Anda di halaman 1dari 8

A.

Poligon
Poligon (poly = banyak, gonos = sudut) adalah serangkaian garis lurus yang
menghubungkan titik-titik di permukaan bumi. Secara harfiahnya, poligon berarti sudut
banyak. Namun, arti yang sebenarnya adalah rangkaian titik-titik secara berurutan, sebagai
kerangka dasar pemetaan (Basuki, 2006). Metode poligon adalah salah satu cara penentuan
posisi horizontal banyak titik. Poligon adalah serangkaian garis berurutan yang panjang
dan arahnya telah ditentukan dari pengukuran lapangan. Menurut Meilantifa, dkk (2018)
Poligon merupakan gabungan ruas garis dari bagian yang bertemu hanya dititik akhir
sehingga sebanyak dua garis bertemu di satu titik dan setiap ruas garis bertemu tepat dua
garis lainnya. Poligon dapat dijadikan sebagai kontrol jarak dan sudut, basis titik untuk
pengukuran selanjutnya, serta memudahkan perhitungan pada plotting peta. Selain itu,
poligon juga sebagai dasar untuk tempat pelaksanaan pengukuran yang lainnya.
Tujuan pengukuran poligon adalah untuk menentukan koordinat titik-titik ikat
(kontrol) pengukuran (Kusumawati, 2014). Metode poligon digunakan untuk penentuan
posisi horisontal banyak titik dimana titik yang satu dan lainnya dihubungkan dengan jarak
dan sudut sehingga membentuk suatu rangkaian sudut titik-titik (polygon). Pengukuran
poligon, dilakukan dengan mendapatkan koordinat titik-titik di lapangan, dengan tujuan
agar dapat digunakan sebagai kerangka dasar pemetaan maupun untuk keperluan teknis.
Untuk mendapatkan koordinat titik-titik pada suatu poligon, dalam proses hitungannya
menggunakan argumen sudut mendatar disetiap poligon dan jarak mendatar setiap sisi
poligon. Pada penentuan posisi horisontal dengan metode ini, posisi titik yang belum
diketahui koordinatnya ditentukan dari titik yang sudah diketahui koordinatnya dengan
mengukur semua jarak dan sudut dalam poligon. Luas dareah dalam poligon selalu dapat
dipecah-pecah menjadi sejumlah segi empat dan segitiga nsiku-siku untunnnk kemudian
dihitung (Hasan, 1986).
Menurut Ditinjau dari model rangkaiannya, konfigurasi titik-titik yang membentuk
suatu poligon dapat dibedakan menjadi dua model dasar, yaitu:
1. Poligon terbuka
Poligon terbuka adalah poligon yang titik awal dan titik akhirnya merupakan titik
yang berlainan (tidak bertemu pada satu titik). Poligon jenis ini memiliki
karakteristik yaitu titik awal dan akhir pengukuran tidak sama. Pengukuran poligon
terbuka memerlukan pengulangan untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan.
Poligon terbuka terbagi menjadi poligon tidak terikat, poligon terikat sebagian,
terikat sempurna. Poligon terikat sebagian terbagi menjadi poligon terikat sebagian
koordinat dan poligon terikat sebagian azimuth.
Gambar 1. Poligon terbuka

2. Poligon tertutup
Poligon tertutup adalah poligon yang titik awal dan titik akhirnya bertemu pada
satu titik yang sama. Poligon tertutup merupakan metode pengukuran dimana garis-
garis kembali ke titik awal, jadi membentuk segi banyak yang tertutup secara
matematis dan geometris sehingga memiliki ketelitian yang sama atau lebih besar
dari ketelitian awal. Poligon tertutup memberikan pengecekan pada sudut-sudut dan
jarak-jarak tertentu, suatu pertimbangan yang sangat penting. Poligon tertutup
dipakai secara luas dalam pengukuran-pengukuran titik kontrol, konstruksi,
pemilikan tanah dan topografik. Pada poligon tertutup, koreksi sudut dan koreksi
koordinat tetap dapat dilakukan walaupun tanpa titik ikat.

