memasuki sitoplasma oosit tetapi
membran plasma dan mitokondria selubung tertinggal di permukaan oosit.
Segera setelah sperma memasuki oosit, kalsium Gelombang muncul di
sitoplasma oosit yang terbentuk membran oosit kedap terhadap sperma
lain. N.B. Polispermi dicegah dengan membran vitelline dan zona pelusida
dengan tidak mengizinkan masuknya lebih dari satu sperma (vide supra).
4. Penyempurnaan divisi meiosis oosit yang kedua dan pembentukan
pronukleus wanita.
Penetrasi oosit oleh sperma mengaktifkan oosit untuk
menyelesaikan divisi meiosis kedua. Keduanya sel diproduksi — satu sel
yang mengandung semua sitoplasma disebut oosit matang dan sel kedua
hampir tidak mengandung sitoplasma apa pun yang disebut detik tubuh
kutub. Kromosom ibu (22 + X) matang oosit mengembun dan mengatur
diri dalam vesicular pola untuk membentuk pronukleus wanita.
5. Pembentukan pronukleus jantan.
Sperma bergerak maju untuk melakukan kontak dekat dengan betina
pronukleus. Intinya menjadi bengkak dan membentuk pronukleus jantan.
Ekor terlepas dan merosot. Secara morfologis, pria dan wanita pronukleus
tidak bisa dibedakan. Setiap kromosom dalam pronukleus pria dan wanita
hanya terdiri dari satu kromatid. Pronuklei (keduanya haploid) tumbuh dan
mereplikasi DNA mereka, mis., berubah dari haploid (n) untuk diploid (2n).
Sekarang setiap kromosom pada pria dan pronuklei wanita terdiri dari dua
kromatid. Oosit yang mengandung dua inti haploid disebut ootid.
6. Pembentukan zigot.
Pronuklei jantan dan betina kehilangan membran sel dan
kromosomnya dari dua inti (23 di masing-masing) bercampur menjadi satu
diploid (mis., 46 kromosom). Ootid menjadi a zigot. Kromosom dalam
zygote menjadi tersusun pada spindle belahan dada dalam persiapan untuk
belahan dada zigot. Kromosom membelah secara longitudinal pada
kromatid sentriol dan saudara perempuan pindah ke kutub yang berlawanan
menyediakan masing-masing sel zigot dengan jumlah kromosom diploid
yang normal dan DNA. Sebagai saudara perempuan kromatid pindah ke
kutub yang berlawanan, alur muncul di permukaan sel dan dua sel
terbentuk.
 Hasil Pemupukan
Ketika oosit dibuahi oleh sperma kehidupan baru individu dimulai.
Hasil utama pembuahan adalah sebagai berikut.

37
1. Penyempurnaan divisi meiosis kedua dari gamet betina (mis., oosit
sekunder): Segera ketika sperma masuk ke dalam oosit sekunder yang
terakhir melengkapi divisi meiosis kedua dan ekstrusi tubuh kutub
kedua ke ruang perivitelline.
2. Pemulihan jumlah kromosom diploid
Pronukleus jantan dan betina (keduanya haploid) bergabung satu
sama lain untuk mengembalikan angka diploid yang normal kromosom.
3. Penentuan jenis kelamin kromosom yang baru individu
Oosit hanya dari satu jenis, yaitu, mereka hanya mengandung
kromosom 'X' sedangkan sperma terdiri dari dua jenis: (a) ‘sperma
pembawa Y (androsperma) dan (b) ‘sperma yang mengandung X
(gynosperma). Jika oosit (X) dibuahi oleh ‘Y’ bantalan sperma hasilnya
adalah bayi laki-laki dan jika oocyte dibuahi oleh sperma 'X-bearing'
hasilnya adalah bayi perempuan. Oleh karena itu, inilah ayah yang
bertanggung jawab untuk penentuan jenis kelamin bayi dan bukan ibu.
4. Inisiasi pembelahan
Setelah pembuahan, zigot menjalani serangkaian divisi mitosis
cepat. Ini disebut pembelahan.
5. Variasi spesies manusia.
Ini terjadi karena berbaurnya kromosom ibu dan ayah melengkapi
dua spesies baru. Jika sel telur dari satu spesies, yaitu., Harimau
dibuahi oleh sperma spesies lain, yaitu, Singa, bayi yang dilahirkan
akan disebut Liger. Demikian pula halnya dengan sel telur keledai
betina dibuahi oleh sperma kuda bayi Lahir akan disebut bagal.

