Anda di halaman 1dari 20

Ikterus obstruktif ec ca caput pankreas

Cindy Nafriani

102014277

Fakultas Kedokteran,Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510. Telepon: (021)5694-2061, fax: (021)563-
1731

Email:Cindynafriani@rocketmail.com

Pendahuluan

Ikterus diartikan sebagai peningkatan konsentrasi dari bilirubin serum yang terutama
bermanifestasi berupa warna kuning pada kulit ataupun skera. Salah satu penyebab timbulnya
ikterus yaitu adanya obstruksi baik parsial maupun total pada aliran cairan empedu yang meliputi
komponen jalur dari hepar hingga menuju traktus GI. Obstruksi tersebut disebut juga dengan
kolestasis. Kolestasis dapat terjadi di hepar yaitu pada duktus hepatik (kolestasis hepatik)
ataupun pada duktus bilier ekstrahepatik yang disebabkan oleh obstruksi mekanik (kolestasis
ekstrahepatik atau ikterus obstruktif). Ikterus obstruktif bukan merupakan suatu diagnosis
definitif, sehingga penting untuk dilakukan investigasi (pemeriksaan) untuk menemukan
penyebab kolestasis tersebut.1

Ikterus obstruktif merupakan ikterus yang disebabkan oleh kegagalan dari bilirubin (larut
air) mencapai usus, yang biasanya diakibatkan oleh adanya batu pada duktus sistem bilier, defek
kongenital, dan infeksi yang menyebabkan kerusakan duktus bilier. 1

Diagnosis dari ikterus obstruktif dapat dibuat berdasarkan anamnesis dan juga
pemeriksaan fisik dan penunjang. Manifestasi klinis yang muncul tergantung pada etiologi dari
penyakit dasarnya, meliputi ikterus, nyeri abdomen selama beberapa hari, diikuti oleh nyeri
yang hilang timbul, ikterus dalam beberapa minggu tanpa remisi, urin berwarna gelap, kemudian
anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise dapat berhubungan dengan keganasan
(malignancy). Selain itu, pemeriksaan seperti ultrasonogarfi berperan dalam menentukan
diagnosis khususnya untuk menentukan sumber kelainanya. Ikterus obstruktif biasanya
disebabkan oleh karsinoma sekunder dari hati, tumor sekunder dari pembuluh porta hepatis,
karsinoma pada pankreas, batu empedu (gallstone), dan hepatoma. Bagaimanapun, penyakit
penyebab yang paling sering dapat berbeda pada populasi yang berbeda pula. Morbiditas dan
mortalitas pada obstruksi bilier tergantung pada penyebab obstruksi dan faktor-faktor yang
dianggap berkontribusi terhadap morbiditas serta mortalitas paisen. Dengan mengenali faktor-
faktor tersebut dapat memberikan petunjuk yang lebih baik dalam menentukan penatalaksanaan
serta penting dalam membantu meningkatkan harapan hidup pasien. 1

Rumusan Masalah
Perempuan 45 tahun datang dengan keluhan nyeri ulu hati tembus ke punggung sejak 1 bulan
yang lalu.

Analisis masalah

prognosis

penatalaksan
anamnesis
aan

patogenesis
RM pemeriksaan
fisik

pemeriksaan
epidemiologi
penunjang

Hipotesis
Perempuan 45 tahun menderita ikterus obstruktif et causa ca caput pankreas
Anamnesis
Dari anamnesis di dapatkan kulit kuning,dan gatal seluruh tubuh,kencing seperti the,baju
semakin longgar sejak 3 bulan terakhir,3bulan sebelumnya pasien sering ke puskesmas dengan
keluhan nyeri ulu hati.
Pemeriksaan fisik
Sakit berat,compos mentis,TTV:100/60mmHg
nadi 88x/menit,RR 20x/menit,suhu:36’C,konjungtiva tidak pucat,sclera ikteri,jantung paru
normal,ada massa di epigastrium batas tidak tegas,sulit di gerakkan,nyeri tekan,hepar,lien tidak
teraba,bising usus normal.
Pemeriksaan laboratorium
Hb : 10g/dl
Hematokrit :30%
Leukosit :9000/uL
Trombosit :160000/Ul
Bilirubin direct :15mg/dl
Bilirubin indirect :3mg/dl
Pembahasan