Gambar 2. Poligon tertutup


Suatu jaringan poligon dikatakan sebagai poligon tertutup apabila posisi
horizontal titik awal dan titik akhir poligon tersebut sama tau berimpit. Dengan
pernyataan tersebut, maka secara matematis konfigurasi poligon tertutup dapat
ditandai sebagai berikut:
a. Koordinat awal = koordinat akhir
b. Azimuth awal = azimuth akhir

Secara umum, ditinjau dari cara pengukuran sudutnya, poligon tertutup


dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Poligon tertutup dengan data sudut dalam
b. Poligon tertutup dengan data sudut luar
Poligon tertutup merupakan poligon tertikat sempurna, artinya baik sudut
maupun jarak ukuran ada keterikatan geometris, sehingga dalam proses hitungannya
data ukuran tersebut harus memenuhi syarat geometris (Sasongko, 2018).
Syarat Geometris Hitungan Koordinat
a. Syarat sudut

b. Syarat absis

B. Metode Pengukuran Poligon


Penentuan koordinat titik dengan cara poligon ini membutuhkan:
1. Koordinat awal
Bila diinginkan sistem koordinat terhadap suatu sistim tertentu, haruslah
dipilih koordinat titik yang sudah diketahui misalnya titik triangulasi atau titik-
titik tertentu yang mempunyai hubungan dengan lokasi yang akan dipatokkan.
Bila dipakai sistem koordinat lokal pilih salah satu titik, BM kemudian beri
harga koordinat tertentu dan titik tersebut dipakai sebagai acuan untuk titik-
titik lainya.
2. Koordinat akhir
Koordinat titik ini dibutuhkan untuk memenuhi syarat geometri hitungan
koordinat dan tentunya harus dipilih titik yang mempunyai sistem koordinat
yang sama dengan koordinat awal.
3. Azimut awal
Azimut awal ini mutlak harus diketahui sehubungan dengan arah orientasi
dari sistem koordinat yang dihasilkan dan pengadaan datanya dapat di tempuh
dengan dua cara yaitu sebagai berikut :
a. Hasil hitungan dari koordinat titik-titik yang telah diketahui dan akan
dipakai sebagai tititk acuan sistem koordinatnya.
b. Hasil pengamatan astronomis (matahari). Pada salah satu titik poligon
sehingga didapatkan azimut ke matahari dari titik yang bersangkutan.
Dan selanjutnya dihasilkan azimut kesalah satu poligon tersebut dengan
ditambahkan ukuran sudut mendatar (azimut matahari).
4. Data ukuran sudut dan jarak
Sudut mendatar pada setiap stasiun dan jarak antara dua titik kontrol perlu diukur di
lapangan. Data ukuran tersebut, harus bebas dari sistematis yang terdapat pada alat ukur
sedangkan salah sistematis dari orang atau pengamat dan alam diusahakan sekecil
mungkin bahkan kalau bisa ditiadakan.

C. Sudut Horizontal
Bacaan lingkaran horizontal pada theodolite merupakan arah horizontal teropong
ketitik bidik tertentu. Sudut horizontal adalah selisih antara dua arah horizontal. Sudut
horizontal digunakan untuk menghitung sudut azimut sisi poligon. Sudut horizontal
dibedakan menjadi:
1. Sudut dalam, adalah sudut yang terletak di bagian dalam poligon tertutup.
2. Sudut luar, adalah pelingkar sudut dalam pada poligon tertutup.
3. Sudut belokan, terbagi menjadi sudut ke kanan (putarannya searah dengan
jarum jam) dan sudut ke kiri (putarannya berlawanan dengan jarum jam).
4. Sudut defleksi adalah sudut miring antara sebuah garis dan perpanjangan
garis sebelumnya yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu sudut defleksi kiri
(sudut menuju ke kiri) dan sudut defleksi kanan (sudut menuju ke kanan).
Sudut dalam terdapat di sebelah dalam poligon tertutup dan sudut luar terletak di
luar poligon tertutup. Sudut luar merupakan axplement (pelingkar) dari sudut dalam.
Keuntungan mengukur sudut luar adalah penggunaannya sebagai pengecekan, karena
jumlah sudut dalam dan sudut luar pada satu stasiun (titik) harus sama dengan 360°.
Sudut dalam dapat diputar searah jarum jam (ke kanan) atau berlawanan jarum jam (ke
kiri).