H. Fertilisasi Secara invitro.

Proses di mana oosit sekunder dibuahi dengan spermatozoa kapasitansi di


luar tubuh disebut fertilisasi in vitro (IVF). Dalam prosedur ini. dalam kondisi
labmalory yang tepat, spermatozoa pupuk oosit dan embrio yang dihasilkan
dibiakkan ke tahap pembelahan sebelum dipindahkan ke betina dari spesies
yang sama. Siklus estetika penerima diatur secara hormonal ke tahap yang
sesuai untuk implantasi. Pada sapi, domba, babi dan manusia, IVF telah
berhasil digunakan. Tingkat keberhasilannya. Namun, saat ini rendah.
Aplikasi IVF termasuk peningkatan produksi keturunan dari stok pemuliaan
yang unggul secara genetik dan peningkatan tingkat pemuliaan spesies yang
terancam punah.
I. Sex Ditermination, Sex Ratio dan Parthenogenesis.
1. Sex ditermination.
Setiap sel berinti normal dalam tubuh hewan mengandung jumlah
kromosom yang tetap yang merupakan spesies konstan yang diberi lemak
3. Komplemen kromosom terdiri dari autosom berpasangan dan satu

38
pasang kromosom seks. Pada hewan betina mamalia normal, kromosom
seks. yang secara morfologis identik. diberi penunjukan XX. Kromosom
seks: dari hewan jantan mamalia normal. yang berbeda satu sama lain.
diberi sebutan XY. Dengan demikian, mamalia betina adalah homogami
sedangkan mamalia jantan adalah heterogami.
Pada mamalia. setengah dari spermatozoa mengandung kromosom
X dan separo mengandung kromosom Y. Berbeda dengan spermatozoa.
ovum hanya mengandung kromosom X. Sel telur yang dibuahi oleh
spermatozoon pengangkut X ditakdirkan untuk menjadi hewan betina
(XX). sementara sel telur yang dibuahi oleh spermatozoon Y-bearins
ditakdirkan untuk menjadi hewan jantan (XY).
Penentuan jenis kelamin pada spesies unggas berbeda dari yang ada
pada mamalia karena jantan bersifat homogami dan betina heterogenik.
Spermatozoa Avian hanya mengandung kromosom Z, sedangkan pada
sperma mengandung kromosom Z atau W,Penunjukan XY pada mamalia
dan penetapan ZW pada burung adalah konvensional untuk memfasilitasi
perbedaan genetik. Penunjukan ZZ / ZW juga digunakan pada ikan. amfibi
dan reptil.
Proses penentuan kromosom seks disebut sebagai penentuan jenis
kelamin genotip karena jenis kelamin individu ditentukan oleh gen pada
kromosom seks. Meskipun. di sebagian besar reptil. jenis kelamin
seseorang ditentukan oleh kromosom seks. jenis kelamin kebanyakan
kura-kura dan semua buaya ditentukan oleh suhu inkubasi sel telur yang
dibuahi. Kura-kura telur hanya menghasilkan keturunan jantan pada suhu
inkubasi dari 16 ° C hingga 28 ° C. Pada suhu 32 ° C. hanya olTSpri ng
wanita yang diproduksi. Reptil yang tidak memiliki kromosom seks
heteromorfik tergantung pada suhu inkubasi untuk penentuan jenis kelamin
keturunannya. Suhu inkubasi tidak berpengaruh pada rasio jenis kelamin
reptil yang memiliki kromosom seks hcteromorphie.
2. Sex ratio (Rasio jenis kelamin)
Rasio jenis kelamin primer adalah proposisi zigot jantan dan betina
yang menghasilkan fertilisasi pada mamalia. Proporsi hewan jantan dan
betina hewan saat lahir direfleksikan sebagai perbandingan jenis kelamin
sekunder.
kromatid berdampingan. Ketika kedua lengan kira-kira sama
panjangnya, kromosom disebut metasentrik. Ketika satu lengan hanya satu
setengah hingga sepertiga selama yang lain, kromosom disebut
submetasentrik, jika sentromer dekat dengan atau pada akhir kromosom,
kromosom seperti itu disebut sebagai akrosentris.
Komplemen kromosom sel, perorangan atau spesies ini dikenal
sebagai kariotipe. Biasanya, kariotipe konstan untuk sel somatik individu
di dalamnya sebuah spesies. Karyotyping. dimana kromosom di metafase