A. Definisi Ikterus Obstruktif


Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran
mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya
dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya
sebagai akibat metabolisme sel darah merah.2

Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus
sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus
dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif. 4

Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila sebuah
batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati (yang ter jadi
pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk
tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus.3
Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis
intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis,
keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun sedangkan
penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker
pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada
duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan
kolangitis sklerosing. 3
Ikterus obstruktif itu sendiri adalah ikterus yang disebabkan oleh obstruksi sekresi bilirubin
yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal. Akibat hambatan
tersebut, terjadi regurgitasi bilirubin ke dalam aliran darah, sehingga terjadilah ikterus.4

Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum, dimana kondisi ini akan
menyebabkan perubahan patologi di hepatosit dan ampula vateri.4

B. Etiologi Ikterus Obstruktif


1. Ikterus obstruktif intra hepatik
Penyebab tersering ikterus obstruktif intrahepatik adalah penyakit hepatoseluler dengan
kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis. Pada penyakit
ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli atau
kolangiola. Penyakit hepatoseluler biasanya mengganggu semua fase metabolisme bilirubin
ambilan, konjugasi, dan ekskresi, tetapi ekskresi biasanya paling terganggu, sehingga yang
paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab ikterus obstruktif
intrahepatik yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan herediter
Dubin Jhonson serta sindrom Rotor (jarang terjadi). Pada kedaan ini terjadi gangguan transfer
bilirubin melalui membran hepatosit yang menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam sel,
obat yang sering mencetuskan gangguan ini adalah halotan (anestetik), kontrasepsi oral,
estrogen, steroid anabolik, isoniazid, alopurinol, sulfonamid, dan klorpromazin.5,6

2. Ikterus obstruktif ektra hepatik


Penyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu,
biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas manyebabkan
tekanan pada duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan karsinoma ampula vateri.
Penyebab yang lebih jarang adalah ikterus pasca perada ngan atau setelah operasi, dan
pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-
kadang dapat menyumbat duktus hepatikus kanan atau kiri.5

C. Patomekanisme Ikterus Obstruktif


Empedu merupakan sekresi multi fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan dan
penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan
metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk
metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon.2

Pada ikterus obstruktif efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen empedu


(yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan cadangannya, yang
menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya
bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi,
mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K
bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin
D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia.2

Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin


terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu
berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid
menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati
dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak
terpengaruh.2

Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi


mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik
mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah fungsi sel
penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi
asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal
bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.2
D.Epidemiologi

Ikterus obstruksi dapat terjadi pada kedua jenis kelamin,dan distribusi umur
dapat berbeda pada pria dan wanita. Insidensi pada kedua jenis kelamin tergantung pada
etiologidari penyakit dan dapat berbeda pada kelompok masyarakat yang
bervariasi.Di AmerikaSerikat,wanita lebih banyak menderita batu empedu dibandingkan
dengan pria. Pada decade ke enam sekitar 25% wanita Amerika menderita batu empedu,serta
50%pada usia 75tahun.Meningkatan resiko ini disebabkan oleh efek estrogen pada
hati,dimana terjadi penurunan kolesterol di darah dan dialihkan ke dalam empedu.

E.Manifestasi klinis

Ditemukan bahwa gejala yang paling sering dikeluhkan oleh pasien ikterus obstruktif
yaitu nyeri abdomen, sedangkan tanda yang paling sering berupa nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen. 1,3
Selain itu, dapat juga timbul ikterus, pruritus, anoreksia, penurunan berat badan, ataupun
massa pada abdomen kanan atas. Tanda dan gejala utama dari obstruksi bilier dapat disebabkan
secara langsung oleh kegagalan empedu untuk mencapai tempat yang dituju yaitu usus.
Obstruksi bilier memiliki arti bahwa adanya hambatan pada duktus bilier yang menghubungkan
hati dengan kandung empedu serta yang menghubungkan kandung empedu dengan traktus GI
(usus halus). 1,3
F.Pemeriksaan hematologi/ biokimia