D. Sudut Azimuth
Azimuth adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari sembarang meridian
acuan. Azimut ialah sudut yang dimulai dari utara yang besaran azimut antara 0°-360°.
Dalam pengukuran tanah datar, azimut biasanya diukur dari utara, tetapi para ahli
astronomi, militer dan National Geodetic Survey memakai selatan sebagai arah acuan
(Walidjatun, 2010).
Macam-macam sudut azimut yaitu:
1. Azimut sebenarnya, yaitu sudut yang dibentuk antara utara geografis dengan
titik yang dituju.
2. Azimut magnetis, yaitu sudut yang dibentuk antara utara kompas dengan titik
yang dituju.
3. Azimut peta, yaitu besar sudut yang dibentuk antara utara peta dengan titik
yang dituju.

E. Sudut Arah (Bearing)


Bearing adalah sudut yang diukur dari utara maupun selatan berputar searah
jarum jam ataupun berlawanan jarum jam ke titik yang dituju. Besarnya bearing antara
0°-90° dan ditulis dengan dua huruf arahnya. Sudut arah merupakan satu sistem
penentuan arah garis dengan memakai sebuah sudut dan huruf-huruf kuadran. Sudut
arah sebuah garis adalah sudut lancip horizontal antara sebuah meridian acuan dan
sebuah garis. Bearing suatu arah awal harus dihitung kembali sebagai sebuah
pengecekan memakai sudut terakhir. Adanya ketidaksesuaian menunjukkan bahwa telah
terjadi galat (error) aritmetik atau sudut-sudutnya tidak diratakan dengan benar sebelum
menghitung sudut arah. Sudut-sudut poligon harus diratakan sesuai dengan
penjumlahan geometrik yang benar sebelum sudut arah dihitung. Jika sudut-sudut
poligon tidak menutup karena misalnya ada perbedaan dua detik dan tidak diratakan
sebelum menghitung sudut arah maka sudut arah asli dan pengecekan yang dihitung
juga akan berselisih dua detik, dengan anggapan tidak ada kesalahan hitung yang
lainnya.

F. Sistem Koordinat kartesian


Pada sistem ini, posisi titik atau objek dinyatakan dalam besaran absis (x) dan
ordinat (y), dalam satuan panjang (jarak) dan setiap sumbu di letakkan saling tegak
lurus dan titik potongnya sebagai pusat silang sumbu koordinat.
Dalam ilmu ukur tanah, yang digunakan adalah sistem koordiant kartesian (siku-
siku) dengan ketentuan subu y positif ditetapkan sebagai pedoman dan diorientasikan
sejajar dnegan arah utara peta. apabila diperlukan penambahan sejumlah titik baru
(dilapangan) atau untuk meningkatkan kerapatan titik yang telah ada, maka posisi tiik
aru tersebut harus mempunyai sistem yang sama (seragam) dengan titik yang telah ada
sebelumnya. Oleh karena itu harus ada hubungan matematis dan geometris antara titik
yang akan ditentukan koordinatnya dan titik yang telah terdefinisi koordinatnya.
Pada sistem koordinat kartesian terdapat sistem kuadran didalamnya juga. Ada
perbedaan prinsip dalam benbagian atau penetapan nomor urut kuadran, antara kuadran
dakam ilmu matematika (analitik geometri) dengan kuadran ilmu ukur tanah
(surveying). Dalam ilmu ukur tanah, pembagian kuadran dimulai dari perbatasan sumbu
Y positif bergerak menurut arah putaran jarum jam, sehingga penomoran kuadran
ditetapkan sebagi berikut:
1. Kuadran I, terletak antara sumbu Y positif dan sumbu X positif
2. Kuadran II, terletak antara sumbu X positif dan sumbu Y negatif
3. Kuadran III, terletak antara sumbu Y negatif dan sumbu X negatif
4. Kuadran IV, terletak antara sumbu X negatif dan sumbu Y positif

