Pemintal Benang
Pemintal Benang
net/publication/327858273
CITATIONS READS
14 155
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Valentinus Galih Vidia Putra on 25 September 2018.
[PENERAPAN KALKULUS
TENSOR PADA KASUS
PEMINTALAN BENANG]
Pada buku ini dibahas penerapan kalkulus tensor pada kasus pemintalan
benang terutama benang yang diproduksi menggunakan mesin rotor OE. Hasil
analisa dan pemodelan kemudian disimulasikan
i menggunakan komputasi
dengan piranti software MATLAB
PENERAPAN
KALKULUS TENSOR
PADA KASUS
PEMINTALAN
BENANG
Penulis:
Dr. Valentinus Galih Vidia Putra, S.Si., M.Sc.
Editor:
Budi Soewondo, M.Sc.
ii
PENERAPAN KALKULUS TENSOR PADA KASUS PEMINTALAN
BENANG
Penulis :
Dr. Valentinus Galih V.P.M.Sc
ISBN :978-602-72713-7-1
Editor :
Budi Soewondo, M.Sc.
Penyunting :
Andi Risnawan, S.T
Penerbit :
CV. Mulia Jaya Publisher
Redaksi :
Jalan Anggajaya II No. 291-A,
Condong Catur
Kabupaten Sleman, Yogyakarta
Telp: 0812-4994-0973
Email:
cv.muliajaya291@yahoo.com
iii
KATA PENGANTAR
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 𝑖v
Daftar Isi 𝑣
Bab.1 BENANG OE PADA MESIN ROTOR Hal.1
Bab.2 VEKTOR DAN TENSOR Hal.8
Bab.3 PERGERAKAN BENANG PADA
ROTOR Hal. 36
Bab.4 SIMULASI KOMPUTASI DENGAN
MATLAB Hal. 52
Lampiran-1 Hal. 56
Lampiran-2 Hal. 72
Biografi Hal. 82
v
BAB I BENANG OE PADA MESIN ROTOR
Abstrak
Pada bab ini dibahas latar belakang penelitian dan hal-hal
mengenai benang OE dengan mesin rotor serta ringkasan kajian
beberapa peneliti mengenai pemodelan benang serta kajian
eksperimen. Pada bab ini diulas tujuan pemodelan pergerakan
benang serta hasil yang didapatkan berkaitan dengan
pengaplikasian konsep kalkulus tensor dan vektor.
Referensi
Hearle, J.W.S. dan Gupta, B.S.., 1965, Migration of Fibres in Yarns Part
III: A Study of Migration of Staple Rayon Yarn, Textile
Research Journal, No.9, Vol. 35 Hal 788-795.
Putra V.G.V dan Iskandar, 2014, Studi Pengaruh Bentuk S-Twisted Dan
Z-Twisted Terhadap Besar Twist Pada Mesin Pintal, TEXERE (
Journal of Textile Science and Technology), No.1,Vol. 12., Hal
60-65.
Putra V.G.V, 2014, Pemodelan Untuk Menentukan Hubungan Actual
Twist Tipe-Z Terhadap Kecepatan Sudut Pada Mesin Spinning