39
dapat ditarik atau difoto dan diatur berpasangan secara homolog secara
sistematis. Dibawah diambil untuk menentukan jumlah dan morfologi
kromosom dalam sel somatik.
Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi kelainan seperti
adanya tambahan kromosom (trisomi). kromosom yang hilang
(monosomi). relokasi segmen kromosom (translokasi) dan (hilangnya
segmen (penghapusan). Perubahan nomor kromosom dapat dikaitkan baik
dengan autosom atau kromosom seks. Di manusia autosome tambahan
menimbulkan kondisi seperti Down Syndrome (47) kromosom sementara
perubahan dalam jumlah kromosom seks dapat menyebabkan ke
Klinefelter Syndrome (XXY) atau Turner Syndrome (XO). 10

Gambar 9.1 Basis kromosom penentuan jenis kelamin pada mamalia, (McGeady. 2006).

Gambar 9.2 Basis kromosom penentuan jenis kelamin pada spesies burung,
McGeady. 2006).
3. Partenogenesis
Partenogenesis adalah perkembangan embrio dari sel telur yang
telah diaktifkan dengan cara lain selain spermatozuon. Proses ini terjadi
secara alami pada serangga dan hewan tingkat rendah. Secara
eksperimental. partenogenesis dapat diinduksi pada amfibi. burung dan
mamalia dengan teknik berbeda. Mencetak. yang menghasilkan represi
gen seleclive. mengikuti pola dill'erenl pada gamet jantan dan betina.
Sebagai konsekuensi dari ekspresi gen diferensial ini. fusi gamet homolog
tidak menghasilkan keturunan yang layak. Namun. interupsi
eksperimental dari proses normal pencetakan telah berhasil menghasilkan
keturunan yang layak pada tikus .
Dari perpaduan dua gamet wanita. Temuan ini menunjukkan bahwa
adalah mungkin untuk mengatasi penghalang terhadap parthenogenesis
dengan menghindari proses normal yang tidak penting. Parthenogenesis

10
Ibid.., 36-37

40
alam terjadi jarang di kalkun: dan jarang di ayam. Dalam kasus, embrio
merosot awal perkembangan. Namun. Keberadaan yang layak telah
menetas di Turki: dan ayam sebagai penerimaan di kalkun dan ayam
sebagai hasil pekontinen. Kekayaan dan tiruan yang diproduksi oleh
parthenogenesis selalu menjadi pria. dipromosikan .

J. Cromosomes Hewan Domestic.

Selama metafase ketika kromatid memadat jumlah mereka ukuran dan


morfologi dapat diamati oleh mikroskop cahaya. Pada saat ini, kromosom dari
spesies yang berbeda memiliki karakteristik yang dapat dikenali. Dua set
kromosom. hadir dalam sel somatik, merupakan nomor diploid atau 2n.
Klasifikasi kromosom seseorang didasarkan pada panjang lengan mereka dan
posisi sentromer. yang diamati sebagai penyempitan. Di metafase. masing-
masing lengan terdiri dari dua kromatid berdampingan.

Tabel 10. 1 Rasio jenis kelamin primer dan sekunder per toilet
individu pada manusia dan hewan peliharaan, McGeady. 2006).

4. Ketika kedua lengan kira-kira sama panjang, kromosom disebut


metacentrie. Ketika satu lengan hanya satu setengah hingga sepertiga
selama yang lain, kromosom disebut sub metasentrik. Jika sentromer dekat
atau pada akhir kromosom, kromosom seperti itu disebut sebagai
akrosentris. Partenogenesis
Partenogenesis adalah perkembangan embrio dari sel telur yang telah
diaktifkan dengan cara lain selain spermatozuon.Komplemen kromosom sel
perorangan atau spesies ini dikenal sebagai kariotipe. Biasanya, kariotipe
konstan untuk sel somatik individu di dalamnya sebuah spesies, Karyotyping
Dimana kromosom di metafase dapat ditarik atau difoto dan diatur dalam

41
pasangan homolog secara sistematis, berada di bawah diambil untuk
menentukan jumlah dan morfologi kromosom dalam sel somatik. Teknik ini
digunakan untuk mengidentifikasi kelainan seperti adanya tambahan
kromosom (trisomi). kromosom yang hilang (monosomy), relokasi segmen
kromosom (tiranslokasi) dan hilangnya segmen (penghapusan).
Perubahan nomor kromosom dapat dikaitkan baik dengan autosom atau
kromosom seks. Di manusia autosom tambahan menimbulkan kondisi seperti
Down Syndrome (47 kromosom), sementara perubahan dalam jumlah
kromosom seks dapat menyebabkan ke Klinefelter Syndrome (XXY) atau
Turner Syndrome (XO).