Peningkatan level bilirubin serum terutama fraksi bilirubin terkonjugasi merupakan


petunjuk ikterus obstruksi. Level gamma glutamyl transpeptidase (GGT) serum meningkat pada
kolestasis. Pada umunya, pasien batu empedu memiliki hiperbilirubinemia yang lebih rendah
dibandingkan dengan obstruksi maligna ektrahepatik. Bilirubin serum biasanya <20 mg/dL.
Alkali fosfatase mungkin dapat meningkat sampai 10 kali nilai normal. Transaminase dapat
meningkat tiba-tiba hingga 10 kali dari nilai normal dan menurun dengan cepat ketika obstruksi
dihilangkan. 4,5

Peningkatan WBC dapat mempresentasikan adanya kolangitis. Pada kanker pankreas dan
kanker lain yang menyebabkan obstruksi, bilirubin serum dapat meningkat samapi 35 sampai 40
mg/dL, alkali fosfatase meningkat hingga 10 kali, namun transaminasenya normal. Penanda
tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada kanker pankreas,
kolangiokarsinoma dan kanker peri ampulari. Namun penanda tersebut tidak spesifik dan
mungkin dapat meningkat pada penyakit benigna pada saluran hepatobilier. 4,5

G.Pemeriksaan pencitraan (imaging)

 USG
 Dapat memperlihatkan ukuran dari duktus bilier
 Dapat menemukan level obstruksi
 Dapat mengidentifikasi penyebab obstruksi (pada beberapa kasus)
 Memberikan informasi mengenai penyakit penyebab (matastase dari hepar, batu
saluran empedu, perubahan parenkim hepatik) .4

Level dari obstruksi bilier dapat membantu sebagai petunjuk untuk melakukan tindakan
selanjutnya. Pembagian letak obstruksi meliputi :4

1. Obstruksi bagian distal : adanya dilatasi pada intra dan ekstrahepatik dari duktus bilier.
Sebagian besar pasien dengan batu saluran empedu atau karsinoma pankreas dapat
diketahui dengan menggunakan USG, namun biasanya bagian distal duktus bilier tidak
terlalu jelas terlihat pada USG karena adanya gas pada usus. Obstruksi bagian distal ini
juga dapat disebabkan oleh lesi pada duodenum maupun pada daerah ampula. Keadaan
tersebut dapat diperiksa menggunakan duodenoskopi dan dapat dilakukan biopsi.4
2. Obstruksi bagian proksimal : dilatasi pada duktus bilier proksimal biasanya disebabkan
oleh obstruksi dari pembuluh darah porta hepatis dan biasanya diketahui dengan adanya
dilatasi pada duktus intrahepatik tanpa pelebaran pada duktus bilier distal. Meskipun
jarang ditemukan, hal tersebut bersifat klasik untuk kolangiokarsinoma (Klatskim tumor).
Pada penyakit lain juga mungkin tampak tampilan yang serupa. Infiltrasi lokal dari tumor
kandung empedu menyebabkan kompresi pada percabangan duktus ektrahepatik bilier
(sindrom Mirizzi), metastasis dari keganasan pada atau disekitar porta hepatis dapat
menimbulkan obstruksi bilier. 4

3. Dilatasi terbatas pada duktus bilier : dilatasi yang terbatas (terisolasi) pada duktus bilier
mungkin disebabkan oleh fungsi hati yang abnormal pada beberapa kasus. Pada
umumnya batu pada duktus bilier menyebabkan ikterus intermiten dan dilatasi pada
duktus bilier seperti efek “ball valve”. Fluktuasi dari tes fungsi hati juga perlu
diobservasi. Perubahan tekanan pada duktus bilier dapat terjadi intermiten dan tidak
cukkup untuk menyebabkan dilatasi intrahepatik. Magnetic resonance
cholangiopancreatography (MRCP) diindikasikan jika batu tidak terlihat dengan
menggunakan USG. 4
Pada penyakit parenkim hati (sirosis) dapat mencegah dilatasi duktus bilier intrahepatik,
sehingga dilatasi hanya terbatas pada duktus bilier ekstrahepatik. Hal yang perlu
dipertanyakan selanjutnya yaitu apakah fungsi hati berhubungan dengan penyakit hati
atau penyakit ekstrahepatik. 4
Diameter normal dari duktus bilier yaitu < 7 mm. Dilatasi ringan jika diameternya < 10
mm, namun nilai tersebut tidak signifikan jika tes fungsi hati normal, hal tersebut
mungkin akibat post kolesistektomi. 4