(Rotor Dan Ring Spinning), TEXERE ( Journal of Textile Science
and Technology), No.2, Vol. 12. Hal 20-26.
F ( x th) F ( x )
dF ( x )( h ) : L( h ) lim
t 0 t
L(h) adalah derivatif arahF pada x di arah h, dengan h adalah
vektor basis. Suatu fungsi F di atas dikatakan kontinu dan
diferensiabel jika terdapat pemetaan 𝐶 1 . Jika (𝑒1 , … 𝑒𝑛 ) adalah
vektor-vektor basis di ℝ𝑛 , maka dapat didefinisikan bahwa
Turunan pada sebuah medan tensor yang terdiri dari dua buah
medan vektor terhadap suatu vektor singgung dapat dijabarkan
sebagai berikut
∇𝑥 𝑖 𝜕 𝑖 𝑦 𝑗 𝜕𝑗 𝑧 𝑘 𝜕𝑘 = 𝑥 𝑖 ∇𝜕 𝑖 𝑦 𝑗 𝜕𝑗 𝑧 𝑘 𝜕𝑘
= 𝑥 𝑖 ∇𝜕 𝑖 𝑦 𝑗 𝜕𝑗 𝑧 𝑘 𝜕𝑘 + 𝑦 𝑗 𝜕𝑗 ∇𝜕 𝑖 𝑧 𝑘 𝜕𝑘
𝛻𝑥 𝑖 𝜕 𝑖 𝑦 𝑗 𝜕𝑗 𝑧 𝑘 𝜕𝑘
= 𝑥 𝑖 Γ𝑖𝑗𝑐 𝑦 𝑗 + 𝑋 𝑦 𝑐 𝜕𝑐 𝑧 𝑘 𝜕𝑘
+ 𝑦 𝑗 𝜕𝑗 𝑥 𝑖 Γ𝑖𝑘𝑚 𝑧 𝑘 + 𝑋 𝑧 𝑚 𝜕𝑚
+ 𝑦 𝑗 𝑋 𝑧𝑚 𝜕𝑗 𝜕𝑚
𝑗
= 𝑋 𝑦 𝑗 𝑧 𝑚 + 𝑦 𝑗 𝑋 𝑧 𝑚 + 𝑥 𝑖 Γ𝑖𝑐 𝑦 𝑐 𝑧 𝑚
+ 𝑦 𝑗 𝑥 𝑖 Γ𝑖𝑘𝑚 𝑧 𝑘 𝜕𝑗 𝜕𝑚
𝑗
∇𝑥 𝑖 𝜕 𝑖 𝑦 𝑗 𝜕𝑗 𝑧 𝑘 𝜕𝑘 = ∇i 𝑇𝑗𝑚 + 𝑥 𝑖 Γ𝑖𝑐 𝑇 𝑐𝑚 + 𝑥 𝑖 Γ𝑖𝑘𝑚 𝑇𝑗𝑘 𝜕𝑗 𝜕𝑚
𝑗
= 𝑇,𝑖 𝑗𝑚 + Γ𝑖𝑎 𝑇 𝑎𝑚 + Γ𝑖𝑎𝑚 𝑇𝑗𝑎 𝜕𝑗 𝜕𝑚
Pada kerangka lokal dapat dituliskan sebagai berikut
𝑗
d𝑖 𝑇𝑗𝑚 = ∇𝑖 𝑇𝑗𝑚 + Γ𝑖𝑎 𝑇 𝑎𝑚 + Γ𝑖𝑎𝑚 𝑇𝑗𝑎
d𝑖 𝐴𝑗𝑚 = d𝑖 𝐴𝑗 𝐴𝑚 + 𝐴𝑗 d𝑖 𝐴𝑚 + d𝑖 𝐴𝑗 𝐴𝑚
𝑗 𝑗
d𝑖 𝐴𝑗𝑚 = ∇𝑖 𝐴𝑗𝑚 + 𝐴𝑗 Γ𝑖𝑎𝑚 𝐴𝑎 + Γ𝑖𝑎 𝐴𝑎 𝐴𝑚 = ∇𝑖 𝑇𝑗𝑚 + Γ𝑖𝑎 𝑇 𝑎𝑚 + Γ𝑖𝑎𝑚 𝑇𝑗𝑎
𝑑𝐴1 = 𝛽2 × 𝛽3 ∙ 𝛽2 × 𝛽3 𝑑𝑥 2 𝑑𝑥 3
+ 𝛽2 × 𝛽3 ∙ 𝛽3 𝛽 3
Margenau (1956) dan Moore (1934) menyatakan bahwa
𝛽2 × 𝛽3 𝛽2 × 𝛽3
𝛽1 = =
𝛽2 𝛽3 𝛽1 𝑣
𝛽3 × 𝛽1 𝛽3 × 𝛽1
𝛽2 = =
𝛽2 𝛽3 𝛽1 𝑣
𝛽1 × 𝛽2 𝛽1 × 𝛽2
𝛽3 = =
𝛽2 𝛽3 𝛽1 𝑣
Sehingga
𝑑𝑉 = 𝑑𝑥1 𝑑𝑥 2 𝑑𝑥 3 𝛽1
𝛽2 × 𝛽3 𝛽3 × 𝛽1
∙ 𝛽2 × 𝛽3 ∙ 𝛽1 + 𝛽2 × 𝛽3 ∙ 𝛽2
𝑣 𝑣
𝛽1 × 𝛽2
+ 𝛽2 × 𝛽3 ∙ 𝛽3
𝑣
𝛽1
𝑑𝑉 = 𝑑𝑥1 𝑑𝑥 2 𝑑𝑥 3 ∙ 𝛽2 × 𝛽3 ∙ 𝛽1 𝛽2 × 𝛽3 + 𝛽1
𝑣
∙ 𝛽2 × 𝛽3 ∙ 𝛽2 𝛽3 × 𝛽1 + 𝛽1
∙ 𝛽2 × 𝛽3 ∙ 𝛽3 𝛽1 × 𝛽2
+ 𝛽2 × 𝛽3 ∙ 𝛽3 × 𝛽1 𝛽2
+ 𝛽2 × 𝛽3 ∙ 𝛽1 × 𝛽2 𝛽3
Dengan mengingat bahwa
𝑨 × 𝑩 ∙ 𝑪 × 𝑫 = 𝑨. 𝑪 𝑩. 𝑫 − 𝑨. 𝑫 𝑩. 𝑪
Maka dengan mengingat bahwa 𝛽𝑖 ∙ 𝛽𝑗 = 𝑔𝑖𝑗 , sehingga
𝛽1
𝑑𝑉 = 𝑑𝑥1 𝑑𝑥 2 𝑑𝑥 3
𝑣
∙ 𝑔22 𝑔33 − 𝑔23 𝑔32 𝛽1 + 𝑔23 𝑔31 − 𝑔21 𝑔33 𝛽2
+ 𝑔21 𝑔32 − 𝑔22 𝑔31 𝛽3
1
𝑑𝑉 = 𝑑𝑥 1 𝑑𝑥 2 𝑑𝑥 3 𝑔22 𝑔33 − 𝑔23 𝑔32 𝛽1 ∙ 𝛽1
𝑣
+ 𝑔23 𝑔31 − 𝑔21 𝑔33 𝛽1 ∙ 𝛽2 + 𝑔21 𝑔32 − 𝑔22 𝑔31 𝛽1 ∙ 𝛽3
𝑥 𝜇 𝑥 𝑚 Γmμ
s
𝛽𝑠 + 𝛽𝜇 𝑥 𝜇 = 𝑥 𝜇 𝑥 𝑚 Γμm
s
+ 𝑥 𝑠 𝛽𝑠 = 𝑎 𝑠 𝛽𝑠 = 𝑎
Dengan
s
𝑑𝛽𝜇 𝑑 𝑑𝜉 𝑐
Γμ𝑣 𝛽𝑠 = 𝑣 = 𝑣
𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝜇
s λ λ
𝑑𝑥 λ 𝑑 𝑑𝜉 𝑐
Γμ𝑣 𝛽𝑠 ∙ 𝛽 = Γμ𝑣 = 𝑐 𝑣
𝑑𝜉 𝑑𝑥 𝑑𝑥 𝜇