K. Pembelahan dalam chordata primitif, amfibi, spesies burung dan mamalia.

1. Chordote primitif
Belahan dada di Amphioxus Ianceolatum sebuah paduan suara primitif
tanggal. bersifat holoblastik dan blastomer yang dihasilkan adalah dari ukuran
hampir sama. Saat pembelahan berlangsung. Depresi permukaan antara sel
pembagi disebut pembelahan alur. Spindle pembelahan pertama terbentuk di
dekat pusat sel telur. Pembelahan kedua juga menghasilkan sel dengan ukuran
yang sama. tetapi setelah divisi ketiga empat sel di kutub hewan sedikit lebih
kecil dari yang ada di tiang tumbuhan. Saat divisi melanjutkan dan morula
terbentuk. Perbedaan ukuran sel menjadi lebih banyak diucapkan, dengan sel-
sel di kutub hewan lebih kecil dari yang ada di tiang tumbuhan. Pada akhir
belahan dada, itu mengembangkan embrio Amphioxus disebut sebagai bIastula.
Struktur ini terdiri dari satu lapisan sel yang mengelilingi rongga sentral,
blastocoele.
2. Amfibi
Karena sel telur amfibi adalah mesolecithal, holo pembelahan kejam
dan tidak setara. Dua divisi pembelahan pertama menghasilkan empat
blastomer berukuran sama tetapi yang ketiga divisi memisahkan blastomer
kutub hewan. Yang mengandung sejumlah kecil kuning telur, dari kutub
tumbuhan blastomer. yang mengandung jumlah besar kuning telur. Demikian.
blastomer di tiang hewan membelah lebih cepat daripada yang ada di kutub
tumbuhan. Blastula yang dihasilkan terdiri dari lapisan sel-sel kecil di kutub
hewan yang memainkan peran utama dalam pembentukan embrio. Sel-sel
besar di kutub tumbuhan bertindak terutama sebagai sumber nutrisi untuk
embrio yang sedang berkembang.

42
Gambar 11.1 Tahapan pembelahan, dari tahap dua seI ke tahap blastula awal di
Amphioxus, A. dan amfibi, B, McGeady. 2006).

43
3. Avian spaces
Istilah telur seperti yang biasa digunakan untuk menggambarkan sel telur
unggas domestik secara ilmiah tidak akurat seperti pada embriologi 'kuning
telur' adalah sel telur yang sebenarnya. Ovum burung, dengan konten
kuningnya yang tinggi, adalah contoh khas dari sel telur megalecithal.
Memiliki struktur berdiameter 3 mm blastodis. Dari mana embrio cewek
berkembang menempati posisi di kutub hewan dalam kontak langsung
dengan massa kuning telur. Saat sel telur yang dibuahi turun saluran wanita,
ia memperoleh albumen dan sell membran terbentuk dalam perjalanan.
Kuning telur, bersama dengan ovalbumen, menyediakan suplai makanan
inert untuk embrio yang sedang berkembang. Selama perjalanan tuba, yang
mungkin memakan waktu 24 hingga 26 jam, pembelahan dapat diselesaikan
dan terjadi gastrulasi.
Tahap pengembangan yang berhasil mungkin sudah mulai, karena sel
telur burung adalah megalecithal. Pembelahan terbatas pada blastodisc dan
dengan demikian meroblastik dan diskoid. Seperti semua pemebelahan
Pesawat awalnya vertikal, bentuk blastomer dalam satu plane. Pembelahan
awal alur tidak melampaui batas blastodisc. Para blastomer bagian tengah
disk ada kontak dengan kuning telur di tepi bawah dan blastomer di margin
adalah terus menerus dengan sitoplasma yang tidak terbagi.