4. Tidak terdapat dilatasi duktus bilier : penyebab ikterus diasumsikan bukan karena
kolestasis ektrahepatik. Metastasis penyakit (keganasan) hepar merupakan salah satu
kategori. Pasien ikterus dengan metastasis penyakit hepar memiliki obstruksi hepar
karena infiltrasi dan obstruksi duktus bilier di dekat pembuluh porta hepatis. 4
 Computed tomography (CT)

CT scan abdomen dapat memberikan visualisasi yang sangat baik untuk hati, kandung
empedu, pankreas, ginjal dan retroperitoneum. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara
obstruksi intrahepatik dan ekstrahepatik dengan akurasi sekitar 95%. Bagaimanapun, CT scan
mungkin tidak dapat menegakan adanya obstruksi inkomplit yang disebabkan oleh batu saluran
empedu yang kecil, tumor atau striktur. 4,5

 Foto Polos Abdomen


Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung empedu atau di
duktus kholedekus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat keadaan
secara keseluruhan dalam rongga abdomen.

H.Penatalaksanaan Ikterus
Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk
menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut dapat
berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor.

Kanker caput pancreas

Definisi

I. Insiden dan epidemiologi


American Cancer Society memperkirakan bahwa di Amerika Serikat pada tahun 2010 ada
sekitar 43.140 kasus baru kanker pankreas, (21.370 pria dan 21.770 wanita) yang terdiagnosis
dan 36.800 kasus (18.770 pria dan 18.030 wanita) meninggal karena kanker tersebut. Data
kepustakaan kanker pankreas di Indonesia masih sangat sedikit. Data terbaru di RSUP Dr.
Kariadi semarang pada tahun 1997-2004 (8 tahun) terdapat 53 kasus kanker pankreas. 4
Insidensi kanker pankreas sedikit lebih tinggi laki-laki daripada perempuan, dan 2/3 dari
kasus baru terjadi pada orang > 65 tahun, dan pada perokok dua kali lebih tinggi dibanding
dengan bukan perokok. Sebagian besar, pasien meninggal dalam waktu 1 tahun setelah diagnosis
penyakit. Secara keseluruhan, angka kelangsungan hidup 1 tahun sekitar 12 % dan 5 tahun
sekitar 0,4%-4% . 5
II. Etiologi
Etiologi kanker pankreas masih belum jelas. Penelitian epidemiologik menunjukkan adanya
hubungan kanker pankreas dengan beberapa faktor eksogen (lingkungan) dan faktor endogen
pasien. Faktor eksogen antara lain kebiasaan merokok, diet tinggi lemak, alkohol, kopi, dan zat
karsinogen industri, sedangkan faktor endogen yaitu usia, penyakit pankreas ( pankreatitis kronik
dan diabetes mellitus) dan mutasi gen. 4

III. Anatomi
Kelenjar pankreas terletak di antara duodenum dan limpa, melintang di retroperitoneum,
setara dengan level vertebra torakal ke-12 hingga lumbal ke-1. Pankreas dapat dibagi menjadi 4
bagian, kaput, kolum, korpus, dan kaudal. Kaput terletak dimedial duodenum, berdekatan erat
dengan pars desendens duodenum. Bagian kaput pankreas yang ke arah medio-posterior disebut
prosesus unsinatus, di antara prosesus unsinatus dan kaput pankreas melintas aeteri dan vena
mesenterium superior. Di antara kaput dan korpus pankreas terdapat bagian menyempit yaitu
kolum, di posteriornya terdapat vena porta. Dari kolum hingga hilum lienis adalah korpus dan
kaudal pankreas, antara keduanya tidak memiliki batas yang jelas.6
Pasokan darah pankreas terutama berasal dari arteri pankreatikoduodenalis superior dan
inferior, serta arteri lienalis, sebagian dari arteri mesenterika superior. Percabangan tiap arteri di
dalam pankreas membentuk arkus vaskular, maka pasca reseksi parsial pankreas tidak mudah
muncul defisit pasokan darah ke pankreas yang tersisa, vena semuanya masuk ke vena lienalis
dan vena mesenterika superior, kemudian bermuara ke vena porta.
Pankreas kaya akan saluran limfatik yang saling berhubungan. Limfatik kaput pankreas
terutama mengalir ke kelenjar limfe pankreatikoduodenale anterior dan posterior serta kelenjar
limfe dekat arteri mesenterika superior, limfe bagian korpus mengalir ke kelenjar limfe margo
superior, margo inferior pankreas dan para arteri lienalis, para arteri hepatikus komunis, para
arteri seliaka dan para aorta abdominalis, limfe bagian kaudal pankreas terutama mengalir ke
kelenjar limfe hilum lienis.6
Gambar 1
Dikutip dari kepustakaan 6