Maka dapat dijabarkan bahwa saat pada kerangka K
λ
𝜕𝑥 λ 𝜕 2 𝜉 𝑐
Γμv = 𝑐 𝜇 𝑣
𝜕𝜉 𝜕𝑥 𝜕𝑥
Sedangkan pada kerangka K’
𝑗
d𝑖 𝑇𝑗𝑚 = ∇𝑖 𝑇𝑗𝑚 + Γ𝑖𝑎 𝑇 𝑎𝑚 + Γ𝑖𝑎𝑚 𝑇𝑗𝑎
𝛁 ∙ T = d𝑖 𝑇 𝑖𝑚 = ∇𝑖 𝑇 𝑖𝑚 + Γ𝑖𝑎𝑖 𝑇 𝑎𝑚 + Γ𝑖𝑎𝑚 𝑇 𝑖𝑎
1 1 1
= ∇𝑖 𝑇 𝑖𝑚 + Γ𝑖𝑎𝑖 𝑇 𝑎𝑚 + Γ𝑚 𝑇
(𝑖) (𝑚 ) (𝑎) (𝑚 ) (𝑎) (𝑖) 𝑖𝑎 𝑖𝑎
2.15. Curl dari Vektor
𝑋 𝑔 𝑌, 𝑍 = 𝑔 ∇X Y, Z + g Y, ∇X Z
𝑋 Y, Z = ∇X Y, Z + 𝑌, ∇X Z
∇X Y, Z = 𝑋 Y, Z − 𝑌, ∇X Z = 𝑋 Y, Z − 𝑌, 𝑋, 𝑍 + ∇Z X
∇X Y, Z = 𝑋 Y, Z − 𝑌, 𝑋, 𝑍 + ∇Z X … (𝑎)
Lakukan hal yang sama
∇Y Z, X = 𝑌 Z, X − 𝑍, 𝑌, 𝑋 + ∇X Y … (𝑏)
− ∇Z X, Y = −𝑍 X, Y + 𝑋, 𝑍, 𝑌 − ∇Y Z … (𝑐)
Jumlahkan ketiga persamaan di atas, maka
∇X Y, Z + ∇Y Z, X − ∇Z X, Y
= 𝑋 Y, Z − 𝑌, 𝑋, 𝑍 + ∇Z X + 𝑌 Z, X
− 𝑍, 𝑌, 𝑋 + ∇X Y − 𝑍 X, Y + 𝑋, 𝑍, 𝑌 − ∇Y Z
∇X Y, Z + ∇Y Z, X − ∇Z X, Y
= 𝑋 Y, Z − 𝑌, 𝑋, 𝑍 + Y, ∇Z X + 𝑌 Z, X − 𝑍, 𝑌, 𝑋
+ 𝑍, ∇X Y − 𝑍 X, Y + 𝑋, 𝑍, 𝑌 − 𝑋, ∇Y Z
∇X Y, Z + ∇Y Z, X − ∇Z X, Y
= 𝑋 Y, Z − 𝑌, 𝑋, 𝑍 − ∇Z X, Y + 𝑌 Z, X − 𝑍, 𝑌, 𝑋
− ∇X Y, Z − 𝑍 X, Y + 𝑋, 𝑍, 𝑌 + ∇Y Z, X
2 ∇X Y, Z = 𝑋 Y, Z − 𝑌, 𝑋, 𝑍 + 𝑌 Z, X − 𝑍, 𝑌, 𝑋 − 𝑍 X, Y
+ 𝑋, 𝑍, 𝑌
1
∇X Y, Z = 𝑋 Y, Z + 𝑌 Z, X − 𝑍 X, Y − 𝑌, 𝑋, 𝑍 − 𝑍, 𝑌, 𝑋
2
+ 𝑋, 𝑍, 𝑌
1
∇X Y, Z = 𝑋 Y, Z + 𝑌 Z, X − 𝑍 X, Y − 𝑌, − 𝑍, 𝑋 − 𝑍, − 𝑋, 𝑌
2
+ 𝑋, − 𝑌, 𝑍
1
∇X Y, Z = 𝑋 Y, Z + 𝑌 Z, X − 𝑍 X, Y + 𝑌, 𝑍, 𝑋 + 𝑍, 𝑋, 𝑌
2
− 𝑋, 𝑌, 𝑍
Dengan menggunakan persamaan ∇X 𝑌 = X𝑌, serta
𝑋, 𝑌 = ∇X Y − ∇Y X dan 𝑋, 𝑌 = ∇X Y + ∇Y X, maka dapat dibuktikan
s s
1 𝑠𝑐
Γμm = Γmμ = 𝑔 𝑑𝑚 𝑔μc + 𝑑μ 𝑔cm − 𝑑𝑐 𝑔mμ
2
𝑑𝑚 𝑔μc = 𝑑𝑚 𝛽μ . 𝛽c = 𝛽μ . 𝜕𝑚 𝛽c + 𝛽c . 𝜕𝑚 𝛽μ
𝑑μ 𝑔cm = 𝛽c . 𝜕μ 𝛽m + 𝛽m . 𝜕μ 𝛽c
−𝑑𝑐 𝑔mμ = −𝛽m . 𝜕𝑐 𝛽μ − 𝛽μ . 𝜕𝑐 𝛽m
Dengan menjumlahkan persamaan di atas, maka didapatkan
𝑑𝑚 𝑔μc + 𝑑μ 𝑔cm − 𝑑𝑐 𝑔mμ = 𝛽c . 𝜕𝑚 𝛽μ + 𝛽c . 𝜕μ 𝛽m
1
𝑑 𝑔 + 𝑑μ 𝑔cm − 𝑑𝑐 𝑔mμ = 𝛽c . 𝜕𝑚 𝛽μ
2 𝑚 μc
1
𝑑 𝑔 + 𝑑μ 𝑔cm − 𝑑𝑐 𝑔mμ = 𝛽c . Γmd μ 𝛽d
2 𝑚 μc
1 d
𝑑 𝑔 + 𝑑μ 𝑔cm − 𝑑𝑐 𝑔mμ = Γmμ 𝑔cd
2 𝑚 μc
1 𝑠𝑐 d
𝑔 𝑑𝑚 𝑔μc + 𝑑μ 𝑔cm − 𝑑𝑐 𝑔mμ = Γmμ 𝑔cd 𝑔 𝑠𝑐
2
1 𝑠𝑐
𝑔 𝑑𝑚 𝑔μc + 𝑑μ 𝑔cm − 𝑑𝑐 𝑔mμ = Γmμ d
δsd = Γmμs
2
Kesimpulan
Abstrak
Pada bab ini dibahas pemodelan gerakan benang pada
rotor serta besar tenacity take-off yang diijinkan pada
proses pemintalan benang yang dipengaruhi oleh
kecepatan putar rotor pada rotor groove serta pengaruh
diameter rotor. Pada bab ini digunakan piranti matematika
pada bab 2 yaitu kalkulus tensor.