44
Gambar 11.2 tahap pembelahan dalam zigot burung dari divisi pembelahan pertama hingga
pembentukan blastoderm. BIasotod dilihat dari atas (kiri), dan pada penampang (kanan),
McGeady. 2006).
Saat pembelahan berlangsung, sel-sel di pusat blastodisc kehilangan
kontak dengan sitoplasma yang tidak terbagi. Blastomer di tengah disk

45
berangsur-angsur menjadi dipisahkan dari kuning telur yang mendasari yang
mencai dan menjadi jelas. Wilayah kuning telur disebut rongga subgerminal.
Blastodisc. yang sekarang disebut sebagai blastoderm. terdiri dari dua daerah,
daerah pusat disebut sebagai daerah pellucida dan daerah pinggiran yang
dikenal sebagai daerah opaca.Daerah pellucida, yang terdiri dari lapisan sel
tipis, adalah tembus dan menutupi rongga subgerminal. Area opaca, yang
terdiri dari lapisan sel besar, menutupi kuning telur yang tidak berubah.
Embrio berkembang dalam area pellucida. sedangkan sel-sel area opaca
mencerna kuning telur yang menyuburkan embrio. Area pellucida terbagi
menjadi lapisan atas sel, epiblas, dan lapisan sel yang lebih rendah, hipoblas.
Ruang intervensi disebut sebagai blastocoele. Tahap perkembangan ini
menandai akhir dari pembelahan dan dimulainya gastrulasi.
4. Mamalia
Secara umum mamalia berevolusi dari leluhur jauh dengan reptil
awal. Oleh karena itu, pada tahap awal perkembangan evolusi, ovum spesies
mamalia mungkin sangat besar. menyerupai reptil dan burung. Selama
perkembangan filogenetik mereka, mamalia menjadi vivipar. Embrio
menerima persediaan yang memadai nutrisi dari ibu dalam kandungan
melalui struktur yang disebut plasenta. Karena kuning telur tidak lagi
diperlukan untuk makanan, jumlah hadir dalam ovum mamalia secara
bertahap menurun dan, sebagai akibatnya, sel telur ini menjadi lebih kecil.
Buktinya perkembangan evolusi dapat diamati dalam ketiganya subdivisi
Mammalia, yaitu Prototheria, Metatheria dan Eutheria. Prototheria telur yang
diletakkan mengandung sejumlah besar kuning telur, sumber utama nutrisi
untuk embrio berkembang. Meskipun ova hewan metatherian mengandung
jumlah sedang kuning telur, embrio yang sedang berkembang mendapatkan
makanannya dalam rahim melalui plasenta choriovitellinc primitif.
Pada hewan-hewan ini, kuning telur, yang tidak dimanfaatkan oleh
mengembangkan embrio, dikeluarkan. Ova dari eutherian hewan memiliki
kuning telur minimal dan embrio yang sedang berkembang dipelihara dalam
rahim melalui kompleks fisiolokal plasenta yang bertahan selama kehamilan.
Terkait dengan evolusi mamalia yang lebih tinggi dan berkurangnya
isi kuning telur di ovum mereka, meroblastik pembelahan digantikan oleh
pembelahan holoblastik, dalam hal ini kelompok hewan. pembelahan, yang
terjadi di dalam zona pellucida, adalah total, dengan divisi pembelahan
memakan waktu hingga 24 jam. Divisi berikutnya terjadi pada interval sekitar
12 jam hingga hari ketiga pembelahan. Dibandingkan dengan pembelahan in
vivo, tingkat pembelahan in vitro tertunda, dengan tahap pembelahan pertama
diamati sekitar 48 jam setelah pembuahan, Pembelahan sinkron blastomer
adalah hilang pada tahap awal. Dari tahap dua-blastomere tingkat pembelahan
mungkin berbeda. Akibatnya, tiga tahap blastomere dapat ditemukan dan
selanjutnya tahapan dengan lima, enam atau tujuh blastomer dapat diamati.

46
Divisi pembelahan awal berada di bawah kontrol mRNA berasal dari
gamet ibu. Dari tahap empat sel ke tahap delapan sel pada manusia dan babi
dan dari tahap 16 sel pada sapi dan domba, Itu genom embrionik mengontrol
perkembangan selanjutnya.

Gambar 10. 3Tahapan pembelahan dalam zigot mamalia dari tahap dua sel ke pembentukan
blastokista, A ke D. Bagian melalui blastokista di E menunjukkan massa sel dalam dan rongga
blastokista, McGeady. 2006).