Pada sistem saluran pankreas, Duktus pancreatikus (duktus wirsungi) bergabung dengan
duktus biliaris sebelum meninggalkan pankreas dan masuk ke duodenum pada papilla mayor,
sedangkan duktus santorini mengalir secara terpisah kedalam duodenum pada papilla minor.

Gambar 2
Dikutip dari kepustakaan 6
IV. Patofisiologi
Kanker pankreas hampir 90 % berasal dari duktus, dimana 75 % bentuk klasik
adenokarsinoma sel duktal yang memproduksi musin. Sebagian besar kasus (±70%) lokasi
kanker pada kaput pankreas, 15- 20% pada badan dan 10% pada ekor. Pada karsinoma daerah
kaput pankreas dapat menyebabkan obstruksi pada saluran empedu dan ductus pankreatikus
daerah distal, hal ini dapat menyebabkan manifestasi klinik berupa ikterus. 6
Umumnya tumor meluas ke retroperitonel ke belakang pankreas, melapisi dan melekat pada
pembuluh darah. Secara mikroskopik terdapat infiltrasi di jaringan lemak peripankreas, saluran
limfe , dan perineural. Pada stadium lanjut, kanker kaput pankreas sering bermetastasis ke
duodenum, lambung, peritonium, hati dan kandung empedu.
Karsinoma pankreas diyakini berasal dari sel-sel duktal dimana serangkaian mutasi genetik
telah terjadi di protooncogene dan gen supresor tumor. Mutasi pada onkogen K-ras diyakini
menjadi peristiwa awal dalam perkembangan tumor dan terdapat lebih dari 90 % tumor.
Hilangnya fungsi dari beberapa gen supressor tumor (p16, p53, DCC, APC, dan DPC4)
ditemukan pada 40-60% dari tumor. Deteksi mutasi K-ras dari cairan pankreas yang diperoleh
pada endoskopik retrograde cholangiopancreatography telah digunakan dalam penelitian klinis
untuk mendiagnosa kanker pankreas. 7
Pada sebagian besar kasus, tumor sudah besar (5-6 cm) dan atau telah terjadi infiltrasi dan
melekat pada jaringan sekitar, sehingga tidak dapat di reseksi, sedangkan tumor yang dapat
direseksi berukuran 2,5-3,5 cm.

V. Diagnosis
A. Manifestasi Klinis
Pankreas tidak memiliki mesenterium dan berdekatan dengan saluran empedu, usus dua
belas jari, perut, dan usus besar, karenanya manifestasi klinis yang paling umum dari kanker
pankreas adalah yang berkaitan dengan invasi atau kompresi dari struktur yang berdekatan.7

1. Rasa penuh, kembung di ulu hati, anoreksia, mual, muntah, diare (steatore), dan badan
lesu. Keluhan tersebut tidak khas karena dijumpai pada pancreatitis dan tumor
intraabdominal. Keluhan awal biasanya berlangsung >2 bulan sebelum diagnosis
kanker. Keluhan utama yang sering adalah sakit perut, berat badan turun (>75 % kasus)
dan ikterus (terutama pada kanker kaput pankreas).
2. Lokasi sakit perut biasanya di ulu hati, awalnya difus, selanjutnya terlokalisir. Sakit perut
biasanya disebabkan invasi tumor pada pleksus coeliac dan pleksus mesenterikus
superior. Dapat menjalar ke punggung, disebabkan invasi tumor ke daerah retroperitoneal
dan terjadi infiltrasi pada pleksus saraf splanknikus.
3. Penurunan berat badan awalnya melambat, kemudian menjadi progresif, disebabkan
berbagai faktor: asupan makanan kurang, malabsorbsi lemak dan protein, dan
peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi (tumor necrosis factor-a dan interleukin-6).
4. Ikterus obstruktivus, dijumpai pada 80-90 % kanker kaput pankreas berupa tinja berwarna
pucat (feses akolik).
Selain itu tanda klinis lain yang dapat kita temukan antara lain, pembesaran kandung
empedu (Courvoisier’s sign), hepatomegali, splenomegali (karena kompresi atau trombosis pada
v. porta atau v. lienalis, atau akibat metastasis hati yang difus), asites (karena infiltrasi kanker ke
peritoneum), nodul periumbilikus (Sister Mary Joseph’s nodule), trombosis vena dan migratory
thrombophlebitis (Trousseau’s syndrome), perdarahan gastrointestinal, dan edema tungkai
(karena obstruksi VCI) serta limfadenopati supraklavikula sinistra (Virchow’s node)