~ dx 1 dx 2 dx dy (2)
1 ~ 1 1 ~ 1 2 i j
dx dx dr dr
~
1 cos .i sin . j (3)
~ dx 1 dx 2 dx dy
2 ~ 2 1 ~ 2 2 i j
dx dx d d (4)
~
2 r sin .i r cos . j (5)
−1 1 𝑟2 0 = 1 0
𝑔𝑘𝑓 = 𝑔𝑘𝑓 =
𝑟2 0 1 0 𝑟 −2 (11)
𝒕(𝒓) 𝑇 𝑟𝑟 𝑇 𝑟𝜃 𝑟 𝑟𝑟 𝑟𝜃 𝑟
Dengan nilai 𝐭 = = 𝑇𝜃𝑟 𝑇𝜃𝜃
𝜽 𝑇 𝜃𝑟 𝑇 𝜃𝜃 𝜃 𝑇 𝑇 𝜃
Dengan perhitungan lebih lanjut didapatkan bahwa
𝜕𝑇 𝑟𝑟 1 𝜕𝑇 𝜃𝑟 1
𝛁∙𝐭= + + 𝑇 𝑟𝑟 − 𝑇 𝜃𝜃
𝜕𝑟 𝑟 𝜕𝜃 𝑟
Nilai koneksi affine
1
Γ1 11 = g11 𝑑 𝑔 + 𝑑1 𝑔11 − 𝑑1 𝑔11 = 0
2 1 11
1
Γ1 12 = Γ1 21 = g11 𝑑1 𝑔21 + 𝑑2 𝑔11 − 𝑑1 𝑔12 = 0
2
1
Γ1 22 = g11 𝑑2 𝑔21 + 𝑑2 𝑔12 − 𝑑1 𝑔22 = −𝑟
2
1
𝛤 2 11 = 𝑔22 𝑑1 𝑔12 + 𝑑1 𝑔21 − 𝑑1 𝑔11 = 0
2
1 1
𝛤 2 12 = 𝛤 2 21 = 𝑔22 𝑑1 𝑔22 + 𝑑2 𝑔21 − 𝑑1 𝑔12 =
2 𝑟
1
𝛤 2 22 = g 22 𝑑2 𝑔22 + 𝑑2 𝑔22 − 𝑑2 𝑔22 = 0
2
𝑑𝑣 𝑑 𝜕𝑟 𝜇
𝑎= = 𝑥
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝜕𝑥 𝜇
𝑥 𝜇 𝑥 𝑚 Γmμ
s
𝛽𝑠 + 𝛽𝜇 𝑥 𝜇 = 𝑥 𝜇 𝑥 𝑚 Γμm
s
+ 𝑥 𝑠 𝛽𝑠 = 𝑎 𝑠 𝛽𝑠 = 𝑎
𝑑2 𝑥 𝑠 𝑠 𝑑𝑥 𝑑𝑥
𝛼 𝛽
+ Γ𝛼𝛽 = 𝑎𝑠
𝑑𝑡 2 𝑑𝑡 𝑑𝑡
Sehingga didapatkan bahwa
𝑑2 𝑥1 1 𝑑𝑥 𝑑𝑥
𝛼 𝛽
+ Γ𝛼𝛽 = 𝑎1
𝑑𝑡 2 𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑2 𝑟
2
− 𝑟𝜃 2 = 𝑎𝑟 (45)
𝑑𝑡
𝑑2 𝑥 2 2 𝑑𝑥 𝑑𝑥
𝛼 𝛽
+ Γ𝛼𝛽 = 𝑎2
𝑑𝑡 2 𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑2 𝜃 2
+ 𝜃𝑟 = 𝑎𝜃 (46)
𝑑𝑡 2 𝑟
Jika digunakan persamaan Cauchy, maka dapat dirumuskan
𝑖𝑗 𝑖 𝑖
𝜎 ,𝑗 + 𝑓 = 𝑚𝑎
Jika ditinjau pada sumbu r, maka bentuk persamaan gerak adalah
𝜎 11 ,1 + 𝑓 1 = 𝑚𝑎1
∇ ∙ 𝜎 + 𝒇 = 𝑚𝒂
𝜕𝜎 𝑟𝑟 1 𝜕𝜎 𝜃𝑟 1
+ + 𝜎 𝑟𝑟 − 𝜎 𝜃𝜃 + 𝑓(𝑟)
𝜕𝑟 𝑟 𝜕𝜃 𝑟
= 𝑚𝑎 𝑟
𝜕𝜎 𝑟𝑟 1 𝜕𝜎 𝜃𝑟 1
+ + 𝜎 𝑟𝑟 − 𝜎 𝜃𝜃 + 𝑓(𝑟)
𝜕𝑟 𝑟 𝜕𝜃 𝑟
𝑑2 𝑟 (47)
=𝑚 2
− 𝑟𝜃 2
𝑑𝑡
𝑖𝑗 𝑖𝑗
1 𝜕𝑢𝑚 𝜕𝑢𝑘
𝜎 = 𝜆𝛿 +
2 𝜕𝑥 𝑚 𝜕𝑥 𝑘
𝜇 𝜕𝑢𝑖 𝜕𝑢 𝑗 𝜕𝑢 𝑗 𝜕𝑢𝑖
+ + + +
2 𝛿𝑗𝑚 𝜕𝑥 𝑚 𝛿𝑖𝑚 𝜕𝑥 𝑚 𝛿𝑖𝑘 𝜕𝑥 𝑘 𝛿𝑗𝑘 𝜕𝑥 𝑘
𝑖𝑗 𝑖𝑗
1 𝜕𝑢𝑚 𝜕𝑢𝑘 𝜇 𝜕𝑢𝑖 𝜕𝑢 𝑗 𝜕𝑢 𝑗 𝜕𝑢𝑖
𝜎 = 𝜆𝛿 𝑚
+ 𝑘 + + + +
2 𝜕𝑥 𝜕𝑥 2 𝜕𝑥𝑗 𝜕𝑥𝑖 𝜕𝑥𝑖 𝜕𝑥𝑗
𝜆 𝑚 𝜇
𝜎 𝑖𝑗 = 𝛿 𝑖𝑗 𝑢 ;𝑚 + 𝑢𝑘 ;𝑘 + 𝑢𝑖,𝑗 + 𝑢 𝑗 ,𝑖 + 𝑢𝑖,𝑗 + 𝑢 𝑗 ,𝑖
2 2
𝜎 𝑖𝑗 = 𝛿 𝑖𝑗 𝜆𝑒 + 2𝜇𝑒 𝑖𝑗 = 𝜆 𝑡𝑟 𝑒 𝑰 + 2𝜇𝑒
1 𝜕𝑢 𝑘 𝜕𝑢
Dengan 𝑒𝑘𝑗 ≈ 2 + 𝜕𝑥 𝑘𝑗
𝜕𝑥 𝑗
𝑗
Jika 𝜎 𝑖𝑗 = 𝐻 𝑖 𝐾𝑗 = 𝑔𝑖𝑝 𝐻𝑝 𝐾𝑗 = 𝑔𝑖𝑝 𝜎𝑝 , maka
𝜎 𝑖𝑗 ,𝑗 + 𝑓 𝑖 = 𝑚𝑎𝑖
𝑗
𝑔𝑖𝑝 𝜎𝑝,𝑗 + 𝑔𝑖𝑝 𝑓𝑝 = 𝑚𝑔𝑖𝑝 𝑎𝑝
𝑗
𝜎𝑝,𝑗 + 𝑓𝑝 = 𝑚𝑎𝑝
Dengan