47
L. Sistem cell.

Sel dalam embrio yang memiliki kemampuan melekat yang berbeda


dengan semua jenis sel yang diperlukan untuk pembentukan jaringan. organ
dan sistem disebut sebagai sel induk embrionik. Sebaliknya, sel-sel induk
jaringan atau organ hewan dewasa umumnya dianggap lebih terbatas garis
keturunannya dalam kemampuannya membedakan dari sel induk
embrionik. Diversifikasi tipe sel biasanya lengkap pada atau segera setelah
lahir.
Embriogen ditandai oleh pembatasan bertahap dalam potensi
perkembangan sel yang merupakan embrio. Dari zygote divisi berturut -
turut dari blastomer menghasilkan sel dengan kemampuan totipotensial.
Namun, ketika blastomer terus membelah, mereka kehilangan potensi untuk
berdiferensiasi menjadi semua garis keturunan sel dari embrio. Dengan
pembentukan blastokista. Pembatasan garis keturunan menjadi jelas. Sel
yang terletak di permukaan blastokista membentuk trofoblas,komponen
embrionik dari plasenta berasal. Sel terletak di dalam embrio yang sedang
berkembang. Massa sel bagian dalam memunculkan semua sel garis
keturunan embrio itu sendiri tetapi mereka tidak memiliki kemampuan
untuk berkontribusi pada pembentukan trofoblas. Ekspresi faktor transkripsi
Oct-4 diperlukan untuk pemeliharaan pluripotency, Pada tingkat tinggi. 4
Oktober mempromosikan kemajemukan konsentrasi yang lebih rendah
dapat mempromosikan diferensiasi garis keturunan, seperti pembentukan
trofoblas. Banyak jaringan di dalam tubuh hewan dewasa yang memiliki
kemampuan melekat dari pembaruan diri. Sel epidermis luruh dari
permukaan tubuh diganti pada interval 3 4 minggu. Demikian juga sel darah
merah dan darah putih sel-sel telah memiliki rentang hidup dalam sirkulasi
dan terus-menerus berganti dengan sel-sel yang berasal sumsum tulang dan
berkembang dalam garis keturunan terbatas pola. Sel induk diperlukan
untuk menggantikan jaringan yang menua atau sel ketika mereka mencapai
akhir rentang hidup normal.

48
Gamabar 10.4 bagian-bagian melalui blastokista mamalia menunjukkan perubahan yang
melibatkan lapisan rauber dan pembentukan cakram embrionik dan endoderm, McGeady. 2006).

49
Meskipun sebelumnya dianggap tidak mungkin bahwa beberapa
jaringan khusus seperti jaringan saraf berisi batang sel, pendapat itu
dipertanyakan. Bahwa sebagian besar jaringan tubuh mengandung sel-sel
yang mampu pembaruan diri dan yang memiliki kemampuan untuk
membedakan ke dalam sel-sel khusus sebagai respons terhadap sinyal
stimulasi dari jaringan atau organ yang terkuras. atau sebagai konsekuensi
dari faktor lingkungan yang mengaktifkan respons jaringan.
Sel-sel induk tak terdiferensiasi, hadir dalam embrio di sebuah tahap
awal pengembangan. dapat memunculkan sel punca multipotensial dengan
kemampuan membentuk berbagai macam jaringan dan organ mulai dari otot
dan tulang hingga sel darah dan sel saraf. Ketika diaktifkan ,sel-sel induk
embrionik ini pada akhirnya bertanggung jawab untuk pembentukan semua
jaringan. struktur dan organ hadir dalam embrio. Sel induk, yang bertahan
melewati tahap perkembangan embrionik dan janin. dapat menghasilkan
lebih banyak sel keras atau lebih banyak sel terdiferensiasi di hewan dewasa
sebagai respons terhadap sinyal sel yang tepat atau cedera jaringan. Setelah
stimulasi atau cedera, kerangka serat otot dapat diperbaiki atau mengalami
proliterasi.
Sel-sel yang bertanggung jawab untuk perbaikan adalah satelit diam
myoblasts yang menjadi diaktifkan kembali, berkembang biak dan melebur.
membentuk myotubules berbeda yang berinteraksi dengan dan
memperbaiki serat otot. Pada hewan dewasa, sel induk sebagai sel-sel yang
lambat siklus yang mampu merespon sinyal-sinyal microenviromental
spesifik dan menghasilkan sel-sel induk baru atau berdiferensiasi menjadi
suatu sel tertentu,garis keturunan sel,Sebelum diferensiasi, sel-sel induk
dalam matang hewan mengalami keadaan sementara dari proliferasi cepat
diikuti oleh diferensiasi sepanjang jalur yang ditentukan.
Epidermis sel folikel rambut, dan sel usus kecil dan sistem
hematopoietik contoh sel atau jaringan pada hewan dewasa dengan
kemampuan untuk memunculkan sel-sel baru dengan rentang hidup yang
ditentukan yang dapat membagi dan membedakan secara terminal. Karena
epidermis dan folikel rambut mamalia secara alami terkena iradiasi
ultraviolet, dehidrasi dan kontak fisik dengan permukaan abrasif, sarana
untuk diperlukan penggantian sel yang mengelupas. Lapisan basal dari
epidermis adalah lapisan sel tunggal yang sebelumnya menarik diri dari
siklus sel. Setelah aktivasi sel-sel khusus ini dapat membagi dan
berdiferensiasi secara terminal dan bergerak menuju permukaan epidermis,
mengganti sel permukaan yang telah terkelupas.
Prekursor sel batang hematopoietik adalah meso sel yang berasal
dari kulit yang bermigrasi ke suatu lingkungan mendukung haematopoiesis
di aorta gonad, wilayah mesonephros dari embrio. Sel darah pertama,
disebut eritrosit berinti embrionik, diproduksi di kantung kuning telur dan