B. Laboratorium
Kelainan laboratorium kanker pankreas antara lain, Anemia oleh karena penyakit kankernya
dan nutrisi yang kurang, peningkatan laju endap darah (LED), peningkatan dari serum alkali
fosfat, bilirubin, dan transaminase. Karena sebagian besar kanker pankreas terjadi di kaput, maka
obstruksi dari saluran empedu sering ditemui. Obstruksi dari saluran empedu distal menyebabkan
tingginya serum alkali fosfat empat sampai lima kali di atas batas yang normal, begitu pun
dengan billirubin.
Penanda tumor CA 19-9 (antigen karbohidrat 19,9) sering meningkat pada kanker pankreas.
CA 19-9 dianggap paling baik untuk diagnosis kanker pankreas, karena memiliki sensitivitas dan
spesifivitas tinggi (80% dan 60-70%), akan tetapi konsentrasi yang tinggi biasanya terdapat pada
pasien dengan besar tumor > 3 cm, dan merupakan batas reseksi tumor.
C. Gambaran Radiologi
1. Gastroduodenografi

Gambar 3 : Barium meal. “Double contour” (panah) pada lengkung duodenum


Dikutip dari kepustakaan 8

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan lengkung duodenum akibat kanker
pankreas. Kelainan yang dapat dijumpai pada kelainan kanker pankreas dapat berupa
pelebaran lengkung duodenum, double contour, dan gambaran ‘angka 3 terbalik’ karena
pendorongan kanker pankreas yang besar pada duodenum, di atas dan di bawah papila
vateri. 4

Gambar 4: Pembesaran loop duodenum, dengan gambaran ‘’angka 3 terbalik’’.


Dikutip dari kepustakaan 8
2. Ultrasonografi

Gambar 5 : ultrasonografi: karsinoma pankreas yang berada pada kaput pankreas


Dikutip dari kepustakaan 9

Karsinoma pankreas tampak sebagai suatu massa yang terlokalisir, relatif


homogen dengan sedikit internal ekho. Batas minimal besarnya suatu karsinoma pankreas
yang dapat dideteksi secara ultrasonografi kira-kira 2 cm. Bila tumor lebih dari 3 cm
ketetapan diagnosis secara ultrasonografi adalah 80-95%. Suatu karsinoma kaput
pankreas sering menyebabkan obstruksi bilier. Adanya pelebaran saluran bilier baik intra
atau ekstrahepatik dapat dilihat dengan pemeriksaan USG.
Tanda-tanda suatu karsinoma pankreas secara Ultrasonografi adalah:
- Pembesaran parsial pankreas
- Konturnya ireguler, bisa lobulated
- Struktur ekho yang rendah atau semisolid
- Bisa disertai pendesakan vena kava ataupun vena mesenterika superior. Mungkin
disertai pelebaran saluran-saluran bilier atau metastasis di hati. (10)
Gambar 6: Dilatasi dari duktus pankreaticus pada pasien dengan karsinoma kaput pankreas.

Dikutip dari kepustakaan 8.

3. CT-Scan
Pada masa kini pemeriksaan yang paling baik dan terpilih untuk diagnostik dan
menentukan diagnosis dan menentukan stadium kanker pankreas adalah dengan dual phase
multidetector CT , dengan contras dan teknik irisan tipis (3-5mm). Kriteria tumor yang tidak
mungkin direseksi secara CT antara lain: metastase hati dan peritoneum, invasi pada organ
sekitar ( lambung, kolon), melekat atau oklusi pembuluh darah peri-pankreatik. Dengan
kriteria tersebut mempunyai akurasi hampir 100% untuk predileksi tumortidak dapat
direseksi. Akan tetapi positif predictive value rendah, yakni 25-50 % tumor yang akan
diprediksi dapat direseksi, ternyata tidak dapat direseksi pada bedah laparotomi.