Kesimpulan
Telah dijelaskan pada bab ini pemodelan gerakan benang pada rotor
serta besar tenacity take-off yang diijinkan pada proses pemintalan
Referensi
Backer, Hearle & Grosberg, 1969, Structural Mechanics of Fibres, Yarns
and Fabrics, Wiley-Interscience, New York.
Hearle, J.W.S. dan Gupta, B.S.., 1965, Migration of Fibres in Yarns Part
III: A Study of Migration of Staple Rayon Yarn, Textile
Research Journal, No.9, Vol. 35 Hal 788-795.
Hilgert dan Karl, 2010, Structure and Geometry of Lie Group, Springer,
New York.
Putra, V.G.V dan Iskandar, 2014, Studi Pengaruh Bentuk S-Twisted Dan
Z-Twisted Terhadap Besar Twist Pada Mesin Pintal, TEXERE (
Journal of Textile Science and Technology), No.1,Vol. 12., Hal
60-65.
>> rho=linspace(33,0);
>> Ro=(33^2-1*rho.^2); %tenacity rotor 1 dalam cN/Tex
>> Ri= (33^2-2*rho.^2); %tenacity rotor 2 dalam cN/Tex
>> R3=3*(33^2-3*rho.^2); %tenacity rotor 3 dalam cN/Tex
>> plot(rho,Ro,'.',rho,Ri,'+',rho,R3)
Referensi
Pada lampiran ini akan dijelaskan ini tentang teori himpunan dan
dijelaskan tentang notasi dasar pada teori himpunan. Umumnya
himpunan dinotasikan dengan huruf besar, seperti 𝑈, 𝑉, sedangkan
anggota- anggota dari himpuanan tersebut dinotasikan dengan huruf
kecil, seperti 𝑢, 𝑣, sehingga dapat dituliskan bahwa 𝑢 ∈ 𝑈 dan 𝑣 ∈ 𝑉,
yang bermakna bahwa 𝑢 adalah anggota dari himpunan 𝑈 dan 𝑣 adalah
anggota dari himpunan 𝑉 , sedangkan 𝑣 ∉ 𝑈 memiliki arti bahwa 𝑣
bukan anggota himpunan dari 𝑈. Lambang " = " merupakan lambang
identity logical, sehingga jika dituliskan bahwa 𝑢 = 𝑣, maka anggota 𝑢
1 2
dan 𝑣 adalah suatu objek yang sama. Contoh 𝑢 = 2 dan 𝑣 = 4, maka
dapat dituliskan bahwa 𝑢 = 𝑣, jika 𝑢 dan 𝑣 adalah objek yang berbeda,
maka dapat dituliskan 𝑢 ≠ 𝑣. Jika 𝑈 adalah sub himpunan dari 𝑉, maka
dapat dituliskan bahwa 𝑈 ⊂ 𝑉, sedangkan untuk notasi 𝑈 ⊆ 𝑉
bermakna bahwa 𝑈 adalah sub himpunan dari V atau 𝑈 sama dengan 𝑉.