50
mengungkapkan faktor transkripsi khusus yang menentukan peran
hematopoietik mereka. Di murine model, faktor pertumbuhan endotel
pembuluh darah atau jalur transduksi sinyal tirosin kinase-Flkl adalah
penting untuk mengatur migrasi sel darah embrionik dan sel nenek moyang
endotel untuk aorta — wilayah gonad mesonephros.
Kemudian migrasi sel punca hematopoietik ke hati janin
bergantung pada Iβ integrin dan molekul terkait. Molekul pada permukaan
sel batang hematopoietik, memiliki faktor lingkungan yang
mempromosikan ekspresi Sion dari faktor intrinsik baru.
Sementara di lingkungan dari hati janin. sel batang hematopoietik
berdiferensiasi dan menimbulkan sel-sel nenek moyang yang terbatas pada
myeloid dan garis keturunan limfoid. Terlambat dalam periode janin. sel
punca hematopoetik bermigrasi ke sumsum tulang, yaitu situs pembentukan
sel darah untuk kehidupan hewan pasca-kelahiran.
Selama embriogenesis, sel-sel progenitor saraf berkembang di
puncak saraf. Sel-sel ini terlepas dari dorso margin lateral tabung saraf dan
bermigrasi ke situs tertentu di seluruh embrio berkembang di mana mereka
berdiferensiasi menjadi neuron dan sel glial dari sistem saraf perifer. Mereka
juga menimbulkan melanosit,sel otot polos, tulang wajah, dan tulang rawan.
Sel-sel atau struktur yang dibentuk oleh sel krista neural ditentukan sebagian
oleh jalur migrasi yang diambil oleh sel-sel ini dan juga oleh faktor yang
disekresikan secara lokal oleh sel di dalamnya sekitar ketika mereka tiba di
situs yang ditentukan. Data eksperimental terbaru menunjukkan
multipotensial itu sel-sel di otak tikus dewasa mungkin salah tergantung sel
mal atau astrosit, dan dalam kultur sel-sel multipotensial ini memunculkan
baik neuron maupun sel glial. Di epitel penciuman, sel basal dapat
berdiferensiasi menjadi neuron penciuman untuk menggantikan sel-sel
khusus ini yang memiliki rentang hidup sekitar 30 hari.
Ciri sel punca yang membedakannya terlepas dari sel-sel lain adalah
kemampuan mereka untuk menjalani selfrenewal sambil tetap
mempertahankan multipotensi mereka. Mempertahankan karakteristik unik
sel punca Setidaknya ada tiga persyaratan yang berbeda menghambat
diferensiasi. kapasitas proliferasi berkelanjutan dan retensi multipotensi.
Meskipun sebelumnya dianggap demikian sifat sel punca dalam jaringan
atau sistem tetap dan tidak berubah, bukti eksperimental menunjukkan
bahwa sel-sel induk dari situs-situs seperti tulang sumsum.
Karena sangat mungkin batang itu sel-sel memiliki kemampuan
untuk menanggapi beberapa sinyal instruktif in vivo, turunannya dapat
ditentukan sebagian oleh lingkungan mikro di mana sel-sel multipoten ini
biasanya terletak atau situs di mana mereka secara eksperimen
ditransplantasikan. Dalam pembelahan diri sel induk, pembelahan sel
simetris memberi naik menjadi dua sel induk. Pembelahan sel asimetris