Gambar 7 : CT scan. Massa pada kaput pankreas


Dikutip dari kepustakaan 14
Gambar 8: CT-scan gambaran hipodense pada tumor kaput pankreas( panah putih), distended kantung empedu (*)
Dikutip dari kepustakaan 15

Gambaran karsinoma kaput pankreas pada CT scan yang dapat dinilai antara lain;
pembesaran duktus pankreatikus dan duktus biliaris, pembesaran kantung empedu. Selain itu
kita juga dapat melihat metastasis yang terjadi di sekitar pankreas.7

VI. DIAGNOSIS BANDING

Cholangiocarcinoma
Cholangiocarcinoma adalah kanker epitel kolangiosit dan mereka dapat terjadi pada
setiap tingkat dari pohon (saluran) bilier. Mereka secara luas diklasifikasikan ke dalam intra-hepatik
tumor, (extrahepatic) hilus tumor dan (ekstra-hati) tumor empedu distal duktus.
Mayoritas timbul tanpa adanya faktor risiko, Namun faktor resiko perlu diidentifikasi meliputi usia,
cholangitis sclerosing primer, choledocholithiasis kronis, adenoma saluran empedu, papillomatosis
empedu, penyakit Caroli, kista choledochal, merokok,dan infestasi parasit pada empedu.
Cholangiocarcinoma hilus merupakan dua pertiga dari semua kasus cholangiocarcinoma ekstra-hepatik.
Cholangiocarcinoma Intra hepatik dan distal ekstra hepatik lebih jarang terjadi, tetapi bedah reseksi
merupakan kesempatan untuk sembuh yang terdiri dari reseksi hati dan pancreaticoduodenectomy. 5
Bedah adalah pilihan kuratif untuk cholangiocarcinoma. Keahlian bedah yang tersedia dan
terkait co-morbiditas merupakan faktor penting yang akan menentukan pendekatan pengobatan.
Meskipun seri bedah beberapa telah melaporkan, tren terbaru yang mendukung tindakan preoperative
akurat dengan onco-bedah agresif berupa pendekatan yang melibatkan en-blok reseksi hilus atau
hati. 5
Sebagian besar pasien dengan cholangiocarcinoma datang pada stadium lanjut atau telah
berhubungan dengan co-morbiditas yang menghalangi operasi. Untuk pasien ini, tujuan pengobatan
adalah untuk mendapatkan terapi paliatif yang memadai. Endoprosthesis (stent) bilier adalah pilihan
yang berguna. Pendekatan ini biasanya dengan ERCP tetapi untuk lesi proksimal rute transhepatik
dapat digunakan. Terapi photodynamic, radiasi dan kemoterapi semua tersedia sebagai pilihan paliatif.
Beberapa agen kemoterapi telah dievaluasi dengan hasil yang terbatas. Gemcitabine atau 5-
Fluorouracil adalah dua agen yang umum digunakan sebagai agen tunggal atau dalam kombinasi
dengan obat lain. 5

Limfoma malignan
Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah bening dan jaringan
limfoid. Berdasarkan tipe histologiknya, limfoma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar,
yaitu Limfoma Non Hodgkin dan Hodgkin. Pada protokol ini hanya akan dibatasi pada limfoma
non-hodgkin.Limfoma Non Hodgkin (LNH) merupakan sekumpulan besar keganasan primer
kelenjar getah bening, yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T, dan terkadang sel NK. Saat
ini terdapat 36 penyakit yang dikategorikan sebagai LNH dalam klasifikasi WHO. LNH
merupakan keadaan klinis yang kompleks dan bervariasi dalam hal patobiologi maupun
perjalanan penyakit. Insidennya berkisar 63.190 kasus pada tahun 2007 di AS dan merupakan
penyebab kematian utama pada kanker pada pria usia 20-39 tahun. Di Indonesia, LNH bersama-
sama dengan limfoma Hodgkin dan
leukemia menduduki urutan peringkat keganasan ke-6
Manifestasi Klinis
Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada umumnya non-spesifik, diantaranya:
Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan
•Demam 38oC >1 minggu tanpa sebab yang jelas
•Keringat malam banyak
•Cepat lelah
•Penurunan nafsu makan
•Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat
•Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak atau pangkal paha
(terutama bila berukuran di atas 2 cm); atau sesak napas akibat pembesaran kelenjar getah bening
mediastinum maupun splenomegali.8