Untuk menuliskan bahwa anggota-anggota 𝑢1 , 𝑢2 , 𝑢3 adalah elemen
dari himpunan 𝑈, maka dapat dituliskan 𝑈 = 𝑢1 , 𝑢2 , 𝑢3 , dan jika
ternyata anggota 𝑢𝑖 adalah anggota-anggota dari himpunan bilangan
bulat, maka dapat dituliskan 𝑈 = 𝑢𝑖 𝑢𝑖 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎 𝑏𝑖𝑙. 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑡 .
Himpunan Union “∪ " diartikan sebagai kata “atau”, sebagai
contoh 𝐴 ∪ 𝐵, maka dapat diartikan bahwa 𝐴 ∪ 𝐵 = 𝑥 𝑥 ∈ 𝐴 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ∈
𝐵, yang dibahasakan yaitu 𝑥, dimana 𝑥 adalah anggota himpunan 𝐴 atau
𝑥 anggota himpunan 𝐵. Dapat dijelaskan dengan Gambar-1 sebagai
berikut
Lampiran-1 Hal. 56
Gambar-1 𝑨 ∪ 𝑩 = 𝒙 𝒙 ∈ 𝑨 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒙 ∈ 𝑩
Irisan/ intersection dari himpunan dapat diartikan sebagai “dan”
sebagai contoh 𝐴 ∩ 𝐵, maka dapat diartikan bahwa 𝐴 ∩ 𝐵 =
𝑥 𝑥 ∈ 𝐴 𝑑𝑎𝑛 𝑥 ∈ 𝐵 , yang dibahasakan yaitu 𝑥, dimana 𝑥 adalah
anggota himpunan 𝐴 dan 𝑥 anggota himpunan 𝐵. Dapat dijelaskan
dengan Gambar-2, sedangkan 𝐴 ∩ 𝐴 = ∅ menyatakan bahwa 𝐴 dan 𝐴
adalah disjoint ( tidak selibat). Himpunan kosong ∅ adalahh himpunan
yang tidak memiliki elemen ( Gambar-3).
Gambar-2 𝑨 ∩ 𝑩 = 𝒙 𝒙 ∈ 𝑨 𝒅𝒂𝒏 𝒙 ∈ 𝑩
Dapat diperlihatkan pada Gambar-3 suatu himpunan kosong.
Dinotasikan 𝐴 ∩ ∅ = ∅, sedangkan 𝐴 ∪ ∅ = 𝐴
Lampiran-1 Hal. 57
Perbedaan dari dua buah himpunan dapat dinotasikan sebagai 𝐴 − 𝐵
yang dapat dirumuskan sebagai 𝐴 − 𝐵 = 𝐴⋂𝐵 dan dapat diperlihatkan
pada Gambar-4 di bawah
Lampiran-1 Hal. 59
Jika terdapat tiga buah himpunan, yaitu 𝐴, 𝐵, 𝐶 dan terdapat suatu
operasi himpunan sebagai berikut 𝐴 ∪ (𝐵 ∩ 𝐶) serta (𝐴 ∪ 𝐵) ∩ 𝐶, maka
dapat diperlihatkan pada Gambar-6 hasil operasi himpunan tersebut
Lampiran-1 Hal. 61
Gambar-8Aturan Rantai
Lampiran-1 Hal. 62
Suatu fungsi memiliki sifat injektif dan surjektif, maka dapat
dikatakan sebagai fungsi bijektif atau one-to-one correspondence dan
dapat dimisalkan sebagai fungsi ”keadaan ideal” ( Gambar-11)
Lampiran-1 Hal. 64
𝑉 dan terdapat pemetaan 𝑔: 𝑉 → 𝑈 dengan 𝐹𝑜𝑔 = 𝑖𝑑𝑉 dan
𝑔𝑜𝐹 = 𝑖𝑑𝑈 , seperti pada Gambar-12
Lampiran-1 Hal. 65
Jika suatu fungsi memiliki hubungan kebersesuaian secara bijektif
𝑓: 𝑋 → 𝑌 yang tidak hanya di ruang topologi 𝑋 dan Y, tetapi juga
kumpulan semua himpunan terbuka 𝑋, 𝑌. Sebagai contoh buktikan jika
𝑋 = 𝑥 𝑥 adalah bil. real dan 𝑌 = 𝑦 𝑦 adalah bil. real serta terdapat
suatu fungsi 𝑓: 𝑋 → 𝑌 dengan 𝑓 𝑥 = 3𝑥 + 1, maka akan terdapat
1
invers 𝑔: = 𝑓 −1 : 𝑌 → 𝑋 dengan 𝑔 𝑦 = 3 (𝑦 − 1), sehingga dapat
ditentukan bahwa fungsi 𝑓 tersebut adalah homeomorphism. Pernyataan
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Homeomorphism adalah
suatu fungsi yang memiliki pemetaan dengan syarat kontinu, bijektif
dan inversibel. Suatu fungsi yang bijektif dan memiliki hubungan
kebersesuaian secara bijektif, maka akan bersifat kontinu dan bijektif.