51
menghasilkan satu sel induk dan salah satu dibedakan sel anak atau sel induk
dengan kapasitas terbatas untuk diferensiasi. Pembaruan diri dengan
pembelahan sel asimetris dapat terjadi pada sel batang di embrio atau janin
terlambat dalam perkembangan dan juga pada hewan post-natally berarti
homeostasis dari tubuh yang didirikan terencana.11

11
Ibid..,38-46

52
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan.

Kemampuan organisme untuk melakukan reproduksi adalah karakteristik


yang paling membedakan makhluk hidup dari benda mati. Spermatogenesis
adalah proses pembentukan sperma (gamet jantan) yang terjadi dalam testis,
tepatnya pada Tubulus seminiferus. Testis mamalia tersusun atas ratusan Tubulus
seminiferus yang merupakan bagian terpenting dalam proses pembentukan
sperma, yang belum terdiferensiasi.
Oogenesis adalah proses pembentukan sel telur (ovum) pada wanita, yang
terjadi di dalam ovarium (indung telur). Ovarium yang ada di embrio memiliki
sekitar 600 ribu sel oogonium atau sel induk telur. Oogonesis, yang muncul dari
sel benih primordial di endoderm, menjalani pembelahan mitosis berulang di
ovarium janin.
Proses dimana spermatozoon dan ovum berfusi untuk membentuk zigot
bersel tunggal disebut fertilisasi. Hambatan polispermi ( Barrier
polyspermy),masuknya lebih dari satu spermatozun ke dalam sel telur mamalia,
polispermia, selalu mengarah pada kematian zigot..
Sex ditermination, setiap sel berinti normal dalam tubuh hewan
mengandung jumlah kromosom yang tetap yang merupakan spesies konstan
yang diberi lemak 3. Sex ratio (Rasio jenis kelamin). Rasio jenis kelamin
primer adalah proposisi zigot jantan dan betina yang menghasilkan fertilisasi
pada mamalia. Selama metafase ketika kromatid memadat jumlah mereka
ukuran dan morfologi dapat diamati oleh mikroskop cahaya.
Chordote primitif,belahan dada di Amphioxus Ianceolatum sebuah paduan
suara primitif tanggal. Amfibi,karena sel telur amfibi adalah mesolecithal, holo
pembelahan kejam dan tidak setara. Avian spaces adalah telur seperti yang
biasa digunakan untuk menggambarkan sel telur unggas domestik secara
ilmiah tidak akurat seperti pada embriologi 'kuning telur' adalah sel telur yang
sebenarnya. Mamalia secara umum mamalia berevolusi dari leluhur jauh
dengan reptil awal. Sistem cell dalam embrio yang memiliki kemampuan
melekat yang berbeda dengan semua jenis sel yang diperlukan untuk
pembentukan jaringan.

B. Saran.

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kepada Alloh SWT, penulis dapat


menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini semoga berguna bagi
pembaca, khususnya bagi penulis. Namun manusia tidaklah ada yang sempurna
pasti terdapat kesalahan dalam penulisan ini. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat diperlukan untuk memperbaiki makalah ini.

53
DAFTAR PUSTAKA

Campbell ,Neil A dan Jane B. Reece.2017. Campbell Biology Jilid 11. 330 Hudson
Street, New York.

Isnaeni ,Wiwin. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius

Shearwood,Laurale. 2012. Fundamentals of human physiology.


Canada :Department of physiology and pharmacology school of medicine west
virgini university

Singh, visram. 2012. Textbook of Clinical Embryology. Elsevier: Ajanta Offset,


New Delhi..

T. A. McGeady, P. J Quinn E. Z FitzPatrick dan M. T Ryan. 2006. Veterinary


Embryology. Blackwell Publishing. Oxford.

54

Anda mungkin juga menyukai