VII. PENATALAKSANAAN
1. Bedah reseksi ‘kuratif’.
Mengangkat/mereseksi komplit tumor massanya. Yang paling sering dilakukan adalah
prosedur Whipple. Operasi whipple merupakan prosedur dengan pengangkatan kepala
(kaput) pankreas dan biasanya sekitar 20% pankreas dihilangkan.
2. Bedah paliatif.
Untuk membebaskan obstruksi bilier, pemasangan stent perkutan dan stent per-
endoskopik.
3. Kemoterapi.
Bisa kemoterapi tunggal maupun kombinasi. Kemoterapi tunggal seperti 5-FU,
mitomisin-C, Gemsitabin. Kemoterapi kombinasi yang masih dalam tahap eksperimental
adalah obat kemoterapi dengan kombinasi epidermal growth factor
receptor atau vascular endothelial growth factor receptor. Pada karsinoma pankreas yang
telah bermetastasis memiliki respon buruk terhadap kemoterapi. Secara umum
kelangsungan hidup setelah diagnosis metastasis kanker pankreas, kurang dari satu tahun.
4. Radioterapi.
Biasanya dikombinasi dengan kemoterapi tunggal 5-FU (5-Fluorouracil).
5. Terapi simtomatik.
Lebih ditujukan untuk meredakan rasa nyeri (obat analgetika) dari: golongan aspirin,
penghambat COX-1 maupun COX-2, obat golongan opioid. 4

VIII. PROGNOSIS
Kanker pankreas adalah penyakit yang sulit, bahkan setelah dioperasi pun resiko
munculnya kanker masih sangat tinggi. Hanya sekitar 20% dari pasien yang menjalani operasi
Whipple untuk kanker pankreas dapat disembuhkan dan hidup selama lima tahun. Pada pasien
yang kankernya telah bermetastasis ,kelangsungan hidupnya (survival rate) rata-rata tidak lebih
dari 6 bulan. 8
Kesimpulan : dari hasil anamnesis,pemeriksaan fisik dan hasil lab dapat di simpulkan pasien
menderita icterus obstruktif ec capu pancreas dan perlu di tangani dengan cepat karna ca caput
pancreas mempunyai prognosis yang buruk.
Daftar Pustaka
1. Sulaiman, Ali. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam : Aru W Sudoyo et al. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : Penerbitan IPD FKUI, 2007. h. 420-423
2. Guyton, Arthur C dan John E hall. Fisiologi Gastrointestinal. Dalam : Irawati Setiawan
(Editor Bahasa Indonesia) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC, 1997. h.
1108-1109
3. Price and Wilson. 2006. Patofisiologi. Konsep klinis Proses- Proses Penyakit. Jakarta: EGC
4. Crawford JM.. Liver and Biliary Tract. Dalam : Kumar, Vinay et al. Robbins and Cotran:
Pathologic Basis of Disease, 7th ed. Saunders Elsevier, USA. 2005. H. 206
5. Japaries, Willie. Karsinoma Pankreas. Dalam Buku Ajar Onkologi Klinis. Edisi Kedua.
Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2008: hal 442-9
6. Mayer, J Robert. Pancreatic Cancer. In: Kasper L, Denis et all. Harrison’s Principles of
Internal Medicine .16th Edition. United States of America: McGraww Hill Companies, Inc.
2005; Chapter 79
7. Castillo, Carlos Fernandez-del., Jimenez, Ramon E. Pancreatic cancer. In: Feldman, M.,
Friedman, L S., Brandt, L J. Sleisenger & Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease. 8th
edition. Philadelphia. Elsevier, Inc. 2006. Chapter 58
8. Padmomarono, F Soemanto. Kanker Pankreas. In: Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jakarta: Interna Publishing. 2006; hal 492-6

Anda mungkin juga menyukai