Suatu fungsi yang bijektif akan memiliki sifat inversibel, sehingga jika
dapat dibuktikan bahwa sifatnya bijektif dan terdapat inversibel, maka
fungsi tersebut dapat dikatakan homeomorphism. 𝑓 0 = 1, 𝑓 1 =
4, 𝑓 2 = 7 sedangkan 𝑓 −1 1 = 1, 𝑓 −1 4 = 1, 𝑓 −1 7 = 2 dengan
kata lain dapat dituliskan bahwa 𝑓 −1 = 𝑓 yag merupakan suatu fungsi
kontinu seperti pada Gambar-14 di bawah
Lampiran-1 Hal. 66
sub himpunan terbuka ke 𝐹 𝑥 ⊆ ℝ𝑚 , dengan 𝐹: 𝑈 → ℝ𝑚 .
Pemetaan F disebut sebagai pemetaan yang diferensiabel (licin)
pada 𝑥 ∈ 𝑈 dan ∈ ℝ𝑛 jika terdapat pemetaan linear 𝐿 ∈
𝐻𝑜𝑚 (ℝ𝑛 , ℝ𝑚 ) yang homomorphism (suatu pemetaan yang
menjaga struktur yang dipilih diantara dua buah struktur aljabar)
dari ℝ𝑛 ke ℝ𝑚 (seperti pada Gambar-15 )
F ( x th) F ( x ) L(th)
lim 0
t 0 t
F ( x th) F ( x )
lim lim L( h ) L( h )
t 0 t t 0
F ( x th) F ( x )
dF ( x )( h ) : L( h ) lim
t 0 t
Lampiran-1 Hal. 67
L(h) adalah derivatif arah F pada x di arah h, dengan h adalah
vektor basis. Suatu fungsi F di atas dikatakan kontinu dan
diferensiabel jika terdapat pemetaan 𝐶 1 . Jika (𝑒1 , … 𝑒𝑛 ) adalah
vektor-vektor basis di ℝ𝑛 , maka dapat didefinisikan bahwa
𝜕𝐹 (𝑥)
𝑑𝐹 𝑥 𝑒𝑖 ∶= dan disebut sebagai derivatif parsial 𝐹 ke-i pada
𝜕𝑥 𝑖
x. jika 𝐹 differensiabel pada setiap 𝑥 ∈ 𝑈, maka derivative parsial 𝑭
𝝏𝑭(𝒙)
adalah suatu fungsi : 𝑼 → ℝ𝒎 yang disebut sebagai suatu
𝝏𝒙𝒊
fungsi yang kontinu differensiabel atau pemetaan 𝑪𝟏 untuk semua
derivative parsialnya kontinu. Untuk 𝑘 ≥ 2, maka pemetaannya
disebut pemetaan 𝐶 𝑘 jika pemetaan 𝐹 adalah pemetaan 𝐶 1 dan
semua derivative parsialnya adalah pemetaan 𝐶 𝑘−1 .
Fungsi 𝑭 licin atau pemetaan 𝐶 ∞ adalah suatu fungsi yang dapat
dinotasikan sebagai 𝐶 𝑘 𝑈, ℝ𝑚 . Suatu ruang topologi ℝ𝑛 secara
lokal Euclidean pada dimensi n untuk setiap titik 𝑥 ∈ ℝ𝑛 , jika
𝑈 ⊆ ℝ𝑛 dan 𝑉 ⊆ ℝ𝑚 dan terdapat suatu pemetaan 𝐹: 𝑈 → ℝ𝑚 ,
maka terdapat pemetaan Ck jika 𝐹: 𝑈 → ℝ𝑚 , dan dapat disebut
pemetaan Ck diffeomorphism jika terdapat pemetaan Ck dengan
𝐹: 𝑈 → 𝑉 dan terdapat pemetaan Ck fungsi 𝑔: 𝑉 → 𝑈 dengan
𝐹𝑜𝑔 = 𝑖𝑑𝑉 dan 𝑔𝑜𝐹 = 𝑖𝑑𝑈 , dengan fungsi 𝐹 memiliki sifat bikontinu
(bijektif, kontinu), inversibel untuk fungsi 𝐹 dan turunan fungsi
serta differensiabel, seperti pada Gambar-16a di bawah. Dapat
disimpulkan bahwa jika terdapat suatu diffeomorphism pada suatu
pemetaan, maka domain U dan V disebut Ck diffeomorphic.