G. Pengukuran Detail
Titik detail merupakan bentuk dari suatu unsur alamiah dan buatan yang akan
digambar pada peta. unsur alamiah ini akan diinterpretasikan dalam bentuk garis
ketinggian (kontur) dan unsur buatan berupa bangunan existing. Banyaknya titik yang
diukur dalam pengukuran detail akan bergantung pada skala peta yang akan dibuat,
tujuan pemakaian peta, dan kondisi lapangan yang diukur. Menurut Basuki (2006),
detail adalah segala objek yang ada dilapangan, baik bersifat alamiah maupun hasil
budaya manusia yang akan dijadikan isi dari peta yang akan dibuat. Sama seperti
pengukuran poligon menggunakan theodolite, pengukuran detail ini juga memerlukan
adanya titik ikat. Hal ini dimaksudkan agar setiap titik yang diukur memiliki acuan yang
sama. Penentuan titik untuk pengukuran detail dibuat dalam bentuk sistem koordinat
kartesius yang dilambangkan dengan huruf x dan y. Azimuth/ sudut diukur dengan
teodolit, jarak diukur secara optis, dan beda tinggi diukur secara trigonometris (Basuki,
2006).
Pada saat pengukuran di lapangan, data yang diambil untuk pengukuran detail
adalah beda tinggi antara titik ikat kerangka dan titik detail yang bersangkutan, jarak
optik atau jarak datar antara titik kerangka dan titik detail, dan sudut antara sisi
kerangka dengan arah titik awal detail yang bersangkutan, atau sudut jurusan magnetis
dari arah titik detail yang bersangkutan (Suhendra, 2011).
Pada pengukuran detail dikenal dua metode pengukuran yaitu :
1. Metode Ekstrapolasi
Pada cara ini penentuan titik-titik detail dimulai satu titik dasar. Di
kenal dua cara dalam menentukan letak titik detail terhadap garis ukur :
a. Sistem koordinat ortogonal
b. Sistem koordinat kutub
c. Dengan azimuth
d. Dengan arah
2. Metode interpolasi.
Metode ini, pada garis ukur dibentangkan garis ukur, pangkal garis dari
perpanjangan-perpanjangan diukur dengan rol meter. Metode ini sering disebut
juga dengan cara hubungan garis ukur.
Unsur-unsur yang akan dicari dalam pengukuran detail ini harus lengkap
sehingga memudahkan pengeplottan dalam penggambaran. Unsur-unsur tesebut
antara lain adalah dengan menentukan dahulu koordinat titik detailnya.
Koordinat titik detail dihitung dengan rumus :
X1A = X1 + D sin α1A
Y1A=Y1+ D cos α1A
Agar detail poligon tersebut terarah, maka perlu diketahui sudut arahnya
(azimuth). Penentuan azimuth detail poligon dapat ditentukan dengan mengetahui
azimuth poligon utama yang telah dihitung sebelumnya pada pengukuran
poligon.
Penentuan azimuth detail poligon dihitung dengan rumus :
α1A= α1 – (H1A ± Δf )........................................
dst, di titik P1
α2A= α2 – (H2A ± Δf )........................................
dst, di titik P2
Keterangan :
αA = azimuth detail poligon
Δf = koreksi sudut
α1 = azimuth poligon utama
Hm = sudut horizontal muka poligon
H = sudut horisontal detil poligon
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Slamet. 2006. Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Hasan, M. Nur. 1986. Ilmu Ukur Tanah. Jakarta: Penerbit Erlangga
Kusumawati, Yuli. 2014. Ilmu Ukur Tanah. Bandung: Pusat Survei Geologi
Meilantifa, dkk. 2018. Geometri Datar. Bandung: Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan
Gunung Jati
Sasongko, Rinto. 2018. Survey Rekasaya Konstruksi. Malang: UPT Percetakan dan
Penerbitan Polinema
Suhendra, Andryan. 2011. Studi Perbandingan Hasil Pengukuran Alat Teodolit Digital dan
Manual: Studi Kasus Pemetaan Situasi Kampus Kijang Civil Engineering. Jurnal
Teknik. Vol.2 No. 2 Desember 2011: 1013-1022. Jakarta: Department,Faculty of
Engineering, Binus University
Walijatun, Djoko. 2010. Dasar-dasar Pengukuran Tanah (Surveying). Jakarta: Penerbit
Erlangga

Anda mungkin juga menyukai