Jika pemetaan Ck memiliki k=0, maka pemetaannya bersifat
homeomorphis atau topological isomorphism (karena bikontinu,
inversibel tapi tidak differensiabel). Syarat suatu ruang topologi
dimensi n secara lokal adalah ruang Euclidean yaitu jika domain U
dan V disebut C0 diffeomorphic atau homeomorphic
Lampiran-1 Hal. 68
Gambar-16 a)Pemetaan Diffeomorphism b) Pemetaan halus
Diffeomorphism
Lampiran-1 Hal. 69
Suatu fungsi dikatakan sebagai lokal diffeomorphism (tidak
global diffeomorphism) jika terdapat suatu pemetaan dengan jika
𝑈 ⊆ ℝ𝑛 dan 𝑉 ⊆ ℝ𝑚 serta 𝐹: 𝑈 → 𝑉 dan terdapat pemetaan Ck
dengan 𝐹: 𝑈 → 𝑉 dan terdapat pemetaan Ck fungsi 𝑔: 𝑉 → 𝑈 dengan
𝐹𝑜𝑔 = 𝑖𝑑ℝ𝑚 dan 𝑔𝑜𝐹 = 𝑖𝑑ℝ𝑛 , tetapi fungsi tersebut tidak memiliki
sifat di atas untuk pemetaan 𝐹: 𝑈 → ℝ𝑚 . contoh jika suatu fungsi
𝐹: ℝ𝑛 → ℝ𝑚 dengan F ( x, y , z ) ( cos , sin , z ). , maka dengan
aturan transformasi koordinat
𝜕𝒓
𝑑𝒓 = 𝑛 𝑑𝑥 𝑛 = 𝜷𝑛 𝑑𝑥 𝑛
𝜕𝑥
1 2
~ dx dx dx 3 dx dy dz
1 ~1 1 ~1 2 ~1 3 i j k
dx dx dx d d d
~ dx dy dz
1 i j k cos .i sin . j 0.k
d d d
~ dx 1 dx 2 dx 3 dx dy dz
2 ~ 2 1 ~ 2 2 ~ 2 3 i j k
dx dx dx d d d
~ dx dy dz
2 i j k sin .i cos . j 0.k
d d d
~ dx dy dz
3 i j k 0.i 0. j k
dz dz dz
Dalam bentuk matrik menghasilkan
~
1 cos sin 0 i
~
2 sin cos 0 j .
~
3 0 0 1 k
Lampiran-1 Hal. 70
cos sin 0
Nilai determinan dari sin cos 0 ≠ 0, maka sifat
1
0 0
dari matrik tersebut adalah inversibel (sifat bijektif), kontinu,
differensiabel tapi tidak global diffeomorphism dengan pemetaan
𝐹: 𝑈 → ℝ𝑚 dan sebaliknya, karena tidak injektif untuk nilai
𝐹 𝑥, 𝑦, 𝑧 = 𝐹(𝑥 + 2𝜋, 𝑦 + 2𝜋, 𝑧), sehingga pemetaan hanya bersifat
lokal diffeomorphism 𝐹: 𝑈 → 𝑉 dan sebaliknya.
Lampiran-1 Hal. 71
LAMPIRAN-2
Lampiran-2 Hal. 73
Gambar-5 Gerbang Logika pada Rangkaian IC dengan MATLAB
Lampiran-2 Hal. 74
Sebagai contoh akan digunakan menu simulink untuk menganalisa
rangkaian sederhana. Dalam membuat skema, terlebih dahulu harus
digunakan powergui dan dipilih menu configure parameters yang dapat
diambil pada menu seperti pada Gambar-7 di bawah
Lampiran-2 Hal. 75
MATLAB juga menyediakan menu untuk menyelesaikan bentuk
persamaan matematis suatu rangkaian elektronika, seperti rangkaian R-
C yaitu sebagai berikut
𝑉=0
𝑄
𝐼𝑅 + = 𝑉𝐷𝐶
𝐶
1
𝐼𝑅 + 𝐼𝑑𝑡 = 𝑉𝐷𝐶 = 𝜀
𝐶
1
𝑉𝑅 = 𝜀 − 𝐼𝑑𝑡
𝐶
Dapat diselesaikan dengan MATLAB jika nilai 𝑅 = 𝐶 = 1 , seperti
pada Gambar-9
Lampiran-2 Hal. 76
𝑄 𝑑𝐼
𝐼𝑅 + + 𝐿 = 𝑉𝐷𝐶
𝐶 𝑑𝑡
1 𝑑𝐼
𝐼𝑅 + 𝐼𝑑𝑡 + 𝐿 = 𝜀
𝐶 𝑑𝑡
1 𝑑𝐼
𝑉𝑅 = 𝜀 − 𝐼𝑑𝑡 − 𝐿
𝐶 𝑑𝑡
Hasil simulasi memperlihatkan sebagai berikut Gambar-10 jika
𝑅=𝐿=𝐶=1
Gambar-11 Rangkaian RC
Lampiran-2 Hal. 77
Pemodelan secara komputasi didapatkan bahwa
Lampiran-2 Hal. 78
Berbagai bentuk pemodelan teori rangkaian RC dapat diperlihatkan
sebagai berikut:
Untuk mencari arus pada kapasitor:
𝑉=0
𝑄
𝐼𝑅 + = 𝑉𝐷𝐶
𝐶
1
𝐼𝑅 + 𝐼𝑑𝑡 = 𝜀
𝐶
𝜀 1
𝐼= − 𝐼𝑑𝑡
𝑅 𝑅𝐶
Untuk mencari tegangan pada kapasitor:
𝑉=0
𝑑𝑄 𝑄
𝑅+ =𝜀
𝑑𝑡 𝐶
𝑑𝑄 𝜀 𝑄
= −
𝑑𝑡 𝑅 𝑅𝐶
𝑄
Gambar-15 Tegangan 𝑽 = vs Time
𝐶
Lampiran-2 Hal. 79
Gambar-16 Rangkaian R-L
Hasil tegangan terhadap waktu dapat diperlihatkan pada Gambar-17 di
bawah ( pada powergui )
Lampiran-2 Hal. 80
Dapat dikerjakan menggunakan rangkaian integrator untuk menentukan
𝑑𝐼
besar tegangan 𝑉 = 𝐿 𝑑𝑡 sebagai berikut ( Gambar-18)
Lampiran-2 Hal. 81
BIOGRAFI PENULIS